Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya, penyusun
dapat menyelesaikan referat tentang “Vitiligo” ini tepat pada waktunya.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas kepanitraan klinik bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia di RSUD Kota Pare-
Pare.
Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.Nurharfiah, Sp. KK, M.kesatas
bimbingannya dalam menyusun referat ini serta teman-teman dan semua pihak yang ikut membantu
dalam menyelesaikan referat ini sehingga dapat selesai pada waktunya.
Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, dan atas segala keterbatasan
yang saya miliki, maka semua saran dan kritik yang membangun akan saya terima. Besar harapan
saya semoga referat yang saya susun ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi teman-teman
klinik, pembaca dan saya sendiri.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN.………………………………………………....…….. 1
2. ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT ……....…………………………. 2
I. Anatomi Kulit …………………………………………….……….. 2
II. Fisiologi Kulit …………………………………………………..…. 8
3. VITILIGO.……...…………………………...............…………............... 9
I. Definisi ...……………………………………………………..…..... 9
II. Epidemiologi ……………………………………………...……….. 9
III. Etiopatogenesis .…………………………………..……………….. 9
IV. Klasifikasi ………………………………………………….…….... 11
V. Gejala klinis ………………………………………………………. 11
VI. Histopatologi ……………………………………………………… 12
VII. Diagnosis …….………………………………………………..….. 13
VIII. Diagnosis banding ………………………………………………... 13
IX. Penatalaksanaan …………………..…..……………………….….. 14
X. Prognosis …………………….…………………….…………….... 18
4. DAFTAR PUSTAKA …….…………………………………………….... 20
ii
PENDAHULUAN
Warna kulit manusia ditentukan oleh berbagai pigmen. Yang berperan
pada penentuan warna kulit adalah karoten, melanin, oksihemoglobin dan
hemoglobin bentuk reduksi. Diantara berbagai pigmen tersebut yang paling
berperan adalah pigmen melanin. Pigmen yang memberikan warna hitam pada
kulit dan sekaligus sebagai salah satu faktor pelindung kulit terhadap paparan
sinar ultraviolet. Salah satu kelainan yang melibatkan menyebabkan penurunan
produksi melanin yaitu Vitiligo.
Vitiligo adalah kelainan pigmentasi yang didapat pada kulit dan membran
mukosa, yang ditandai dengan makula hipopigmentasi dengan batas yang tegas
dengan patogenesis yang kompleks.Pembagian vitiligo adalah vitiligo lokalisata,
vitiligo generalisata, dan vitiligo universal.
Insidensi Vitiligo rata-rata hanya 1% di seluruh dunia. Penyakit ini dapat
mengenai semua ras dan kedua jenis kelamin. Pernah dilaporkan bahwa vitiligo
yang terjadi pada perempuan lebih berat daripada laki-laki, tetapi perbedaan ini
dianggap berasal dari banyaknya laporan dari pasien perempuan oleh karena
masalah kosmetik. Penyakit juga dapat terjadi sejak lahir sampai usia lanjut
dengan frekuensi tertinggi (50% dari kasus) pada usia 10–30 tahun.1
Penyebab vitiligo yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Walaupun
penyebab pasti vitiligo sepenuhnya belum diketahui. Namun, beberapa faktor
diduga dapat menjadi penyebab timbulnya vitiligo pada seseorang, misalnya,
faktor emosi/stress, faktor mekanis seperti trauma, faktor sinar matahari atau
penyinaran sinar UVA, dan faktor hormonal.
1
ANATOMI DAN FISIOLOGI KULIT
2
1.1.1. EPIDERMIS
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari
epitel berlapis gepeng bertanduk (keratinosit), mengandung sel melanosit,
Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di
tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya
sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.2
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang
terdalam) :
1. Stratum korneum (lapisan tanduk). Adalah lapisan kulit yang paling luar
dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan
protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
2. Stratum lusidum. Terdapa langsung di bawah lapisan korneum,
merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang
berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak
lebih jelas di telapak tangan dan kaki.
3. Stratum granulosum. Ditandai oleh 3-5 lapis sel poligonal gepeng yang
intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang
dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan
histidin. Terdapat sel Langerhans.
4. Stratum spinosum (Stratum malphigi). Disebut pula prickle cell layer
(lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal
yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis.
Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti
terletak di tengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin
gepeng bentuknya. Di antara sel-sel stratum spinosum terdapat jembatan-
jembatan antar sel (intercelullar bridge) yang terdiri atas protoplasma dan
tonofibril atau keratin. Perlekatan antar jembatan-jembatan ini membentuk
penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero. Di antara sel-sel
spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel Stratum spinosum
mengandung banyak glikogen.
3
5. Stratum basale (Stratum germinativum).Terdiri atas sel-sel berbentuk
kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal
berbaris seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis
paling bawah.Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab
dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui
setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia
dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.2
1.1.2. DERMIS
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap
sebagai “True Skin”. Lapisan dermis ini paling tebal dapat dijumpai di punggung
dan paling tipis pada palpebra. Hubungan antara dermis dan epidermis ini tidaklah
sebagai bidang yang rata, tetapi berbentuk gelombang. Bagian dermis yang
menonjol ke dalam epidermis dinamakan pars papilare, sedangkan bagian
epidermis yang menonjol ke dermis disebut pars retikulare(rete ridge). Papila ini
pada telapak tangan dan jari-jari terutama tersusun linier yang memberi gambaran
kulit yang berbeda-beda sebagai dermatoglyphic (sidik jari). Bagian dermis
papiler ini tebalnya sekitar seperlima dari tebal dermis total. Bagian bawah dari
dermis papiler ini dinamakan dermis retikuler yang mengandung pembuluh darah
dan lymphe, serabut saraf, adneksa dan lainnya.
Dermis ini tersusun dari beberapa unsuratau organ yang meliputi: unsur
seluler, unsur fibrous, substansi dasar, pembuluh darah dan limfe, dan sistem
saraf. Kelima unsur atau organ yang menyusun dermis akan kita bahas satu demi
satu.
1. Unsur seluler lebih banyak didapatkan pada stratum papillaris yang terdiri dari:
a) Fibroblast: merupakan sel pembentuk unsur untuk fibrous dan substansi
dasarnya
4
b) Sel mast : merupakan sel pembentuk dan penyimpanan histamin dan
histamine like substance yang berperan dalam anafilaksis.
c) Makrofag : merupakan sel fagosit yang berfungsi memfagosit bahan-bahan
asing dan mikroorganisme.
d) Leukosit : Banyak dijumpai pada proses-proses peradangan yang dapat
berupa mononuklear ataupun granulosit.
2. Unsur fibrous lebih padat pada stratum retikularis dibandingkan pada stratum
papilaris. Unsur fibrous terdiri dari :
a) Kolagen : merupakan 70% dari berat kering seluruh jaringan ikat, serabut
ini terbentuk oleh fibroblast, tersusun atas fibrin dari rantai polypeptide.
Serabut ini bertanggung jawab pada ketegangan kulit merupakan unsur
pembentuk garis langer (cleavage line)
b) Elastin : Hanya 2 % dari berat kering jaringan ikat. Serabut elastin, ini
juga dibentuk oleh fibroblast tetapi susunannya lebih halus dibandingkan
dengan kolagen. Serabut elastin ini bertanggung jawab atas elastisitas
kulit.
c) Retikulin : Merupakan serabut kolagen yang masih muda dan hanyalah
dapat dilihat dengan pewarnakhusus.
3. Substansi dasar tersusun dari bahan mukopolisakaris (asam hialuronat dan
dermatan sulfat) yang juga dibentuk oleh fibroblast. Substansi dasar hanya
merupakan 0,1% dari berat kering jaringan ikat, tetapi substansi dasar ini
mampu menahan sejumlah air sehingga akan menempati ruang terbesar dari
dermis.
4. Pembuluh darah dan limfe
5
1.1.3. SUBKUTIS
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri atas
jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan
sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah.
Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain
oelh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa,
berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf
tepi, pembuluh darah, dan getah bening.Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama
bergantung pada lokalisasinya. Di abdomen dapat mencapat 3 cm, di daerah
kelopak mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan
bantalan.
Fungsi Subkutis/hipodermis antara lain sebagai melekat ke struktur dasar,
isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock
absorber.2
6
1.2. FISIOLOGI KULIT
7
mampu mengamburkan radiasi sinar, menstabilkan radikal-radikal bebas yang
disebabkan radiasi sinar UV.
Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang
impermeable terhadap berbagai zat kimia dan air, di samping itu terdapat lapisan
keasaman kulit yang melindungi kontak-kontak zat kimia dengan kulit.
Sebagai fungsi ekskresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang
tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam
urat dan amonia. Kulit juga memiliki fungsi persepsi karena kulit mengandung
ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas
diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin
diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis. Badan taktil
Meissner terletak di papila dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan
Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan
diperankan oleh badan Paccini di epidermis.
Kulit melakukan peranan termoregulasi dengan cara mengeluarkan
keringat dan kontraksi otot pembuluh darah kulit. Sebagai fungsi metabolisme,
kulit dapat membentuk vitamin D dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol
dengan pertolongan sinar matahari.2
8
VITILIGO
2.1 DEFINISI
Vitiligo merupakan suatu kelainan pigmentasi, yang ditandai dengan
adanya bercak depigmentasi berwarna putih dikelilingi oleh tepi normal atau
hiperpigmentasi. 4
2.2 EPIDEMIOLOGI
2.3 ETIOPATOGENESIS
9
2.3.1. Autoimmune hipotesis
Merupakan teori yang banyak diterima, dimana immune sistem tubuh akan
menghancurkan melanosit. Pada vitiligo dapat dijumpai autoantibodi
terhadap antigen sistem melanogenik yang disebut autoantibodi anti
melanosit, yang bersifat toksik terhadap melanosit dan menghambat
pembentukan melanin.
2.3.2. Neurogenik hipotesis
Beberapa bahan yang lepas dari ujung syaraf perifer pada kulit seperti
Neuropeptide-Y, merupakan bahan toksik terhadap melanosit dan dapat
menghambat proses melanogenesis. Kemungkinan Neuropeptide-Y
memegang peranan dalam patogenesis vitiligo melalui mekanisme
neuroimmunity atau neuronal terhadap melanosit.
2.3.3. Self- destruct teori oleh Lerner
Mekanisme pertahanan yang tidak sempurna pada sintesis melanin di
dalam melanosit, menyebabkan menumpuknya bahan toksik (campuran
phenolik) yang menghancurkan melanosit. Hipotesis ini berdasarkan
pengaruh bahan toksik yang dihasilkan oleh campuran kimia (phenol)
terhadap fungsi melanosit.
2.3.4. Autocytotoxic hipotesis
Berdasarkan observasi, sewaktu terjadinya sintesis melanin, terbentuk
bahan kimia yang bersifat cytotoxic terhadap citoplasma dari sel sehingga
menyebabkan timbulnya kerusakan struktur yang penting seperti
mitochondria.
2.3.5. Genetik hipotesis
Vitiligo diperkirakan dapat diturunkan secara khromosom autosomal.
Cacat genetik ini menyebabkan dijumpainya melanosit yang abnormal dan
mudah mengalami trauma, sehingga menghalangi pertumbuhan dan
diferensiasi dari melanosit.
10
2.4 KLASIFIKASI
Lesi pada vitiligo dikelompokkan berdasarkan distribusi dan perluasan
pada kulit. Secara umum Vitiligo dapat dibagi atas.6,7
2.4.1 Tipe lokalisata
- Fokal : Satu atau beberapa Makula depigmentasi yang tersebar pada
satu daerah. Terutama terdapat pada daerah menurut distribusi N.
Trigeminus, Leher dan trunkus.
- Segmental : Persebaran makula depigmentasi menurut distribusi
dermatomal yang unilateral. Peptida neural biasanya terlibat dalam
patogenesis vitiligo tipe ini. Anak-anak merupakan kelompok utama
penderita.
- Mukosal : Makula depigmentasi hanya terdapat pada membran
mukosa.
11
vitiligo hadir dengan satu sampai beberapa makula amelanotic yang muncul atau
susu-berwarna putih, dikelilingi oleh normal atau perbatasan hiperpigmentasi.4
Sangat jarang, bercak mungkin memiliki, perbatasan inflamasi merah. Lesi
biasanya berbatas tegas, tapi tepi dapat bergigi. Bercak yang dari berbagai ukuran
dan konfigurasi-urations. Rambut di daerah vitiliginous biasanya menjadi putih
juga. Lesi vitiligo secara khusus ditandai pada individu berkulit gelap.4
Lesi memperbesar sentrifugal pada tingkat yang tak terduga dan dapat
muncul di beberapa bagian tubuh, termasuk membran mukosa. Namun, lesi awal
yang paling sering terjadi pada tangan, lengan, kaki dan wajah. Bagian yang
paling sering terkena adalah wajah, bagian atas dada, aspek dorsal tangan, ketiak
dan selangkangan. Ada kecenderungan untuk kulit di sekitar lubang akan
terpengaruh, yaitu mata, hidung, mulut, telinga, puting, pusar, penis, vulva dan
anus. Lesi juga muncul di daerah trauma, sehingga vitiligo muncul pada siku dan
lutut. Hilangnya lokal pigmen dapat terjadi di sekitar Nevi dan melanoma,
disebut Halo phenomenon. Halo Nevi juga umum pada pasien dengan vitiligo.
Leukoderma Vitiligo terjadi pada sekitar 1% dari pasien melanoma.4
Lesi vitiligo hipersensitif terhadap ultraviolet (UV) cahaya dan membakar
mudah bila terkena sinar matahari. Hal ini tidak biasa untuk dicatat timbulnya
vitiligo setelah terbakar sinar matahari parah. Meskipun kelainan mata yang
meningkat pada pasien dengan vitiligo, termasuk iritis dan kelainan pigmen retina,
pasien tidak memiliki keluhan visual. Delapan persen pasien dengan uveitis
idiopatik memiliki vitiligo atau poliosis.4
2.6 HISTOPATOLOGI
Gambar 2. Anak panah
menunjukkan batas yang
memisahkan kulit yang
mempunyai pigmen melanin
(kiri) dan tidak (kanan).
12
Melanosit yang berasal dari sel pial neural. Neuron, sel-sel glial, sel
jantung, jaringan kraniofasial dan medula adrenal juga berasal dari sel
pluripoten tersebut. prekursor melanosit, yang dikenal sebagai melanoblasts,
bermigrasi, berkembang biak dan berdiferensiasi perjalanan ke tujuan
mereka dalam epidermis basal dan folikel rambut.8
Melanosit epidermis dan keratinosit membentuk unit struktural dan
fungsional, dikenal sebagai unit melanin epidermal, di mana setiap melanosit
membawa melanosom melalui dendrit sekitar 36 keratinosit terkait. Hasil
pigmentasi kulit dari interaksi yang dekat antara melanosit yang
menghasilkan melanosom dan keratinosit yang menerima mereka. Melanosit
yang terletak di lapisan basal epidermis pada rasio yang setiap 5 keratinosit
basal.8
Perbedaan histopatologi mendasar antara kulit dengan warna yang
normal dan kulit dengan vitiligo adalah tidak adanya berfungsi melanosit
pada yang terakhir. Meskipun mungkin ada melanosit layak di kulit berubah,
mereka biasanya tidak ada, yang dapat diverifikasi oleh Fontana-Masson
pewarnaan, khusus untuk melanin atau dengan dihydroxyphenyl teknik
alanin untuk demonstrasi tirosinase.8
2.7 DIAGNOSIS
Penegakkan diagnosis vitiligo berdasarkan lesi yang diperoleh, yaitu lesi
putih berbatas tegas pada kulit, tanpa peradangan yang terkait, yang
cenderung untuk memperbesar sentrifugal. lesi vitiligo yang accentu-
diciptakan pada pemeriksaan lampu Wood.6
13
sindrom Waardenburg dan sindrom Ziprkowski-Margolis adalah gangguan
bawaan langka dan syn-dromes dalam daftar ini.7
Morphea dan lichen sclerosus et atrophicus berhubungan dengan
perubahan tekstur kulit. Pityriasis alba memiliki skala baik, sedikit populer
dan kurang jelas. Panu pusat punggung dan dada, memiliki skala baik, dan
ragi dan hifa bentuk yang dibuktikan dengan kalium hidroksida (KOH)
pemeriksaan. Selain itu, daerah ini sering berpendar kuning emas ketika
diperiksa di bawah lampu Wood.7
Dalam piebaldism, lesi yang hadir pada saat lahir, biasanya terbatas
pada kepala dan batang, dan jarang menunjukkan perbatasan
hiperpigmentasi. Nevus depigmento-sus adalah area terbatas dari
depigmentasi, usu-sekutu hadir pada saat lahir dan berubah sedikit
sesudahnya. Sebuah cacat fungsional di melanosit, dengan kelainan
morfologi melanosom, telah diidentifikasi.7
2.9 PENATALAKSANAAN
14
pilihan yang paling praktis untuk pengobatan, terutama pada pasien dengan jenis
kulit IV-VI yang memiliki vitiligo luas. Psoralens dapat diterapkan baik topikal
atau oral, diikuti oleh paparan sinar UV buatan atau sinar matahari alami. Vitiligo
di bagian belakang tangan dan kaki sangat resisten terhadap terapi. Hasil terbaik
dari PUVA bisa diperoleh pada wajah, badan, dan bagian proksimal ekstremitas.
