Disusun oleh:
Nama : Sofyan Dwi Nugroho
NIM : 16708251021
Prodi : Pendidikan Sains-S2
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keanekaragaman hayati yang ada di bumi ini tidak hanya digunakan sebagai
bahan pangan ataupun dinikmati keindahannya saja, tetapi juga bermanfaat
sebagai bahan untuk mengobati berbagai jenis penyakit. Tanaman yang ada,
terutama yang tumbuh di Indonesia dikenal sebagai bahan yang ampuh untuk obat-
obatan tradisional. Namun demikian masih banyak masyarakat yang belum menyadari
dan mengetahui manfaat berbagai macam tanaman berkhasiat obat yang mudah
didapatkan di sekitarnya.
Kebutuhan akan obat kian hari kian meningkat, hal tersebut ‘memaksa’ para
produsen obat berlomba-lomba dalam formulasi obat yang berkhasiat demi
menyembuhkan penyakit. Namun, saat ini paradigma tentang obat di masyarakat mulai
berubah, mereka cenderung lebih percaya pada pemahaman obat herbal lebih
berkhasiat dan aman dibandingkan obat sintetis. Hal tersebut dapat dikatakan benar
juga, tapi harus tetap ada acuan standarisasi bahan obat dari bahan alam sehingga
pemakaiannya dapat menjamin kesembuhan bagi pasien.
Salah satu zat yang mempunyai manfaat dan berasal dari tanaman adalah
curcumin yang berasal dari kunyit. Kunyit (jawa: kunir, Curcuma Longa ) adalah salah
satu rempah-rempah yang sangat dikenal di Indonesia, baik sebagai bahan untuk
makanan maupun sebagai bahan untuk jamu/obat tradisional. Dalam bidang
pengobatan tradisional kunyit banyak digunakan sebagai bahan ramuan jamu. Efek dari
curcumin cukup beragam bila dikonsumsi dalam dosis yang tepat, diantaranya adalah
sebagai antiinflamasi bagi tubuh, antioksidan yang kuat, dapat mencegah beberapa
resiko kanker, dapat mengatasi gejala kembung, dan khasiat kunyit ini telah terbukti
secara ilmiah sebagai agen antidiabetes, antiinflamasi, antioksidan, antimikroba, dan
antikanker.
Beberapa literatur mempublikasikan sejumlah besar aktivitas farmakologi
kunyit, Curcuma longa L. yang menunjukkan efek anti peradangan, anti virus, anti
bakteri, antioksidan, aktivitas nematosida dan lainnya. Kurkumin adalah komponen
utama dalam kunyit yang bertanggungjawab atas aktivitas biologis tersebut. Tulisan ini
menyusun telaah atas kandungan senyawa kimia dan memperlihatkan pentingnya
kunyit, Curcuma longa tersebut dalam kesehatan.
2
B. Rumusan Masalah
Masalah-masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah:
1. Apa saja kandungan kimia yang terdapat pada tanaman kunyit?
2. Bagaimana karakteristik senyawa kurkumin pada tanaman kunyit?
3. Bagaimana pemanfaatan senyawa kurkumin pada tanaman kunyit untuk kesehatan?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Memenuhi tugas perkuliahan Kimia yang diampu oleh Prof. Dr. Sri Atun, M.Si
2. Mengetahui kandungan kimia yang terdapat pada tanaman kunyit.
3. Mengetahui karakteristik senyawa kurkumin pada tanaman kunyit.
4. Mengetahui pemanfaatan senyawa kurkumin pada tanaman kunyit.
3
BAB II
ISI
Kunyit atau kunir, (Curcuma longa Linn. syn.Curcuma domestica Val.), adalah
termasuk salah satu tanaman rempah-rempah dan obat asli dari wilayah Asia Tenggara.
Kunyit merupakan tumbuhan daerah subtropis sampai tropis dan tumbuh subur di
daratan rendah lebih kurang 90 meter sampai ketinggian 2000 meter di atas permukaan
laut. Tanaman ini kemudian mengalami penyebaran ke daerah Malaysia, Indonesia,
Australia bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indonesia dan India serta bangsa Asia
umumnya pernah mengonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai pelengkap bumbu
masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan. Dalam bahasa Banjar
kunyit atau kunir ini dinamakan "Janar".
