Anda di halaman 1dari 13

FILSAFAT ILMU

Ilmu dan Kebudayaan


Manusia dan Kebudayaan
Dua Pola dan Kebudayaan

Kelompok 7

Hikmayanti
Muhammad Alfi Masjidan
Zezen
Ilmu dan Kebudayaan

A. Pengertian Ilmu
Berbicara masalah ilmu dan kebudayaan tidak lepas dari sumber ilmu
dan kebudayaan tersebut, Yaitu akal. maka penulis akan menjelaskan terlebih
dahulu tentang hakikat akal. Secara bahasa kata akal memiliki banyak arti,
anatara lain “sesuatu menjadi tetap”.
Akal adalah jauharun anil madah fi dzatihi muqoronun lahafi fi’lihi wa
hiya al-nafsu al-natiqah, yaitu mutiara yang terbatas dari materi dan bersamaan
padanya dalam tindakannya, dan itu adalah ciri yang cerdas (berfikir). Akal juga
merupakan mutiara rohani yang diciptakan Allah yang terkait dengan badan
manusia. Akal juga adalah cahaya hati yang akan mampu membedakan anatara
yang haq dan yang bathil.
B. Pengertian Kebudayaan
Kebudayaan adalah hasil karya cipta (pengolahan, pengerahan dan
penghargaan terhadap alam) oleh manusia dengan kekuatan jiwa (pikiran,
perasaan, kemauan, imajinasi, dan fakultas-fakulta ruhaniah lainnya) dan
raganya, yang menyatakan dalam berbagai kehidupan ruhaniah ataupun
kehidupan lahiriah manusia, sebagai jawaban atas segala tantangan,
tentuan dan dorongan dari intra diri manusia dan ekstra diri manusia,
menuju arah terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan (spiritual dan
material) manusia, baik “individu” maupun “masyarakat”.
Pada hakekatnya antara ilmu dan kebudayaan terdapat
suatu panduan, karena dalam rangka pembangunan kebudayaan
tidak terlepas dari nilai-nilai yang dikandungnya. Dalam hal ini,
ilmu berarti suatu cara berfikir yang menghasilkan suatu
kesimpulan yang berupa pengetahuan, karena ilmu adalah
produk berfikir menurut sistematika tertentu yang secara
umum disebut berfikir ilmiah.
Antara ilmu dan kebudayaan berada dalam posisi yang
saling tergantung dan saling mempengaruhi, pada sisi
pengembangan ilmu dalam suatu masyarakat tergantung pada
kondisi kebudayaannya. Sedangkan disisi lain pengembangan
ilmu akan mempengaruhi jalannya kebudayaan. Dan dalam
beberapa tipe masyarakat, ilmu dapat berkembang pesat,
demikian pula sebaliknya.
2. Manusia dan Kebudayaan

Dalam kehidupan manusia mempunyai banyak sekali kebutuhan


maka hal inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai
tindakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut. Dalam
pemenuhan kebutuhan ini manusia berbeda dengan binatang,
kebudayaanlah dalam konteks ini yang memberikan garis pemisah antara
manusia dan binatang.
Maslow mengindefisikasikan lima kelompok kebutuhan manusia
yakni kebutuhan fisikologi, rasa aman, harga diri dan pengembangan
potensi. Sementara binatang kebutuhannya terpusat pada dua kelompok
pertama dari kategori Maslow yakni kebutuhan fisiologis dan rasa aman
dan memenuhi kebutuhan ini secara instinktif. Karena manusia tidak
mempunyai kemampuan bertindak secara otomatis yang berdasarkan
instink tersebut maka manusia berpaling kepada kebudayaan yang
mengajarkan tentang cara hidup.
Ketidak mampuan manusia untuk bertindak secara instinktif ini
manusia diimbangi oleh kemampuan lain yakni kemampuan untuk
belajar, berkomunikasi dan menguasai objek-objek yang bersifat fisik
disamping itu manusia mempunyai budi yang merupakan pola kejiwaan
yang didalamnya terkandung dorongan-dorongan hidup yang dasar
instink, perasaan, pikiran, kemauan dan fantasi. Budi inilah yang
mnyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan yang bermakna
dengan alam sekitarnya dengan jalan memberi penilaian terhadap
objek dan kejadian. Maka pilihan inilah yang menjadi tujuan dan isi
kebudayaan.
Manusia dan kebudayaan merupakan dau hal yang sangat erat
berkaitan satu sama lain. Manusia di alam dunia ini memegang peranan
yang unik, dan dapat dipandang dari berbagai segi. Dalam ilmu sosial
manusia merupakan makhluk yang ingin memperoleh keuntungan atau
selalu memperhitungkan setiap kegiatan sering disebut homo economicus
(ilmu ekonomi). Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat berdiri
sendiri (sosialofi). Makhluk yang selalu ingin mempunyai kekuasaan (politik),
makhluk yang berbudaya dan lain sebagainya.
Dalam sosiologi manusia dan kebudayaan dinilai sebagai dwi
tungal, maksdunya bahwa walaupun keduanya berbeda tetapi keduanya
merupakan satu kesatuan. Manusia menciptakan kebudayaan, dan setelah
kebudayaan itu tercipta maka kebudayaan mengatur hidup manusia agar
sesuai dengannya. Tampak bahwa keduanya akhirnya merupakan satu
kesatuan.
Contoh sederhana yang dapat kita lihat adalah
hubungan antara manusia dengan peraturan-peraturan
kemasyarakatan. Pada saat awalnya peraturan itu dibuat
oleh manusia setelah peraturan itu terjadi maka manusia
yang membuatnya harus patuh kepaa peraturan yang
dibuatnya sendiri itu. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa manusia tidak dapat dilepaskan dari kebudayaan,
karena kebudayaan itu merupakan perwujudan dari manusia
itu sendiri.
3. Dua pola kebudayaan
Dua pola kebudayaan dan ilmu yang begulir di Indonesia, adalah
ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial. Kenapa hal ini terjadi,ini terjadi karena
besarnya perbedaan antara ilmu sosial dan ilmu alam. Contohnya, jika kita
belajar ilmu alam dengan subjek batu,kira-kira saat lain di teliti lagi maka
kemungkinan besar akan berhasil dengan nilai yang sama,tetapi tidak demikin
dalam ilmu sosial,dalam ilmu sosial,ilmu sosial bergerak lebih fleksibel dan
dapt berubah swaktu-waktu.
Namun kedua hal itu bukan merupakan masalah,kedua hal itu tidak
mengubah apa yang menjadai tujuan penelitian ilmiah. Ilmu bukan bermaksud
mengumpulkan fakta tapi untuk mencari penjelasa dari gejala-gejala yang
ada,yang memungkinkan kita mengetahui kebenaran hakikat objek yang kita
hadapi. Ada dua faktor yang menjadi landasan suatu analisis kuantitatif ilmu
sosial yaitu: sulitnya melakukan pengukuran,karena emosi dan aspirasi
merupakan unsure yang sulit dan yang kedua banyaknya variable yang
mempengaruhi tingkah laku manusia.
Hal seperti inilah yang menyebabkan ilmu alam lebih maju
dari pada ilmu sosial. Itu dikarenakan ilmu sosial lebih terpaku
pada tahap kualitatif, dan untuk mengubah ini ilmu sosial harus
lebih masuk ketahap kuantitatif. Di Indonesia hal seperti ini
masih berlaku,tebukti adanya dua penjurusan dalam bidang
kajian ilmu, yaitu ilmu sosial dan ilmu alam,dan dalam
pelaksanaannya ilmu alam selalu dianggap lebih bergengsi di
banding ilmu sosial. Itu membuat sebagian masyarakat kita
terobsesi untuk masuk jurusan ilmu alam meski mungkin lebih
berbakat dalam bidang sosial,sehingga secara tidak langsung
menghambat perkembangan ilmu sosial.
Pada akhirnya harus kita sadari bahwa
adanya dua jurusan dalam bidang ilmu ini
memerlukan suatu usaha yang fundamental dan
sistematis dalam menghadapinya. Perlu dicari titik
temu diantara kedua bidang ini sehingga satu sama
lain akan saling melengkapi, bukan saling terpisah.
Karena bagaimanapun ilmu sosial tidak dapat
terpisah dan berdiri sendiri dan begitupun ilmu
alam tetap terikat secara sosial.
Kesimpulan
Sekiranya bisa diterima bahwa ilmu bersifat mendukung
pengembangan kebudayaan nasional, maka masalahnya adalah, bagaimana
meningkatkan peranan keilmuan dalam kehidupan kita. Mesti disadari bahwa
keadaan masyarakat kita masih jauh dari tahap masyarakat yang berorientasi
pada ilmu. Bahkan dalam masyarakat yang terdidikpun ilmu masih merupakan
koleksi teori-teori yang bersifat akademik yang sam sekali tidak fungsional
dalm kehidupan sehari-hari.
Ilmu merupakan salah satu cara dalam menemukan kebenaran. Di
samping ilmu terdapat cara-cara lain yang sah sesuai dengan lingkup
pendekatan dan permasalahn masing-masing. Asas ini harus di garis bawahi
agar usaha mempromosikan ilmu tidak menjurus kepada timbulnya gejala yang
disebut scientisme, suatu gejala, yang disebut Gerald Holton, sebagai
“kecanduan terhadap ilmu dengan kecenderungan untuk membagi semua
pemikiran kepada dua golongan yakni ilmu dan omong kosong.
Thank You 

Anda mungkin juga menyukai