Anda di halaman 1dari 90

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Orang lanjut usia (lansia) menurut definisi World Health Organazation

(WHO) adalah orang usia 60 tahun keatas yang terdiri dari (1) usia lanjut

(elderly) 60-74 tahun, (2) usia tua (old) 75-90 tahun, dan usia sangat lanjut

( very old) di atas 90 tahun ( Raharja, 2013 dalam Pereira, 2014). Secara

global pada tahun 2013 proporsi dari populasi penduduk berusia lebih dari 60

tahun adalah 11,7% dari total populasi dunia dan diperkirakan jumlah

tersebut akan terus meningkat seiring dengan peningkatan usia harapan

hidup. Data WHO menunjukan pada tahun 2000 usia harapan hidup

(UHH) orang didunia adalah 66 tahun, pada tahun 2012 naik menjadi 70

tahun dan pada tahun 2013 menjadi 71 tahun. Jumlah proporsi lansia di

Indonesia juga bertambah setiap tahunnya. Data WHO pada tahun 2009

menunjukan lansia berjumlah 7,49% dari total populasi, tahun 2011

menjadi 7,69% dan pada tahun 2013 didapatkan proporsi lansia sebesar

8,1% dari total populasi (WHO, 2015 dalam Syandra, 2016). Setiap tahunnya

peningkatan yang terjadi pada lansia diakibatkan oleh usia harapan hidup

semakin tinggi.

Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang memiliki jumlah

penduduk berusia 60 tahun keatas semakin meningkat tahun ketahun.

Berdasarkan data dari Badan Pusat statistik (BPS) terjadi peningkatan usia

harapan hidup (UHH). Pada tahun 2000 UHH di Indonesia adalah 64,5 tahun
(dengan persentase populasi lansia adalah 7,18%). Angka ini meningkat pada

tahun 2010 (dengan persentasi populasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun

2011 menjadi 69,65 tahun (dengan persentase populasi lansia adalah 7,58%)

(Kemenkes, 2013 dalam Pereira, 2014). Semakin tinggi UHH setiap tahunnya

dapat mengakibatkan banyaknya jumlah lansia di Indonesia.

Seiring meningkatnya berbagai fasilitas dan pelayanan kesehatan serta

kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebababkan peningkatan UHH

yang berdampak pada meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia. Jumlah

penduduk lansia di Indonesia mecapai 24 juta jiwa yang merupakan jumlah

terbesar ke-4 di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat. Jumlah

tersebut terus meningkat setiap tahunnya dan menjadikan populasi lansia

sebagai salah satu dari triple burdens yang dihadapi Indonesia, yaitu jumlah

kelahiran bayi yang masih tinggi. Masih dominan nya penduduk muda, dan

jumlah lansia terus meningkat. Keadaan ini membutuhkan upaya kesehatan

lansia yang komprehensif (Kemenkes, 2013 dalam Chasanah, 2015).

Tingginya angka kelahiran bayi di Indonesia juga sangat berpengaruh pada

jumlah lansia.

Jumlah lansia di Kalimantan Barat pada tahun 2010 berjumlah 290,893 jiwa,

pada tahun 2015 mengalami peningkatan menjadi 325,506 jiwa (BPS, 2015).

Proporsi terbesar (>10) berada di Kabupaten Pontianak (14,75%), Kota

Pontianak (13,36%), kabupaten Sambas (12,19%), dan kabupaten Kubu Raya

(10,61%), Kabupaten Sambas sudah memiliki 3 Rumah Sakit dan 27

puskesmas diberbagai wilayah dan setiap puskesmas memiliki binaan

2
posyandu lansia yang dijalankan setiap bulannya (Jabar, 2015). Tingginya

jumlah lansia di Kabupaten Sambas dikarenakan fasilitas kesehatan yang

sudah semakin banyak yang menyebabkan UHH mereka semakin tinggi.

Fenomena terjadinya peningkatan jumlah penduduk lansia disebabkan oleh

perbaikan status kesehatan akibat kemajuan teknologi dan penelitian–

penelitian kedokteran, pebaikan status gizi, peningkatan usia harapan hidup,

pergeseran gaya hidup dan peningkatan pendapan perkapita. Undang-undang

Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia yang menjelaskan

kondisi masyarakat yang makin membaik dan usia harapan hidup makin

meningkat, sehingga jumlah lansia semakin bertambah, salah satu program

tersebut yang di jalankan yaitu memberikan fasilitas kesehatan pada lansia

(Fatmah,2010 dalam syandra, 2016). Kemajuam teknologi dan penemuan-

penemuan dokter dapat mengakibatkan UHH lansia semakin tinggi dan

kualitas hidup mereka semakin baik.

Berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 1998 tentang

kesejahteraan lansia menjelaskan bahwa lansia dikategorikan menjadi dua

yaitu lansia yang potensial dan tidak potensial. Lansia yang tidak potensial

adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya

bergantung pada orang lain, sedangkan lansia yang potensial adalah lansia

yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat

menghasilkan barang dan jasa. Lansia yang tidak potensial ini bisa

menyebabkan beban pemerintah dan keluarga semakin berat sehingga dapat

3
dapat penghambatan pembangunan diberbagai bidang terutama bidang

kesehatan, dan ini juga bisa mempengaruhi kualitas hidup lansia itu sendiri.

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2004 tentang pelaksanaan upaya

peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia menjelaskan adapun upaya-upaya

yang di lakukan adalah : Lansia potensial (pelayanan keagamaan dan mental

spiritual, pelayanan kesehatan, pelayanan kesempatan kerja, pelayanan

pendidikan dan pelatihan, pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam

penggunaan fasilitas, sarana dan prasarana umum). Upaya untuk Lansia tidak

potensial adalah : (pelayananan keagamaan dan mental spritual, pelayanan

kesehatan, dan pelayanan untuk mendapatkan kemudahan dalam penggunaan

fasilitas, sarana, dan prasarana umum). Upaya–upaya tersebut diharapkan

lansia bisa memenuhi kebutuhannya terutama dari segi kesehatan, spritual,

ekonomi, lingkungan dan keluarga, agar kualitas hidupnya semakin baik.

World Health Organazation (WHO) mengembangkan sebuah instrumen

untuk mengukur kualitas hidup hidup seseorang dari 4 aspek yaitu fisik,

psikologis, sosial, dan lingkungan. Keempat aspek tersebut tidak terpenuhi,

akan timbul masalah-masalah dalam kehidupan lanjut usia yang akan

menurunkan kualitas hidupnya. Sebuah penelitian yang di lakukan oleh

Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang

tentang kualitas hidup lansia dengan menggunakan instrument WHO

didapatkan hasil bahwa faktor psikologis menjadi faktor dominan yang

mempengaruhi kualitas hidup lansia di panti Werdha Hargo Dedali Surabaya

(Rohmah, Purwaningsih, & Bariyah, 2012). Penelitian yang di lakukan oleh

Mahasiswa Universitas Jember Fakultas Kesehatan Masyarakat tentang

4
perbedaan kualitas hidup lansia yang tinggal di komunitas dan pelayanan

sosial lanjut usia menggunakan instrumen WHO di dapatkan hasil bahwa

tidak ada perbedaan kualitas hidup lansia yang tinggal bersama keluarga dan

tinggal di pelayanan sosial (Yulianti, Baroya, & Ririyanti, 2014).

Penelitian berikutnya yang yang dilakukan oleh Mahasiswa Universitas

Pendidikan Indonesia Fakultas Studi Keperawatan tentang kualitas hidup

lansia yang tinggal bersama keluarga dan di panti dengan menggunakan

Instrumen WHO didapatkan hasil bahwa ada perbedaan bermakna antara

tempat tinggal lansia yaitu di panti dan bersama keluarga (Fitriana, Ningrum,

& Sulastri). Dari hasil penelitian diatas bahwa kualitas hidup lansia berbeda-

beda dan tidak ditentukan oleh tempat tinggal. Coon dan Kaplan (Chairani,

2013) mengatakan bahwa setiap orang memiliki kualitas hidup yang berbeda

tergantung dari masing-masing individu dalam menyikapi permasalahan

terjadi dalam dirinya, jika menghadapi dengan positif maka baik pula

kualitas hidupnya, tetapi jika hadapi dengan negatif makan akan buruk

kualitas hidupnya.

Instrumen lain untuk mengukur kualitas hidup lansia adalah Health related

quality of life (HRQOL), HRQOL merupakan tren perawatan kesehatan telah

memberikan kontribusi terhadap munculnya HRQOL sebagai fenomena

penting, dalam 15-20 tahun terakhir perhatian untuk pasien telah menjadi

inklusif, fokus pada tidak hanya pada pengobatan penyakit tetapi juga pada

pemulihan dan promosi kesehatan (Baca, 1993 dalam Peterson dan Bredow,

2013).

5
Konsep dasar dalam kualitas hidup adalah biologis, gejala, fungsional

(ekonomi dan sosial), kesehatan umum, dan kualitas hidup secara

keseluruhan. Faktor tersebut dipengaruhi oleh karakteristik individu dan

lingkungan tempat tinggal. Instrumen yang digunakan untuk mengukur

kualitas hidup lansia berdasarkan HRQOL meliputi empat konsep yaitu :

konsep fungsi kesehatan, konsep sosial ekonomi, konsep psikologi/spiritual,

dan konsep keluarga (Wilson dan Cleary, 1995 dalam Peterson dan Bredow,

2013). Empat konsep tersebut saling berpengaruh satu sama lain untuk

menentukan kualitas hidup seseorang. Maka instrumen HRQOL di gunakan

untuk mengukur kualiats hidup lansia di Desa Sabaran, Kabupaten Sambas.

Berdasarkan hasil penelitian dan didapatkankan data di Desa Sabaran

Kabupaten Sambas, bahwa lansia yang tinggal di Desa Sabaran Kabupaten

banyak yang mengeluh rasa nyeri, dan memepunyai penyakit seperti

hipertensi dan rematik, mereka juga jauh dari pelayanan kesehatan , dari segi

ekonomi mereka masih banyak yang tergolong rendah karena hamppir 80%

Lansia bekerja disektor pertanian dengan penghasilan yang minim dan

selebihnya lansia hanya mengharapkan pemberian dari anak dan keluarga,

banyak lansia yang sudah ditinggal pasangannya, lansia di wilayah tersebut

banyak yang tidak tinggal bersama anak mereka karena kebanyakan anak

mereka, dikarenakan anaknya banyak yang menjadi TKI (tenaga kerja

Indonesi) diluar negeri dan yang sudah menikah ikut suaminya , hal tersebut

yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang sesuai dengan yang

teori yang diungkapkan Molnar (2009) yang berpengaruh pada kesehatan,

fungsi, ekonomi, psikologis, lingkungan, dan keluarga.

6
1.2 Rumusan masalah

Penelitian ini dilaksanakan untuk menjawab pertanyaan “bagaimana

gambaran kualitas hidup lansia di Desa Sabaran Kabupaten Sambas

berdasarkan pengukuran instrumen Hrqol (Health related quality of life) “?.

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Tergambarnya kualitas hidup lansia di Desa Sabaran Kabupaten Sambas.

Berdasarkan pengukuran instrumen HRQOL.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Tergambarnya kualitas hidup lansia dari aspek kesehatan dan fungsi.

1.3.2.2 Tergambarnya kualitas hidup lansia dari aspek sosial ekonomi.

1.3.2.3 Tergambarnya kualitas hidup lansia dari aspek psikologi/spiritual.

1.3.2.4 Tergambarnya kualitas hidup lansia dari aspek keluarga

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini memperkaya pengetahuan dan kemampuan

perbandingan sensitifitas dalam mengukur kualitas hidup lansia

menggunakan HRQOL.

7
1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi peneliti

Hasil penelitian ini memperkaya pengetahuan dan kemampuan,

pengalaman langsung dalam melakukan penelitian serta mengetahui

gambran kualitas hidup lansia dengan melihat 4 aspek yaitu kesehatan

fungsi, sosial ekonomi, psikologi/ spiritual, dan keluarga.

1.4.2.2Bagi ilmu keperawatan

Hasil penelitian ini memperkaya pengetahuan penelitian dengan instrumen

HRQOL memberikan informasi instrumen yang lebih sensitif dalam

mengukur kualitas hidup lansia.

1.4.2.3Bagi pelayanan kesehatan

Hasil penelitian ini memperkaya pengetahuan dan jadikani pertimbangan

dalam mengevaluasi tindakan, menentukan kebijakan serta meningkatkan

mutu pelayananan di masyarakat khususnya terkait dengan kualitas hidup

lansia.

1.4.2.4Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini memperkaya pengetahuan dan memberikan tambahan

informasi tentang pengukuran instrumen HRQOL dan dari hasil data yang

didapat bisa digunakan untuk bahan pertimbangan bagi institusi untuk

melakukan binaan lansia di Desa Sabaran Kabupaten Sambas.

1.4.2.5 Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini memperkaya pengetahuan dan memberikan tambahan

ilmu pengetahuan, pengalaman langsung dalam melakukan penelitian dan

dari hasil data tersebut bisa dijadikan referensi dan dasar untuk penelitian

8
berikutnya tentang gambaran kualitas hidup lansia yang tinggal di Desa

Sabaran Kabupaten Sambas, yang diukur menggunakan instrument

HRQOL.

9
10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Bab 2 merupakan hasil dari tinjauan pustaka, bab ini berisi penjelasan tentang

lanjut usia (lansia) dan kualitas hidup. Seiring meningkatnya berbagai fasilitas dan

pelayanan kesehatan serta kesejahteraan penduduk saat ini diketahui

menyebababkan peningkatan usia harapan hidup (UHH) yang berdampak pada

meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia (Kementrian Kesehatan, 2013).

Dengan meningkatnya jumlah lansia di Indonesia akan mempengaruhi berbagai

aspek kehidupan lansia, seperti sosial ekonomi, budaya, kesehatan fisik dan

mentalnya. Masalah kesehatan yang timbul perlu diantisipasi, untuk selanjutnya

diatasi oleh tenaga profesional bersama masyarakat, khususnya lansia itu sendiri

serta keluarganya (Setiabudhi & Hardywinoto, 2005).

2.1 Konsep teori lansia

2.1.1 Definisi lansia

Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia usia lanjut adalah tahap dalam

perkembangan masa tua yang akan dialami oleh setiap individu, dimana

seseorang yang hidup di atas usia 60 tahun (KBBI).

Menurut definisi World Health Organazation (WHO) lanjut usia adalah

orang yang berusia 60 tahun keatas yang terdiri dari (1) usia lanjut (elderly)

60-74 tahun, (2) usia tua (old) 75-90 tahun, dan usia sangat lanjut ( very old)

di atas 90 tahun ( Raharja, 2013).


Berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 1998, Depkes (2001)

yang di maksud dengan usia lanjut adalah seseorang laki–laki atau

perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih

berkemampuan (potensial) maupun karena sesuatu hal yang tidak lagi

mampu berperan aktif dalam pembangunan (tidak potensial).

Berdasarkan Undang-undang (UU) Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 pasal

139 menyatakan bahwa manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena

usianya yang lanjut mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan, dan

sosial. Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek

kehidupan, terutama kesehatanya. Oleh karena itu kesehatan lanjut usia

perlu mendapat perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan

agar selama mungkin dapat hidup secara produktif sesuai dengan

kemampuannya sehingga dapat ikut serta berperan aktif dalam

pembangunan (Murwani & Priyanti, 2010).

Menurut Nugroho (2000) proses menua merupakan proses terus menerus

secara alamiah, yang dimulai sejak lahir dan pada umumnya dialami semua

mahluk hidup. Proses menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak

sama cepatnya. Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan proses

berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi ransangan dari dalam

maupun dari luar tubuh ( Murwani & Priyanti, 2010).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa

lansia adalah seseorang baik itu laki-laki atau perempuan yang berusia 60

11
tahun keatas yang sudah mengalami perubahan baik fisik, psikologis

maupun sosial.

2.1.2 Klasifikasi lansia

Menurut Depkes RI (2009) batasan lansia tegolong dalam 4 kelompok

yaitu:

2.1.2.1 Pertengahan umur usia lanjut/virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut

yang menampakkan keperkasan fisik dan kematangan jiwa antara usia 45-

54.

2.1.2.2 Usia lanjut dini/prasemu yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut

antara 55-64.

2.1.2.3 Usia lanjut/semua usia 65 tahun ke atas.

2.1.2.4 Usia lanjut dengan resiko tinggi yaitu kelompok yang berusia lebih dari

70 tahun.

2.1.3 Tahapan lansia

Menurut Aspiani (2014) lapisan kaum lansia dalam struktur demografi

Indonesia menjadi semakin tebal, dan sebaliknya kaum muda menjadi relatif

lebih sedikit. Dengan kata lain, timbul regenerasi yang bisa membawa

akibat negatif. Proses ini berlangsung beberapa tahapan, antara lain :

2.1.3.1 Tahap I

Tahap ini merupakan timbulnya kesenjangan antara generasi (generation

gap), karena golongan muda secara dinamis mengikuti kemajuan–

kemajuan teknologi cangggih, sedangkan lanjut usia tidak acuh, tetap

tertinggal dan membiarkan golongan muda berjalan terus. Keadaan ini

belum berbahaya.

12
2.1.3.2 Tahap II

Pada tahapan ini timbul karena masih tebalnya lapisan dan makin

meningkatnya tingkat kesehatan, merekapun masih mampu mengimbangi

golongan muda dan menghendaki tetap pada jabatannya serta tidak mau

muda (generation pressure) yang lebih berbahaya dari keadaan tahap I.

Tahapan di Indonesia saat ini adalah tahap I, dan di sana sini mulai

memasuki tahap II dengan timbulnya isu peningkatan usia pensiun (dari 55

tahun menjadi 60 tahun).

2.1.3.3 Tahap III

Tahapan ini adalah paling berbahaya, di tandai dengan adanya konflik

antar generasi (generation conflict). Dalam keadaan ini pada lansia yang

jumlahnya paling banyak merasa makin kuat dan terus menerus menekan

generasi dibawahnya. Sedangkan golongan muda terus beraksi dan

melawan tekanan tekanan itu hingga timbul konflik yang berkepanjangan

dan sulit diatasi dengan segera. Ini merupakan keadaan yang berbahaya.

Untuk mencegah proses regenerasi menuju keadaan yang berbahaya maka

antara lain harus di laksankan hal–hal sebagai berikut : menyelenggarakan

program pensiun secara terpadu dan merata, menciptakan lapangan kerja

atau kegiatan bagi lanjut usia yang tidak bertentangan dengan kebutuhan

kaum muda.

13
2.1.4 Karakteristik lansia

Menurut bustan (2007) ada beberapa karakteristik lansia yang perlu

diketahui untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia yaitu :

2.1.4.1 Jenis kelamin

Lansia lebih banyak wanita dari pada pria.

2.1.4.2Status perkawinan

Status pasangan masih lengkap dengan tidak lengkap akan mempengaruhi

keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologi.

2.1.4.2 Living arranement

Keadaan pasangan, tinggal sendiri, bersama istri atau suami, tinggal

bersama anak atau keluarga lainnnya.

2.1.4.3 Kondisi kesehatan

Pada kondisi sehat, lansia cenderung untuk melakukan aktivitas sehari-hari

secara mandiri. Sedangkan pada kondisi sakit menyebabkan lansia

cenderung dibantu atau tergantung kepada orang lain dalam melaksanakan

aktivitas sehari-hari.

2.1.4.4 Keadaan Ekonomi

Pada dasarnya lansia membutuhkan biaya yang tinggal untuk

kelangsungan hidupnya, namun karena lansia tidak produktif lagi

pendapatan lansia menurun sehingga semua kebutuhan dapat terpenuhi.

14
2.1.5 Aspek keperawatan lanjut usia

Depkes RI (1982) dalam Setiabudhi & Hardywinoto (2005) menjelaskan

bahwa perawatan lanjut usia bertujuan mempertahankan kesehatan

kesehatan dan kemampuan lanjut usia dengan jalan perawatan

peningkatan/promotive, pencegahan/preventif, serta membantu

mempertahankan serta membesarkan semangat hidup mereka, selanjutnya

perawatan menolong dan merawat Lanjut Usia yang menderita penyakit dan

gangguan tertentu.

Depkes RI (1982) dalam Setiabudhi & Hardywinoto (2005) menjelaskan

bahwa Untuk memberikan pelayanan dan perawatan sebaik baiknya kepada

lansia serta keluarganya, telah di uraikan berbagai prasarana serta tingkat

pelayanan dan keperawatan yang ada. Sumber daya manusia yang

melaksanakan kegiatan ini perlu dilatih dalam ilmu gerentologi dan geriatri.

Mereka perlu juga membiasakan diri untuk bekerja secara terpadu dengan

sektor lainnya serta mengajak masyarakat sejak merencanakan kegiatan,

kemudian dilanjutkan dalam pelaksanaan, supervisi dan penilaian.

Depkes RI (1982) dalam Setiabudhi & Hardywinoto (2005) menjelaskan

bahwa guna meningkatkan kuantitas dan kualitas kegiatan pelayanan dan

perawatan kepada lansia di kemudian hari, diusulkan beberapa kegiatan

yang berhasil dilakukan dinegara maju, yang tentunya perlu disesuaikan

dengan situasi dan kondisi setempat sebelum diterapkan.

15
2.1.5.1 Proses keperawatan

Menurut Depkes RI (1993) dalam Setiabudhi & Hardywinoto (2005)

dalam memberi pelayanan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan

setiap sasaran, menggunakan proses keperawatan yang merupakan metode

ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan dalam keperawatan. Proses

tersebut terdiri dari empat tahapan, yaitu :

a. Pengkajian masalah keperawatan

Yang di lakukan dalam tahapan ini adalah :

1. Pengumpulan data.

2. Analisis data untuk identifikasi masalah keperawatan baik yang

aktual maupun potensial.

3. Perumusan diagnosa keperawatan, yaitu problem etiology symptom

(PES).

b. Perencanaan pemecahan masalah

Yang dilakukan dalam tahapan ini adalah :

1. Menetapkan prioritas masalah.

2. Menetapkan tujuan pelayanan keperawatan, termasuk tolak

ukurnya.

3. Menetapkan rencana tindakan, keperawatan yang akan

dilaksanakan.

c. Pelaksanaan

Yang dilakukan dalam tahapan ini adalah :

1. Melaksanakan tindakan sesuai dengan etika keperawatan.

2. Melibatkan sasaran.

16
3. Menetapkan batas waktu yang telah ditetapkan.

d. Penilaian

Yang dilakukan dalam tahapan ini adalah :

1. Membandingkan hasil pelayanan keperawatan dengan tujuan yang

ditetapkan.

2. Melibatkan secara aktif sasaran dan tenaga pelaksana.

3. Menemukan faktor penghambat.

4. Hasil penilaian dipergunakan untuk perbaikan perencanaan

selanjutnya.

2.1.5.2 Penggolongan lanjut usia dalam keperawatan

Menurut Setiabudhi & Hardywinoto (2005) menjelaskan bahwa perawatan

secara umum bagi mereka yang berusia lanjut dapat dibagi atas dua bagian

yaitu :

a. Mereka yang masih aktif, yaitu mereka yang keadaan fisiknya masih

mampu bergerak tanpa bantuan orang lain, sehingga kebutuhan sehari-

harinya dapat dilaksanakan sendiri.

b. Mereka yang pasif, yaitu mereka yang keadaan fisiknya memerlukan

banyak pertolongan orang lain, misalnya karena sakit atau lumpuh.

Disamping itu kemunduran kondisi fisik akibat proses ketuaan dapat

mempengaruhi ketahanan tubuh terhadap gangguan atau serangan

infeksi dari luar.

17
2.1.5.3 Tingkat perawatan lanjut usia

Menurut Departemen Sosial (1996) dalam Setiabudhi & Hardywinoto

(2005) menjelaskan bahwa berikut adalah tingkatan-tingkatan perawatan

lansia :

a. Perawatan di rumah sendiri bersama keluarga.

b. Panti Sosial Tresna Wredha .

c. Panti petirahan dan rehabilitasi.

d. Pusat pelayanan dan perawatan lanjut usia.

e. Lembaga hospitium.

2.1.5.2 Pengembangan pelayanan dan perawatan lanjut usia

Dengan membandingkan keadaan dan kegiatan yang dijalankan terhadap

lansia di Indonesia dan dinegara maju, untuk masa mendatang hal-hal

berikut dapat dipetimbangkan untuk diterapkan, tentunya dengan

memperhatikan situasi dan kondisi setempat :

a. Prasarana perawatan dan pelayanan tingkat masyarakat.

b. Prasarana pelayaan tingkat dasar.

c. Pelayanan tingkat I dan II.

d. Kualitas pelayanan.

e. Keterpaduan.

18
2.1.6 Perubahan-perubahan yang tejadi pada lansia

Murwani & Priyanti (2010) menuturkan bahwa ada beberapan perubahan

yang terjadi pada lansia :

2.1.6.1 Penurunan kondisi fisik

Setelah orang memasuki masa lansia, umumnya mulai dihinggapi adanya

kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (imultiple pathology),

misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi

makin rontok, tulang makin rapuh dan sebagainya. Secara umum kondisi

fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan

berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan

fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat

menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.

2.1.6.2Penurunan fungsi

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali

berhubungan dengan berbagai gangguan fisik sebagai berikut : perubahan

yang terjadi pada otot, perubahan pada kulit, perubahan pada pola tidur,

perubahan kognitif, perubahan penglihatan, perubahan fungsi

kardiovaskuler, perubahan fungsi respirasi, dan perubahan fungsi saraf.

2.1.6.3 Perubahan aspek sosial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka dia mengalami

penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses

belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga

menyebababkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat.

Sementara fungsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan

19
dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan koordinasi, yang berakibat

bahwa lansia menjadi kurang cetakan.

2.1.6.4 Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun

tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau

jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya,

karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan,

kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan harga diri. Reaksi setelah

orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadianya

seperti yang telah diuraikan pada point tiga diatas.

2.1.6.5 Perubahan dalam peran sosial dan masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan gerak fisik

dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan

pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat

berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering

menimbulkan ketersaingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu

mengajak mereka melakukan aktivitas sosial di masyarakat, selama yang

bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa tersaing atau diasingkan.

Karena jika ketersaingan terjadi akan semakin menolak untuk

berkomunikasi dengan orang lain dan kadang-kadang muncul perilaku

regresi seperti mudah menagis, mengurung diri, mengumpulkan barang–

barang yang tidak berguna serta merengek–rengek dan menangis bila

bertemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.

20
2.1.6.6 Perubahan seksual pada lansia

a. Laki – laki

Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku dan sikap seksual

pada orang berusia diatas 60 tahun tidak menghilangkan kebutuhan dan

gairah seks secara bermakna, dan bahwa aktifitas seks harus dilakukan

secara teratur bila memang masih memiliki pasangan. Sebagai orang

juga percaya bahwa seks memeberikan kontribusi terhadap kesehatan

fisik dan psikologis. Banyak penelitian menunjukkkan bahwa

kemampuan ereksi pada kaum pria dan orgasme pada kaum pria dan

wanita terus berlanjut hampir selama jangka waktu yang tak terbatas,

dan bahwa pencapain orgasme dikehendaki, dan tetap dapat tercapai.

b. Perempuan

Perubahan yang terjadi pada wanita tidak begitu tampak hingga

memasuki usia 45-55 tahun. Pada masa-masa ini para wanita akan

memasuki serangkain masa sebagai berikut :

1. Fase klimakteru

Adalah masa peralihan yang dilalui seseorang wanita dari periode

reproduktif keperiode non reproduktif. Tanda gejala atau keluhan

yang kemudian timbul sebagai akibat dari masa peralihan ini disebut

tanda atau gejalan monopouse. Periode ini berlangsung antara 5

tahun sebelum dan sesedah menopause. Pada masa ini reproduksi

wanita menurun. Adapun pada fase ini berlansung bertahap yaitu :

sebelum menopause / premenopause, saat menopause, dan setelah

menopause (Murwani & Priyanti, 2010).

21
2. Menopause

Webster’s Ninth New Collection mendefinisikan menopause adalah

sebagai periode berhentinya haid secara alamiah yang biasnaya

terjadi antara usia 45 dan 50. Menopause kadang-kadang juga

dinyatakan sebagai masa berhentinya haid sama sekali (Murwani &

Priyanti, 2010).

2.1.7 Masalah dan penyakit yang terjadi pada lansia

Berdasarkan Nugroho (2008) menuturkan bahwa masalah-masalah dan

penyakit yang sering terjadi pada lansia yaitu :

2.1.7.1 Mudah jatuh

Jatuh pada lanjut usia merupakan masalah yang sering terjadi.

Penyebabnya multi-faktor. Banyak yang berperan di dalamnya, baik faktor

intrinsik maupun dari dalam dari dalam diri lanjut usia. Misalnya

gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ektermitas bawah, kekakuan

sendi, dan sinkope atau pusing. Untuk faktor ekstrinsik misalnya lantai

yang licin dan tidak rata, tersandung benda, penglihatan yang kurang

karena cahaya yang kurang terang, dan sebagainya. Memang tidak dapat

dibantah, bila seseorang bertambah tua kemampuan fisik atau mentalnya

pun perlahan tapi pasti menurun. Akibatnya aktivitas hidupnya akan

terpengaruh yang pada akhirnya akan dapat mengurangi ketegapan dan

kesigapan seseorang.

22
2.1.7.2Mudah lelah

Mudah lelah yang terjadi pada lansia dapat di sebabkan oleh:

a. Faktor psikologis (perasaan bosan, keletihan, atau depresi).

b. Gangguan organis, misalnya :

1. Anemia Perubahan pada tulang (osteomalasia).

2. Gangguan pencernaan.

3. Kelainan metabolisme (diabetes millitus, hipertiroid).

4. Gangguan ginjal dengan dengan uremia.

5. Gangguan faal hati.

6. Gangguan sistem pendarahan darah dan jantung.

c. Pengaruh obat, misalnya obat penenang, obat jantung, dan obat yang

melelahkan daya kerja obat.

2.1.7.3 Gangguan kardiovaskuler

a. Nyeri dada

Menurut Nugroho (2008) nyeri dada yang terjadi pada lansia dapat

disebabkan oleh :

1. Penyakit jantung koroner yang dapat menyebabkan iskemia jantung

(berkurangnya aliran darah kejantung).

2. Aneurisme aorta.

3. Radang selaput jantung (perikarditis).

4. Gangguan pada sistem alat pernafasan, misalnya pleuro pneumonia /

emboli paru dang gangguan pada saluran pencernaan bagian atas.

23
b. Sesak nafas pada kerja fisik

Sesak nafas pada kerja fisik dapat disebabkan oleh kelemahan jantung,

gangguan sistem saluran nafas, berat badan berlebihan (gemuk), atau

anemia.

c. Palpitasi

Palpitasi pada lansia dapat di sebabkan oleh :

1. Gangguan irama jantung.

2. Keadaan umum badan yang lemah karena penyakit kronis.

3. Faktor psikologis dan lain-lain.

Bila ketiga gejala yakni nyeri dada, sesak nafas, dan berdebar-debar terjadi

bersamaan dalam waktu yang sama, kemungkinan besar hal ini disebabkan

oleh gangguan pada jantung.

2.1.7.4 Edema kaki.

Edema kaki yang terjadi pada lansia dapat disebakan oleh:

a. Kaki yang lama digantung (edema gravitasi).

b. Gagal jantung.

c. Bendungan pada vena bagian bawah kekurangn pada vitamin B1.

d. Gangguan penyakit hati.

e. Penyakit ginjal .

f. Kelumpuhan pada kaki (kaki yang tidak aktif).

24
2.1.7.5 Nyeri atau ketidaknyamanan

a. Nyeri pinggang

Nyeri pinggang pada lansia disebakan oleh :

1. Gangguan sendi atau susunan sendi pada susunan tulang belakang

(osteomalasia, osteoporosis, dan osteoartrosis).

2. Gangguan pankreas.

3. Kelainan ginjal.

4. Gangua pada rahim.

5. Gangguan pada kelenjar prostat.

6. Gangguan pada otot badan.

7. HNP (hernia nucleus puposus).

b. Nyeri sendi panggul

Gangguan sendi pinggul, misalnya radang sendi (artritis). Sendi tulang

yang keropos (osteoporosis).

1. Kelainan tulang sendi, misalnya patah tulang (fraktur) disklokasi.

2. Akibat kelainan pada saraf punggung bagian bawah yang terjepit

(HNP).

c. Keluhan pusing

Keluhan pusing yang terjadi pada lansia disebabkan oleh :

1. Gangguan lokal, misalnya vaskular, migran(sakit kepala sebelah),

mata (glaukoma, atau tekanan dalam bola mata yang meninngi),

kepala, sinusitis, furunkel, sakit gigi, dan lain-lain.

25
2. Penyakit sistematis yang menimbulkan hipoglikemia.

Psikologis (perasaan cemas, depresi, kurang tidur, kekacauan

pikiran, dan lain-lain).

d. Kesemutan pada anggota badan

Keluhan ini dapat di sebabkan oleh :

1. Gangguan sirkulasi darah lokal.

2. Gangguan persarafan umum.

3. Gangguan persarafan lokal pada bagian anggota badan.

2.1.7.6 Berat badan menurun

Berat badan menurun pada lansia disebabkan oleh:

a. Pada umumnya, nafsu makan menurun karena kurang adanya gairah

hidup atau kelesuan.

b. Adanya penyakit kronis.

c. Gangguan pada saluran pencernaan sehingga penyerapan makanan

terganggu.

d. Faktor sosial-ekonomi (pensiun).

2.1.7.7 Gangguan eliminasi

a. Inkontinensia atau ngompol

Penyebab dari inkontinensia adalah :

1. Melemahnya otot dasar panggul yang menyangga kandung kemih

dan memperkuat sfingter uretra.

2. Kontraksi abnormal pada kandung kemih.

3. Obat diuretk yang mengakibatkan sering berkemih dan obat

penenang terlalu banyak.

26
4. Radang kandung kemih.

5. Radang saluran kemih.

6. Kelainan kontrol pada pada kandung kemih.

7. Kelainan persarafan pada kandung kemih.

8. Akibat adanya hipertrofi prostat.

9. Faktor psikologis.

b. Inkontinensia alvi

Inkontinensia alvi merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup

serius pada pasien geriatri. Inkontinensia alvi didefinisikan sebagai

ketidakmampuan seseorang dalam menahan dan mengeluarkan tinja

pada waktu dan tempat yang tepat. Penyebab dari inkontinensia yaitu :

1. Obat pencahar perut.

2. Gangguan saraf, misalnya demensia dan stroke.

3. Keadaan diare (gangguan kolorektum).

4. Kelainan pada usus besar.

5. Kelainan pada ujung saluran pencernaan (pada rektum usus).

6. Neurodiabetik.

2.1.7.8 Gangguan ketajaman penglihatan

Gangguan penglihatan pada lansia disebabkan oleh :

a. Presbiopi.

b. Kelainan pada lensa mata (refleksi lensa mata kurang).

c. Kekeruhan pada lensa (katarak).

27
d. Iris (mengalami proses degenerasi, menjadi kurang cemerlang, dan

mengalami depogmentasi, tampak ada bercak bewarna muda sampai

putih.

e. Pupil konstriksi, reflek direk lemah.

f. Tekanan dalam mata (intra-okuler) meninggi, lapang pandang

menyempit, yang sering disebut dengan glaukoma.

g. Retina terjadi degerasi, gambaran fundus mata awalnya merah jingga

cemerlang, menjadi suram dan jalur-jalur berpigmen, terkesan seperti

kulit harimau.

h. Radang saraf mata.

2.1.7.9 Gangguan pendengaran

Menurut Mills (1985) dalam Nugroho (2008) gangguan pendengaran pada

lanjut usia merupakan keadaan yang menyertai proses menua. Gangguan

pendengaran yang utama adalah hilangnya pendengaran terhadap nada

murni berfrekuensi tinggi, yang merupakan suatu fenomena yang

berhubungan dengan lanjut usia, bersifat simetris, dengan perjalanan yang

progresif lambat.

2.1.7.10 Gangguan tidur

(Irwin Feinberg dalam Nugroho, 2008) mengungkapkan bahwa sejak

meninggalkan masa remaja, kebutuhan tidur seseorang menjadi relatif

tetap. (Luce dan Segal dalam Nugroho, 2008) mengungkapkan bahwa

faktor usia merupakan faktor terpenting yang berpengaruh terhadap

kualitas hidup. Keluhan kualitas hidup seiring bertambahnya usia.

28
Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur yaitu :

a. Faktor ektrinsik (luar), misalnya lingkungan yang kurang nyaman.

b. Faktor instrinsik, baik organik maupun psikogenik. Organik berupa

nyeri, gatal, kram betis, sakit gigi, sindrom tungkai bererak (akatasia),

dan penyakit tertentu yang membuat gelisah. Psikogenik misalnya

depresi kecemasan, stres, iritabilitas, dan marah yang tidak

tersalurkan.

2.7.1.11Mudah gatal

Hal ini sering di sebabkan oleh :

a. Kelainan kulit : kering, degeneratif (ekzema kulit).

b. Penyakit sistemik (diabetes melitus, gagal ginjal, penyakit hati

(hepatitis kronis), alergi, dan lain-lain.

2.1.8 Penyakit umum pada lansia

Stieglitz (1954) dalam Nugroho (2008) menuturkan bahwa ada empat

penyakit yang sangat erat hubungannya dengan proses menua yaitu :

2.1.8.1 Gangguan sirkulasi darah, misalnya hipertensi, kelainan pembuluh darah,

gangguan pembuluh darah di otak (koroner), ginjal dan lain-lain.

2.1.8.2 Gangguan metabolisme hormonal, misalnya diabetes melitus,

klimakterium, dan ketidakseimbangan tiroid.

2.1.8.3 Gangguan pada persendian, misalnya osteoartritis, gout artritis, ataupun

penyakit kolagen lainnya.

29
2.1.8.4 Berbagai macam neoplasma.

Menurut the National Old People’s Welfare Council di Inggris dalam

Nugroho (2008), menjelaskan bahwa penyakit atau gangguan umum pada

lanjut usia ada 12 macam yakni :

a. Depresi mental.

b. Gangguan pendengaran.

c. Bronkitis kronis.

d. Ganggaun pada tungkai/sikap berjalan.

e. Gangguan pada koksa/sendi panggul.

f. Anemia.

g. Demensi.

h. Gangguan penglihatan.

i. Ansietas / kecemasan.

j. Dekopensasi kordis.

k. Diabetes melitus, osteomelesia, dan hipotiroiddisme.

l. Gangguan defekasi.

Berdasarkan Nugroho (2008) menyatakan bahwa penyakit lansia di

Indonesia meliputi:

a. Penyakit sistem pernafasan.

b. Penyakit kardiovaskuler dan pembuluh darah.

c. Penyakit pencernaan makanan.

d. Penyakit sistem urogenital.

e. Penyakit ganggaun metabolik / endokrin.

f. Penyakit pada persendia dan tulang.

30
g. Penyakit yang disebabakan oleh proses keganasan.

2.1.9 Peran keluarga pada lansia

Keluarga berperan penting dalam kehidupan lansia, 80% keluarga akan

mendukung lansia dan biasanya anak sudah dewasa yang menjadi sumber

support lansia. Tetapi kecenderungan saat ini adalah semakin meningkatnya

anak yang berusia lansia yang mungkin saja lebih membutuhkan

pertolongan orang tuanya yang lansia, menurunnya angka kelahiran yang

berakibat lebih banyak anak dewasa, meningkatnya jumlah anak wanita

yang bekerja diluar rumah, meningkatnya mobilitas keluarga sehingga anak

yang bertempat tinggal jauh dari orang tua hanya dpat mengirim surat atau

telepon untuk berkomukasi, meningkatnya angka perceraian dan kawin lagi

mengakibatkan konflik dan kesulitan logistik dalam mengrus orangtua yang

cerai (Fatimah, 2010).

2.2 Kualitas Hidup

2.2.1 Definisi Kualitas Hidup

Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda-beda tergantung dari

masing-masing individu menyikapi dalam permasalahan yang terjadi dalam

dirinya. Jika menghadapi dengan positif maka akan baik pula kualitas

hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapi dengan negatif maka akan

buruk pula kualitas hidupnya, Kreitle & Ben (2004) dalam Nofitri (2009).

Menurut Afianti (2010) dalam Winarti (2017) menuturkan bahwa kualitas

hidup pertama kali dijelaskan dalam budaya China yang memberikan

definisi pertama tentang kualiats hidup pada umumnya dikaitan dengan

nilai-nilai tertinggi dalam kehidupan. Dari gambaran kualitas itu sendiri

31
sering dihubungkan dengan kesejahteraan dimana kualitas hidup juga

menggabungkan konsep yaitu suatu kondisi fisik, mental dan kesejahteraan

sosial individu.

Istilah kualitas hidup yang didefinisikan menurut kamus Webster (1986)

dalam Afiyanti (2010) dalam Winarti (2017) menuturkan bahwa kualitas

hidup adalah suatu cara hidup, yang esensial untuk menyemangati

kehidupan di setiap individu. Dimana eksitensi sebagai pengalaman

fisiknya, dan mental seseorang dapat mengubah eksitensi selanjutnya untuk

lebih baik dikemudian hari, serta status sosial yang tinggi menggambarkan

karakteristik tipikal dari kehidupan seseorang.

Kualitas hidup menurut World Health Organization (WHO) adalah persepsi

seseorang dala konteks budaya dan norma sesuai dengan tempat hidup

orang tersebut berkaitan dengan tujuan (WHO, 1996).

Berdasarkan Adam (2006) dalam Nursalam (2014) dalam Winarti (2017)

menuturkan bahwa kualitas hidup (quality of life) merupakan konsep

analisis yang mampu membuat individu mendapatkan kehidupan yang

normal dan terkait pada persepsi secara perorangan sehingga dapat

menikmati tujuan, harapan, dan perhatian secara spesifik sehingga

kehidupan yang dialaminya dapat mempengaruhi nilai, budaya, dan

lingkungan mereka berada.

Brooks & Anderson (2007) dalam Nursalam (2014) Winarti (2017)

mengakatakan bahwa kualitas hidup (quality of life ) juga dapat digunakan

32
dalam bidang pelayanan kesehatan, dimana kualitas hidup tersebut mampu

menganalisis emosional seseorang, faktor sosial, dan kemampuan untuk

memenuhi kebutuhan dalam kehidupannya secara normal sehinnga dampak

dari individu yang sakit dapat berpotensi untuk menurunkan kualitas hidup

terkait dengan kesehatan.

Berdasarakan Peterson & Bredow (2013) dalam Winarti (2017) menuturkan

bahwa kualitas hidup HRQOL adalah konsep multidemensi yang

menggabungkan beberapa domain seperti fisik, spritual, sosial, psikologis,

dan ekonomi, yang mencangkup gabungan konsep kesehatan dan fungsi,

konsep sosial ekonomi, konsep spikologis spritual, dan konsep keluarga,

dimana masing-masing konsep dan domain tersebut dapat dikaitkan dengan

kesehatan dapat juga menggabungkan paradigma sosial dengan paradigma

medis.

Menurut Nawi (2010) dalam Sutikno (2011) kualitas hidup lansia

merupakan suatu komponen yang komplek, mencangkup usia harapan

hidup, kepuasan dalam kehidupan, kesehatan psikis dan mental, fungsi

kognitif, kesehatan dan fungsi fisik, pendapatan, kondisi tempat tinggal,

dukungan sosial dan jaringan sosial.

Berdasarkan pengertian dan penjelasan tentang kualitas hidup dapat

disimpulkan bahwa kualitas hidup sesuatu yang dapat dinilai dari kehidupan

seseorang yang dapat dilihat atau dikaitkan dengan kondisi fisik, spritual,

sosial, psikologi, ekonomi, lingkungan, dan keluarga. Sesuai penjelasan

33
tentang kualitas hidup yang akan diambil adalah tentang kualitas hidup yang

berdasarkan instrumen HRQOL.

2.2.2 Komponen Kualitas Hidup

Berikut adalah komponen-komponen yang terdapat pada HRQOL :

2.2.2.1 Kesehatan dan Fungsi

Dimana setiap individu harus bertanggungjawab atas kesehatannya sendiri

dan bebas untuk melakukan kegiatan secara fisik baik itu dengan cara

rekreasi atau menghilangkan stres terhadap suatu masalah ( Peterson dan

Bredow, 2013).

Menurut WHO dalam Harmaini (2006) sehat bukan hanya terbebas dari

penyakit, akan tetapi juga berarti sehat secara fisik, mental, maupun sosial.

Seseorang yang sehat akan mempunyai kualitas hidup yang baik, begitu

pula kualitas hidup yang baik tentu saja akan menunjang kesehatan.

2.2.2.2 Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi merupakan standar hidup yang bersifat kemandirian

seperti finansial/keuangan, pekerjaan atau pengangguran disuatu

lingkungan, serta teman-teman juga berpengaruh terhadap tingkat

emosional dan pendidikan ( Peterson dan Bredow, 2013). Tinggi atau

rendahnya tingkat sosial ekonomi juga dapat mempengaruhi kualitas hidup

seseorang.

2.2.2.2 Psikologi/Spritual

Psikologi/spritual juga merupakan kebahagian dan kepuasan seseorang

bertujuan untuk memberikan ketenangan pikiran dan keimanan dimana

34
kehidupan seseorang tidak dapat dinilai dari penampilannnya ( Peterson

dan Bredow, 2013).

2.2.2.3 Keluarga

Keluarga adalah kelompok yang mempunyai peranan yang amat penting

dalam mengembangkan, mencegah, mengadaptasi, dan atau memperbaiki

masalah kesehatan yang ditemukan dalam keluarga. Masalah anggota

keluarga saling terkait dengan berbagai masalah dengan anggota keluarga

lainnya, jika ada satu anggota keluarga yang bermasalah kesehatannya

pasti akan mempengaruhi pelaksanaan dari fungsi-fungsi keluarga tersebut

Azwar (2007) dalam Sutikno (2011).

Keluarga perlu mengetahui siklus kehidupan keluarga sehingga akan

mempermudah penyelesaian masalah kesehatan yang ditemukan pada para

anggota keluarga. Setiap anggota keluarga mempunyai tugas-tugas tertentu

agar setiap tahap dari siklus keluarga dapat berlangsung dengan baik. Pada

tahap keluarga jompo dimana suami istri sudah berusia lanjut, masalah

yang biasa terjadi adalah kesedihan, kesepian/hidup sendiri, beradaptasi

dengan masa pensiunnya, mempersiapakan diri menghadapi berbagai

penyakit dan kelainan degeneratif Whinney (1989) dalam Sutikno (2011).

Segala potensi yang dimiliki oleh lansia bisa dijaga, dipelihara, dirawat

dan dipertahankan bahkan diaktualisasikan untuk mencapai kualitas hidup

yang optimal (Optimum Aging). Kualitas hidup lansia yang optimal bisa

diartikan sebgai kondisi fungsional lansia berada pada kondisi maksimum

atau maksimal, sehingga memungkinkan mereka bisa menikmati masa

35
tuanya dengan penuh makna, membahagiakan, berguna dan berkualitas.

Sutikno (2011). Bila fungsi keluaraga menurun dapat menyebabkan

kualitas hidup lansia menurun juga karena peran keluarga sangat penting.

Kualitas hidup atau HRQOL yang dijabarkan dari para ahli sebagian besar

ada yang menghilang hubungan antara intervensi spesifik dan fakor-faktor

yang mempengaruhi HRQOL sehingga hanya 3 model dari kerangka yang

dapat di simpulkan dari kualitas hidup yang telah disediakan dalam

keperawatan kesehatan menggambarkan kualitas hidup dalam bentuk

piramida.

Penilaian secara keseluruhan


mengenai kesejahteraan

Domain yang mencangkup fisik, psikologis/sprtual, sosial dan ekonomi

Komponen yang terkait pada setiap doman

Skema 2.1 Model Kualitas Hidup

Berdasarkan piramida diatas terdapat 3 model atau level yang terkait

dengan kualitas hidup, dimana perawatan kesehatan menggambarkan

kualitas hidup sebagai konseptual yang menjelaskan tentang langkah-

langkah operasional sehingga kualitas hidup seseorang akan memiliki

kesejahteraan yang dapat diukur dari kepuasan dan tidak kepuasan dari

36
setiap kehidupan individu. Domain dalam hidup yang meliputi fisik

dimana kualitas hidup seseorang dapat dilihat secara fisik, baik itu dari

perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya sehingga mengakibatkan

gangguan psikologis terhadap kejiwaannya dan mempengaruhi

pekerjaannya sehingga secara finansial kebutuhan dari ekonominya akan

terganggu, sehingga seseorang membutuhkan kasih sayang dan dapat

menerimanya secara sosial, akan tetapi mereka juga membutuhkan

keteanngan dalam beribadah, beramal dan berbuat baik dan mendekatkan

diri kepada Tuhan yang Maha Esa. Setiap komponen domain diatas telah

dijelaskan mengenai kualitas hidup secara keseluruhan sehinnga setiap

domain terkait atas domain lainnya (Peterson & Bredaw, 2013).

2.3 Keaslian penelitian

Tabel 2.1 Keaslian Penelitian


No Nama Tahun Judul Variabel Desain Hasil
Peneliti

1 Anis ika nur 2012 Kualitas Hanya Cross Hasil penelitian dapat
rohmah, Hidup memiliki 1 sectional disimpulkan bahwa faktor fisik,
Purwaningsi Lansia variabel yaitu psikologis, sosial, dan lingkungan
h, kualitas hidup sangat berepengaruh pada kualitas
Khoridatul dg indikator hidup seseorang dan faktor yang
bariyah fisik, paliing dominan adalah faktor
psikologis, psikologis.
sosial,
lingkungan.

2 Suci Tuti 2014 Kualitas Memiliki 2 Cross Hasil penelitian menunjukkan


Putry, Lisna Hidup variabel yaitu sectional bahwa terdapat perbedaan
Anisa Lansia Yang kualitas hidup bermakna antara tempat tinggal
Fitriana, Tinggal dengan lansia yaitu panti dan keluarga
Ayu Bersama indikator fisik, dengan kualitas hidupnya, yaitu :
Ningrum, Keluarga psikologia, pada domain fisik menunjukkan
Afianti Dan Panti sosial, bahwa pada lansia yang tinggal di
Sulastri lingkungan panti sebagian besar (68,8%)
dan tempat memiliki kualitas hidup yang
tinggal kurang, sedangkan lansia yang
tinggal bersama keluarga sebagian
besar (65,0%) memiliki kualitas
hidup yang cukup. Pada domain
psikologis, lansia yang tinggal di
panti sebagian besar (70,0%)

37
memiliki kualitas hidupyang
kurang, sedangkan yang tinggal
bersama keluarga sebagian besar
(73,8%) memiliki kualitas hidup
cukup. Pada domain hubungan
sosial, lansia yang tinggal di panti
sebagian besar (80,0%) memiliki
kualitas yang kurang, sedangkan
yang tinggal bersama keluarga
sebagian besar (67,5%) memiliki
kualitas hidup yang cukup. Dan
pada domain lingkungan, lansia
yang tinggal di panti sebagian
besar (71,3%) memiliki kualitas
hidup yang kurang, sedangkan
yang tinggal bersama keluarga
sebagian besar (82,5%) memiliki
kualitas hidup yang cukup.
3 Wiwit 2017 Gambaran Memiliki 1 Survey Hasil penelitian didapatkan pada
Winarti Kualitas variabel yaitu indikator :
Hidup kualitas hidup
Lansia berdasarkan kesehatan dan fungsi kualitas
Berdasarkan indeks hidup lansia berdistribusi tinggi
Indeks HRQOL dengan frekuensi 39 lansia
HRQOL di dengan (20,9%) sedangkan yang
RW 18 idikator berkualitas rendah dengan
Sungai Jawi kesehatan dan frekuensi 148 lansia (79,1), akibat
Luar fungsi, sosial yang terjadi dengan kesehatan dan
Pontianak ekonomi, fungsi yaitu dipengaruhi oleh
Barat faktor penyakit dan
psikologis/spri mengakibatkan fungsi fisik,
tual, keluarga fungsi sel atau jaringan, dan
seksualitasnya terganggu.

Pada indikator sosial ekonomi


didapatkan hasil yang
berdistribusi tinggi dengan
frekuensi 27 lansia (14,4%)
sedangkan yang berkualitas
rendah dengan frekuensi 160
lansia (85,6), akibat yang terjadi
dengan sosial ekonomi yang
rendah yaitu dipengaruhi oleh
faktor sosialisasi lansia tersebut
kurang bekerja juga menyebabkan
tidak adanya penghasilan, serta
pengetahuan yang kurang.

Pada indikator psikologi/spiritual


didpatkan hasilyang berdistribusi
tinggi 44 lansia (23,5%),
sedangkan yang berkualitas
rendah dengan frekuensi 143
(76,5%), akibat yang terjadi
dengan psikologi dan spiritual
yang rendah yaitu dipengaruhi
oleh faktor psikologi dimana
lansia sering mengalami

38
perubahan sikap tanpa disadarinya
sehinnga menyebabakan lansia
pelupa, cerewet bahkan sering
mengeluh, begitu juga pada
spiritualnya kurangnya kasih
sayang yang diberikan oleh
keluarga, penegetahuan yang
kurang dan pola asuh yang
didapatkan juga sangat
memepengaruhi kualitasnya.

Pada indikator keluarga yang


berdistribusi tinggi dengan
frekuensi 38 lansia (20,3%)
sedangkan yang berkualitas
rendah dengan frekuensi 149
(79,7%), akibat yang terjadi
dengan aspek keluarga rendah
yaitu rendah yaitu dipengaruhi
oleh berbagai macam faktor salah
satunya adalah yaitu dukungan
keluarga yang kurang,
ketidakpedulian keluarga terhadap
lansia yang kurang.

39
2.4 Kerangka teori penelitian

Berdasarkan teori yang telah dipaparkan diatas, dapat diketahui bagaimana

kualitas hidup lansia berdasarkan instrumen HRQOL, sehingga dapat di susun

kerangka teori sebagai berikut :

Skema 2.2 Kerangka Teori


PERAWATAN LANSIA
Perawatan Lanjut Usia bertujuan mempertahankan kesehatan kesehatan dan kemampuan Lanjut Usia dengan
jalan perawatan peningkatan/promotive, pencegahan/preventif, serta membantu mempertahankan serta
membesarkan semangat hidup mereka, selanjutnya perawatan menolong dan merawat Lanjut Usia yang
menderita penyakit dan gangguan tertentu.

Depkes RI (1982) dalam Setiabudhi & Hardywinoto (2005).

LANSIA

Lanjut usia adalah oranng yang berusia 60 tahun keatas yang terdiri dari (1) usia lanjut (elderly) 60-74
tahun, (2) usia tua (old) 75-90 tahun, dan usia sangat lanjut ( very old) di atas 90 tahun.

(WHO dalam Raharja, 2013)

KUALITAS HIDUP

Kesehatan dan Fungsi


Sosial Ekonomi Psikologi/Spritual
Berdasarkan bagan di atas terdapat 3 model kerangka teori yaitu dimana
Keluarga

pelayan keperawatan lansia sangat penting diberikan kepada lansia untuk


(Peterson dan Bredow, 2013)

40
Berdasarkan bagan di atas terdapat 3 model kerangka teori yaitu dimana

pelayan keperawatan lansia sangat penting diberikan kepada lansia untuk

mempetahankan kesehatan lansia, pelayanan keperawatan tersebut

diberikan sebaik-baiknya kepada lansia serta keluarganya dengan

diberikan sarana dan prasarana yang baik agar menjadikan lansia yang

produktif dan mempunyai kualitas hidup yang baik. Lansia dikelompookan

menjadi 3 kelpompok yaitu (1) usia lanjut (elderly) 60-74 tahun, (2) usia

tua (old) 75-90 tahun, dan usia sangat lanjut ( very old) di atas 90 tahun.

Disini kualitas hidup lansia dapat diukur menggunakan instrumen HRQOL

dimana domain-domain yang di ukur yaitu kesehatan dan fungsi, sosial

ekonomi, psikologi/spritual, dan keluarga. Kesehatan yang berfungsi

sebagai domain yang bertanggungjawab untuk kesehatannya, konsep sosial

ekonomi disini dijelaskan bahwa keuangan adalah standar hidup untuk

memenuhi kebutuhannya, konsep spikoligi/spritual adalah kepuasaan

hidup yang bertujuan untuk kebahagian dan ketenangan dalam hidup dan

terakhir yaitu konsep keluarga dimana keluarga berperan penting untuk

kebahagian anggota keluarga lainnya serta menjaga kesehatan setiap

anggota keluarga lainnya. Dimana konsep-konsep tersebut sangat

berpengaruh pada kualitas hidup pada lansia.

2.5 Variabel Penelitian

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda

terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Soeparto,dkk.2000 dalam

Nursalam, 2011). Ciri yang dimiliki oleh anggota suatu kelompok (orang,

benda, situasi) berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok tersebut (Raffi,

41
1985 dalam Nursalam, 2011). Dalam riset variabel dikarakteristikkan dalam

derajat, jumlah, dan perbedaan. Variabel juga merupakn konsep dari

berbagai level abstrak yang didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk

pengukuran atau manipulasi suatu penelitian. Konsep yang dituju dalam

suatu penelitian bersifat konkret dan secara langsung bisa diukur, misalnya

denyut jantung, hemoglobin, dan pernafasan tiap menit, suatu yang konkret

tersebut bisa diartikan sebagai suatu variabel dalam penelitian (Nursalam,

2011). Variabel yang digunakan pada penelitian ini hanya memiliki satu

variable yaitu kualitas hidup berdasarkan instrument HRQOL dengan

indikator sebagai berikut :

2.5.1 Kesehatan dan Fungsi.

2.5.2 Sosial dan Ekonomi.

2.5.3 Psikologi/Spiritual.

2.5.4 Keluarga.

2.6 Definisi Operasional

Menurut Notoatmodjo (2010) definisi operasional adalah uraian tentang

batasan tentang variabel yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh

variabel yang bersangkutan. Untuk membatasi ruang lingkup atau

penegertian variabel-variabel diamati/diteliti, perlu sekali variabel-variabel

tersebut dibatasan. Definisi operasional ini juga bermanfaat untuk

mengarahkan kepada pengukuran dalam pengamatan terhadap variabel-

variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen.

42
Tabel 2.2 Definisi Operasional Kualitas hidup

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Variabel Ukur

1 Kesehatan Suatu kondisi dimana Wawancara Kuesioner Instrumen QOL : Ordinal


dan fungsi lansia mengalami langsung 1. Rendah
penurunan kesehatan dengan 2. Tinggi
dan fungsi sehingga pertanyaan
dapat berepengaruh pada kuesioner Skor total bereantang
kehidupannya, dimana instrumen 1-6. Pengkategorian
meliputi 13 aspek yaitu kualitas menggunakan metode
kondisi kesehatan, hidup statistik normatif
perawatan kesehatan, (QOL) untuk menentukan cut
tanda dan gejala nyeri, of point, yaitu :
tenaga yang dimiliki, 1. Kualitas Rendah,
kemampuan mengurus 0-17,01
dirinya, mengontrol
kehidupannya, 2. Kualitas Tinggi,
kesempatan hidup yang 17,02-30
dimiliki, kehidupan seks
saat berhubungan, Data berdistribusi
pertanggungjawaban tidak normal COP
terhadap keluarga, menggunakan median
kegunaan untuk orang
lain, kekhawatiran dalam
hidupnya, hiburan, dan
kehidupan dimasa depan.

2 Sosial dan Kehidupan lansia Wawancara Kuesioner Instrumen QOL : Ordinal


ekonomi biasanya dipengaruhi langsung 1. Rendah
oleh keadaan sosial dengan 2.Tinggi
ekonomi yang meliputi 8 pertanyaan
aspek yaitu : pertemanan, kuesioner Skor total bereantang
dukungan emosional dari instrumen 1-6. Pengkategorian
orang lain, lingkungan kualitas menggunakan metode
sekitar, lingkunagan hidup statistik normatif
rumah, lingkungan (QOL) untuk menentukan cut
pekerjaan, lingkungan of point, yaitu :
saat tidak memilikin 1. Kualitas Rendah,
pekerjaan/pengangguran, 0 – 16,5
lingkungan pendidikan, 2. Kualitas Tinggi,
dan status keuanga. 16,6 - 30

Data berdistribusi
tidak normal COP
menggunakan
median.

3 Psikologi/kel Seseorang beranjak Wawancara Kuesioner Instrumen QOL : Ordinal


uarga lansia pasti akan langsung 1. Rendah
mengalami psikologis dengan 2.Tinggi
dan spritual meliputi 7 pertanyaan
aspek yaitu : tidak akan kuesioner

43
tenang, instrumen Skor total bereantang
berusahamendekatkan kualitas 1-6. Pengkategorian
diri kepada tuhan, hidup menggunakan metode
bagaimana tujuan (QOL) statistik normatif
hidupnya, kebahagian untuk menentukan cut
yang dimiliki, kepuasan of point, yaitu :
hidup, penampilan, dan 1. Kualitas Rendah,
dirinya. 0 – 16,75
2.KualitasTinggi,
16,76 - 30

Data berdistribusi
tidak normal COP
menggunakan
median.

4 Keluarga Lansia dan keluarga Wawancara Kuesioner Instrumen QOL : Ordinal


saling berkaitan dimana langsung 1. Rendah
keluarga harus dengan 2.Tinggi
memberikan dukungan pertanyaan
kepada lansia, dimana kuesioner Skor total bereantang
memiliki 5 aspek yaitu : instrumen 1-6. Pengkategorian
kesehatan keluarga, kualitas menggunakan metode
anak-anak, kebahagian hidup statistik normatif
keluarga, kehidupan yang (QOL) untuk menentukan cut
dijalani bersama of point, yaitu :
pasangan, dan bagaimana 1. Kualitas Rendah,
dukungan emosional dari 0 - 18,5
keluaraga. 2.Kualitas Tinggi,
18,6 - 30

Data berdistribusi
tidak normal COP
menggunakan
median.

44
45

BAB 3

METODE PENELITIAN

Bab 3 merupakan hasil dari metodelogi penelitian. Bab ini membahas tentang

jenis dan rancangan penelitian, populasi dan sampel, tempat penelitian, etika

penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, rencana pengolahan

data dan analisis data, dan rencana kegiatan.

3.1 Desain penelitian

Desain penelitian atau disebut rancangan penelitian ditetapkan dengan

tujuan agar peneliti dapat dilakukan dengan efektif dan efesien (Suyanto,

2011).

Desain penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu survey dengan

menggambarkan aspek kesehatan dan fungsi, sosial dan ekonomi,

psikologis dan spiritual, dan keluarga. Penelitian deskriptif bertujuan untuk

mendeskripsikan atau memaparkan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi

pada masa kini. Deskripsi peristiwa dilakukan secara sistematis dan lebih

menekankan pada data faktual daripada penyimpulan. Fenomena disajikan

secara apa adanya tanpa manipulasi dan peneliti tidak mencoba

menganalisis bagaimana dan mengapa fenomena ini terjadi, oleh karena itu

penelitian jenis ini tidak memerlukan adanya suatu hipotesis. Hasil

penelitian deskriptif sering digunakan atau dilanjutkan dengan melakukan

penelitian analitik (Nursalam, 2011).


Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah

wawancara/bertanya langsung kepada responden menggunakan kuesioner.

Metode ini digunakan karena banyaknya Lansia yang tidak bisa membaca

dan menulis dan kemampuan berbahasa Indonesia yang yang terbatas.

46
3.2 Protocol penelitian
Skema 3.1 Protocol penelitian

Datang ke Desa Sabaran Kabupaten


Sambas

Mencari lansia untuk dijadikan responden

Ya Tidak Alasan menolak


Memerlukan klarifikasi
Memberikan surat persetujuan atau informed
consent
Klarifikasi Memulai penelitian survey dan wawancara
Hentikan

Memulai wawancara dengan kuesioner

Cek data

Data lengkap

Masukkan data dan


lengkap

Menganalisis data
dan menulis laporan

47
3.3 Populasi dan sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya ( Sugiyono,

2015). Populasi dari penelitian adalah populasi yang diambil dari semua

jumlah lansia di Desa Sabaran Kabupaten Sambas, berjumlah 221 lansia.

3.3.2 Sampel

Sampel terdiri dari bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan

sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sedangkan sampling adalah

proses penyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi ada

(Nursalam, 20110).

Tehnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah total

sampling yaitu semua anggota populasi lansia yang berada di Desa

Sabaran Kabupaten Sambas dijadikan sebagai sampel penelitian. Jumlah

lansia di Desa Sabaran berjumlah 221, dan yang berpatisipasi dalam

penelitian ini sebanyak 194 Lansia, ada 27 Lansia yang tidak berpatisipasi

karena tidak ada di tempat atau / di rumah pada saat dilakukan penelitian.

3.4 Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Sabaran, Kab.Sambas, penelitian

ini dilaksanakan pada 2 Mei-28 Mei 2017, waktu pengambilan data

disesuaikan dengan kesedian responden yang berpartisipasi, pada pagi hari

umumnya Lansia yang sehat pergi bekerja, sehingga pengambilan data

48
dilaksanakan pada waktu istirahat, bagi Lansia yang tidak bekerja

pengambilan data dilakukan pada pagi dan sore.

3.5 Etika penelitian

3.5.1 Uji etik

Setelah selesai seminar peneliti melakukan uji etik dan telah dinyatakan

lolos oleh Badan Komite Etik Penelitian, Pengembangan, Dan Pengabdian

Masyarakat pada tanggal 25 April 2017 dengan nomor:

16/II.I.AU/KET.ETIK/S-1/IV/2017 (Lampiran 1).

3.5.2 Administrasi

Setelah lolos etik, peneliti mendapatkan surat izin penelitian dari Institusi

STIK Muhammadiyah Pontianak pada tanggal 25 April 2017 dengan

nomor: 629/II.I.AU / F / IV /2017 (Lampiran 2).

3.5.3 Pelaksanaan

Proses pengambilan dan pengumpulan data dalam diperoleh setelah

mendapat surat izin dari Institusi Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan

(STIK) Muhammadiyah Pontianak. Berdasarkan surat izin tersebut peneliti

menyerahkan kepada Kepala Desa Sabaran Kabupaten Sambas untuk

memperoleh izin penelitian dan mendapat surat izin penelitian pada

tanggal 2 Mei 2017 (Lampiran 3). Setelah mendapat surat izin penelitian

dari Kepala Desa Sabaran Kabupaten Sambas peneliti langsung

mendatangi rumah Lansia door to door, pada proses pengambilan data

pertama tama peneliti memperkenalkan nama dan asal perguruan tinggi,

kemudian menjelaskan tujuan penelitian dan manfaat penelitian kepada

Lansia, selanjutnya peneliti menanyakan kepada Lansia apakah bersedia

49
berpartisipasi untuk menjadi responden, jika dia menjawab iya, peneliti

menjelaskan bahwa penelitian ini hanya menggunakan inisial nama dan

dan jawaban dari dari responden dijamin kerahasiannya, kemudian

responden menandatangi lembar persetujuan menjadi responden (informed

consent ) (Lampiran 4), setelah responden tanda tangan peneliti nama,

alamat, umur , agama dan suku, kemudian peneliti menjelaskan cara

menjawab pertanyaan kuesioner yang diajukan oleh peneliti dengan

menggunakan instrumen yaitu dengan cara wawancara langsung kepada

responden. Pengisian kuesioner dilakukan rata-rata selama 20-30 menit,

pada saat diwawancara responden didokumentasi sebelumnya dudah izin

dahulu, tetapi ada responden yang tidak mau didokumentasikan dengan

alasan malu (Lampiran 6). Setelah dilakukan wawancara ada sebagian

responden meminta untuk di cek tekanan darah. Dalam pelaksanaan

penelitian ini peneliti dibantu oleh 2 orang, yang pertama yaitu kakak

peneliti sendiri yang berprofesi sebagai bidan, dan kedua teman peneliti

mahasiswa semester 8, sebelum telah mendapat pengarahan dan penjelasan

mengenai cara pengambilan data.

3.6 Instrumen Penelitian

Pengunpulan data dalam penelitian ini menggunakn metode wawancara

dengan kuesioner yang digunakan dalam memandu proses wawancara,

kuesioner merupakan tehnik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden

untuk dijawabnya (Sugiyono, 2015).

50
Kuesioner dalam penelitian ini adalah mencangkup kualitas hidup pada lansia

berdasarkan instrument HRQOL yaitu dengan skala Likert (Lampiran 5).

Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang

tentang gejala atau masalah yang ada di masyarakat atau didalamnya (Hidayat

2014).

Kuesoiner ini memiliki 33 item meliputi : kesehatan dan fungsi tediri dari 13

item yaitu 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 , 11, 16, 17, 18, 25, 26 ; sosial dan ekonomi terdiri

dari 8 item yaitu 13, 15, 19, 20, 21, 22, 23, 24 ; psikologis/spiritual terdiri dari

7 item yaitu : 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33 ; dan keluarga terdiri dari 5 item yaitu

: 8, 9, 10, 12, 14 (Lampiran 6).

Skala Likert terdiri dari 2 klisfikasi yaitu : 1-6 skor puas, 1 = sangat tidak

puas, 2 = cukup tidak puas, 3 = sedikit tidak puas, 4 = sedikit puas, 5 = cukup

puas, 6 = sangat puas dan 1-6 skor penting 1 = sangat tidak penting, 2 =

cukup tidak penting, 3 = sedikit tidak penting, 4 = sedikit penting, 5 = cukup

penting, 6 = sangat tipenting. Dimana data yang diperoleh akan disajikan

dalam bentuk tabel dengan tujuan untuk mengetahui persentase dan frekuensi

masing-masing alternatif jawaban serta untuk memudahkan dalam membaca

data hasil angket dianalisis dengan cara mencari persentase masing-masing

pernyataan.

Untuk mengukur keseluruhan skor HRQOL yaitu dengan cara : cara pertama

yaitu dengan menghitung jumlah skor dimana pusat skala pada 0, maka setiap

skor dikurangi 3,5 dari respon kepuasaan untuk setiap item, masing-masing

ada 6 item skor puas dan skor penting. Setiap satu item jawaban dikurangi 3,5

51
dari respon kepuasan atau respon penting, jadi 1-3,5 = -2,5, 2-3,5 = -1,5, 3-

3,5 = -5, 4-3,5 = 5, 5-3,5 = 1,5, 6 – 3,5 = 2,5. Cara kedua dari bobot

kepuasaan dan bobot respon penting di pasangkan. Lalu dikalikan untuk

setiap pasangan pada respon kepuasaan dan respon penting dari item.

Tabel skoring 3.1

1 x 1 (-2.5 x -2.5) = 6.25 2 x 1 (-1.5 x -2.5) = 3.75 3 x 1 (-0.5 x -2.5) = 1.25


1 x 2 (-2.5 x 1.5) = 3.75 2 x 2 (-1.5 x -1.5) = 1.25 3 x 2 (-0.5 x -1.5) = 0.75
1 x 3 (-2.5 x -0.5 ) = 1.25 2 x 3 (-1.5 x -0.5) = 0.75 3 x 3 (-0.5 x -0.5) = 0.25
1 x 4 (-2.5 x +0.5) = 1.25 2 x 4 (-1.5 x +0.5) = -0.75 3 x 4 (-0.5 x +0.5) = -0.25
1 x 5 (-2.5 x +1.5) = 3.75 2 x5 (-1.5 x +1.5) = 1.25 3 x 5 (-0.5 x +1.5) =-0.75
1 x 6 (-2.5 x +2.5) =6.25 2 x 6 (-1.5 x +2.5) = 3.75 3 x 6 (-0.5 x +2.5) = -1.25
+ + +
=0 =0 =0

4 x 1 (+0.5 x -2.5) = 1.25 5 x 1 (+1.5 x -2.5) = 3.75 6 x 1 (+2.5 x -2.5) =- 6.25


4 x 2 (+0.5 x -1.5) = 0.75 5 x 2 (+1.5 x -1.5) = -2.75 6 x 2 (+2.5 x -1.5) = -3.75
4 x 3 (+0.5 x -0.5) = 0.25 5 x 3 (+1.5 x -0.5) =- 0.75 6 x 3 (+2.5 x -0.5) =- 1.25
4 x 4 (+0.5 x +0.5) = -0.25 5 x 4 (+1.5 x +0.5) = 0.75 6 x 4 (+2.5 x +0.5) = 1.25
4 x 5 (+0.5 x +1.5) =-0.75 5 x 5 (+1.5 x +1.5) =2.75 6 x 5 (+2.5 x +1.5) =3.75
4 x 6 (+0.5 x +2.5) = -1.25 6 x 6 (+2.5 x +2.5) = 6.25
+ 4x 6 (+1.5 x +2.5) = 3.75 +
=0 =0
+

=0

Jadi, jumlah skor kepuasan pada pusat skala 0. Selanjutnya yaitu langkah

ketiga untuk mendapatkan jumlah awal dari total keseluruhan skor maka

tambahan bobot respon seperti langkah dua untuk semua item.

52
Tabel Skoring 3.2

1 + 1 (-2.5) +(-2.5) = -5 2 + 1 (-1.5) +(-2.5) = -4 3 + 1 (-0.5) +(-2.5) = -3


1+2 (-2.5) +( -1.5) = -4 2 +2 (-1.5) +( -1.5) = -3 3 + 2 (-0.5) +( -1.5) = -2
1 +3 (-2.5 )+( -0.5) =- 3 2 +3 (-1.5 )+( -0.5) =- 2 3 + 3 (-0.5 )+( -0.5) =- 1
1+4 (-2.5) + (+0.5) = -2 2 +4 (-1.5) + (+0.5) = -1 3 + 4 (-0.5) + (+0.5) = 0
1 + 5 (-2.5) +(+1.5) =-1 2 + 5 (-1.5) +(+1.5) =0 3 + 5 (-0.5) +(+1.5) = 1
1 +6 (-2.5 ) +(2.5) =0 2 +6 (-1.5 ) +(2.5) = 1 3 + 6 (-0.5 ) +(2.5) = 2
+ + +
= -15 = -9
= -3
4 + 1 (+0.5) +(-2.5) = -2 5 + 1 (+1.5) +(-2.5) = -1 6 + 1 (+2.5) +(-2.5) = 0
4 + 2 (+0.5) +( -1.5) = -1 5 + 2 (+1.5) +( -1.5) = 0 6 + 2 (+2.5) +( -1.5) = 1
4 + 3 (+0.5 )+( -0.5) = 0 5 + 3 (+1.5 )+( -0.5) = 1 6 + 3 (+2.5 )+( -0.5) = 2
4 + 4 (+0.5) + (+0.5) = 0 5 + 4 (+1.5) + (+0.5) = 2 6 + 4 (+2.5) + (+0.5) = 3
4 + 5 (+0.5) +(+1.5) = 2 5 + 5 (+1.5) +(+1.5) = 3 4 + 5 (+2.5) +(+1.5) = 4
4 + 6 (+0.5 ) +(2.5) = 3 5 + 6 (+1.5 ) +(2.5) = 4 4 + 6 (+2.5 ) +(2.5) = 5
+ + +
= +3 = +9 = + 15

Dari hasil akhir total keseluruhan QOL dimana kisaran skor yaitu -15 ke

+15. Maka selanjutnya untuk menghilangkan langkah negatif untuk setiap

akhir skor yaitu dengan menambahkan 15 untuk setiap skor yaitu :

1 = ( (-15) + (15) = 0 )
2 = ( (-9) + (15) = 6)
3 = ( ( -3) + (15) = 12)
4 = ( (+3) + (15) = 18)
5 = ( (+9) + (15) = 24)
6 = ( (+15) + (15) = 30

Jadi akhir dari total keseluruhan untuk skor QOL yaitu nilai akhir = 0

sampai 30.

53
Selanjutnya untuk menghitung subskala yaitu dengan cara yang sama pada

langkah total keseluruhan skala namun pada saat menghitung subskala

yaitu dihitung adalah satu persatu dari setiap item. Kualitas hidup dinilai

ketika seseorang beranggapan bahwa hidupnya memiliki peranan penting

dan puas, dimana kualitas hidup seseorang dikatakan baik jika seseorang

merasa puas terhadap kualitas hidupnya, maka apapun tidak akan penting.

Sebaiknya jika kualitas hidup tidak baik maka seseorang tidak puas

terhadap kualitas hidupnya maka penting baginya untuk mengetahui

peranan penting dan puas tersebut.

Berdasarkan uji Reliabilitas dan Validitas yang dilakukan oleh Wiwit

Winarti dalam penelitiannya yang berjudul Gambaran Kualitas Hidup

Lansia Berdasarkan Indeks HRQOL di RW 18 Sungai Jawi Luar

Pontianak Barat pada tahun 2017 didapatkan hasil : Uji Reliabilitas Puas :

Reabilitas pada Alpha Cronbach’s sebesar 0,882 dengan instrumen ini

Reliabel. Uji Reliabilitas Penting. Reabilitas pada Alpha Cronbach’s

sebesar 0,780 dengan demikian instrumen ini Reliabel. Uji Validitas Puas

Validitas berkisar antara 0,004-0,858 batas ≥ 0,3. Berdasarkan instrumen

tersebut maka item yang Reliabilitas (≥ 0,3) berjumlah 23 pertanyaan (P5,

P6, P7, P9, P10, P11, P12, P13, P14, P15, P16, P19, P20, P21, P23, P26,

P27, P28, P29, P30, P31, P32, P33). Dikarenakan 33 kuesioner puas

tersebut udah baku maka pertanyaan yang tidak valid tidak dapat diganti

atau dihilangkan. Uji Validitas Penting : Validitas berkisar antara 0,031-

0,640 batas valid ≥0,3. Berdasarkan instrumen tersebut maka item yang

Reliabilitas (≥0,3) berjumlah 17 pertanyaan (P1, P2, P3, P4, P6, P7, P8,

54
P9, P10, P13, P14, P15, P17, P20, P26, P29, P30). Dikarenakan 33

kuesioner puas tersebut udah baku maka pertanyaan yang tidak valid tidak

dapat diganti atau dihilangkan.

3.7 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah cara yang digunakan peneliti dalam

mengumpulkan data penelitian (Dharma, 2011). Metode pengumpulan

data dalam penelitian ini adalah metode wawancara dengan kuesioner.

Metode wawancara adalah pengumpulan data yang dilakaukan dengan

cara berinteraksi, bertanya dan mendengarkan apa yang disampaikan

secara lisan oleh oleh responden atau pastisipan (Dharma, 2011).

Setelah mendapat surat izin penelitian dari Kepala Desa Sabaran

Kabupaten Sambas peneliti langsung mendatangi rumah Lansia door to

door, pada proses pengambilan data pertama tama peneliti

memperkenalkan nama dan asal perguruan tinggi, kemudian menjelaskan

tujuan penelitian dan manfaat penelitian kepada Lansia, selanjutnya

peneliti menanyakan kepada Lansia apakah bersedia berpartisipasi untuk

menjadi responden, jika dia menjawab iya, peneliti menjelaskan bahwa

penelitian ini hanya menggunakan inisial nama dan dan jawaban dari dari

responden dijamin kerahasiannya, kemudian responden menandatangi

lembar persetujuan menjadi responden (informed consent ), setelah

responden tanda tangan peneliti nama, alamat, umur , agama dan suku,

kemudian peneliti menjelaskan cara menjawab pertanyaan kuesioner yang

diajukan oleh peneliti dengan menggunakan instrumen yaitu dengan cara

55
wawancara langsung kepada responden. Pengisian kuesioner dilakukan

rata-rata selama 20-30 menit, setelah dilakukan wawancara responden

diminta untuk foto sebagai dokumentasi, tetapi ada responden yang tidak

mau didokumentasikan dengan alasan malu. Setelah dilakukan wawancara

ada sebagian responden meminta untuk di cek tekanan darah. Dalam

pelaksanaan penelitian ini peneliti dibantu oleh 2 orang, yang pertama

yaitu kakak peneliti sendiri yang berprofesi sebagai bidan, dan kedua

teman peneliti mahasiswa semester 8, sebelum telah mendapat pengarahan

dan penjelasan mengenai cara pengambilan data.

3.8 Pengolahan Data dan Analisa Data

3.8.1 Analisa Univariat

Analisis univariat. Bertujuan untuk menjelaskan /menggambarkan

karakteristik variabel yang diteliti. Analisis univariat dalam penilitan ini

menggunakan pendekatan frekuensi yaitu menggambarkan distribusi dan

persentase variabel Kualitas hidup dengan aspek kesehatan dan fungsi,

sosial ekonomi, psikologi spiritual dan keluarga.

Pertama – tama Hasil wawancara dengan responden kuesioner dikumpulkan

dan cek satu persatu untuk melihat kelengkapan jawaban dari responden,

jika ada pertanyaan yang tidak di jawab maka peneliti boleh menjawabnya

sesuai dengan jawaban terbanyak sebelumny, setelah data terkumpul

dimasukkan dalam perangkat lunak (software) untuk memudahkan peneliti

mengolah data, kemudian peneliti melakukan uji statistik dan dilakukan uji

normalitas didapatkan hasil (P) < 0,05, kemudian di frekuensikan untuk

mendapatkan hasil frekuensi kualitas rendah dan kualitas tinggi.

56
BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Gambaran umum Desa Sabaran Kecamatan Jawai Selatan yaitu terbagi menjadi 3

Dusun, Dusun Sabaran Parit terdiri dari 4 Rt, Dusun Sabaran Sungai terdiri dari 4

Rt, Dusun Sungai Dungun terdiri dari 4 Rt. Wilayah tersebut sangat jarang

penduduknya dan banyak lahan di jadikan lahan pertanian dan perkebunan.

Jumlah lansia di Desa Sabaran berjumlah 221, tetapi pada pelaksanaan penelitian

peneliti hanya memperoleh 194 lansia untuk di jadikan responden, dikareanakan

27 lansia lainya tidak ada di tempat/ di rumah waktu dilakukan penelitian.

Kriterian lansia yang menjadi responden adalah umur 45-90 tahun dimana lansia

usia 45-60 tahun berkisar 65% dan 60-90 berkisar 35%. Lansia yang mengeluh

sakit sekitar 85%, hampir 85 % lansia mengeluh nyeri dan 60% hipertensi. Data

yang di ambil pada saat penelitian yaitu 80 % menanyakan langsung kepada

responden, 20% melalaui anak dan keluarga.

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Kesehatan dan Fungsi

Dimana setiap individu harus bertanggungjawab atas kesehatannya sendiri

dan bebas untuk melakukan kegiatan secara fisik baik itu dengan cara

rekreasi atau menghilangkan stres terhadap suatu masalah yang memiliki 13

aspek.

57
4.1.1.1 Kesehatan

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

13,75.

Tabel 4.1 Frekuensi Kesehatan Lansia di Desa Sabaran Kabupaten


Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %
Kualitas rendah 126 64,9
Kualitas tinggi 68 35,1

Dari analisis tabel 4.1 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek
kesehatan yang berkualitas rendah dengan frekuensi 126 (64,9%),
sedangkan yang berkualitas tinggi 68 (35,1%), rendahnya kualitas hidup
Lansia disebabkakan banyak Lansia yang mengeluh nyeri sendi, disertai
penyakit seperti hipertensidan rematik.
4.1.1.2 Pelayanan Kesehatan

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

16,25.

Tabel 4.2 Frekuensi Pelayanan Kesehatan Lansia di Desa Sabaran


Kabupaten Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 157 80,9


Kualitas tinggi 37 19,1

Dari analisis tabel 4.2 diatas dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek

pelayanan kesehatan yang berkualitas rendah dengan frekuensi 157 (80,9

%), sedangkan yang berkualitas tinggi 37 (19,1%), rendahnya kualitas

hidup Lansia disebabkakan jauh puskesmas dan polindes diwilayah

58
tersebut membuat Lansia merasa tidak puas dengan pelayanan kesehatan,

dan sekitar beberapa bulan terakhir posyandu lansia sudah tidak aktif lagi.

4.1.1.3 Rasa Nyeri yang Dialami

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

21,25.

Tabel 4.3 frekuensi Nyeri yang Dialami Lansia di Desa Sabaran


Kabupaten Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %
Kualitas rendah 194 100
Kualitas tinggi 0 0

Dari analisis tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek nyeri

yang berkualitas rendah dengan frekuensi 194 (100%), sedangkan yang

berkualitas tinggi 0 (0%), rendahnya kualitas hidup Lansia disebabkakan

hampir semua Lansia mengeluh rasa nyeri ,meskipun rasa nyeri tesebut

hilang datang.

4.1.1.4 Tenaga yang dimiliki

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

16,25.

Tabel 4.4 Frekuensi Tenaga yang dimiliki Lansia di Desa Sabaran


Kabupaten Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 111 57,2


Kualitas tinggi 83 42,8

59
Dari analisis tabel 4.4 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek tenaga

yang dimiliki yang berkualitas rendah dengan frekuensi 111 (57,2 %),

sedangkan yang berkualitas tinggi 83(42,8%), rendahnya kualitas hidup

Lansia disebabkakan setelah menginjak usia lanjut para Lansia sudah

tidak bisa melakukan aktifitas seperti sebelumnya karena tenaga yang

dimiliki tidak sekuat masa muda.

4.1.1.5 Kemampuan Merawat Diri

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

16,25.

Tabel 4.5 Frekuensi Kemampuan Merawat diri Lansia di Desa Sabaran


Kabupaten Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 99 51
Kualitas tinggi 95 49

Dari analisis tabel 4.5 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek

kemampuan merawat diri yang berkualitas rendah dengan frekuensi 99

(51%), sedangkan yang berkualitas tinggi 95 (49%), rendahnya kualitas

hidup Lansia disebabkakan Lansia sudah tidak mampu melakukan

pemenuhan kebutuhannya sendiri, dan untuk Lansia yang mengalami sakit

segala kebutuhan dibantu anak dan keluarga.

4.1.1.6 Kemampuan Mengontrol Diri

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

17,25.

60
Tabel 4.6 Frekuensi Kemampuan Mengontrol Diri Lansia di Desa Sabaran
Kabupaten Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 146 75,3


Kualitas tinggi 48 24,7

Dari analisis tabel 4.6 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek

kemampuan mengontrol diri yang berkualitas rendah dengan frekuensi

146 (75,3 %), sedangkan yang berkualitas tinggi 48 (24,7%), rendahnya

kualitas hidup Lansia disebabkakan semenjak memasuki usia lanjut Lansia

sering mengalami emosi yang tidak stabil sehingga kemampuan untuk

mengendalikan diri kurang.

4.1.1.7 Kesempatan Yang Dimiliki Saat Ini

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

17,25.

Tabel 4.7 Frekuensi Kesempatan Yang Dimiliki Lansia Saat Ini di Desa
Sabaran Kabupaten Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 149 76,8


Kualitas tinggi 45 23,2

Dari analisis tabel 4.7 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek

kesempatan yang dimiliki saatn ini yang berkualitas rendah dengan

frekuensi 149 (76,8 %), sedangkan yang berkualitas tinggi 45 (23,2%),

rendahnya kualitas hidup Lansia disebabkakan semenjak memasuki usia

lanjut Lansia mengakui kesempatan yang dimilikinya sudah berkurang

61
karena untuk melakukan segala yang diinginkan sudah tidak bisa seperti

sebelumnya.

4.1.1.8 Aktifitas Seksualitas

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

21,25.

Tabel 4.8 Frekuensi Aktifitas Seksualitas Lansia di Desa Sabaran


Kabupaten Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 194 100


Kualitas tinggi 0 0

Dari analisis tabel 4.8 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek aktifitas

seksualitas yang berkualitas rendah dengan frekuensi 194 (100%),

sedangkan yang berkualitas tinggi 0 (0%), rendahnya kualitas hidup

Lansia disebabkakan saat memasuki usia lanjut Lansia mengalami

perubahan aktifitas seksualitas karena banyaknya pasangan Lansia yang

sudah meninggal dunia dan tidak menikah kembali, dan khususnya pada

wanita sudah banyak yang mengalami menopause.

4.1.1.9 Kemampuan dan Tanggung Jawab

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

17,25.

62
Tabel 4.9 frekuensi kemampuan dan tanggung jawab Lansia di Desa
Sabaran Kabupaten Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 110 56,7


Kualitas tinggi 84 43,3

Dari analisis tabel 4.9 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek

kemampuan dan tanggung jawab yang berkualitas rendah dengan

frekuensi 110 (56,7%), sedangkan yang berkualitas tinggi 84 (43,3%),

rendahnya kualitas hidup Lansia disebabkakan saat mamasuki usia lanjut

Lansia mengakui merasa tanggungjawabnya kepada keluarga sudah

bekkurang karena untuk memenuhi keutuhan sendiri saja sudah tidak

mampu.

4.1.1.10 Berguna Untuk Orang lain

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

16,25.

Tabel 4.10 Frekuensi Berguna Untuk Orang Lain Lansia di Desa


Sabaran Kabupaten Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 111 57,2


Kualitas tinggi 83 42,8

Dari analisis tabel 4.10 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek

berguna untuk orang yang berkualitas rendah dengan frekuensi 111 (57,2

%), sedangkan yang berkualitas tinggi 83 (42,8%), rendahnya kualitas

hidup Lansia disebabkakan saat memasuku usia Lanjut lansia mengalami

penyakit yang yang diderita sehinnga menyebakan penurunan fungsi fisik

63
dan sel sehingga tidak bisa membantu orang lain seperti sebelumnya

karena tenaga yang sudah tidak kuat lagi untu melakukan semua aktifitas.

4.1.1.11 Kekhawatiran

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

16,25.

Tabel 4.11 Frekuensi Kesempatan Yang Dimiliki Saat Ini Lansia di Desa
Sabaran Kabupaten Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 103 53,1


Kualitas tinggi 91 46,9

Dari analisis tabel 4.11 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek

kekhawatiran yang berkualitas rendah dengan frekuensi 103 (53,1%),

sedangkan yang berkualitas tinggi 91 (46,9%), rendahnya kualitas hidup

Lansia disebabkakan Lansia selalu memiliki rasa khawatir yang

berlebihan khususnya pada anak dan keluarga yang tinggal jauh dari

mereka.

4.1.1.12 Hiburan

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

15,25.

Tabel 4.11 Frekuensi Kesempatan yang Dimiliki Saat Ini Lansia di Desa
Sabaran Kabupaten Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 111 57,2


Kualitas tinggi 83 42,8

64
Dari analisis tabel 4.11 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek

hiburan yang berkualitas rendah dengan frekuensi 111(57,2%),

sedangkan yang berkualitas tinggi 83(42,8 %), rendahnya kualitas hidup

Lansia disebabkakan para Lansia merasa hiburan bagi mereka sudah

tidak penting lagi karena umur sudah tidak muda lagi, yang mereka

inginkan hanya anak dan keluarga bisa berkumpul.

4.1.1.13 Kesempatan Masa Depan

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

16,75.

Tabel 4.13 frekuensi masa depan Lansia di Desa Sabaran Kabupaten


Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 97 50
Kualitas tinggi 97 50

Dari analisis tabel 4.13 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek

kesempatan masa depan yang berkualitas rendah dengan frekuensi 97

(50%), sedangkan yang berkualitas tinggi 97 (50%). Kualitas hidup

rendah sama jumlahnya dengan kualitas hidup tinggi karena para

Lansia sebagaian merasa ada yang kesempatannya masih ada untuk

hidup dimasa depan, dan sebagian lansia merasa kesempatannya sudah

tidak ada lagi karena umur yang sudah tidak muda lagi.

Penjelasan dari 13 aspek diatas dapat disimpukan bahwa pada indikator

kesehatan dan fungsi Lansia yang berkualitas hidup rendah lebih banyak

dari Lansia yang memiliki kualitas hidup tinggi, dengan frekuensi 147

65
(75,8) yang memiliki kualitas hidup rendah dan frekuensi 47 (24,2) yang

memiliki kualitas hidup tinggi.

4.1.2 Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi merupakan standar hidup yang bersifat kemandirian seperti

finansial/keuangan, pekerjaan atau pengangguran disuatu lingkungan, serta

teman-teman juga berpengaruh terhadap tingkat emosional dan pendidikan

yang memiliki 8 aspek yaitu :

4.1.2.1 Teman

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

17,25.

Tabel 4.14 Frekuensi Teman Lansia di Desa Sabaran Kabupaten Sambas,


tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 118 60,8


Kualitas tinggi 76 39,2

Dari analisis tabel 4.14 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek teman

yang berkualitas rendah dengan frekuensi 118 (60,8%), sedangkan yang

berkualitas tinggi 76 (39,2%), rendahnya kualitas hidup Lansia

disebabkakan Lansia sibuk bekerja pada siang hari dan pada malam hari

istirahat sehinnga waktu dengan teman sangat sedikit.

4.1.2.2 Support Teman

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

17,25.

66
Tabel 4.15 frekuensi support teman Lansia di Desa Sabaran Kabupaten
Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 139 71,6


Kualitas tinggi 55 28,4

Dari analisis tabel 4.15 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek support

teman yang berkualitas rendah dengan frekuensi 139 (71,6 %), sedangkan

yang berkualitas tinggi 55(28,4%), rendahnya kualitas hidup Lansia

disebabkakan kurangnya support teman dan tegangga yang dirasakan oleh

Lansia karena orang disekitar sibuk dengan kegiatannya.

4.1.2.3 Kepedulian Orang Lain

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

17,25.

Tabel 4.16 Frekuensi Kepedulian Orang Lain Terhadap Lansia Lansia di


Desa Sabaran Kabupaten Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 134 69,1


Kualitas tinggi 60 30,9

Dari analisis tabel 4.16 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek

kepedulian yang berkualitas rendah dengan frekuensi 134 (69,1%),

sedangkan yang berkualitas tinggi 60 (30,9%), rendahnya kualitas hidup

Lansia disebabkakan Lansia merasa tidak diperhatikan lagi oleh orang

sekitar dan keluarga dan hanya sibuk bekerja.

67
4.1.2.4 Tempat Tinggal

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

15,75.

Tabel 4.17 frekuensi kesempatan yang dimiliki saat ini Lansia di Desa
Sabaran Kabupaten Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 102 52,6


Kualitas tinggi 92 47,4

Dari analisis tabel 4.17 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek tempat

tinngal yang berkualitas rendah dengan frekuensi 102 (52,6%), sedangkan

yang berkualitas tinggi 92(47,4%), rendahnya kualitas hidup Lansia

disebabkakan Lansia merasa kurang puas dengan tempat tinggal yang

mereka tempati saat ini, karena banyak rumah Lansia yang masih

menggunakan dinding dan lantai papan serta beratapkan daun, sehingga

membuat para Lansia kurang puas.

4.1.2.5 Pekerjaan

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

16,25.

Tabel 4.18 Frekuensi Kesempatan Yang Dimiliki Saat Ini Lansia di Desa
Sabaran Kabupaten Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 161 83


Kualitas tinggi 33 17

68
Dari analisis tabel 4.18 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek

pekerjaan yang berkualitas rendah dengan frekuensi 161 (83%), sedangkan

yang berkualitas tinggi 33(17%), rendahnya kualitas hidup Lansia

disebabkakan banyaknya Lansia merasa kurang puas dengan pekerjaan

mereka yang hanya sebagai seorang petani dan swasta, dan ada yang tidak

bekerja hanya berdiam diri dirumah.

4.1.2.6 Tidak Bekerja

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

21,25.

Tabel 4.19 Frekuensi Lansia yang Tidak Bekerja di Desa Sabaran


Kabupaten Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 194 100


Kualitas tinggi 0 0

Dari analisis tabel 4.19 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek tidak

bekerja yang berkualitas rendah dengan frekuensi 194 (100%), sedangkan

yang berkualitas tinggi 0(0%), rendahnya kualitas hidup Lansia

disebabkakan para Lansia merasa tidak puas jika tidak bekerja karena

mereka tidak mempunyai penghasilan untuk memenuhi kebutuhan sehari-

hari.

4.1.2.7 Pendidikan

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

11,25.

69
Tabel 4.20 Frekuensi Pendidikan Yang Dimiliki Lansia di Desa Sabaran
Kabupaten Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 134 69,1


Kualitas tinggi 60 30,9

Dari analisis tabel 4.20 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek

pendidikan yang berkualitas rendah lebih banyak dari yang berkualitas

tinggi, hal tersebut disebabkakan latar beakang pendidikan Lansia di

wilayah tersebut sangat rendah banyak yang hanya tamatan SD, bahkan

ada yang tidak sekolah.

4.1.2.8 Penghasilan

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

15,75.

Tabel 4.21 frekuensi Penghasilan Lansia di Desa Sabaran Kabupaten


Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 125 64,4


Kualitas tinggi 69 35,6

Dari analisis tabel 4.21 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek hiburan

yang berkualitas rendah dengan frekuensi 125(64,4%), sedangkan yang

berkualitas tinggi 69 (35,6%), rendahnya kualitas hidup Lansia

disebabkakan pekerjaan Lansia yang hanya seorang petani dan minimnya

penghasilan menyebkan mereka kurang puas atas pendapatannya, dan

Lansia yang tidak bekerja tidak mempunyai penghasilan.

70
Penjelasan dari 8 aspek diatas dapat disimpukan bahwa pada indikator

Sosial Ekonomi Lansia yang berkualitas hidup rendah lebih banyak dari

Lansia yang memiliki kualitas hidup tinggi, dengan frekuensi 155(79,9%)

yang memiliki kualitas hidup rendah dan frekuensi 39 (20,1%) yang

memiliki kualitas hidup tinggi.

4.1.3 Psikologi Spritual


4.1.3.1 Ketenangan
Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

17,25.

Tabel 4.22 Frekuensi Ketenangan Lansia di Desa Sabaran Kabupaten


Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 158 81,4


Kualitas tinggi 36 18,6

Dari analisis tabel 4.22 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek

ketengan yang berkualitas rendah dengan frekuensi 158 (81,4%),

sedangkan yang berkualitas tinggi 36(18,6%), rendahnya kualitas hidup

Lansia disebabkakan Lansia selalu merasa gelisah dengan kehidupannya,

dan selalau memkirkan keluarga yang jauh dari mereka.

4.1.3.2 Ibadah

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

18,75.

71
Tabel 4.23 frekuensi Ibadah Lansia di Desa Sabaran Kabupaten Sambas,
tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 186 95,9

Kualitas tinggi 8 4,1

Dari analisis tabel 4.23 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek ibadah

yang berkualitas rendah dengan frekuensi 189 (95,9%), sedangkan yang

berkualitas tinggi 8 (4,1%), rendahnya kualitas hidup Lansia disebabkakan

Lansia selalu merasa ibadah mereka belum puas, meskipun sudah

menjalankan sholat 5 waktu tetapi jarang sekali melakukannya pada tepat

waktu dan sebagian Lansia yang jarang mengikuti pengajian rutin setiap

hari Jum’at.

4.1.3.3 Tujuan Hidup

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

15,50.

Tabel 4.24 Frekuensi Tujuan Hidup Lansia di Desa Sabaran Kabupaten


Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 97 50

Kualitas tinggi 97 50

Dari analisis tabel 4.24 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek tujuan

hidup yang berkualitas rendah dengan frekuensi 97 (50%), sedangkan yang

berkualitas tinggi 97 (50%). Kualitas hidup rendah sama jumlahnya

dengan kualitas hidup tinggi sebagian Lansia merasa tujuan hidupnya

72
sudah tercapai seperti punya rumah, menikah dan punya anak, tetapi ada

juga sebagian Lansia yang merasa belum puas dengan tujuan hidupnya

seperti materi yang kurang mencukupi keinginan.

4.1.3.4 Kebahagian

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

17,25.

Tabel 4.25 Frekuensi Kebahagian Lansia di Desa Sabaran Kabupaten


Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 136 70,1

Kualitas tinggi 58 29,9

Dari analisis tabel 4.25 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek

kebahagian yang berkualitas rendah dengan frekuensi 136 (70,1%),

sedangkan yang berkualitas tinggi 58 (29,9%), rendahnya kualitas hidup

Lansia disebabkakan Lansia merasa kurang bahagia karena anak dan

keluarga tidak tinggal bersama dan jarang ngumpul bersama Lansia

sehingga Lansia merasa kurang diperhatikan.

4.1.3.5 Kehidupan

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

16,25.

73
Tabel 4.26 Frekuensi Kehidupan Lansia di Desa Sabaran Kabupaten
Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 136 70,1

Kualitas tinggi 58 29,9

Dari analisis tabel 4.26 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek

kehidupan yang berkualitas rendah dengan frekuensi 136 (70,1%),

sedangkan yang berkualitas tinggi 58 (29,9%), rendahnya kualitas hidup

Lansia disebabkakan Lansia merasa kurang puas dengan kehidupannya

karena di usia lanjut mereka masih banyak keinginan mereka yang belum

terpenuhi.

4.1.3.6 Penampilan

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

15,25.

Tabel 4.27 Frekuensi Penampilan Lansia di Desa Sabaran Kabupaten


Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 125 64,4

Kualitas tinggi 69 35,6

Dari analisis tabel 4.27 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek

penampilan yang berkualitas rendah dengan frekuensi 125 (64,4%),

sedangkan yang berkualitas tinggi 69 (35,6%), rendahnya kualitas hidup

Lansia disebabkakan perubahan yang terjadi pada penampilan Lansia

seperti kulit mulai keriput, gigi sudah tidak utuh lagi, rambut mulai

74
memutih dana lain-lain tetapi Lansia merasa penampilan mereka sudah

tidak begitu penting lagi karena Lansia merasa sudah tidak ada yang

memperhatikan lagi.

4.1.3.7 Diri Sendiri

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

17,25.

Tabel 4.28 Frekuensi Diri Sendiri Lansia di Desa Sabaran Kabupaten


Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 107 55,2

Kualitas tinggi 87 44,8

Dari analisis tabel 4.28 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek diri

sendiri yang berkualitas rendah dengan frekuensi 107 (55,2%), sedangkan

yang berkualitas tinggi 87 (44,8%), rendahnya kualitas hidup Lansia

disebabkakan Lansia merasa belum puas dengan dirinya sendiri karena

masih banyak keinginan yang belum bisa tercapai dan keinginan-keinginan

yang belum terpenuhi.

Penjelasan dari 7 aspek diatas dapat disimpukan bahwa pada indikator

psikologi spritual Lansia yang berkualitas hidup rendah lebih banyak dari

Lansia yang memiliki kualitas hidup tinggi, dengan frekuensi 145 (74,7%)

yang memiliki kualitas hidup rendah dan frekuensi 49 (25,3%) yang

memiliki kualitas hidup tinggi.

75
4.1.4 Keluarga

4.1.4.1 Kesehatan Keluarga

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

14,25.

Tabel 4.29 Frekuensi Kesehatan Keluarga Lansia di Desa Sabaran


Kabupaten Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 104 53,6

Kualitas tinggi 90 46,4

Dari analisis tabel 4.29 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek

kesehatan keluarga yang berkualitas rendah dengan frekuensi 104 (53,6%),

sedangkan yang berkualitas tinggi 90 (46,4%), rendahnya kualitas hidup

Lansia disebabkakan Lansia mengatakan keluarga mereka banyak yang

mengalami sakit.

4.1.4.2 Kesehatan Anak

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

18,75.

Tabel 4.30 Frekuensi Kesehatan Anak Lansia di Desa Sabaran Kabupaten


Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 163 84

Kualitas tinggi 31 16

76
Dari analisis tabel 4.30 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek

kesehatan anak yang berkualitas rendah dengan frekuensi 163 (84 %),

sedangkan yang berkualitas tinggi 31 (16%), rendahnya kualitas hidup

Lansia disebabkakan anak-anak Lansia banyak yang sudah mempunyai

penyakit, dan biasa sering pusing dan nyeri, dan demam.

4.1.4.3 Kebahagian Keluarga

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

18,75.

Tabel 4.31 Frekuensi Kebahagian Keluarga Lansia di Desa Sabaran


Kabupaten Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 136 70,1

Kualitas tinggi 58 29,9

Dari analisis tabel 4.31 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek

kebahagian keluarga yang berkualitas rendah dengan frekuensi 136

(70,1%), sedangkan yang berkualitas tinggi 58 (29,9%), rendahnya

kualitas hidup Lansia disebabkakan Lansia merasa keluarga kurang

bahagia karena tinggal berjauhan dengan dengan anak dan keluarga.

4.1.4.4 Pasangan

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

21,25.

77
Tabel 4.32 Frekuensi Pasangan Lansia di Desa Sabaran Kabupaten
Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 194 100

Kualitas tinggi 0 0

Dari analisis tabel 4.32 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek

pasangan yang berkualitas rendah dengan frekuensi 97 (50%), sedangkan

yang berkualitas tinggi 97 (50%). Kualitas hidup rendah sama jumlahnya

dengan kualitas hidup tinggi banyaknya pasangan Lansia yang sudah

meninngal dan para Lansia tidak menikah lagi.

4.1.4.5 Support Keluarga

Dari hasil uji normalitas didapatkan data tidak berdistribusi normal (p)

<0,05. Jadi untuk menentukan titik potong menggunakan median yaitu

17,25.

Tabel 4.33 Frekuensi Support Keluarga Lansia di Desa Sabaran


Kabupaten Sambas, tahun 2017 n=194
Variabel F %

Kualitas rendah 130 67

Kualitas tinggi 64 33

Dari analisis tabel 4.33 dapat disimpulkan bahwa pada pada aspek support

keluarga yang berkualitas rendah dengan frekuensi 130 (67%), sedangkan

yang berkualitas tinggi 64 (33%), rendahnya kualitas hidup Lansia

disebabkakan Lansia merasa kurang diberikan support dari keluarga

karena keluarga yang banyak tinngal berjauhan dan jarang menghubungi.

78
Penjelasan dari 5 aspek diatas dapat disimpukan bahwa pada indikator

keluarga Lansia yang berkualitas hidup rendah lebih banyak dari Lansia

yang memiliki kualitas hidup tinggi, dengan frekuensi 166(85,6%) yang

memiliki kualitas hidup rendah dan frekuensi 28(14,4%) yang memiliki

kualitas hidup tinggi.

4.2 Pembahasan

Setiap individu memiliki kualitas hidup yang berbeda-beda tergantung dari

masing-masing individu menyikapi dalam permasalahan yang terjadi dalam

dirinya. Jika menghadapi dengan positif maka akan baik pula kualitas

hidupnya, tetapi lain halnya jika menghadapi dengan negatif maka akan buruk

pula kualitas hidupnya, Kreitle & Ben (2004) dalam Nofitri (2009).

Berdasarakan Peterson & Bredow (2013) dalam Winarti (2017) menuturkan

bahwa kualitas hidup HRQOL adalah konsep multidemensi yang

menggabungkan beberapa domain seperti fisik, spritual, sosial, psikologis,

dan ekonomi, yang mencangkup gabungan konsep kesehatan dan fungsi,

konsep sosial ekonomi, konsep spikologis spritual, dan konsep keluarga,

dimana masing-masing konsep dan domain tersebut dapat dikaitkan dengan

kesehatan dapat juga menggabungkan paradigma sosial dengan paradigma

medis.

4.2.1 Kesehatan dan Fungsi

Dimana setiap individu harus bertanggungjawab atas kesehatannya sendiri

dan bebas untuk melakukan kegiatan secara fisik baik itu dengan cara

rekreasi atau menghilangkan stres terhadap suatu masalah, dan sehat bukan

hanya terbebas dari penyakit, akan tetapi juga berarti sehat secara fisik,

79
mental, maupun sosial. Seseorang yang sehat akan mempunyai kualitas

hidup yang baik, begitu pula kualitas hidup yang baik tentu saja akan

menunjang kesehatan.

Kualitas hidup lansia di Desa Sabaran Kabupaten Sambas berdasarkan

indikator Kesehatan dan fungsi yang di lakukan pada 194 responden

didapatkan gambaran bahwa sebagian besar Lansia di wilayah tersebut

berkualitas rendah dengan frekuensi 147 (75,8%), sedangkan yang

bekualitas tinggi dengan frekuensi 47 (24,4%). Berdasarkan hasil observasi

dan wawancara yang didapat dari pertanyaan kuesioner dengan Lansia

rendahnya kualitas Lansia di wilayah tersebut di dipengaruhi oleh

banyaknya Lansia yang mengeluh nyeri dan dipengaruhi oleh berbagai

penyakit seperti hipertensi dan rematik, yang dapat mengakibatkan

penurunan fungsi fisik dan sel yang mengakibatkankan penglihatan

berkurang, tenaga berkurang, fungsi indra berkurang, serta megurangi

aktivitas seksualitas. Dengan adanya penyakit tersebut dapat mempengaruhi

kesehatan Lansia yang berpengaruh pada kualitas hidup, kurangnya

pengatetahuan dan pelayanan kesehatan di Desa Sabaran Kabupaten sambas

juga sangata berpengaruh pada kualitas Lansia.

Hasil penelitian berdasarkan aspek kesehatan dan fungsi di Desa Sabaran

Kabupaten Sambas hasilnya tidak jauh berbeda dengan penelitian yang

dilakukan pada tahun 2017 di Rw 18 Sungai Jawi Luar Pontianak Barat, jadi

pada indikator kesehatan dan fungsi anatara Lansia yang tinggal di kota dan

Tinggal di Desa tidak mempunyai kualitas hidup yang tidak jauh berbeda.

80
Dari hasil penelitian yang didapatkan sesuai dengan teori yang ada bahwa

setelah orang memasuki masa lansia, umumnya mulai dihinggapi adanya

kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (imultiple pathology),

misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit makin keriput, gigi makin

rontok, tulang makin rapuh dan sebagainya. Secara umum kondisi fisik

seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan berlipat

ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi

fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu

keadaan ketergantungan kepada orang lain. Penurunan fungsi dan potensi

seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan

fisik sebagai berikut : perubahan yang terjadi pada otot, perubahan pada

kulit, perubahan pada pola tidur, perubahan kognitif, perubahan penglihatan,

perubahan fungsi kardiovaskuler, perubahan fungsi respirasi, dan perubahan

fungsi saraf ( Murwani & Priyanti, 2010). Perubahan tersebut yang

mengakibatkan aspek kesehatan dan fungsi yang dimiliki Lansia menjasi

rendah.

4.2.2 Sosial Ekonomi

Sosial ekonomi merupakan standar hidup yang bersifat kemandirian seperti

finansial/keuangan, pekerjaan atau pengangguran disuatu lingkungan, serta

teman-teman juga berpengaruh terhadap tingkat emosional dan pendidikan,

semakin baik sosial ekonomi seseorang maka akan semakin tinggi kualitas

hidup yang dimilikinya.

Kualitas hidup lansia di Desa Sabaran Kabupaten Sambas berdasarkan

indikator sosial ekonomi yang di lakukan pada 194 responden didapatkan

81
gambaran bahwa sebagian besar Lansia di wilayah tersebut berkualitas

rendah dengan frekuensi 155 (79,9%), sedangkan yang berkualitas tinggi

dengan frekuensi 39 (20,1%). Berdasarkan hasil observasi dan wawancara

yang didapat dari pertanyaan kuesioner dengan Lansia rendahnya kualitas

Lansia di wilayah tersebut di dipengaruhi oleh hampir 80% Lansia bekerja

di sektor pertanian yang bukan tanah mereka sendiri sehingga penghasilan

yang didapat sangat minim, dan selebihnya tidak bekerja hanya

mengharapkan pemberian dari anak dan keluarga sehingga ekonomi mereka

mereka sangat rendah, karena banyaknya lansia di wilayah tersebut yang

masih bekerja sehingga menyebabkan sosial mereka berkurang kepada

teman dan masyarakat sekitar, setelah pulang bekerja lansia disana lebih

senang berdiam diri di rumah untuk beristirahat, begita juga kurangnya

support dari teman-teman dan tetangga, diwilayah tersebut tempat tinggal

Lansia masih banyak yang dari papan dan beratap daun dan ada yang belum

mempunyai listrik, dari pekerjaan mereka yang sebagai seorang petani

hanya memiliki latar belakang berpendidikan SD, ada yang sama sekali

tidak bersekolah. Bertambahnya usia seseorang juga menyebabkan Lansia

tersebut melakukan pengunduran diri yang mengakibatkan penurunana

interaksi antara lansia dengan lingkungan sosialnya.

Hasil penelitian berdasarkan aspek sosial ekonomi di Desa Sabaran

Kabupaten Sambas hasilnya tidak jauh berbeda dengan penelitian yang

dilakukan pada tahun 2017 di Rw 18 Sungai Jawi Luar Pontianak Barat, jadi

pada indikator kesehatan dan fungsi anatara Lansia yang tinggal di kota dan

Tinggal di Desa tidak mempunyai kualitas hidup yang tidak jauh berbeda.

82
Dari hasil penelitian yang didapatkan sesuai dengan teori Pada umumnya

setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi

kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi,

pemahaman, penegertian, perhatian dan lain –lain sehingga menyebababkan

reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi

psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan

kehendak seperti gerakan, ( Murwani & Priyanti, 2010). tindakan

koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cetakan. Lanjut

usia yang telah mengalami penuan juga akan mengalami penurunanan

ekonomi hal tersebut diakibatkan oleh para Lansia sudah tidak mampu

bekerja seperti sebelumnya karena adanya penurunan kesehatan dan fungsi

fisik, sehingga menyebabkan pendapatan mereka rendah dan berpengaruh

pada kualilitas hidup.

4.2.3 Psikologi spiritual

Secara psikologis Lansia dilihat dari kemampuannya beradaptasi terhadap

perubahan fisik, baik itu emosional, kebahagian, penampilan, kepuasan

terhadap hidup, dan dari segi spiritual dilihat dari kepercayaannya terhadap

Tuhan Yang Maha Esa.

Kualitas hidup lansia di Desa Sabaran Kabupaten Sambas berdasarkan

indikator psikologi spiritual yang di lakukan pada 194 responden didapatkan

gambaran bahwa sebagian besar Lansia di wilayah tersebut berkualitas

rendah dengan frekuensi 145(74,7%), sedangkan yang berkualitas tinggi

dengan frekuensi 49(25,3%). Berdasarkan hasil observasi dan wawancara

yang didapat dari pertanyaan kuesioner dengan Lansia rendahnya kualitas

83
Lansia di wilayah tersebut di dipengaruhi oleh banyaknya Lansia yang

mengatakan bahwa penampilan mereka seperti kulit sudah keriput, gigi

mulai ompong, badan menjadi bungkuk keadaan tersebut sudah tidak begitu

penting lagi karena sudah lanjut usia jarang ada yang memperhatikan,

mereka juga mengatakan bahwa tujuan hidup sekarang tidak dipikirkan lagi

karena hampir semua yang diinginkan sudah hampir tercapai walaupun

hampir semua tidak sesuai yang diinginkan, mereka juga mengatakan

memang melakukan ibadah sholat, mengaji dan lainnya tetapi merasa belum

puas dengan ibadah yang dilalukan selama ini, mereka juga banyak sudah

mempunyai sifat pelupa, dan jarang mempunyai waktu renggang pada siang

hari,hal tersebut yang dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka.

Hasil penelitian berdasarkan aspek psikologi spritual di Desa Sabaran

Kabupaten Sambas hasilnya tidak jauh berbeda dengan penelitian yang

dilakukan pada tahun 2017 di Rw 18 Sungai Jawi Luar Pontianak Barat,

jadi pada indikator kesehatan dan fungsi anatara Lansia yang tinggal di kota

dan Tinggal di Desa tidak mempunyai perebedaan jauh.

Lansia pada umumnya memiliki aspek psikologis dan spiritual dimana pada

aspek Psikologis Lansia sering mengalami perubahan sikap yang tidak

disadarinya seperti pelupa, egois, cerewet dan sering mengeluh dan

kurangnya kepercaayaan diri terhadap penampilannya (Wahyunita &

Fitriah,2010). Hal tersebut sangat berpengaruh pada kualitas hidupnya

sehingga pada aspek spiritual juga terganggu akibat kurangnya kasih sayang

yang diberikan oleh keluarga terhadap dirinya sehingga ketenangan dalam

84
hidupnya tidak didapatkan dan pengaruh pendidikannya yang kurang dan

pola asuh yang didapatkan seorang/individu pada waktu kecil yang

mengakibatkan aspek Spiritual yang di dapatkan sangat rendah sehingga

kualitas hidupnya pada aspek tersebut juga rendah.

4.2.4 Keluarga

Keluarga berperan penting dalam kehidupan lansia, 80% keluarga akan

mendukung lansia dan biasanya anak sudah dewasa yang menjadi sumber

support lansia. Tetapi kecenderungan saat ini adalah semakin meningkatnya

anak yang berusia lansia yang mungkin saja lebih membutuhkan

pertolongan orang tuanya yang lansia.

Kualitas hidup lansia di Desa Sabaran Kabupaten Sambas berdasarkan

indikator keluarga yang di lakukan pada 194 responden didapatkan

gambaran bahwa sebagian besar Lansia di wilayah tersebut berkualitas

rendah dengan frekuensi 145 (74,7%), sedangkan yang berkualitas tinggi

dengan frekuensi 49 (25,3%). Berdasarkan hasil observasi dan wawancara

yang didapat dari pertanyaan kuesioner dengan Lansia rendahnya kualitas

Lansia di wilayah tersebut di dipengaruhi oleh banyaknya Lansia yang

sudah ditinggal pasangannya dan anak-anak mereka yang bekerja di Luar

negeri dan yang sudah menikah menyebkan Lansia merasa kurang kasih

sayang, support, perhataian, dan dukungan keluarga yang diberikan kepada

mereka, banyaknya anggota keluarga seperti anak, suami, cucu dan anngota

keluarga yang lain mengalami sakit/mempunyai penyakit juga merupakan

faktor rendahnya kualitas hidup mereka.

85
Hasil penelitian berdasarkan indikator keluarga di Desa Sabaran Kabupaten

Sambas hasilnya tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan pada

tahun 2017 di Rw 18 Sungai Jawi Luar Pontianak Barat, jadi pada indikator

kesehatan dan fungsi anatara Lansia yang tinggal di kota dan Tinggal di

Desa tidak mempunyai perebedaan yang jauh.

Segala potensi yang dimiliki oleh lansia bisa dijaga, dipelihara, dirawat dan

dipertahankan bahkan diaktualisasikan untuk mencapai kualitas hidup yang

optimal (Optimum Aging). Kualitas hidup lansia yang optimal bisa diartikan

sebgai kondisi fungsional lansia berada pada kondisi maksimum atau

maksimal, sehingga memungkinkan mereka bisa menikmati masa tuanya

dengan penuh makna, membahagiakan, berguna dan berkualita ( Sutikno,

2011). Bila fungsi keluaraga menurun dapat menyebabkan kualitas hidup

lansia menurun juga karena peran keluarga sangat penting.

4.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan tetapi dalam penelitian ini memiliki

ketebatasan yaitu dalam pengumpulan data dilakukan dengan cara

berpedoman kepada kuesioner, dimana pengumpulan data menggunakan

kuesioner mempunyai dampak yang subjektif sehingga kebenaran terhadap

pertanyaan data tergantung dari kejujuran responde ataupun jawaban dari

responden, dalam diskusi menanyakan kuesioner banyak lansia yang kurang

mengerti dengan pertanyaan sehingga harus ulang kembali.

86
BAB 5

PENUTUP

5.1 Simpulan

Hasil penelitian tentang gambaran kualitas hidup lansia di Desa Sabaran

Kabupaten Sambas pada tanggal 2 Mei sampai tanggal 28 Mei dapat

disimpulkan bahwa dari 194 lansia di Desa tersebut memiliki kualitas hidup

yang rendah , dengan 4 indikator yaitu :

5.1.1 Berdasarkan Indikator Kesehatan dan Fungsi

Berdasarkan indikator kesehatan dan fungsi kualitas hidup lansia di Desa

Sabaran Kabupaten Sambas didapatkan hasil yang berdistribusi rendah 147

lansia dengan frekuensi (75,8%), sedangkan yang berdistribusi tinggi 47

lansia dengan frekueansi (24,2%). Rendahnya kualitas hidup lansia di Desa

Sabaran Kabupaten Sambas berdasarkan indikator kesehatan dan fungsi

dipengaruhi oleh banyak lansia yang mengeluh rasa nyeri seperti nyeri

sendi, nyeri pingang dan juga dipengaruhi oleh berbagai penyakit yang

mengakibatkan adanya penenurunan fungsi fisik dan sel, dan kurangnya

pelayanan kesehatan juga sangat mempengaruhi kualitas hidup lansia

menjadi rendah.

5.1.2 Berdasarkan Indikator Sosial Ekonomi

Berdasarkan indikator sosial ekonomi kualitas hidup lansia di Desa Sabaran

Kabupaten Sambas didapatkan hasil yang berdistribusi rendah 155 lansia

dengan frekuensi (79,9%), sedangkan yang berdistribusi tinggi 39 lansia

dengan frekuensi (20,1%). Rendahnya kualiatas hidup lansia di Desa

Sabaran Kabupaten Sambas berdasarkan indikator sosial ekonomi

87
dipengaruhi oleh minimnya penghasilan mereka karena hampir 90%

pekerjaannya adalah sebagai seorang petani, kurangnya pengetahuan lansia

dan memiliki pendidikan yang sangat rendah.

5.1.3 Berdasarkan Indikator Psikologi Spiritual

Berdasarkan indikator psikologi spiritual Kualitas hidup lansia di Desa

Sabaran Kabupaten Sambas didapatkan hasil yang berdistribusi rendah 145

lansia dengan frekuensi (74,7 %), sedangkan yang berdistribusi tinggi 49

lansia dengan frekuensi (25, 3%). Rendahnya kualitas hidup lansia di Desa

Sabaran Kabupaten Sambas Berdasarkan Indikator psikologi spiritual

dipengaruhi oleh banyaknya lansia yang mengalami kekhawatiran diusia

mereka yang tidak muda lagi, selalu merasa kurang bahagia karena

perubahan sikap dan emosi yang kurang stabil.

5.1.4 Berdasarkan Indikator Keluarga

Berdasarkan indkator keluarga kualitas hidup lansia di Desa Sabaran

kabupaten Sambas didapatkan hasil yang berdistribusi rendah 166 lansia

dengan frekuensi ( 85,6 %), sedangkan yang berdistribusi tinggi 28 lansia

dengan frekuensi (14,4 %). Rendahnya kualitas hidup lansia di Desa

Sabaran kabupaten Sambas berdasarkan indikator keluarga dipengaruhi oleh

banyaknya lansia yang sudah ditinggal pasangannya, kurangnya perhatian

keluarga dan anak Karena sebagian besar lansia tinggal tidak serumah

dengan anaknya, dan banyaknya kesehatan keluarga yang bermasalah.

88
5.2 Saran

5.2.1 Bagi Wilayah Desa Sabaran Kabupaten Sambas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kualiatas hidup Lansia

yang mencangkup 4 indikator. Dan bagi pelayanan kesehatan diharapakan

ditingkatkan dan untuk posyandu lansia yang sudah lama yang tidak pernah

dilaksanakan segera dilaksanakan kembali agar kesehatan Lansia di Desa

Sabaran Kabupaten Sambas bias terkontrol agar bisa meningkatkan

kemandirian dan kualitas hidup.

5.2.2 Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan agar petugas kesehatan agar bekerja sama

dengan pihak Rumah Sakit dan Puskesmas dan sector lainnya agar lebih

memperhatikan kualiatas hidup Lansia di Desa Sabaran Kabupaten Sambas

sehingga dapat meningkatkan kegiatan-kegiatan yang terkait dengan

program-program pelayanan kesehatan berkaiatan dengan lansia salah

satunya segera mengaktifkan kembali posyandu lansia.

5.2.3 Bagi Instansi Pendidikan Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi tambahan informasi dan ilmu bagi

instansi keperawatan agar dapat menerapkannya dalam mata ajar khususnya

pada gerontik yang terkait 4 indikator HRQOL yang dapat memepengaruhi

kualitas hidup Lansia.

5.2.4 Bagi Peneliti

Diharapkan penelitian ini dapat menambah ilmu, wawasan dan pengalaman

peneliti dalam memaplikasikan pengetahuan dan pengalaman yang

diperoleh, serta hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengembangkan

89
penelitian lebih lanjut kepada peneliti beikutnya untuk mengembangkan

peneliti dalam lingkup yang sama. Peneliti selanjutnya diharapkan mampu

meneliti kualitas hidup lansia dengan menggunakan instrument yang lain di

Desa Sabaran Kabupaten Sambas.

90

Anda mungkin juga menyukai