Kunyit tergolong dalam kelompok jahe-jahean, Zingiberaceae. Kunyit juga
dikenal di berbagai daerah dengan beberapa nama lokal, seperti turmeric (Inggris),
Kunyit mempunyai berbagai nama daerah yang berbeda-beda diantaranya Sumatra:
Kakunye (Enggano), Kunyet (Adoh), Kuning (Gayo), Kunyet (Alas), Hunik (Batak),
Odil (Simalur), Undre (Nias), Kunyit (Lampung), Kunyit (Melayu), Jawa: Kunyir
(Sunda), Kunir (Jawa Tengah), Temo koneng (Madura), Kalimanta: Kunit (Banjar),
Henda (Ngayu), Kunyit (Olon Manyan), Cahang (Dayak Panyambung), Dio
(Panihing), Kalesiau (Kenya), Kunyit (Tidung), Nusa Tenggara: Kunyit (Sasak), Huni
(Bima), Kaungi (Sumba Timur), Kunyi (Sumba Barat), Kewunyi (Sawu), Koneh,
(Flores), Kuma (Solor), Kumeh (Alor), Kunik (Roti), Hunik kunir (Timor), Sulawesi:
Uinida (Talaud), Kuni (Sangir), Alawaha (Gorontalo), Kolalagu (Buol), Pagidon (Toli-
toli), Kuni (Toraja), Kunyi (Ujungpandang), Kunyi (Selayar), Unyi (Bugis), Kuni
(Mandar), Maluku: Kurlai (Leti), Lulu malai (Babar), Ulin (Tanimbar), Tun (Kayi),
Unin (Ceram), Kunin (Seram Timur), Unin, (Ambon), Gurai (Halmanera), Garaci
(Ternate), Irian: Rame (Kapaur), Kandeifa (Nufor), Nikwai (Windesi), Mingguai
(Wandamen), Yaw (Arso).
Tanaman Kunyit dibudidayakan secara luas di selatan dan tenggara Asia tropis.
Rimpang pada tanaman ini juga disebut sebagai akar dan merupakan bagian yang paling
berguna dari tanaman untuk keperluan memasak dan obat. Komponen yang paling aktif
4
dari kunyit adalah kurkumin. Warna kuning khas kunyit adalah karena kurkuminoid,
pertama kali diisolasi oleh Vogel pada tahun 1842. Curcumin adalah bubuk kristal
oranye-kuning praktis tidak larut dalam air. Struktur kurkumin (C 21 H 20 O 6) pertama
kali dijelaskan pada 1910 oleh Lampe dan Milobedeska dan terbukti diferuloylmethane.
Kunyit digunakan sebagai bumbu makanan, pewarna dalam makanan dan tekstil, dan
pengobatan untuk berbagai macam penyakit. Hal ini banyak digunakan dalam
pengobatan tradisional India untuk menyembuhkan gangguan empedu, anoreksia,
batuk, luka diabetes, gangguan hati, rematik, dan sinusitis. Selama berabad-abad,
kurkumin telah dikonsumsi sebagai bumbu makanan pada dosis hingga 100 mg / d.
penyelidikan ekstensif selama lima dekade terakhir telah menunjukkan bahwa
kurkumin mengurangi kolesterol darah. Kunyit digambarkan sebagai C. longa oleh
Linnaeus dan posisi taksonomi adalah sebagai berikut:
Susunan tanaman kunyit terdiri atas akar, rimpang, batang semu, pelepah-
pelepah daun, daun, tangkai bunga, dan kuntum bunga.
B. KANDUNGAN KUNYIT
Komponen utama yang terpenting dalam rimpang kunyit adalah kurkuminoid
dan minyak atsiri. Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat (Balittro) bahwa kandungan kurkumin rimpang kunyit rata- rata 10,92 %. Selain
kunyit, ada juga beberapa tanaman yang mengandung kurkumin, misalnya temulawak
dan temu hitam.
komposisi kimia dari kunyit Kunyit mengandung protein (6,3%), lemak (5,1%),
mineral (3,5%), karbohidrat (69,4%) dan kelembaban (13,1%). Itu minyak esensial
(5,8%) diperoleh dengan destilasi uap dari rimpang memiliki-phellandrene (1%),
sabinene (0,6%), cineol (1%), borneol (0,5%), zingiberene (25%) dan sesquiterpines
(53%) 5. Curcumin (diferuloylmethane) (3-4%) bertanggung jawab untuk warna
kuning, dan terdiri dari kurkumin 1 (94%), kurkumin II (6%) dan curcumin III (0,3%)
6. Demethoxy dan turunannya bisdemethoxy kurkumin juga telah pernah isolated
(Gambar 1). Kurkumin pertama kali diisolasi pada 1815 dan kimianya struktur
ditentukan oleh Roughley dan Whiting pada tahun 1973. Ia memiliki titik leleh pada
176-177 ° C; membentuk garam coklat kemerahan dengan alkali dan larut dalam
etanol, alkali, keton, asam asetat dan kloroform (Chattopadhyay et al., 2004)1.
5
kunyit kuning (Curcuma longa) mengandung senyawa flavanoid, terpenoid dan
senyawa fenolik. Sedangkan kunyit putih (Curcuma petiolata)mengandung senyawa
alkaloid, saponin dan fenolik. Kunyit putih (Curcuma petiolata)hanya mengandung
satu senyawa yang sama dengan kandungan kunyit kuning (Curcuma longa) yaitu
senyawa fenolik dan tidak terdapat flavanoid dan terpenoid.
C. SENYAWA KURKUMIN
Kurkumin merupakan senyawa kurkuminoid yang merupakan pigmen warna
kuning pada rimpang temulawak dan kunyit. Senyawa ini termasuk golongan fenolik.
Kurkuminoid yang sudah diisolasi bewarna kuning atau kuning jingga, dan berasa
pahit. Kurkuminoid mempunyai aroma yang khas dan tidak bersifat toksik. Kelarutan
kurkumin sangat rendah dalam air dan eter, namun larut dalam pelarut organik seperti
etanol dan asam asetat glasial. Kurkumin stabil pada suasana asam, tidak stabil pada
kondisi basa dan adanya cahaya. Pada kondisi basa dengan pH di atas 7,45, 90%
kurkumin terdegradasi membentuk produk samping berupa trans-6-(4ˈ-hidroksi-3ˈ-
metoksifenil)-2,4-diokso-5-heksenal (mayoritas), vanilin, asam ferulat dan feruloil
metan. Sementara dengan adanya cahaya, kurkumin terdegradasi menjadi vanilin, asam
vanilat, aldehid ferulat, asam ferulat dan 4-vinilguaiakol Struktur kimia kurkuminoid
yang terdiri atas kurkumin, demetoksikurkumin dan bis-demetoksikurkumin
ditampilkan pada Gambar berikut.
6
- Larut dalam alkohol dan asam asetat glasial
- Tidak larut dalam air
Kurkumin merupakan salah satu senyawa aktif yang diisolasi dari rimpang
Curcuma longa (kunyit). Kurkumin dihasilkan secara alami dari rimpang kunyit
bersamaan dengan dua senyawa analog kurkumin lainnya, yaitu demetoksikurkumin
dan bisdemetoksikurkumin. Kurkumin dihasilkan dari rimpang kunyit dalam jumlah
yang paling banyak dibandingkan dengan demetoksikurkumin dan
bisdemetoksikurkumin.
Curcumin (diferuloylmethane), komponen bioaktif kuning utama kunyit telah
terbukti memiliki spektrum yang luas dari tindakan biologis. Ini termasuk anti-
inflamasi, antioksidan, anti kanker, antimutagenik, antikoagulan, antifertilitas,
antidiabetes, antibakteri, antijamur, antiprotozoal, antivirus, antifibrotic, antivenom,
antiulcer, hipotensi dan kegiatan hypocholesteremic. efek antikanker yang terutama
dimediasi melalui induksi apoptosis. Ini anti-inflamasi, antikanker dan peran
antioksidan dapat klinis dimanfaatkan untuk mengendalikan rematik, karsinogenesis
dan oksidatif stres yang berhubungan dengan patogenesis. Secara klinis, kurkumin telah
digunakan untuk mengurangi peradangan pasca-operasi. studi evaluasi keselamatan
menunjukkan bahwa kunyit dan kurkumin yang ditoleransi dengan baik pada dosis
yang sangat tinggi tanpa efek toksik. Dengan demikian, baik kunyit dan kurkumin
memiliki potensi untuk pengembangan obat modern untuk pengobatan berbagai
penyakit. (Chattopadhyay et al., 2004)
7
3. Aktivitas Antiprotozoa
Aktivitas kurkumin dan beberapa senyawa turunannya terhadap tripanosomatid
telah dipelajari dalam bentuk promastigot (ekstra seluler) dan amastigot
(intraseluler) pada Leishmania amazonensis. Hasil menunjukkan bahwa kurkumin
secara in vitro memiliki aktivitas dengan LD50 = 24 μM atau 9 μg/ml; dan senyawa
semi-sintetiknya yaitu metilkurkumin memiliki aktivitas terbaik dengan LD50 < 5
μg/ml terhadap bentuk promastigot. Senyawa turunan ini diuji secara in vivo pada
mencit dan memperlihatkan aktivitas yang baik sebagai antiprotozoa dengan
13
penghambatan sebesar 65,6%.
