Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA
1. Definisi
Pneumonia adalah suatu penyakit infeksi atau peradangan pada organ paru-
paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur ataupun parasite, inflamasi pada
paru yang dicirikan dengan adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk
dalam area alveoli. (Axton & Fugate, 1993)

2. Etiologi
a Virus Synsitical respiratorik
b Virus Influensa
c Adenovirus
d Rhinovirus
e Rubeola
f Varisella
g Micoplasma (pada anak yang relatif besar)
h Pneumococcus
i Streptococcus
j Staphilococcus

3. Tanda dan Gejala


a Sesak Nafas
b Batuk nonproduktif
c Ingus (nasal discharge)
d Suara napas lemah
e Retraksi intercostal
f Penggunaan otot bantu nafas
g Demam
h Ronchii
i Cyanosis
j Leukositosis
4. Patofisiologi
Pneumonia bakterial menyerang baik ventilasi maupun difusi. Suatu
reaksi inflamasi yang dilakukan oleh pneumokokus terjadi pada alveoli dan
menghasilkan eksudat, yang mengganggu gerakan dan difusi oksigen serta
karbon dioksida. Sel-sel darah putih, kebanyakan neutrofil, juga bermigrasi ke
dalam alveoli dan memenuhi ruang yang biasanya mengandung udara. Area
paru tidak mendapat ventilasi yang cukup karena sekresi, edema mukosa, dan
bronkospasme, menyebabkan oklusi parsial bronki atau alveoli dengan
mengakibatkan penurunan tahanan oksigen alveolar. Darah vena yang
memasuki paru-paru lewat melalui area yang kurang terventilasi dan keluar ke
sisi kiri jantung tanpa mengalami oksigenasi. Pada pokoknya, darah terpirau
dari sisi kanan ke sisi kiri jantung. Percampuran darah yang teroksigenasi dan
tidak teroksigenasi ini akhirnya mengakibatkan hipoksemiaarterial.
5. Pathway

6. Manifestasi Klinik
Pneumonia bakterial (atau pneumokokus) secara khas diawali dengan
awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5˚C - 40,5˚C), dan
nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk yang dicetuskan oleh bernapas dan
batuk. Pasien sangat sakit dengan takipnea sangat jelas (25 sampai 45
kali/menit) disertai dengan pernapasan mendengkur, pernapasan cuping
hidung, dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan.
Pada pasien lansia atau mereka dengan PPOM, gejala-gejala dapat
berkembang secara tersembunyi. Sputum purulen mungkin menjadi satu-
satunya tanda pneumonia pada pasien ini. Sangat sulit untuk mendeteksi
perubahan yang halus pada kondisi mereka karena mereka telah mengalami
gangguan fungsi paru yang serius.

7. Pemeriksaan Penunjang
1. PemeriksaanRadiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air
bronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae;
bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain staphylococcus,
virus atau mikoplasma; dan pneumonia interstisial (interstitial disease) oleh
virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah
atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien
yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrat di lobus atas sering
ditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah
dapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau bakteriemia.
2. PemeriksaanLaboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit
normal/rendah dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada
infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respons leukosit, orang tua atau
lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas, misalnya neutropenia
pada infeksi kuman Gram negatif atau S. aureus pada pasien dengan
keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.
3. PemeriksaanBakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi
jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk tujuan
terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test
danZ.Nielsen.
4. PemeriksaanKhusus
Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma. Nilai diagnostik
bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan
untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.
MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a Aktivitas/istirahat
Gejala: Kelemahan, kelelahan, insomnia.
Tanda: Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
b Sirkulasi
Gejala: Riwayat adany/GJK kronis.
Tanda: Takikardia, penampilan kemerahan atau pucat.
c Integritas ego
Gejala: Banyaknya stresor, masalah finansial.
d Makanan/cairan
Gejala: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, riwayat diabetes melitus.
Tanda: Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor
buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi).
e Neurosensori
Gejala: Sakit kepala daerah frontal (influenza).
Tanda: Perubahan mental (bingung, somnolen).
f Nyeri/keamanan
Gejala: Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh batuk; nyeri
dada substernal (influenza), mialgia, artralgia.
Tanda: Melindungi area yang sakit (pasien umumnya tidur pada sisi yang
sakit untuk membatasi gerakan).
g Pernapasan
Gejala: Riwayat adanya/ISK kronis, PPOM, merokok sigaret, takpnea,
dispnea progresif, pernapasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran
nasal.
Tanda: Sputum: merah muda, berkarat, atau purulen, perkusi: pekak di atas
area yang konsolidasi, fremitus: taktil dan vokal bertahap meningkat dengan
konsolidasi, gesekan friksi pleural, bunyi napas: menurun atau tak ada di atas
area yang terlibat, atau napas bronkial, warna: pucat atau sianosis bibir/kuku.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan pertukaran gas b/d pneumonia.
3. Intoleransi aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap
pneumonia.
4. Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan kebutuhan metabolik
sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
6. Risiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan
(demam, berkeringat banyak, napas mulut/hiperventilasi, muntah).

C. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi sputum.
Tujuan : Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea,
sianosis.
Intervensi :
1). Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan gerakan dada.
R/ Takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering
terjadi karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada dan/atau cairan paru.
2).Auskultasi area paru, catat area penurunan/tak ada aliran udara dan
bunyi napas adventisius, mis:krekels, mengi.
R/ Penurunan aliran udara terjadi pada area konsolidasi dengan cairan.
Bunyi napas bronkial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area
konsolidasi. Krekels, ronki, dan mengi terdengar pada inspirasi dan/atau
ekspirasi pada respons terhadap pengumpulan cairan, sekret kental, dan
spasme jalan napas/obstruksi.
3). Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/bantu pasien mempelajari
melakukan batuk, mis: menekan dada dan batuk efektif sementara posisi
duduktinggi.
R/ Napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan napas
lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami,
membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan
menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan
upaya napas lebih dalam dan lebih kuat.
4).Lakukan penghisapan sesuai indikasi.
R/ Merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada
pasien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan
tingkatkesadaran.
5) Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi).
Tawarkan air hangat daripada dingin.
R/ Cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
6) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi: mukolitik, ekspektoran,
bronkodilator, analgesik.
R/ Alat untuk menurunkan spasme bronkus dengan mobilisasi sekret.
Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan
ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat
menurunkan upaya batuk/menekan pernapasan.

2. Gangguan pertukaran gas b/d pneumonia.


Tujuan: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan
GDA dalam rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan.

Intervensi:
1) Kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan bernapas.
R/ Manifestasi distres pernapasan tergantung pada/indikasi derajat
keterlibatan paru dan status kesehatan umum.
2) Observasi warna kulit, membran mukosa, dan kuku, catat adanya
sianosis perifer (kuku) atau sianosis sentral (sirkumoral).
R/ Sianosis kuku menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap
demam/menggigil. Namun sianosis daun telinga, membran mukosa, dan
kulit sekitar mulut menunjukkan hipoksemia sistemik.
3) Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi. Bantu tindakan kenyamanan untuk
menurunkan demam dan menggigil, mis: selimut tambahan, suhu ruangan
nyaman, kompres hangat atau dingin.
R/ Demam tinggi (umum pada pneumonia bakterial dan influenza) sangat
meningkatkan kebutuhan metabolik dan kebutuhan oksigen dan
mengganggu oksigenasi seluler.
4) Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi (fowler atau semi
fowler), napas dalam dan batuk efektif.
R/ Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan
pengeluaran sekret untuk memperbaiki ventilasi.
5) Berikan terapi oksigen dengan benar, mis: dengan nasal prong, masker,
masker Venturi.
R/ Tujuan terapi oksigen adalah mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
Oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat
dalam toleransi pasien.
6) Awasi GDA, nadi oksimetri.
R/ Mengevaluasi proses penyakit dan memudahkan terapi paru.

3. Intoleransi aktivitas b/d kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap


pneumonia.
Tujuan: Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap
aktivitas yang dapat diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan
berlebihan, dan tanda vital dalam rentang normal.

Intervensi:
1) Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dispnea,
peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan
setelah aktivitas.
R/ Menetapkan kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan
intervensi.
2) Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut
sesuai indikasi. Dorong penggunaan manajemen stres dan pengalih yang
tepat.
R/ Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
3) Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
R/ Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. Pembatasan
aktivitas ditentukan dengan respons individual pasien terhadap aktivitas
dan perbaikan kegagalan pernapasan.
4) Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan/atau tidur.
R/ Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di kursi, atau
menunduk ke depan meja atau bantal.
5) Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan
peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
R/ Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.

