Anda di halaman 1dari 9

Pendahuluan

Leukemia merupakan penyakit keganasan dimana terdapat kelainan genetik pada sel
hematopoietik sehingga menghasilkan kelainan pada sel-sel klonal. Leukemia merupakan
penyakit keganasan yang tersering pada anakanak, dengan persentase kejadian sebesar 30% pada
anak-anak dibawah 15 tahun. Leukemia dapat dibagi menjadi leukemia akut (leukemia
limfoblastik akut dan leukemia mieloblastik akut) dan leukemia mielogenous kronik1
Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan tipe leukemia dengan insidensi tertinggi, yaitu
82% dari semua leukemia pada anak2. Anak-anak dengan LLA biasanya akan mengalami
anoreksia, malaise, pucat, nyeri pada tulang ataupun persendian1, demam, tanda-tanda infeksi,
fatigue, epistaksis, dan petekie 3.
Definisi
Leukemia akut merupakan penyakit dengan progresifitas cepat yang menyerang sel-sel darah
yang belum matang, dan belum berdiferensiasi4, sedangkan leukemia limfoblastik akut adalah
leukemia akut yang menyerang sel-sel limfoblast, baik sel T maupun sel B.
Epidemiologi
Leukemia akut pada anak mencapai 97% dari semua leukemia pada anak, dan terdiri dari 2 tipe
yaitu akut limfoblastik leukemia (ALL) dan akut non limfoblastik leukemia (ANLL). LLA
merupakan penyakit keganasan yang tersering pada anak dengan angka kejadian mencapai 82%
2
. Satu dari empat anak dengan kanker merupakan pasien anak dengan LLA, dengan puncak
insidensi pada usia 2-5 tahun dan lebih banyak menyerang anak laki-laki dibandingkan anak
perempuan pada semua usia4.

Etiologi
Sampai saat ini apa yang menjadi penyebab leukemia belum diketahui dengan pasti. Sementara
apa yang menjadi faktor risiko dapat diketahui dari beberapa penelitian yang telah dilakukan
diantaranya adalah penggunaan pestisida, medan listrik, riwayat keguguran pada ibu, radiasi,
bahan kimia (benzene), virus, kelainan genetik, ibu yang umurnya relatif tua saat melahirkan, ibu
yang merokok saat hamil, konsumsi alkohol saat hamil, penggunaan marijuana saat hamil,
medan magnet, pekerjaan orangtua, berat lahir, urutan lahir, radiasi prenatal dan postnatal,
vitamin K, diet.5
Studi faktor lingkungan difokuskan pada paparan in utero dan pasca natal. Moskow melaukan
studi kasus kelola pada 204 pasien dengan paparan paternal/maternal terhadap pestisida dan
produk minyak bumi. Terdapat peningkatan resiko leukemia pada keturunannya.6
Radiasi dosis tinggi merupakan leukemogenik, seperti dilaporkan di Hiroshima dan Nagasaki
sesudah ledakan bom atom. Meskipun demikian paparan radiasi dosis tinggi in utero secara
sifnifikan tidak mengarah pada peningkatan insiden leukemia, demikian juga halnya dengan
radiasi dosis rendah. Namun hal ini masih merupakan perdapatan. Pemeriksaan X-ray abdomen
selama trimester 1 kehamilan menunjukan peningkatan kasus ALL sebanyak 5 kali. Selama 40
tahunan metode ini digunakan secara rutin, tetapi saat ini pemeriksaan tersebut amat jarang dan
hanya sedikit kasus yang bisa dijelaskan hubungannya dengan faktor ini.6
Kontroversi tentang paparan bidang elektromagnetik masih ada. Beberapa studi tidak
menemukan peningkatan, tapi studi terbaru menunjukkan peningkatan 2 kali diantara anak-anak
yang tinggal di jalur listrik tegangan tinggi, namun tidak signifikan karena jumlah anak yang
terpapar sedikit.6
Hipotesis yang menarik saat ini mengenai etiologi leukemia pada anak-anak adalah peranan
infeksi virus dan atau bakteri seperti disebutkan Greaves (Greaves, Alexander 1993). Ia
mempercayai ada dua langkah mutase pada sistem imun. Pertama selama kehamilan atau awal
masa bayi dan kedua selama tahun pertama kehidupan sebagai konsekuensi dari respons terhadap
infeksi pada umumnya.6
Beberapa kondisi perinatal merupakan faktor resiko terjadinya leukemia pada anak, seperti yang
dilaporkan oleh Cnattingius dkk. (1995). Faktor-faktor tersebut adalah penyakit ginjal pada ibu,
penggunaan suplemen oksigen, asfiksia, berat badan lahir > 4500 gram, dan hipertensi saat
hamil. Sedangkan Shu dkk. (1996) melaporkan bahwa ibu hamil yang mengkonsumsi alkohol
meningkatkan resiko terjadinya leukemia pada bayi, terutama ANLL.6