4. Aktivitas Nematosida
Minyak curcuma yang diuji terhadap Paramecium caudatum (dengan variasi
konsentrasi antara 1 dalam 2000 hingga 1 dalam 5000) menunjukkan bahwa Ciliata
tersebut berubah menjadi seperti lumpur dan akhirnya mati.14
5. Aktivitas Antibakteri
Minyak curcuma juga telah diuji terhadap kultur Staphylococcus albus, S.aureus
dan Bacillus typhosus, dan mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. albus dan
S. aureus pada konsentrasi IC50 di atas 1 μg dalam 5000ml.14
B. Shankar dan Murthy (1979)15 menyelidiki aktivitas fraksi turmerik
terhadap beberapa bakteri usus secara in vitro. Hasilnya menunjukkan bahwa daya
hambat pertumbuhan total Lactobacilli adalah 4.5 - 90 μl/100 ml. Fraksi lain dari
ekstrak alkohol, juga efektif (10-200 μg/ml), tetapi penghambatannya tidak sama
bila menggunakan turmerik secara langsung yang mempunyai daya hambat
pertumbuhan bakteri S. Aureus sebesar 2,5 - 50g/ml.15
6. Aktivitas Antivenom
Fraksi C. longa yang mengandung ar-turmeron ternyata juga mampu menetralkan
aktivitas hemoragik “hemaorrhagic” dan efek mematikan gigitan ular terhadap mencit.
Dalam penelitian ini ar-turmeron mampu menghilangkan aktivitas hemoragik venom
Bothrops dan sekitar 70% efek mematikan venom Crotalius.16
7. Aktivitas Anti-HIV
Mazumber dkk 1995)17memperlihatkan bahwa kurkumin memiliki aktivitas
antivirus dengan menghambat HIV-1 integrase dengan IC50 = 40 μM dan disarankan
agar senyawa turunan kurkumin juga dapat dikembangkan sebagai obat anti AIDS. Data
menunjukkan bahwa kurkumin dapat menghambat replikasi protein HIV-1 integrase.17
Eigner dan Scholz (1999) melaporkan bahwa kurkumin mempunyai aktivitas sebagai
anti HIV-1 dan HIV-2 dan telah mengajukan paten.18
8. Anti tumor
Huang dkk. (1988)19 meneliti pengaruh kurkumin, asam klorogenat, asam
kafeat dan asam ferulat terhadap promosi tumor pada kulit tikus yang diperlakukan
dengan 12-o- tetradekanoil-13-asetat (TPA). Pengamatan menunjukkan bahwa semua
senyawa tersebut dapat menghambat epidermal ornitin dekarbosilase (ODC) dan
sintesis DNA epidermal, namun kurkumin yang paling efisien.19
9. Penyakit yang berhubungan dengan hepatoprotektor
1. Lambung
8
Serbuk C. longa dilaporkan mampu meningkatkan kandungan mucin pada cairan
lambung kelinci yang berguna untuk melindungi lapisan mukosa lambung terhadap
iritasi. Bhatia dkk menunjukkan aktivitas protektif Curcuma terhadap perlukaan
lambung yang diinduksi histamin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa batas
20
pemberian secara oral adalah 100 mg/kg berat badan per hari selama 6 hari.
2. Hati
Kiso dkk. (1983)21 dengan memantau GOT dan GPT dalam hepatosit tikus yang
dikultur dan diperoleh kurkumin 1 mg/1 ml yang dapat menghilangkan CCl4
dan menginduksi GOT sampai 53% dan GPT sampai 20% terhadap kontrol.
Induksi D- galaktosamin yang meningkatkan GPT dikurangi sampai 44% terhadap
kontrol.21
3. Empedu
Rampasad dan Sirsi (1957)22 meneliti efek natrium kurkuminat pada sekresi
empedu dari saluran empedu terkanulasi pada anjing yang telah dibius. Hasilnya
natrium kurkuminat menyebabkan penyembuhan sampai 100% pada pemberian 25
mg/kg secara intra vena.22
4. Studi farmakokinetik
Percobaan menggunakan tikus yang diberi kurkumin secara oral telah dilakukan
oleh Wahlstrom dan Blennow (1978)23. Penelitian menunjukkan bahwa senyawa
tersebut pada dosis 1-5 g/kg yang diberikan pada tikus, jelas tidak menimbulkan efek
merugikan apapun dan sekitar 75% dikeluarkan lewat feses dan hasil ini juga terlihat
pada urin. Kurkumin juga mampu dieliminasi dari darah setelah pemberian
secara intravena dan dengan cepat dimetabolisme dalam sirkulasi dan dibuang.23
5. Studi klinis
Literatur juga memperlihatkan bahwa pemberian serbuk C. longa pada
beberapa pasien berpenyakit pernafasan dapat memberikan hasil yang lebih baik.
Peneliti lainnya melaporkan pemberian kurkumin 120 mg/hari secara oral selama 7 hari
pada 18 pasien penderita arthritis reumatik dan menunjukkan perkembangan
penyembuhan yang nyata pada pasien.24
9
BAB III
KESIMPULAN
1. Senyawa kimia utama yang terkandung di dalam rimpang kunyit adalah minyak atsiri
dan kurkuminoid. Minyak atsiri mengandung senyawa seskuiterpen alkohol, turmeron,
dan zingiberen, sedangkan kurkuminoid mengandung senyawa kurkumin dan
turunannya (berwarna kuning) yang meliputi desmetoksi-kurkumin dan
bidesmetoksikurkumin. Selain itu rimpang kunyit juga mengandung, lemak, protein,
kalsium, fosfor, dan besi
2. Kurkumin merupakan senyawa kurkuminoid yang merupakan pigmen warna kuning
pada rimpang temulawak dan kunyit. Senyawa ini termasuk golongan fenolik.
Kurkuminoid yang sudah diisolasi bewarna kuning atau kuning jingga, dan berasa
pahit. Kurkuminoid mempunyai aroma yang khas dan tidak bersifat toksik. Kelarutan
kurkumin sangat rendah dalam air dan eter, namun larut dalam pelarut organik seperti
etanol dan asam asetat glasial. Kurkumin stabil pada suasana asam, tidak stabil pada
kondisi basa dan adanya cahaya.
Sifat-sifat kurkumin adalah sebagai berikut :
a. Berat molekul : 368,37 (C = 68,47 %; H = 5,47 %; O = 26,06 %)
b. Warna : light yellow
c. Melting point : 183 oC
d. Larut dalam alkohol dan asam asetat glasial
e. Tidak larut dalam air
3. Kegunaan kunyit dalam kesehatan antara lain :
a. Anti peradangan
b. Antioksidan
c. Anti protozoa
d. Anti Nematosida
e. Anti bakteri
f. Anti venom
g. Anti-HIV
h. Anti tumor
10
DAFTAR PUSTAKA
Chattopadhyay I., Biswas K., Bandyopadhyay U., and Banerjee R. K., Turmeric and curcumin:
Biological actions and medicinal applications. Current Science, Vol. 87, No. 1, 2004.
Ikpeama, Ahamefula, Prof. Onwuka, G. I. and Nwankwo, Chibuzo. 2014. Nutritional
Composition of Tumeric (Curcuma longa) and its Antimicrobial Properties.
International Journal of Scientific & Engineering Research Volume 5.
Rosdiana. (2014). The Extract Of Hidden Ginger (Curcuma petiolata roxb.) and Turmeric
(Curcuma longa) On The Mortality Of Anopheles sp. Larvae . Diakses dari
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/4e096ad342f2c43194895e981ab2 1486.pdf. Pada
tanggal 20 Maret 2016, Jam 05.40 WIB
Edriana, Nurhabiba. 2014. Uji Aktivitas Antioksidan pada Ekstrak Daun Kunyit (Curcuma
domestica Val) dengan Menggunakan Metode DPPH (1,1-diphenyl-2-
pichrylhydrazyl). Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
Putranti, Ristyana Ika. 2013. Skrining Fitokimia dan Aktivitas Antiokasidan Ekstark Rumput
Laut Sargassum duplicatum dan Turbinaria ornate dari Jepara. Tesis. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang.
Rahayu, Hertik Dwi Iswahyuni. 2010. Pengaruh Pelarut yang Digunakan Terhadap Optimasi
Ekstraksi Kurkumin pada Kunyit (Curcuma domestica Vahl.). Skripsi. Fakultas
Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Sawant, R. S. And A. G. Godghate. 2013. Qualitative Phytochemical Screening of Rhizomes
of Curcuma longa Linn. International Journal of Science, Environment and
Technology. Vol 2, No 4, 634-641.
Srimal, R.C., Dhawan, B. N. 1973. Pharmacology of diferuloyl methane (curcumin), a
non-steroidal anti- inflammantory agent. J. Pharm. Pharmacol. 25, p.447-52
Chuang, S. E., Chen, A.L., Lin, J.K. 2000. Inhibition by curcumin of diethylnitro samine-
induced hepatic hyperplasia, inflammation, cellular gene products and cell-cycle
related protein in rats. Food Chem. Toxicol. 38, p. 991 – 25
Park, E.J., C. H., Ko, G., Kim, j., and Sohn, D. 2000. Protective effect of curcumin in rat liver
injury induced by carbon tetracholide, J. Pharm. Pharmacol. 52, p. 437 – 40
Unnikrishnan, M. K., and Rao, R. 1995. Inhibition of nitrite induced oxidation of
hemoglobin by curcuminoids. Pharmazie 50, p. 490-492
Ruby, A.J., Khuttan, G., Babu, K. D., Rajasekharan, K. N., and Khuttan R., 1995. Anti-
tumour and antioxidant activity of natural curcuminoids, Cancer lett. 94 (1),
p. 79 – 83
Aradjo C.A.C., Alegrio, L.V., Lima. M. E. F., Gomes-Cardoso, L., and Leon, L. L., 1999.
Studies on the effectiveness of diarylheptanoids derivatives against Leishmania
amzonensis. Mem. Inst. Oswaldo Cruz. 94 p. 791 – 794
Chopra, G. N., Gupta, J.C., Chopra, G. S., 1941. Pharmacological action of the essential oil of
Curcuma longa, Indian J. Med. Res. 29, p. 769 – 72
Bhavani, S., Murthy, S. 1979. Effect of turmeric (Curcuma longai) fractions in the growth of
some intestinal and pathogenic bacteria in vitro, Indian J. Exp. Biol. 17, p. 1363 – 66
11
Ferreira, L.A.F., Henriques, O.B., Andreoni, A.A.S., Vital, G. R. F., Campos, M.M.C.,
Habermehl, G.G., and Moraes, V/.L.G. 1982. Antivenom and biological effects of ar-
turmerone isolated from Curcuma longa (Zingeberaceae). Toxicon 30, p. 1211 –1218
Mazumber, A., Rhagavan, K., Weinstein, J., Kohn, K. W., Pommer, Y.1995. Inhibiton
of human immunodeficiency virus type-1 integrase by curcumin. Biochem.
Pharmacol. 49, p.1165 – 1170
Eigner, D., Schol, D. 1999. Curcuma longa in traditional medicinal treatment and diet in
Nepal, J. Etnopharmacol 67, p. 1 – 6
Huang, M. T., Smart, RC., Wong, C. Conney, A.H. 1988. Inhibitory effect of curcumin,
chlorogenic acid, caffeic acid and ferulic acid on tumor promotion in mouse
skin by 12-O- tetradecanoylphorbol-13-acetate, Cancer Res. 48, p. 5941 – 5946
Prasad, D.N., Gupta, B., Srivastava, R.K., Setyavati, G. V. 1976. Effect of high does of
curcumin, Indian J. Phisiol. Pharmacol. 20, p. 92
Kiso, Y. Suzuki, y., Watanabe, N., Oshima, N., and Hikino, H. 1983. The protective action of
Curcuma longa, Planta Medica 49, p. 184-87
Rampasad, C., and Sirsi, M. 1957. J. Sci. Ind. Research, 16C, p. 108 – 10
Wahlstroom, B., B l e n n o w , G. 1978. Acta Pharmacol. Toxicol. 43, p. 87 –92
1. Deodhar, S.D., Sethi, B., and Srimal, R. 1980. Indian J. Med. Res. 71, p.632-3
12