4. Nyeri akut b/d inflamasi parenkim paru.


Tujuan: Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas
yang tepat.
Intervensi:

1) Tentukan karakteristik nyeri, mis: tajam, konstan, ditusuk. Selidiki


perubahan karakter/lokasi/intensitas nyeri.
R/ Nyeri dada, biasanya ada dalam beberapa derajat pada pneumonia, juga
dapat timbul komplikasi pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis.
2) Pantau tanda vital.
R/ Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien
mengalami nyeri, khususnya bila alasan lain untuk perubahan tanda vital
telah terlihat.
3) Berikan tindakan nyaman, mis: pijatan punggung, perubahan posisi,
musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
R/ Tindakan non-analgesik diberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesik.
4) Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
R/ Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi dan
mengeringkan membran mukosa, potensial ketidaknyamanan umum.
5) Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode
batuk.
R/ Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada sementara meningkatkan
keefektifan upaya batuk.
6) Berikan analgesik dan antitusif sesuai indikasi.
R/ Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non-
produktif/paroksismal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan
kenyamanan/istirahat umum.

5. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d peningkatan kebutuhan metabolik


sekunder terhadap demam dan proses infeksi.
Tujuan: Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/
meningkatkan berat badan, menyatakan perasaan sejahtera.

Intervensi:
1) Pantau: presentase jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan,
timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan protein total, albumin dan
osmolalitas.
R/ Mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari sasaran yang
diharapkan.
2) Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin.
Bartikan/bantu kebersihan mulut setelah muntah, setelah tindakan aerosol
dan drainase postural, dan sebelum makan.
R/ Menghilangkan tanda bahaya, rasa, bau dari lingkungan pasien dan
dapat menurunkan mual.
3) Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makanan yang dapat
memenuhi kebutuhan nutrisi selama sakit panas.
R/ Ahli diet ialah spesialisasi dalam hal nutrisi yang dapat membantu
pasien memilih makanan yang memenuhi kebutuhan kalori dan kebutuhan
nutrisi sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi dan berat badannya.
4) Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering dan
makanan yang menarik untuk pasien.
R/ Tindakan ini dapat meningkatkan masukan dan memerlukan lebih
sedikit energi.

6. Risiko kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan


(demam, berkeringat banyak, napas mulut/hiperventilasi, muntah).
Tujuan: Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter
individual yang tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik,
pengisian kapiler cepat, tanda vital stabil.

Intervensi:
1) Kaji perubahan tanda vital, contoh peningkatan suhu/demam
memanjang, takikardia, hipotensi ortostatik.
R/ Peningkatan suhu/memanjangnya demam meningkatkan laju metabolik
dan kehilangan cairan melalui evaporasi, TD ortostatik berubah dan
peningkatan takikardia menunjukkan kekurangan cairan sistemik.
2) Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).
R/ Indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran
mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan.
3) Pantau masukan dan haluaran, catat warna, karakter urine. Hitung
keseimbangan cairan. Waspadai kehilangan yang tak tampak. Ukur berat
badan sesuai indikasi.
R/ Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan
kebutuhan penggantian.
4) Tekankan cairan sedikitnya 2500 ml/hari atau sesuai kondisi individual.
R/ Pemenuhan kebutuhan dasar cairan, menurunkan risiko dehidrasi.
5) Berikan cairan tambahan IV sesuai keperluan.
R/ Adanya penurunan masukan/banyak kehilangan, penggunaan parenteral
dapat memperbaiki/mencegah kekurangan.
6) Lapor dokter jika ada tanda-tanda kekurangan cairan menetap atau
bertambah berat.
R/ Merupakan tanda-tanda kebutuhan cairan yang meningkat atau mulai
timbulnya komplikasi.

D. Implementasi Keperawatan
Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari
masalah status kesehatan yang dihadapi ke status yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan dan di lakukan sesuai intervensi
kepetawatan.

E. Evaluasi Keperawatan
Diagnosa 1 :
Jalan napas paten dengan bunyi napas bersih, tak ada dispnea, sianosis.

Diagnosa 2 :
Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam
rentang normal dan tak ada gejala distres pernapasan.
Diagnosa 3 :
Melaporkan/menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas yang dapat
diukur dengan tak adanya dispnea, kelemahan berlebihan, dan tanda vital dalam
rentangnormal.

Diagnosa 4 :
Menunjukkan rileks, istirahat/tidur, dan peningkatan aktivitas yang tepat.

Diagnosa 5 :
Menunjukkan peningkatan masukan makanan, mempertahankan/
meningkatkan berat badan, menyatakan perasaan sejahtera.

Diagnosa 6 :
Menunjukkan keseimbangan cairan dibuktikan dengan parameter individual
yang tepat, mis: membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler
cepat,tandavitalstabil.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta.

Charles, J.Reeves, dkk. 2001. Buku 1 Keperawatan Medikal Bedah Ed. I. Salemba
Medika. Jakarta.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit Ed.
6 Vol 2. EGC. Jakarta.

Slamet suyono, dkk. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Ed.3. Balai
Penerbit FKUI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai