Anda di halaman 1dari 14

PENGENALAN SEL DAN JARINGAN, FOTOSINTESIS, ANATOMI

HEWAN SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN

LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI

Oleh :
Kelompok 4 C

Bela Tera N 23010116130145


Muhammad Malik 23010116130146
Yusuf Wili 23010116130151
Hilma A’yunina 23010116130154
M. Syihabuddin 23010116130156

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
BAB I

PENDAHULUAN

Setiap makhluk hidup memiliki ciri-ciri hidup seperti bernafas,

bereproduksi, peka terhadap rangsang dan lain-lain. Seluruh makhluk yang hidup

mengalami proses tumbuh dan berkembang. Proses tumbuh dan berkembang pada

makhluk hidup di jalankan dari beberapa sistem organ yang saling berkoordinasi.

Sistem organ dapat bekerja dari kumpulan organ yang saling bekerjasama satu

sama lain. Organ merupakan kumpulan dari jaringan yang saling berfungsi dan

jaringan tersusun atas beberapa sel yang memiliki bentuk dan fungsi yang sama.

Berbagai macam jaringan dapat ditemukan pada organ tubuh makhluk hidup baik

hewan maupun tumbuhan. Sel merupakan unit terkecil penyusun makhluk hidup.

Jaringan memiliki fungsi yang berbeda-beda jika salah satu jaringan pada

makhluk hidup mengalami kerusakan maka di dalam makhluk hidup tersebut

terdapat salah satu organ yang tidak berfungsi. Pentingnya mempelajari sel dan

jaringan pada hewan dan tumbuhan untuk mengetahui berbagai bentuk sel dan

jaringan yang ada pada hewan dan tumbuhan.

Tujuan dan manfaat melakukan praktikum Pengenalan Sel dan Jaringan

adalah untuk mengetahui perbedaan dan bentuk serta bagian-bagian dari sel

tumbuhan dan sel hewan serta jaringan pada tumbuhan dan hewan.
BAB II

MATERI DAN METODE

Praktikum Biologi dengan materi Pengenalan Sel dan Jaringan

dilaksanakan Senin, 19 September 2016 pukul 07.00 − 09.00 di Laboratorium

Fisiologi dan Biokimia Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas

Diponegoro, Semarang.

2.1. Materi

Bahan yang digunakan pada praktikum Pengenalan Sel dan Jaringan

adalah preparat awetan sel hewan (villi usus Tikus Putih), daun Rhoeo discolor

segar, preparat awetan jaringan monokotil tumbuhan Jagung (Zea mays), preparat

awetan jaringan dikotil Bunga Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis). Alat-alat yang

digunakan meliputi kaca objek yang berfungsi untuk tempat preparat dan kaca

penutup yang berfungsi sebagai penutup preparat yang akan dilihat dengan

mikroskop, silet untuk membuat sayatan pada daun Rhoeo discolor, mikroskop

biologi untuk melihat bentuk sel pada preparat, pipet tetes untuk menetesi preparat

yang digunakan.

2.2. Metode
2.2.1. Pengenalan Sel

Metode yang digunakan dalam praktikum ini adalah menyayat daun Rhoeo

discolor dengan posisi melintang menggunakan silet. Meletakan sayatan pada

kaca objek yang sudah bersih lalu meneteskan air dan menutup dengan kaca

penutup, usahakan jangan ada gelembung udara di dalamnya. Mengamati

preparat di bawah mikroskop dengan pembesaran 100 x dan 40 x.