Patofisiologi dan Klasifikasi morfologik


Hematopoiesis dimulai pada minggu ketiga gestasi dengan eritropoiesis dalam yolk sac. Saat
usia 2 bulan gestasi, tempat utama hematopoiesis bermigrasi ke hati. Pada usia gestasi 5 sampai
6 bulan, proses hematopoiesis berpindah dari hati ke sumsum tulang . Selama masa bayi, hampir
seluruh rongga sumsum tulang bersifat hematopoietik secara aktif. Seiring dengan pertumbuhan
anak, hematopoiesis berpindah ke tulang-tulang korpus (vertebra, sternum, iga, dan pelvis), dan
secara bertahap sumsum tulang digantikan dengan lemak7.
Pada pasien leukemia, sumsum tulang memproduksi sel-sel darah putih yang abnormal yang
disebut sel leukemia dan sel blast leukemia. Sel-sel abnormal ini tidak dapat memproduksi sel-
sel darah putih yang normal. Sel-sel ini terus membelah diri sehingga lebih banyak lagi sel-sel
leukemia yang dihasilkan. Tidak seperti sel-sel darah normal, sel-sel leukemia tidak mati ketika
tua ataupun rusak, sehingga sel-sel tersebut terus tumbuh dan mendesak sel-sel darah normal.
Rendahnya jumlah sel darah normal mengakibatkan tubuh sulit mendapatkan pasokan oksigen
untuk jaringan, mengontrol perdarahan, dan melawan infeksi. Sel-sel leukemia dapat menyebar
ke organ lain seperti kelenjar getah bening, limpa, bahkan otak8.
Tabel 1. Jumlah leukosit normal berdasarkan umur.9

Penelitian yang dilakukan pada leukemia limfoblastik akut menunjukkan bahwa sebagian besar
ALL mempunyai homogenitas pada fenotip permukaan sel blas dari setiap pasien. Hal ini
memberi dugaan bahwa populasi sel leukemia itu berasal dari sel tunggal. Oleh karena
homogenitas itu maka dibuat klasifikasi ALL secara morfologik untuk lebih memudahkan
pemakaiannya dalam klinik, sebagai berikut6:
- L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa, dengan kromatin homogen, anak inti
umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit.
- L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tetapi ukurannya bervariasi, kromatin
lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti.
- L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin berbercak, banyak
ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi.
kriteria LLA menurut National Cancer Institute

Akibat terbentuknya populasi sel leukemia yang makin lama makin banyak akan menimbulkan
dampak yang buruk bagi produksi sel normal, dan bagi faal tubuh maupun dampak karena
infiltrasi sel leukemia ke dalam organ tubuh.6
Kegagalan hematopoiesis normal merupakan akibat yang besar pada patofisiologi leukemia akut,
walaupun demikian patogenesisnya masih sangat sedikit diketahui. Bahwa tidak selamanya
pansitopenia yang terjadi disebabkan desakan populasi sel leukemia, terlihat pada keadaan yang
sama (pansitopenis) tetapi dengan gambaran sumsum tulang yang justru hiposeluler.

Diagnosis
Gejala klinis dan pemeriksaan darah lengkap dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis
leukemia. Namun untuk memastikannya harus dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang
dan dilengkapi dengan pemeriksaan radiografi dada, cairan serebrospinal, dan beberapa
pemeriksaan penunjang yang lain. Cara ini mendiagnosis sekitar 90% kasus, sedangkan sisanya
memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, yaitu sitokimia, imunologi, sitogenetika, dan biologi
molekuler.6
Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan anemia, kelainan jumlah hitung jenis leukosit, dan
trombistopenia. Bisa terdapat eosinophilia reaktif. Pada pemeriksaan preparat apus darah tepi
didapatkan sel-sel blas. Berdasarkan protokol WK-ALL dan protokol nasional (protokol Jakarta)
pasien ALL dimasukkan dalam kategori resiko tinggi bila jumlah leukosit <50.000, ada massa
mediastinum, ditemukan leukemia susunan saraf pusat (SSP) serta jumlah sel blas total setelah 1
minggu diterapi dengan deksametason lebih dari 1000/mm3. Massa mediastinum tampak pada
radiografi dada. Untuk menentukan adanya leukemia SSP harus dilakukan aspirasi cairan
serbrospinal dan dilakukan pemeriksaan sitologi6. Diagnosis dari ALL secara garis besar dapat
diketahui dari apusan darah tepi yang mengindikasikan kagagalan sumsum tulang. Anemia dan
trombositopenia merupakan yang tersering ditemukan. Kebanyakan pasien dengan ALL akan
memiliki nilai hitung leukosit <10.000/uL. Sel leukemik jarang ditemukan pada pemeriksaan
apusan darah tepi rutin, namun apabila ditemukan sel leukemik akan memberi gambaran sel
limfosit atipikal. Sel leukemia atipikal ini bukan merupakan pertanda khas ALL akan tetapi
merupakan pertanda tindak lanjut untuk pemeriksaan sel malignansi. Saat hasil dari pemerisaan
darah tepi menunjukan kecurigaan pada leukemia maka pemeriksaan sumsum tulan (BNP) perlu
dilakukan untuk menegakkan diagnosis. 10
ALL dapat didiagnosis apabila ditemukan pada pemeriksaan sumsum tulang >25% dari total sel
sumsum tulang merupakan limfoblast yang homogen. Penentuan derajat/klasifikasi ALL dapat
ditentukan dari pemeriksaan cairan serebrospinal.10
Pada saat diagnosis leukemia ditegakkan akan menimbulkan beberapa permasalahan baik karena
tindakan yang invasif maupun kondisi psikologis orang tua dan keluarga. Aspirasi sum sum
tulang dan pungsi lumbal dapat menimbulkan nyeri dan ketakutan pada anak dan kekhawatiran
pada orang tua, sehingga perlu penjelasan dan edukasi, pemberian obat penenang dan pendekatan
psikologi. Tindakan tersebut juga perlu dilakukan pada saat mengevaluasi perkembangan
penyakit/kemajuan pengobatan, sesuai jadwal yang sudah ditentukan. Edukasi dan
pendampingan orang tua pada saat dilakukan tindakan aspirasi sumsum tulang dan pungsi lumbal
adalah langkah yang berujuan untuk mengurangi rasa sakit dan meningkatkan rasa percaya diri
pasien.6

Diagnosis Banding

Diagnosis banding leukemia pada anak yang perlu dipikirkan antara lain anemia aplastik,
gangguan mieloproliferatif, PTI, keganasan lain, penyakit reumatologi atau penyakit kolagen,
vaskular dan sindrom hemofagosit familial atau induksi virus, infeksi virus Ebstein-Barr, infeksi
mononucleosis, reaksi leukemoid dan sepsis. 6

Terapi
Penanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Penanganan suportif meliputi pengobatan
penyakit lain yang menyertai leukemia dan pengobatan komplikasi antara lain berupa pemberian
transfusi darah/trombosit, pemberian antibiotic, pemberian obat untuk meningkatkan granulosit,
obat anti jamur, pemberian nutrisi yang baik, dan pendekatan aspek psikososial. 6
Terapi induksi berlangsung 4-6 minggu dengan dasar 3-4 obat yang berbeda (deksametason,
vinkristin, L-asparaginase, dan atau antrasiklin. Kemungkinan hasil yang dapat dicapai remisi
komplit, remisi parsial, atau gagal. Intensifikasi merupakan kemoterapi intensif tambahan setelah
remisi komplit dan untuk profilaksi leukemia pada susunan saraf pusat. Hasil yang diharapkan
adalah tercapainya perpanjangan remisi dan meningkatkan kualitas remisi. Lebih dari 95%
pasien akan mendapatkan remisi pada fase ini. Terapi SSP dikombinasi dengan infus berulang
metotreksat dosis sedang (500mg/m2) atau dosis tinggi (3-5gr/m2). Di beberapa pasien resiko
tinggi dengan umur >5 tahun mungkin lebih efektif dengan memberikan radiasi cranial (18-24
Gy) disamping pemakaian sistemik dosis tinggi. 6
Terapi lanjutan rumatan dengan menggunakan obat merkaptopurin tiap hari dan CCR
(Continuous Complete Remission) dan 25-30% akan kambuh. Sebab utama kegagalan terapi
adalah kambuhnya penyakit. Relaps sumsum tulang yang terjadi (dalam 18 bulan sesudah
diagnosis) memperburuk prognosis (10-20% long term survival) sementara relap yang terjadi
kemudian setelah penghentian terapi mempunyai prognosis lebih baik, khususnya relap testis
dimana long-term survival 50-60%. Terapi relaps harus lebih agresif untuk mengatasi resistensi
obat. 6
Transplantasi sum-sum tulang mungkin memberikan kesempatan untuk sembuh, khususnya bagi
anak-anak dengan leukemia sel T yang setelah relaps mempunyai prognosis yang buruk dengan
terapi sitostatika konvensional. 6
Secara keseluruhan survival setelah relaps adalah 20-40% pada seri yang berbeda. Survival
meningkat dari 53% (1981-1985), sampai 68% (1986-1991) sampai dengan saat ini 81% (1992-
1995). Alasan utama perbaikan ini adalah lebih intensifnya terapi untuk semua faktor resiko. 6
Mekanisme kerja kemoterapi yang bersifat tidak selektif dan terapi kombinasi menyebabkan
toksisitas obat yang meningkat. Toksisitas akut terjadi setelah pemberian kemoterapi beberapa
jam-minggu dan bersifat sementara. Toksisitas akut antara lain depresi sumsum tulang, mual,
muntah, alopesia, dan alergi11. Setelah kemoterapi, akan terjadi penurunan jumlah sel neutrofil,
sel darah merah, hemoglobin, dan trombosit akibat proses penghancuran dan ketidakmampuan
sumsum tulang untuk menghasilkan neutrofil, sel darah merah, hemoglobin, dan trombosit12.
Tingkat kerusakan organ akibat efek samping kemoterapi berbeda pada tiap individu tergantung
berbagai faktor antara lain jenis dan dosis kemoterapi yang dipakai, jangka waktu pemberian,
faktor individu seperti ras, status gizi, keadaan organ tempat detoksifikasi, dan ekskresi obat
tersebut.11

Referensi
1. Tubergen, D.G., Bleyer, A., Ritchey, A. K., 2011. The Leukemias. Dalam: Kliegman,
R.M., Stanton, B.F., Schor, N.F., Behrman, R.E., Geme, J.W., ed. Nelson Textbook of
Pediatric 19th Edition. Philadelphia : Elsevier, 1732, 1734
2. Permono, B.H., Ugrasena, IDG. 2012. Leukemia Akut. Dalam: Permono, B.H., Sutaryo,
Ugrasena, IDG., Windiastuti, E., Abdulsalam, M., ed. Buku Ajar Hematologi - Onkologi
Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 236 -240 .
3. Imbach. P., 2006. Acute Lymphoblastic Leukemia. Dalam : Imbach. P., Kuhne, Th.,
Arceci, R., ed. Pediatric Oncology. Germany : Springer, 11 - 27.
4. Colby-Graham, M.F., Chordas, C., 2003. The Childhood Leukemias. Journal of
Pediatric Nursing, 18, (2), 87-95
5. Ross, E, et al. Classification of pediatric acute lymphoblastic leukemia by gene expression
profiling. s.l. : the american society of hematology, 2003.
6. Permono, B and Ugrasena, IDG. Leukimia Akut. Buku Ajar Hematologi Anak. Jakarta :
Dokter Anak Indonesia, 2012.
7. Panepinto, J. A., Scott, J. P., 2014. Hematologi. Dalam : Marcdante, K.J., Kliegman, R.M.,
Jenson, H.B., Behrman, R.E., ed. Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi 6. Elsevier, 597-
599.
8. National Cancer Institute, 2013. What You Need to Know About Leukemia. Available
from: http://www.cancer.gov/publications/patienteducation/leukemia.pdf. [Accesed 27
Maret 2015]
9. FA, Oski. Neutropenia in Pediatric Practice. s.l. : Pediatric Rev, 2008. pp. 12-23.
10. Kliegman, et al. Nelson Textbook of Pediatrics. Philadelphia : ElSevier, 2011
11. Ariawati, K., Gatot, D., Windiastuti, E., 2007. Toksisitas Kemoterapi Leukemia
Limfoblastik Akut pada Fase Induksi dan Profilaksis Susunan Saraf Pusat dengan
Metoktreksat 1 gram. Sari Pediatri, 9 (4), 252-258. Available from:
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/9-4-5.pdf
12. Moffitt Cancer Center, 2012. Chemotherapy Treatment and Your Blood Count. Available
from: http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=Chemotherapy+Treatment+and+
Your+Blood+Counts+moffitt+pdf&source=web&cd=1&ved=0CDYQFjAA&
url=http%3A%2F%2Fmoffitt.org%2FFile%2520Library%2FMain%2520Nav
%2FHome%2FPatient%2520Resources%2FChemotherapy%2FChemotherapy
_Treatment_and_Your

Anda mungkin juga menyukai