Keuntungan dari Narrow-band UV-B lebih dari PUVA yaitu waktu pengobatan
lebih singkat, tidak ada biaya obat, tidak ada efek GI yang merugikan (misalnya,
mual), dan tidak perlu untuk fotoproteksi berikutnya.6
Inovasi lain adalah terapi dengan laser excimer, yang menghasilkan sinar
monokromatik pada 308 nm untuk keterbatasan pengobatan pada bercak menetap
vitiligo. pengobatan baru ini adalah pengobatan manjur, aman, dan ditoleransi
dengan baik untuk vitiligo ketika terbatas kurang dari 30% dari permukaan tubuh.
Namun, terapi mahal. lesi terlokalisasi vitiligo diperlakukan dua kali seminggu
selama rata-rata 24-48 sesi.6
15
Kortikosteroid memiliki sifat anti-inflamasi dan menyebabkan efek
metabolik yang mendalam dan bervariasi. Selain itu, agen ini memodifikasi
respon kekebalan tubuh terhadap beragam rangsangan. Obat ini digunakan untuk
menghentikan penyebaran vitiligo dan mencapai repigmentation. Data yang
mendukung kemanjuran pengobatan tersebut sebagian besar bersifat anekdot.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan keamanan dan kemanjuran
agen sistemik. Secara umum, kortikosteroid intralesi harus dihindari karena rasa
sakit yang terkait dengan injeksi dan risiko atrofi kulit.6
16
diterapkan dua kali sehari selama 3-12 bulan. Terbakar atau gatal bisa terjadi.
dermatitis kontak alergi dapat dilihat.6
2.9.2 Pembedahan
17
2. Thin dermoepidermal grafts
4. Punch minigrafting
2.10 PROGNOSIS
Kebanyakan dari perawatan yang diusulkan untuk vitiligo menunjukkan
bahwa ada keterbatasan kunci untuk pengelolaan kondisi ini. Jalannya vitiligo
tidak dapat diprediksi, tetapi sering progresif. Pada beberapa orang bercak putih
dapat tetap stabil selama bertahun-tahun tetapi di sisi lain mereka dapat
18
memperluas ukuran sementara patch baru muncul atau menghilang di area yang
luas permukaan kulit. Repigmentation spontan dapat terjadi pada beberapa orang,
terutama pada anak-anak, tapi ini cenderung hanya parsial dan pada daerah yang
terkena sinar matahari, sering terjadi dalam pola perifollicular. Hal ini jarang
diterima secara kosmetika. Bentuk segmental vitiligo adalah pengobatan resisten,
memiliki onset awal dan kurang sering dikaitkan dengan fenomena autoimun
lainnya. Karena kurangnya pigmen melanin, ada peningkatan risiko kulit terbakar
dan peningkatan risiko teoritik kanker kulit dalam daerah amelanotic, dan ada
hubungan dengan kelainan mata, terutama iritis, uveitis dan kelainan pigmen
retina.7
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Wasitaatmadja SM. Anatomi Kulit. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. ed.5.
Editor: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.
p.3-6
2. Wasitaatmadja SM. Hemangioma. ed.5. Editor: Djuanda A, Hamzah M,
Aisah S. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. p.242-4
3. Soepardiman L. Vitiligo. In: Kelainan Pigmen. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2010.p296.
4. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews’ disease of the skin. Edisi ke-
10. Philadelpia: Saunders Elsevier; 2016. hlm. 865.
5. Majid I. Vitiligo management: an update. BJMP. 2010; 3(3):332.
6. Groysman, Vlada. Vitiligo. www.Medscape.com; 2016. [diakses: 3/01/2017]
7. Yaghoobi Reza, Omidian Mohammad, Bagherani Nooshin. Vitiligo: A
review of the published work. Journal of Dermatology 2011; 38: 419–43.
8. Adriane RF, Marcelo TM, Roberto GT, Caio Caesar SdC, Gerson Dellatorre.
Vitiligo Part 2: Classification, Histopathology and Treatment. 2014; 784-785.
20