2.2.2. Pengenalan Jaringan

Metode yang digunakan untuk mengenali jaringan pada tumbuhan dikotil

dan tumbuhan monokotil adalah dengan mengamati preparat awetan dikotil dan

monokotil dengan menggunakan mikroskop biologi dengan pembesaran 100 x

dan 40 x.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Pengenalan Sel

Sel adalah unit terkecil penyusun makhluk hidup. Hal tersebut sesuai

dengan pendapat Handoko et al. (2004) yang menyatakan bahwa semua

organisme tersusun atas sel-sel yang saling terhubung membentuk suatu fungsi

tertentu dalam tubuh. Organisme terdapat dua jenis yaitu uniseluler dan

multiseluler. Organisme uniselsluler seperti amoeba, beberapa jenis protista dan

cyanobacteria, sedangkan organisme yang termasuk multiseluler seperti hewan

dan tumbuhan. Sel adalah segumpal protoplasma yang berinti sebagai individu

yang berfungsi menyelenggarakan seluruh aktivitas untuk kebutuhan hidupnya

dan merupakan unit organisasi terkecil yang menjadi dasar kehidupan. Unit

fungsional kehidupan yang paling sederhana adalah sel. Sel setelah tumbuh dan

berdeferensiasi akan berubah bentuknya sesuai dengan fungsinya, ada yang

menjadi epidermis, ada yang menjadi tempat persediaan makanan dan lain-lain.

Seluruh mahluk hidup tersusun atas sel. Sel merupakan unit terkecil dari

kehidupan. Hal ini sesuai dengan pendapat Anthony dan Sudjadi (2005) yang

menyatakan bahwa semua organisme pada dasarnya dibentuk atau tersusun atas

sel. Sebagai bagian-bagian terkecil mahluk hidup, sel tidak dapat dibagi-bagi lagi

menjadi bagian yang lebih kecil sehingga dapat menyelesaikan fungsinya.


3.1.1. Sel Hewan

Hasil pengamatan pada praktikum acara Pengenalan Sel hewan

ditampilkan pada ilustrasi 1. Data yang ditampilkan merupakan preparat awetan

villi usus Tikus Putih dengan perbesaran 100 x (sisi kiri) dan gambar pembanding

(Anthony dan Sudjadi, 2005).

Ilustrasi 1. Data Pengamatan Sel Hewan

Sel memiliki ukuran yang berbeda-beda antar makhluk hidup. Hal ini

sesuai dengan pendapat George (2006) yang menyatakan bahwa bentuk sel hewan

relatif tidak tetap dan bisa berubah. Sel mikroskopik yang berdiameter sekitar 10

− 30 µm. Sel terdiri atas vesikel, mitokondria, sentriol, nukleus, nukleolus,

kromatin, ribosom, retikulum endoplasma, mikrotubulus, membran plasma,

vakuola, sitosol, selaput inti, badan golgi dan lisosom. Bagian dalam sel memiliki

fungsi dan letak yang relatif tetap. Hal ini sesuai dengan Setiadi (2007) yang

menyatakan bahwa ukuran sel dibatasi agar tidak tumbuh terlalu besar karena sel
harus mempertahankan suatu area permukaan yang memadai untuk menampung

pergantian antara nutrisi dan sampah.

3.1.2. Sel Tumbuhan

Hasil pengamatan pada praktikum acara Pengenalan Sel tumbuhan

ditampilkan pada ilustrasi 2. Data yang ditampilkan merupakan daun Rhoeo

discolor dengan perbesaran 100 x (sisi kiri) dan gambar pembanding (Yartim et

al., 2014).

Ilustrasi 2. Penampang Sel Tumbuhan

Rata-rata sel pada tumbuhan memiliki ukuran yang sangat kecil. Hal ini

sesuai dengan Kimball (2000) yang menyatakan bahwa biasanya ukuran sel

tumbuhan mencapai mikrometer bahkan hingga nanometer. Sel tumbuhan

memiliki vakuola, dinding sel, lisosom, dan lain-lain. Bentuk sel tumbuhan adalah

tetap karena sel tumbuhan memiliki dinding sel yang tersusun atas selulosa, kitin,

asam amino dan karbohidrat kompleks. Hal ini sesuai dengan pendapat George

(2006) yang menyatakan bahwa dinding sel berfungsi sebagai penyokong.


3.1.3. Perbedaan Sel Tumbuhan dan Sel Hewan

Sel hewan dan tumbuhan mempunyai perbedaan, sel tumbuhan

mempunyai organel vakuola, plastida dan dinding sel sedangkan sel hewan tidak

memiliki organel vakuola, plastida dan dinding sel. Hal ini sesuai dengan

pendapat Nurwardani (2008) yang menyatakan bahwa sel tumbuhan memiliki

ukuran yang lebih besar, bentuk sel tetap, mempunyai dinding sel, mempunyai

klorofil dan mempunyai vakuola yang besar. Sel hewan memiliki lisosom, flagel

dan sentriol, sedangkan sel tumbuhan tidak memiliki organel lisosom, flagel dan

sentriol. Hal ini sesuai dengan Karmana (2004) yang menyatakan bahwa sel

hewan terdapat sentriol, lisosom, vakuola yang berukuran kecil dan flagelata.

.
3.2. Pengenalan Jaringan

Jaringan adalah kumpulan sel-sel yang mempunyai struktur dan fungsi

yang sama serta mengadakan hubungan dan koordinasi satu dengan yang lainya

yang mendukung pertumbuhan pada tumbuhan. Hal ini sesuai dengan pendapat

Mukhtar (2001) yang menyatakan bahwa sekumpulan sel yang memiliki struktur

dan fungsi sama disebut jaringan. Jaringan hewan ada empat macam jaringan

dasar berdasar atas fungsi dan strukturnya yaitu jaringan epitel, jaringan pengikat,

jaringan otot, dan jaringan saraf. Jaringan tumbuhan dapat dikelompokkan

menjadi enam yaitu jaringan meristem, jaringan parenkim, jaringan pelindung,

jaringan penguat, dan jaringan pengangkut. Hal ini di dukung oleh pendapat

Prawiro (2007) yang menyatakan bahwa terdapat macam-macam jaringan dalam

jaringan tumbuhan yaitu meristem, parenkim, pengangkut, penguat, dan

pelindung. Jaringan penyusun tubuh tumbuhan dapat dibedakan menjadi dua

macam yaitu jaringan meristem dan jaringan dewasa. Jaringan meristem

merupakan jaringan yang bersifat embrional artinya terus-menerus membelah

sedangkan jaringan dewasa merupakan jaringan yang terbentuk dari diferensiasi

dan spesialisasi dari jaringan meristem.


3.2.1. Jaringan Tumbuhan Monokotil

Hasil pengamatan pada praktikum acara Pengenalan Sel tumbuhan

ditampilkan pada ilustrasi 3. Data yang ditampilkan merupakan preparat awetan

bunga sepatu dengan perbesaran 100 x (sisi kiri) dan gambar pembanding

(Atinirmala, 2006).

Ilustrasi 3. Data Pengamatan Jaringan Monokotil

Tumbuhan monokotil adalah tumbuhan yang tidak berkambium dan

berkeping satu. Struktur pada jaringan monokotil terdapat berkas pembuluh yang

menyebar dan bertipe kolateral tertutup yang artinya di antara xilem dan floem

tidak di temukan kambium. Hal ini sesuai dengan pendapat Saktiyono dan

Robbins (2009) yang menyatakan bahwa monokotil memiliki ciri-ciri batang

tidak bercabang, ikatan pembuluh tertutup, tidak berkambium, akar serabut,

pertulangan daun sejajar, dan biji berkeping satu. Bagian korteks dan empulur

pada batang tumbuhan monokotil tidak dapat di bedakan dengan jelas sehingga
disebut jaringan dasar. Hal ini sesuai dengan pendapat Atinirmala (2006) yang

menyatakan bahwa kambium merupakan titik pertumbuhan sekunder kearah

dalam membentuk xilem dan kearah luar membentuk floem.

3.2.2. Jaringan Tumbuhan Dikotil

Hasil pengamatan pada praktikum acara Pengenalan Sel tumbuhan

ditampilkan pada ilustrasi 4. Data yang ditampilkan merupakan preparat akar

Jagung dengan perbesaran 100 x (sisi kiri) dan gambar pembanding (Atinirmala,

2006).

Ilustrasi 4. Data Pengamatan Jaringan Dikotil

Tumbuhan dikotil adalah tumbuhan yang berkeping dua dan memiliki

jaringan meristem. Batang tumbuhan dikotil mempunyai banyak tipe berkas

pengangkut, salah satunya tipe kolateral terbuka dimana antara xilem dan floem

dapat di jumpai kambium. Hal ini sesuai dengan pendapat Yartim et al. (2014)

yang menyatakan bahwa jaringan meristem adalah jaringan muda yang terdiri atas

sel-sel yang mempunyai sifat membelah diri. Fungsinya untuk mitosis dimana sel-
selnya kecil, berdinding tipis tanpa vakuola tengah di dalamnya. Tumbuhan

dikotil bagian tengah batang tersusun atas jaringan parenkim yang memiliki ruang

antar sel dan disebut empulur. Hal ini sesuai dengan pendapat Setiadi (2007) yang

menyatakan bahwa jaringan pada tumbuhan dikotil terdiri atas jaringan epidermis,

meristem, pengangkut berupa xilem dan floem serta jaringan penyokong.


BAB IV

SIMPULAN

4.1. Kesimpulan

Sel hewan dan tumbuhan mempunyai perbedaan, sel tumbuhan

mempunyai organel plastida dan dinding sel sedangkan sel hewan tidak memiliki

organel tersebut. Sel hewan memiliki lisosom dan sentriol sedangkan sel

tumbuhan tidak memiliki organel tersebut. Jaringan tumbuhan dikotil memiliki

kambium dan berkeping dua serta berkas pembuluhnya yaitu xilem dan floem

beraturan mengapit kambium sehingga bisa bertumbuh besar sedangkan jaringan

tumbuhan monokotil tidak berkambium dan hanya berkeping satu serta xilem dan

floemnya tidak beraturan sehingga tumbuhan hanya bisa tumbuh memanjang.

4.2. Saran

Sebaiknya alat-alat praktikum diperbaharui dan diperbanyak agar

praktikum dapat berjalan dengan lancar. Khususnya pada mikroskop dan pipet

tetes.
DAFTAR PUSTAKA

Anthony, L M dan Sudjadi. 2005. Histologi Dasar. Penerbit Buku Kedokteran


EGC, Jakarta.

Atinirmala. 2006. Struktur dan Perkembangan Tumbuhan. Swadaya, Jakarta.

George. 2006. Biologi Edisi Kedua. Erlangga, Jakarta.

Handoko, Y. Herlina dan Santoso I. 2004. Biologi. Hipokrates, Jakarta.

Karmana, O. 2004. Cerdas Belajar Biologi. Grafindo Media Pratama, Jakarta.

Kimball. 2000. Media Teknologi. Swadaya, Jakarta.

Mukhtar. 2001. Biologi Edisi Kelima Jilid II. Erlangga, Jakarta.

Nurwardani, P. 2008. Teknik Pembibitan Tanaman dan Produksi Benih.


Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuaraan, Jakarta.

Prawiro. 2007. Penggunaan antibiotik pada hewan dan dampaknya terhadap


bakteri dan kesehatan publik. Sarana Wana Jaya. 1 (9) : 46 − 49.

Saktiyono, K. dan S. Robbins. 2009. Penyusun Organisme Volume 1. Penerbit


Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Yartim, A., H.F. Trianto dan M.I. Ilmiawan. 2014. Pengaruh pajanan
monosodium glutamat terhadap histologi duodenum tikus putih. Adi
Bintang Media. 15 (2) : 166 − 172.

Anda mungkin juga menyukai