DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2010
Daftar Isi i
Daftar Singkatan iii
Daftar Tabel iv
Daftar Gambar v
Daftar Lampiran vi
Abstrak vii
Abstract viii
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang 1
I.2. Tujuan 2
I.3. Manfaat 2
II. LAPORAN KASUS
II.1. Identitas Pribadi 3
II.2. Riwayat Perjalanan Penyakit 3
II.3. Pemeriksaan Fisik 3
II.4. Pemeriksaan Neurologis 4
II.5. Diagnosis Awal 5
II.6. Penatalaksanaan 5
II.7. Pemeriksaan Penunjang 6
II.8. Kesimpulan Pemeriksaan 7
II.9. Diagnosis Akhir 7
II.10. Prognosis 7
III. TINJAUAN PUSTAKA
III.1. Definisi 8
III.2. Epidemiologi 8
III.3. Etiologi 9
III.4. Patologi
17
III.5. Gambaran Klinis 20
AA : Asam Arakidonat
AL : Asam Linolenat
COX : Cyclooxygenase
CT : Computed Tomography
EBRT : External Beam Radiotherapy
GTR : Gross Total Resection
HPCs : Hemangiopericytomas
IMT : Indeks Massa Tubuh
LED : Laju Endap Darah
LO : Lipoxigenase
MRI : Magneting Resonance Imaging
PGE : Prostaglandin E2
PUFA : Polyunsaturated Fatty Acid
SFTs : Solitary Fibrous Tumors
SRS : Stereotactic Radiosurgery
SRT : Stereotactic Radiotherapy
SSP : Susunan Saraf Pusat
STR : SubTotal Resection
T1W : T1- Weighted
T2W : T2- Weighted
WHO : World Health Organization
XRT : Stereotactic Radiotherapy
Pendahuluan : Meningioma adalah tumor primer pada susunan saraf pusat yang
berasal dari sel-sel meningothelial (arachnoidal cap) dan merupakan tumor jinak
intrakranial yang paling sering dijumpai. Dengan angka insidensi 2.3-6 per 100.000
penduduk, meningioma merupakan 13 hingga 26% dari tumor otak primer pada
orang dewasa.
Laporan Kasus : Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang dengan penurunan
kesadaran sejak 3 hari sebelum masuk RS. Nyeri kepala dirasakan sejak 1 tahun
yang lalu dan memberat sejak 3 bulan terakhir disertai kelemahan tubuh sebelah
kanan. Pemeriksaan neurologis menunjukkan papil edema, hemiparese dextra,
peningkatan refleks tendon pada ekstremitas kanan dengan tanda Babinski positif.
Hasil laboratorium tidak signifikan. CT Scan kepala menunjukkan intracranial
SOL di daerah convexity frontal kiri. Meningioma ?. Pasien dikonsulkan ke bagian
bedah saraf dan direncanakan untuk operasi, namun tidak dilakukan karena tidak
mendapat persetujuan keluarga. Os meninggal setelah 3 minggu dirawat.
Diskusi dan Kesimpulan : Diagnosis meningioma ditegakkan berdasarkan
riwayat penyakit, gambaran klinis dan gambaran radiologis. Penatalaksanaan terdiri
dari tindakan operasi, diikuti dengan radiasi atau kemoterapi bergantung derajat
meningioma.
II.6. Penatalaksanaan
- IVFD Ringer Solution 20 gtt/menit
- Injeksi Dexamethasone 2 ampulselanjutnya 1 amp/6 jam
- Injeksi Ranitidin 1 amp/12 jam
- Vitamin B Kompleks 2 X 1
II.10. Prognosa
• Ad vitam : dubia ad malam
• Ad functionam : dubia ad malam
• Ad sanationam : dubia ad malam
III. TINJAUAN PUSTAKA
III.1. Definisi
Meningioma adalah tumor primer pada susunan saraf pusat (SSP) yang
berasal dari sel-sel meningothelial (arachnoidal cap). 1
III.2. Epidemiologi
Meningioma merupakan 20% hingga 26% dari seluruh neoplasma
intrakranial dan 25% dari seluruh tumor intraspinal. Insidensi meningioma pada
populasi umum bervariasi antara 2 dan 15 per 100.000 penduduk, dan meningkat
seiring dengan pertambahan usia; prevalensi meningioma diperkirakan sekitar 97.5
dari 100.000 penduduk di Amerika Serikat. Lebih kurang 94% meningioma
merupakan meningioma yang benigna, 4% atipikal dan 1% malignan. Meningioma
benigna lebih sering dijumpai pada wanita, namun bentuk yang atipikal dan
anaplastik tampaknya lebih sering dijumpai pada laki-laki. Hingga 2% meningioma
benigna akan berubah menjadi bentuk yang malignan dan sekitar 28.5% dari
seluruh meningioma benigna yang rekuren akan menjadi atipikal atau anaplastik. 5
III.3. Etiologi
III.3.1. Genetik
Abnormalitas pada lokus kromosom 22q telah diidentifikasi sebagai
kelainan kromosom yang paling sering dijumpai pada meningioma.9 Gen NF2
adalah target utama, dimana mutasi atau delesi pada gen ini dijumpai sebagai
kejadian awal pada sebagian besar kasus meningioma. Gen NF2 mengkode suatu
protein, yang disebut merlin atau schwannomin, yang mengatur pertumbuhan sel
dan motilitas dengan cara menghubungkan sitoskeleton dengan protein membran
sel.1 Merlin berfungsi sebagai moleculer switch yang mengatur sel dengan
berikatan dengan faktor transkripsi. Perubahan bentuknya menentukan aktivitas
merlin. Dalam keadaan tertutup, merlin bersifat aktif dan berfungsi sebagai
penekan pertumbuhan, sedangkan dalam keadaan terbuka merlin bersifat inaktif
dan memungkinkan pertumbuhan.3
Abnormalitas kromosom 22 (yaitu delesi parsial dari 22q) adalah kelainan
yang paling sering dijumpai pada meningioma benigna, atipikal dan anaplastik.
Abnormalitas kromosom 1 terlibat dalam perkembangan tumor dan meningioma
III.3.2. Trauma
Beberapa studi menunjukkan peningkatan insidensi meningioma pada
pasien dengan riwayat cedera kepala. Hubungan antara cedera kepala dengan
Dikutip dari : Ragel BT, Jensen RL, Couldwell WT. Inflammatory Response And Meningioma
Tumorigenesis and The Effect of Cyclooxygenase-2 Inhibitors. Neurosurg Focus. 2007 : 23 (4) E7.
III.3.5. Hormon
Terdapatnya fakta bahwa meningioma lebih sering dijumpai pada wanita,
adanya reseptor beberapa hormon pada meningioma, kemungkinan hubungannya
dengan kanker payudara, dan perubahan ukuran tumor selama kehamilan, siklus
menstruasi dan menopause, memicu sejumlah penelitian untuk mengetahui
hubungan antara hormon dengan risiko meningioma.2 Suatu penelitian population-
based oleh Custer,dkk (2006) pada 143 kasus meningioma menemukan hubungan
antara meningioma dengan paparan hormon eksogen, berupa kontrasepsi oral dan
terapi sulih hormon.15 Pada suatu studi, 30% meningioma menunjukkan reseptor
estrogen dan 70% reseptor progesteron. 16
Pada studi-studi tentang paparan hormon eksogen, beberapa peneliti
meneliti tentang risiko meningioma sehubungan dengan penggunaan kontrasepsi
oral dan terapi sulih hormon pada wanita pre dan pasca menopause. Secara umum,
data yang ada tidak menunjukkan hubungan antara penggunaan kontrasepsi oral
dengan risiko meningioma namun menunjukkan kemungkinan hubungan dengan
penggunaan terapi sulih hormon. Pada studi tentang paparan hormon endogen, para
peneliti melakukan penelitian tentang risiko meningioma sehubungan dengan status
III.4. Patologi
Secara makroskopis,meningioma tampak berbatas halus dan lobulated
dengan pola vaskular yang jelas pada permukaannya. Secara mikroskopis,
meningioma memiliki gambaran histopatologi yang khas dan bervariasi,
keragaman ini menjadi dasar klasifikasi patologi meningioma.14 (tabel 2)
Location Symptoms
Parasagittal Monoparesis of the contralateral leg
Subfrontal Change in mentation, apathy or disinhibited behavior, urinary
incontinence
Olfactory groove Anosmia with possible ipsilateral optic atrophy and contralateral
papilledema (this triad termed Kennedy-Foster syndrome)
Cavernous sinus Multiple cranial nerve deficits (II, III, IV, V, VI), leading to decreased
vision and diplopia with associated facial numbness
Occipital lobe Contralateral hemianopsia
Cerebellopontine Decreased hearing with possible facial weakness and facial numbness
angle
Spinal cord Localized spinal pain, Brown-Sequard (hemispinal cord) syndrome
Optic nerve Exophthalmos, monocular loss of vision or blindness, ipsilateral dilated
pupil that does not react to direct light stimulation but might contract on
consensual light stimulation; often, monocular optic nerve swelling
with optociliary shunt vessels
Sphenoid wing Seizures; multiple cranial nerve palsies if the superior orbital fissure
involved
Tentorial May protrude within supratentorial and infratentorial compartments,
producing symptoms by compressing specific structures within these 2
compartments[ 3 ]
Foramen magnum Paraparesis, sphincteric troubles, tongue atrophy associated with
fasciculation
III.6.4. Angiografi
Angiografi serebral kadang dilakukan, seringkali untuk perencanaan
operasi,karena meningioma adalah tumor yang sangat vaskuler dan rentan terhadap
perdarahan intrakranial. Temuan pada angiografi yang konsisten dengan
meningioma mencakup dual vascular supply dengan arteri dural mensuplai daerah
tengah tumor dan arteri pial yan mensuplai bagian perifer. Efek sunburst dapat
terlihat akibat arteri dural yang membesar dan multipel, dan suatu prolonged
vascular stain atau yang disebut blushing dapat terlihat, yang disebabkan oleh
stasis venosus intratumoral dan volume darah intratumoral yang meluas. 3,5
Gambaran sunburts disebabkan oleh distribusi radial dari cabang cabang
arteri kecil yang tampaknya keluar dari titik tengah yang tampaknya
III.7.3. Gliosarcoma
Kadang-kadang gliosarcoma dapat muncul secara superfisial pada lobus
temporal dan meluas ke leptomeniges, memunculkan gambaran lesi padat,
berkapsul pada gambaran radiologis dan makroskopis sehingga menyerupai
meningioma. Lebih kurang 12% dari tumor ini muncul sebagai dural-based tumor.
26
(gambar 16).
III.7.4. Leiomyosarcoma
III.7.6. Plasmacytoma
Neoplasma sel plasma jarang melibatkan SSP sebagai dural-based lesions.
Pada T1W, tumor ini menunjukkan sinyal intermediat dibandingkan dibandingkan
jaringan otak, dengan enhancement yang nyata setelah pemberian kontras.Pada
T2W, plasmacytoma isointense dengan substansia grisea. 26-28
III.8. Penatalaksanaan
III.8.1. Observasi
Karena sebagian besar meningioma bersifat jinak dan tumbuh lambat,
observasi harus selalu dipertimbangkan sebagai pilihan terapi meningioma. Banyak
tumor ditemukan secara insidental, dan follow up klinis dan radiografik pada pasien
dengan meningioma menunjukkan bahwa sebagian tumor ini bersifat tumbuh
lambat atau sama sekali tidak tumbuh. Oleh sebab itu, sangat masuk akal untuk
melakukan follow up pada pasien asimptomatis dengan evaluasi serial klinis dan
imejing. Namun begitu, perhatian khusus harus diberikan pada pasien yang lebih
muda karena pada pasien-pasien tersebut, tumor ini cenderung bertambah besar dan
menjadi simptomatis. Kasus-kasus dimana dipertimbangkan observasi,
direkomendasikan suatu follow up MRI tiga bulan setelah diagnostik pertama
untuk mengeksklusikan tumor dural-based lainnya yang lebih agresif dan
kemudian pada enam bulan berikutnya untuk menilai tingkat pertumbuhan tumor.5
III.8.4. Kemoterapi
Peranan kemoterapi ajuvan pada pasien dengan meningioma masih tidak
jelas dan terus bekembang.7 Kemoterapi ajuvan masih ditelusuri dalam sejumlah
penelitian dengan hasil yang beragam. 5 Kemoterapi diberikan pada lesi-lesi yang
tidak dapat dioperasi, terutama pada saat terjadinya progresi tumor atau rekurensi
setelah radioterapi. Berbagai pendekatan telah dilakukan, mencakup penggunaan
obat sitotoksik, agen molekuler, immunomodulator, dan obat yang memanipulasi
hormon. 7
Regimen kemoterapi yang menunjukkan aktivitas menengah, terdiri dari
cyclophosphamide intravena (500 mg/m2/hari selama 3 hari), adriamycin (15
mg/m2/hari selama 3 hari) dan vincristine (1.4 mg/m2 untuk 1 hari). Terdapat tiga
pasien dengan respon parsial terhadap terapi dan 11 dengan perjalanan yang stabil.7
Dari berbagai agen kemoterapi yang telah diteliti pada berbagai studi,
hydroxyurea menjadi salah satu agen yang menjanjikan, karena telah menunjukkan
aktivitas klinis yang menengah pada meningioma yang rekuren dan tidak
dioperasi.7
Berbagai target molekuler yang penting pada pertumbuhan dan kemoterapi
meningioma antara lain platelet-derived growth factor (PDGF), EGF, VEGF, IGF,
TGF-β beserta reseptor dan signaling pathway-nya. (gambar 19). 1
III.9. Prognosis
Faktor prognostik yang paling penting pada meningioma adalah luasnya
reseksi awal dan grade histologis tumor. Setelah gross total resection dari
meningioma benigna, recurrence-free survival rate mendekati 90% pada 5 tahun,
menurun hingga 75% pada 10 tahun dan 65% pada 15 tahun. Setelah reseksi
subtotal saja, tingkat rekuren tumor setidaknya dua kali lebih tinggi dibanding
pasien yang menjalani gross total resection. Outcome menjadi lebih baik pada
pasien yang menjalani radioterapi pasca operasi. Pasien dengan meningioma
atipikal dan maligna jelas memiliki tingkat rekurensi tumor dan survival yang lebih
pendek daripada tumor benigna. Waktu median survival adalah sekitar 2 tahun
untuk meningioma anaplastik dan bervariasi antara 2 hingga 10 tahun untuk
meningioma atipikal, bahkan setelah pembedahan dan radioterapi.8
Gambaran MRI setelah reseksi dan temuan histopatologis pada saat reseksi
menjadi dasar untuk sistem grading Simpson, sistem untuk memprediksi
kekambuhan meningioma. Pasien dengan meningioma Simpson grade 1 memiliki
9% 10-year recurrence rate jika dibandingkan dengan pasien dengan Simpson
grade 3 dimana dijumpai 29% 10-year recurrence rate. Variabel prognostik yang
memprediksi survival pada pasien dengan meningioma mencakup luasnya reseksi,
grade histologis, usia pasien dan lokasi tumor.3
Suatu penelitian dari Ildan dkk (2007) pada 137 pasien meningioma yang
diterapi dengan tindakan bedah dan tidak menunjukkan residu tumor pada MRI
pasca operasi, menunjukkan bahwa variabel yang paling penting yang berkaitan
dengan rekurensi adalah bentuk mushroom, adanya osteolisis, dural tail dan
kedekatan dengan struktur sinus. Terapi bedah agresif dengan pengangkatan dural
tail yang lebih luas harus dipertimbangkan jika dijumpai prediktor rekurensi
preoperatif ini. Observasi radiologis ketat dengan interval yang lebih pendek atau
V. PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosa pasien ini sudah benar?
2. Bagaimana penatalaksanaan terbaik untuk pasien ini?
3. Bagaimana kemungkinan rekurensi pada pasien ini jika dilakukan operasi.
VI. KESIMPULAN
1. Diagnosis meningioma ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
klinis, pemeriksaan neurologis serta pemeriksaan penunjang berupa Head
CT Scan.
2. Penatalaksanaan terutama dilakukan dengan tindakan operasi, namun tidak
dilakukan pada pasien ini karena tidak mendapat persetujuan dari keluarga.
VII. SARAN
Perlunya penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit dan
prognosis penyakit serta pengobatan dan tindakan operatif yang akan dilakukan.
1. Norden AD, Drappatz J, Wen PY. Targeted Drug Therapy For Meningiomas.
Neurosurg Focus 2007 : 23 (4) : E12
2. Barnholtz JS, kruchko C. Meningiomas Causes and Risk Factors. Neurosurg
Focus 2007 : 23(4) : E2
3. Rockhill J, Mrugaka M,Chamberlain MC. Intracranial Meningioma An
Overview of Diagnosis and Treatment. Neurosurg Focus. 2007 : 23(4):E1
4. Haddad G.Meningioma.2009. Available from : http://www.emedicine.com
5. Ware ML, lal A, McDermott MW. Meningiomas. In : Baehring JM, Piepmeier
JM, ed. Brain Tumors Practical Guide to Diagnosis. New York. 2007. p 307-
321.
6. Elia AEH, Shih HA, Loeffler JS. Stereotactic Radiation Trearment for Benign
Meningioma. Neurosurg Focus. 2007 : 23 (4) : E5
7. Newton HB. Hydroxyurea Chemotherapy in the Treatment of Meningiomas.
Neurosurg Focus 2007 : 23 (4) : E11.
8. Dropcho EJ. Primary Central Nervous System. In : Biller J, ed. Practical
Neurology. Philadelphia. 2009. p 719-720.
9. Ragei BT, JensenRL. Molecular Genetics of Meningiomas. Neurosurg Focus.
2005 : 19 (5): E9.
10. Ragel BT, Jensen RL, Couldwell WT. Inflammatory Response And
Meningioma Tumorigenesis and The Effect of Cyclooxygenase-2 Inhibitors.
Neurosurg Focus. 2007 : 23 (4) E7.
11. Nathoo N, Barnett GH, Golubic M. The Eicosanoid Cascade : Possible Role in
Gliomas and Meningiomas. J Clin Pathol : Mol Pathol. 2004 : 57:6-13.
Lampiran 1
Hasil CT Scan Penderita