Anda di halaman 1dari 3

Penggunaan Obat Rasional (POR)

Obat adalah bahan atau paduan bahan-bahan yang digunakan untuk


mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi termasuk produk biologi. Sampai saat ini obat
merupakan salah satu komponen yang tak tergantikan dalam pelayanan kesehatan.
Dengan demikian obat memiliki fungsi sosial dan seharusnya diutamakan
dibandingkan dengan obat sebagai komoditas perdagangan.

Karena fungsi sosial tersebut maka harus terjamin kondisi-kondisi secara


berkelanjutan, sebagai berikut:

1. Keamanan, khasiat dan mutu obat. (melindungi masyarakat dari


pengggunaan obat yang salah dan penyalahgunaan obat);
2. Terlaksananya penggunaan obat secara rasional;
3. Ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan (tepat biaya)terutama obat
esensial.

DEFINISI PENGGUNAAN OBAT RASIONAL

Penggunaan Obat yang Rasional (POR) , Rational Use of Drug (RUD) atau
Rational Use of Medicine (RUM) memiliki makna yang sama.

WHO mendefinisikan Penggunaan Obat Rasional, sebagai berikut:


"Pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan klinis mereka, dalam dosis
yang sesuai dengan kebutuhan individual, untuk jangka waktu yang tepat dan dalam biaya
terapi yang terendah bagi pasien maupun komunitas mereka."

Berdasarkan definisi tersebut dapat kita dapat simpulkan bahwa prinsip


penggunaan obat yang dilakukan secara rasional memiliki kriteria, sebagai berikut:

1. Sesuai dengan kebutuhan klinis pasien


Obat diberikan berdasarkan ketepatan menilai kondisi pasien, misalnya
penyakit yang menyertainya, kondisi khusus (hamil, menyusui, usia, dll) dan
riwayat pasien. Obat dapat diberikan sesuai indikasi dan diagnosa yang tepat
dengan pilihan obat yang mempertimbangkan efek klinis yang diharapkan.
2. Tepat dosis, cara, interval dan lama pemberian
Untuk mendapatkan efek klinis yang diharapkan diperlukan ketepatan dalam
menentukan dosis, cara pemberian, interval pemberian dan lama pemberian
obat.
3. Biaya terapi yang tediri dari biaya pengobatan dan harga obat itu sendiri
harus dipilih yang paling terjangkau bagi pasien, dengan tetap
memperhatikan kebutuhan klinis pasien

Dengan pengobatan yang rasional, pasien akan menerima obat yang sesuai dengan
kebutuhan klinisnya, dengan dosis yang tepat, untuk jangka waktu pengobatan
yang sesuai, dengan kemudahan mendapatkan serta biaya yang terjangkau.

KENDALA-KENDALA

Fakta yang ada menunjukan bahwa ketidak-rasional pengguaan obat sering terjadi,
seperti: polifarmasi, penggunaan obat non-esensial, penggunaan antimikroba yang
tidak tepat, penggunaan injeksi secara berlebihan, penulisan resep yang tidak
sesuai dengan pedoman klinis, ketidakpatuhan pasien (non-compliency) dan
pengobatan sendiri secara tidak tepat.

Implementasi pengguaan obat secara rasional dapat terlaksana dengan baik jika
regulasi yang telah ada dapat diterapkan dengan baik oleh pihak-pihak terkait
pengobatan. Dalam kenyataannya penerapan tersebut mengalami kendala-kendala,
seperti:

1. Keterjangkauan obat dipengaruhi banyak aspek seperti geografis, ekonomi,


sosial politik serta persebaran penduduk. Efek dari keadaan tersebut adalah
keterbatasan pilihan obat yang ada.
2. Obat masih diutamakan sebagai komoditas perdagangan, sehingga
menghambat pelayanan kefarmasian yang baik. Hal ini terbukti dengan
harga obat yang pada umumnya dinilai masih mahal dengan struktur harga
yang tidak transparan disertai mekanisme harga yang diserahkan pada pasar.
Keadaan tersebut memberikan peluang bagi perusahaan farmasi untuk
mengganti merek degang dengan zat aktif yang sama. Inilah yang sangat
memicu konflik kepentingan dalam pelayanan kesehatan baik secara
individu, kelompok, bahkan lembaga.
3. Manifestasi penggunaan obat secara tidak rasional yang dilakukan oleh
dokter, seperti:
o Dosis terlalu tinggi/ rendah;
o Obat toksik yang tidak diperlukan;
o Meresepkan obat yang tidak diperlukan (atau bahkan mahal);
o Meresapkan obat yang dapat menimbulkan interaksi yang
membahayakan pasien (efek samping);
o Meresepkan obat yang tidak ditunjang bukti ilmiah Evidence Based
Medicine (EBM) misalnya food suplement;
o Polifarmasi;
o Meresepkan obat berdasarkan apa yang diresepkan oleh seniornya;
o Informasi obat yang tidak obyektif, dokter mendapatkan informasi
obat sebagian besar dari perusahaan farmasi;
4. Masih rendahnya informasi dan edukasi bagi masyarakat. Bersikap pasrah
terhadap penangan pengobatan, tidak memberikan informasi secara baik
dalam proses diagnosa (komunikasi buruk antara dokter-pasien), desakan
pasien terhadap dokter, serta tidak patuh dalam proses pengobatan
merupakan kenyataan yang banyak terjadi dan tidak dapat dipungkiri. Selain
itu, masih adanya kepercayaan pada mitos-mitos, seperti:
o Obat generik adalah obat murahan dan mutunya rendah;
o Obat originator adalah yang terbaik;
o Vitamin, suplemen makanan, obat herbal diperlukan untuk menjaga
kesehatan, dll.

Istilah-istilah

 Obat esensial yaitu obat terpilih yang paling dibutuhkan dan yang harus
tersedia di Unit Pelayanan Kesehatan sesuai fungsi dan tingkatnya.
 Polifarmasi yaitu penggunaan bersamaan 5 macam atau lebih obat-obatan
oleh pasien yang sama dalam satu resep, terutama tidak sesuai dengan
kriteria klinis. Polifarmasi meningkatkan risiko interaksi antara obat dengan
obat atau obat dengan penyakit.
 Obat generik adalah obat yang telah habis masa patennya, sehingga dapat
diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalti.
Ada dua jenis obat generik, yaitu obat generik bermerek dagang dan obat
generik berlogo yang dipasarkan dengan merek kandungan zat aktifnya.

Anda mungkin juga menyukai