Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sebagai suatu aspek yang terpenting dalam proses keperawatan, perumusan diagnosa
keperawatan ini sangatlah vital untuk dilakukan. Diagnosa keperawatan merupakan
keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah
kesehatan actual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat
secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk
menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien (carpenito,
2000; Gordon, 1976 & NANDA).

Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang


diperoleh dai pengkajian keperawatan klien. Diagnose keperawatan memberikan gambaran
tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata dan kemungkinan akan terjadi,
dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewnang perawat.

Proses keperawatan telah diidentikan sebagai metoda ilmiah keperawatan intuk para
penerima tindakan keperawatan. Kebanyakan sekolah-sekolah keperawatan sekarang
memasukkan proses keperawatan sebagai suatu komponen dari konsep kerja konsepatual
mereka.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana diagnosa keperawatan terkait dengan masalah aktivitas ?

2. Bagaimana intervensi terkait dengan masalah aktivitas ?

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan terkait dengan masalah aktivitas

2. Untuk mengetahui intervensi terkait dengan masalah aktivitas

BAB II
1
PEMBAHASAN

2.1 DIAGNOSA KEPERAWATAN PADA MASALAH AKTIVITAS

1. Gangguan mobilitas fisikakibat trauma tulang belakang, fraktur, dan lain-lain.


2. Gangguam penurunan curah jantung akibat mobilitas.
3. Risiko cedera (jatuh) akibat orthostatic pneumonia.
4. Intoleransi aktivitas akibat menurunnya fleksibilitas otot.
5. Sindrom perawatan diri akibat menurunnya fleksibilitas otot.
6. Tidak efektifnya pola nafas akibat menurunnya ekspansi paru.
7. Gangguan pertukaran gas akibat menurunnya gerakan respirasi.
8. Ganggua eliminasi akibat imobilitas.
9. Retensi urine akibat akibat gangguan mobilitas fisik.
10. Inkontenensia urine akibat gangguan mobilitas fisik.
11. Perubahan nutrisi (kurang dari kebutuhan) akibat enurunnya nafsu makan (anoreksia)
akibat sekresi lambung menurun, penurunan peritaltik usus.
12. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat kurangnya asupan (intake).
13. Gangguan interaksi sosial akibat imobilisasi.
14. Gangguan konsep diri akibat imobilitas.

2.2 INTERVENSI KEPERAWATAN PADA MASALAH AKTIVITAS

1. MENINGKATKAN KEKUATAN, KETAHANAN OTOT, DAN FLEKSIBITA


SENDI.
Meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot pada pasien dengan pemenuhan kebutuhan
mobilitas dan imobilitas dapat dilakukan dengan cara:

a. Pengaturan posisi dengan cara mempertahankan posisi dalam postur tubuh yang
benar. Cara ini dapat dilakukan dengan membuat sebuah jadwal tentang perubahan
posisi selama kurang lebih setengah jam. Pelaksanaanya dilakukan secara bertahap
agar kemampuan kekuatan otot dan ketahanan dapat meningkat secara berangsur-
angsur.

b. Ambulasi dini merupakan salah satu ti dakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat
tidur, turun dari tempat tidur, berdiri di samping tempat tidur, bergerak ke kursi roda,
dan seterusnya. Kegiatan ini dapat dilakukan secara berangsur-angsur.
c. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri untuk melatih kekuatan dan ketahanan
serta kemampuan sendi agar mudah bergerak.
d. Latihan isotinik dan isometric, latihan ini juga dapat digunkan untuk melatih kekuatan
dan ketahanan ototdengan cara mengangkat beban yang ringan, kemudian beban yang
berat. Latihan isotonic dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif,
2
sedangkan latihan isometric dapat dilakukan dengan meningkatkan curah janrung
ringan dan nadi.
e. Latihan ROM baik secara aktif maupun pasif. ROM merupakan tindakan untuk
mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan pada otot.

2. MENINGKATKAN FUNGSI KARDIOVASKULER


Meningkatkan fungsi kardiovaskuler sebagai dampak dari imoblitas dapat dilakukan
antara lain dengan cara ambulasi dini, latihan aktif, dan pelaksanaan aktivitas sehar-
hari secara mandiri. Hal tersebut dilakukan secara bertahap. Disamping itu, dapat pula
dilakukan pengukuran tekanan darah dan nadi setiap kali terjadi perubahan psisi.
Untuk meningkatkan sirkulasi vena perifer dapat dilakukan dengan cara mengangkat
daerah kaki secara teratur.

3. MENINGKATKAN FUNGSI RESPIRASI


Meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak dari imobilitas dapat dilakukan
dengan cara melatih pasien untuk melatih napas dalam dan batuk efektif, mengubah
posisi pasien tiap 1-2 jam. Melakukan postural drainage, perkusi dada, dan vibrasi.

4. MENINGKATKAN FUNGSI GASTROINTESTINAL


Meningkatkan fungsi gastrointestinal dapat dilakukan degan cara mengatur diet tinggi
kalori, protein, vitamin, dan mineral. Selain itu, untuk mencegah dampak dari
imobilitas dapat dilakukan dengan latihan dan ambulasi.

5. MENINGKATKAN FUNGSI SISTEM KEMIH


Meningkatkan system kemih dapat dilakukan dengan latihan atau menubah posisi
serta latihan mempertahankannya. Pasien dianjurkan untuk minum 2500cc perhari
atau lebih, dan menjaga kebersihan perineal. Apabila pasien tidak dapat buang air
kecil secara normal, dapat dilakukan kateterisasi. Disamping itu, untuk mencegah
inkontenensia urine, dapat dilakukan dengan cara minum banyak pada siang hari dan
minum sedikit pada malam hari.

6. MEMPERBAIKI GANGGUAN PSIKOLOGIS


Meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi emosi dampak dari imobilitas dapat
dilakukan dengan melakukan komunikasi secara terapeutik dengan berbagai perasaan,
membantu pasien untuk mengekspresikan kecemasannya, meningkatkan privasi
pasien, memberikan dukungan moril, mempertahankan citra diri, menganjurkan untuk
melakukan interaksi sosial, mengajak untuk berdiskusi tentang masalah yang
dihadapi, dan seterusnya.
3
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Diagnosis Keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu,


keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana
berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan,
membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien (Carpenito, 2000; Gordon, 1976 &
NANDA).
Diagnosis keperawatan ditetapkan berdasarkan analisis dan interpretasi data yang
diperoleh dari pengkajian keperawatan klien. Diagnosis keperawatan memberikan gambaran
tentang masalah atau status kesehatan klien yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan
terjadi, dimana pemecahannya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat.

3.2 SARAN

Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat kami harapkan
untuk lebih menyempurnakan makalah ini, agar makalah ini dapat lebih sempurna dan
menjadi pedoman untuk kita semua

4
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Wilkinson, Judith. M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dasar Intervensi NIC dan
Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai