“Transdermal Patch “
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
2016
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah berjudul “Transdermal Patch”. Makalah ini
dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Penghantaran Obat. Dengan
selesainya makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Silvia Surini, M.Pharm.Sc, Apt. yang telah memberikan bimbingan
dan tugas ini kepada kami.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar belakang 2
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2
1.4 Metode Penulisan 2
1.5 Sistematika Penulisan 2
2. TRANSDERMAL PATCH DRUG DELIVERY SYSTEM 4
2.1. Latar Belakang Pengetahuan Transdermal Patch 4
2.2. Komponen Transdermal Patch 9
2.3. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Transdermal Patch 11
2.4. Kategori Sistem Transdermal Patch 12
2.5. Data Penetrasi/Absorpsi In Vivo dan In Vitro 19
3. KESIMPULAN DAN SARAN 23
3.1. Kesimpulan 23
3.2. Saran 23
DAFTAR ACUAN 24
iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Administrasi obat secara oral biasanya dihubungkan dengan
bioavailabilitas obat yang rendah dan perbedaan metabolism antar individu.
Sementara, administrasi secara injeksi intravena sangat tidak disukai oleh
pasien karena pemberian nya secara invasive dan menyakitkan. Keduanya
sama-sama memiliki efek rendahnya kepatuhan pasien dalam menjalankan
terapi. Pengembangan penelitian saat ini sedang cukup banyak mengarah
kepada administrasi obat melalui kulit yang merupakan orang terluas yang
dimiliki tubuh yakni seluas 1,7 m2 dan merupakan 10% massa total tubuh.
Walaupun kulit pada dasarnya memiliki fungsi penting sebagai barrier utama
tubuh untuk melindungi dari pengaruh lingkungan luar berupa partikel asing,
namun sediaan transdermal dapat memungkinkan suatu molekul obat
berpermeasi pada lapisan kulit sehingga dapat menuju ke sistemik. Pada
sistem penghantaran obat transdermal, sediaan melekat pada kulit dan
menghantarkan obat untuk melintasi kulit pada kecepatan yang terkontrol
menuju ke pembuluh darah.
Bentuk sediaan transdermal yang popular di masyarakat adalah berupa
patch dan telah banyak dikembangkan untuk mengatasi berbagai masalah
kesehatan. Misalnya skopolamin patch untuk mabuk saat berkendara,
nitrogliserin untuk gangguan pada jantung, estrasiol dan testosterone untuk
terapi sulih hormone, fentanyl pada manajemen nyeri, nikotin patch untuk
smoking cessation, rivastigmin untuk penyakit Alzheimer, dan
methylphenidate untuk mengatasi Attention Deficit Hyperactivity Disorder
(ADHD). Maka dari itu sediaan transdermal dapat menjadi rute administrasi
yang baik dibandingkan administrasi oral meningat adanya metabolisme lintas
pertama, menghindari enzim pencernaan yang dapat mendegradasi obat pada
administrasi oral, dan sediaan transdermal memiliki kemampuan untuk
melepaskan obat secara terkontrol dalam jangka waktu yang panjang.
1
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
Untuk mengetahui mengenai pengertian dan tujuan dari sediaan
Transdermal Patch
Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan dari sediaan Transdermal
Patch
Untuk mengetahui mekanisme terjerapnya obat atau posisi obat dalam
sistem Transdermal Patch
Untuk mengetahui mekanisme pelepasan obat dari sediaan
Transdermal Patch
Untuk mengetahui mekanisme penghantaran obat dari sediaan
Transdermal Patch hingga dapat memberikan efek terapi
1.4 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode studi pustaka
untuk mencari data dan fakta-fakta dari berbagai sumber. Adapun sumber yang
digunakan penulis dalam penulisan makalah ini yaitu jurnal, buku, dan berbagai
sumber dari internet.
2
BAB II
ISI
3
saraf. Untuk sistem penghantaran transdermal, obat harus berpenetrasi
melewati ketiga lapisan utama kulit ini dan mencapai ke sirkulasi sistemik
sedangkan untuk sistem penghantaran topikal obat berpenetrasi hanya
diharuskan melewati stratum korneum.
a. Faktor Fisiologis
Stratum corneum (SC)
SC merupakan barrier utama yang menghalangi absorpsi obat melalui
kulit (terutama untuk obat-obat yang kurang lipofil). Cara mengatasinya
adalah dengan mengubah komposisi atau organisasi lipid intraseluler yang
ada di lapisan SC ini. Namun, untuk zat-zat yang sangat lipofikik (nilai
koefisien partisi oktanol-air lebih dari 104), maka transportnya diyakini
tidak dihambat oleh difusi melalui SC tetapi oleh kinetika saat molekul
melewati lapisan SC dan masuk ke lapisan di bawahnya, dimana terdiri
dari sel epidermis hidup (dan mengandung lebih banyak air). Molekul-
molekul seperti ini akan mengalami 2 masalah yang terkai dengan
bioavailabilitas transdermal. Pertama, lag time akan semakin panjang
karena adanya kesulitan untuk menembus lapisan di bawah SC. Kedua,
zat-zat yang sangat lipofilik ini akan terikat kuat di membran dan
4
membentuk reservoir di membran sehingga masih terjadi pelepasan obat
walaupun sistem penghantarnya telah dilepas.
Anatomi
Ada beberapa bagian tubuh yang kulitnya lebih permeabel
dibandingkan dengan bagian tubuh lain, seperti genitalia, khususnya
skrotum, axilla, wajah, kulit kepala, dan post-auricularly. Bagian-bagian
tubuh ini telah digunakan untuk mengoptimalkan pemberian transdermal.
Contohnya patch testosteron pertama kali dibuat untuk digunakan di
skrotum, sistem skopolamin diletakkan di belakang telinga. Akan tetapi,
tempat pemakaian ini juga disesuaikan dengan kenyamanan penggunaan
oleh pasien dan fisiologinya (misalnya memakai patch nitrogliserin di
sekitar dada/dekat jantung). Tetapi pada umumnya sistem transdermal
berfungsi secara ekivalen di bagian tubuh yang berbeda-beda.
Kondisi kulit dan penyakit
Perubahan pada susunan lipid/protein pada stratum corneum dapat
terjadi pada pasien yang menderita penyakit kulit (misalnya psoriasis).
Oleh karena itu, patch transdermal digunakan hanya pada kulit yang
normal dan terbebas dari penyakit-penyakit kulit.
Usia
Kulit yang sudah tua cenderung lebih rapuh/sensitif (contohnya lebih
sensitif terhadap pelepasan patch yang menempel dengan kuat) dan
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk penyembuhan luka. Oleh
karena itu, penggunaan kronis sistem transdermal kepada pasien geriatri
harus dimonitor dengan hati-hati. Lalu, neonatus premature (lahir kurang
dari 30 minggu kehamilan) memiliki barrier yang tidak berdiferansiasi
dengan baik sehingga rentan terhadap keracunan perkutan akibat absorpsi
zat kimia yang berlebihan.
Metabolisme di kulit
Metabolisme presistemik di kulit dapat terjadi di bagian epidermis sel
hidup. Di kulit diketahui terdapat sistem enzim sitokrom P450. Akan
tetapi, kapasitas epidermis hidup untuk memetabolisme obat sangat
terbatas dan biodegradasi juga jarang terjadi dibandingkan dengan
metabolisme obat di hati. Sehingga pemberian secara transdermal
merupakan upaya yang tepat untuk mencegah metabolisme presistemik.
Desquamation
Epidermis mengalami proses pergantian setiap 3 minggu sekali,
sehingga memungkinkan pergantian 1 lapisan stratum corneum per hari
(stratum corneum terdiri dari 20 lapisan). Hal ini dapat berpengaruh pada
adhesi patch, khususnya untuk patch yang didesain untuk penggunaan
lebih dari 24 jam.
5
Beberapa obat mungkun bersifat iritan pada kulit sehingga dapat
menyebabkan respon inflamasi.
b. Faktor Formulasi
Bioavailabilitas obat dipengaruhi oleh laju dan jumlah obat yang
terabsorpsi. Pada penghantaran transdermal, obat terabsorpsi ke kulit
melalui proses difusi berdasarkan Hukum Fick’s 1 dan 2. Berikut adalah
gambaran proses difusi dari sediaan transdermal ke dalam kulit dan kurva
obat yang berpenetrasi per satuan waktu.
Gambar 2.2. Proses difusi sediaan transdermal dan kurva penetrasi per satuan
waktu
(Hillery, et al, 2001)
6
Sumber lain menerangkan faktor yang mempenaruhi bioavailibilitas system
penghantaran obat transdermal sebagai berikut (Kesarwani,et.al 2013)
a. Faktor fisikokimia
Skin hydration
Permeabilitas kulit akan meningkat signifikan jika berkontak dengan
air. Hidrasi merupakan faktor yang paling penting pada permeasi kulit,
sehingga penggunaan humectant pada penghantaran transdermal
dibutuhkan
Temperatur dan pH
Permeasi obat meningkat 10 kali dengan perubahan suhu. Koefisien
difusi menurun ketika temperature juga menurun. Disosiasi asam
lemah dan basa lemah juga tergantung dari nilai pKa atau pKb.
Proporsi obat tak terionisasi menjelaskan jumlah konsentrasi obat pada
kulit. Oleh sebab itu suhu dan pH merupakan faktor penting yang
mempengaruhi permeasi obat
Koefisien difusi
Pada suhu yang konstan, koefisien difusi obat bergantung pada
karakteristik zat aktif, medium difusi dan interaksi antara mereka
Konsentrasi zat aktif
Koefisien partisi
Obat dengan koefisien partisi yang tinggi tidak bisa meninggalkan
lapisan lipid, sebaliknya obat dengan koefisien partisi yan rendah tidak
dapat berpermeasi.
Ukuran dan bentuk molecular
b. Faktor biologi
Kondisi kulit
Asam, basa, methanol, dan kloroform dapat merusak sel kulit dan
memicu penetrasi. Adanya penyakit pada kulit mengubah kondisi kulit
itu sendiri. Kuit yang utuh memiliki barrier yang lebih bagus, namun
hal tersebut mempengaruhi permeasi zat aktif ke dalam kulit
Usia kulit
Kulit yang masih muda memiliki permeasi yang lebih baik disbanding
yang sudah tua
Aliran darah
Perubahan pada sirkulasi peripheral dapat mempengaruhi absorbs
transdermal
Regional skin site
Ketebalan kulit, kondisi alamiah pada stratum corneum mempengaruhi
permeasi obat
Metabolisme kulit
7
Kulit memetabolisme steroid, hormon, bahan kimia karsinogenik dan
beberapa obat. Sehinga kulit menjelaskan efikasi dari permeasi obat
kedalam kulit
Variasi spesifik pada kulit
Ketebalan kulit, densitas kulit dan keratinisasi kulit dapat
mempengaruhi penetrasi.
8
- Sonophoresis (ultrasound)
- Laser Radiation and Photomechanical Waves
- Radio Frequency
- Magnetophoresis
- Thermophoresis
- Microneedle-based device
9
kekuatan mekanis pada patch tersebut. Selain itu, backing layer juga harus
bersifat lentur sehingga memudahkan pasien untuk bergerak sehingga
nyaman digunakan (Williams, 2003).
b. Sistem reservoir obat atau sistem matriks
Sistem reservoir obat atau sistem matriks berfungsi untuk
menyimpan dan melepaskan obat pada kulit (Allen, Popovich, & Ansel,
2011). Matriks polimer dapat disiapkan dengan mendispersikan zat aktif
pada cairan atau polimer sintetik solid. Polimer yang digunakan pada
sistem penghantaran transdermal harus stabil dan kompatibel dengan
komponen lain pada sistem dan harus mampu memberikan pelepasan
efektif obat dari sediaan. Polimer yang dapat digunakan dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Polimer alam, contohnya derivat selulosa, zein, gelatin, shellac, wax,
gum, chitosan.
2. Elastomer sintetik, contohnya polibutadien, poliisobutilen, karet
silikon, akrilonitril, neopren.
3. Polimer sintetik, contohnya polivinil alkohol, polivinil klorida,
polietilen, polipropilen, poliakrilat, poliamida, poliurea,
polivinilpirolidon, polimetilmetaakrilat
c. Membran pengontrol laju pelepasan obat
Lapisan ini digunakan untuk mengatur laju pelepasan zat aktif dari
patch ke permukaan kulit. Umumnya terbuat dari polimer alam seperti
derivat selulosa dan chitosan ataupun campuran kopolimer etilen asetat
dan vinil asetat (Williams, 2003).
d. Lapisan adhesif
Lapisan adhesif berfungsi untuk menjaga patch tetap melekat
dengan kulit (Allen, Popovich, & Ansel, 2011). Lapisan adhesif harus
sensitif terhadap tekanan, sehingga sewaktu ingin diaplikasikan pada kulit
hanya diperlukan sedikit tekanan dan tetap melekat pada periode yang
ditentukan. Oleh karena itu, digunakan pressure-sensitive adhesive (PSA).
Pertimbangan pemilihan bahan adhesif, antara lain harus dapat menempel
dalam waktu yang cukup lama, sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak
menimbulkan alergi, sebaiknya kompatibel dengan obat dan eksipien
lainnya, sebaiknya memungkinkan patch dilepaskan dengan rasa nyeri
yang sesedikit mungkin (painless), serta tidak ada bahan adhesif yang
tersisa pada kulit ketika patch dilepaskan (Williams, 2003). Tiga golongan
PSA yang sering digunakan adalah golongan poliakrilat, poliisobutilen
(PIB), dan polidimetilsiloksan atau silikon (Li & Jasti, 2006).
e. Release liners
Release liner merupakan lapisan penutup yang harus dibuka
sebelum patch diaplikasikan pada kulit (Allen, Popovich, & Ansel, 2011).
Selain itu, juga berguna untuk mencegah hilangnya zat aktif selama
penyimpanan dan untuk mencegah adanya kontaminasi. Umumnya terbuat
10
dari silikon dan poliester. Idealnya, lapisan ini harus dapat mudah
dilepaskan dari lapisan adhesif tanpa menghilangkan bahan adhesif itu
sendiri, namun juga harus berikatan cukup kuat untuk mencegah
terlepasnya lapisan liner secara tidak sengaja. Pertimbangan lain dalam
pemilihan release liner adalah kompatibilitasnya dengan formulasi, dapat
meminimalisasi hilangnya komponen yang mudah menguap seperti etanol,
dan harus memiliki stabilitas kimia yang baik (Williams, 2003).
f. Peningkat Penetrasi (Penetration Enhancer)
Peningkat penetrasi secara kimia akan meningkatkan permeabilitas
kulit dengan cara merusak atau mengubah keadaan fisikokimia alami dari
stratum korneum secara reversible untuk mengurangi resistensi difusi.
Perubahan yang dilakukan misalnya dengan cara meningkatkan hidrasi
stratum korneum, mengubah struktur lemak dan lipoprotein dalam rongga
intraseluler melalui aksi pelarut atau denaturasi, ataupun keduanya.
Beberapa contoh peningkat penetrasi secara kimia adalah aseton, dimetil
asetamida, dimetil formamida, dimetil sulfoksida, etanol, asam oleat,
polietilen glikol, propilen glikol, minyak cardamom, minyak lemon, d-
limonen, dan natrium lauril sulfat. Pemilihan peningkat permeasi harus
berdasarkan efisiensinya dalam meningkatkan permeasi kulit, tetapi harus
tetap mempertimbangkan toksisitas pada kulit, dan harus kompatibel
dengan komponen lain (Allen, Popovich, & Ansel, 2011).
11
Obat yang digunakan harus memiliki berat molekul yang cukup kecil
sekitar <350 Da. Hal ini dikarenakan semakin besar molekul maka akan
semakin sulit difusi ke dalam kulit.
Obat yang digunakan harus memiliki lipofilisitas yang baik karena harus
menembus membran kulit yaitu stratum korneum yang bersifat lipofil.
Nilai Log P yang harus dimiliki 1-3. Namun jika terlalu lipofil maka akan
menjadi masalah karena selain melewati lapisan epidermis yang hidrofil.
Maka dari itu diperlukan juga kelarutan dalam air yang cukup baik.
Zat aktif dan komponen lain memiliki kemungkinan untuk menyebabkan
dermatitis
12
Gambar 2.4 Kategori transdermal patch
Posisi obat.
Pada sistem ini, obat terjerap pada lapisan polimer adhesive. Lapisan
adhesive dikelilingi oleh lapisan liner dan backing. Bahan Adhesive yang
biasa dipakai ialah Acrylic, polyisobutylene (PIB), dan silikon.
Pada sistem ini, di mana obat ini dimasukkan langsung ke lapisan polimer
adhesive, daripada ke lapisan terpisah. Lapisan polimer inilah yang Biasanya
digunakan untuk senyawa dengan berat molekul yang lebih kecil. Pada sistem
13
ini, Lapisan adhesive tidak hanya berfungsi untuk melekatkan berbagai lapisan
bersama-sama tapi juga bertanggung jawab untuk melepaskan obat lansung ke
kulit. (Azeem. A. 2009)
Pelepasan obat yang terjadi dalam sediaan tipe ini bergantung pada
difusi, sehingga zat aktif harus dapat berdifusi melalui matriks polimer agar
dapat dilepas. Berbeda dengan tipe reservoir yang memiliki laju pelepasan
orde nol, pelepasan obat pada transdermal tipe ini seiring waktu menjadi
lambat karena dipengaruhi oleh konsentrasi obat dalam sediaan yang
berkurang. Pada awalnya, molekul obat yang berada dekat dengan permukaan
adhesive akan dilepaskan paling awal. Seiring waktu, molekul-molekul yang
berada jauh dari permukaan harus menempuh jarak yang lebih besar untuk
mencapai bagian eksterior sehingga waktu pelepasan meningkat. (Chambers
Fox, 2014)
Obat yang terdispersi dalam sediaan ini berada dalam jumlah berlebih
sehingga diperoleh kondisi sediaan yang tersaturasi. Karena terdapat
peningkatan jumlah zat aktif, dapat terjadi kontak antar partikel obat yang
14
tidak terdisolusi. Ketika komposisi zat aktif melebihi 30% dari volume
matriks polimer, kontak antar parikel obat tersebut mengakibatkan
pembentukan mikrokanal sehingga sediaan transdermal tipe ini berpori.
(Hillery, et al, 2001)
Posisi Obat
Karakteristik dari sediaan transdermal patch sistem reservoir
adalah terdapat reservoir obat yang diselimuti oleh suatu membran
polimer. Membran polimer ini mengatur laju pelepasan obat dari
sediaan, sehingga disebut dengan rate controlling membrane. Sediaan
transdermal patch dengan sisitem ini juga memiliki resiko terjadinya
dose dumping jika membran pengatur laju pelepasan hancur atau
rusak. Proses difusi terjadi melewati membran polimer atau melalui
pori-pori pada membran polimer tersebut. (Perrie, Y., & Rades, T.,
2010)
15
cairan matriks silikon. Sistem ini didesain untuk melepaskan 500 μg
nitrogliserin per cm2 per hari. (Perrie, Y., & Rades, T., 2010)
16
Gambar 2.10. Sistem Reservoir
(Pharmatutor.org. 2016)
17
Gambar 2.12. Skema Pelepasan Obat Secara Difusi
(Anya Hillery & Andrew, 2005)
Pada tipe ini, sistem penghantaran obat adalah kombinasi dari sistem
reservoir dan disperse matrix. Reservoir obat terbentuk dari suspense obat
dalam larutan polimer yang larut air lalu didispersikan homogen dalam
polimer lipofilik untuk membentuk ribuan bola bola mikroskopik pada
reservoir obat. Secara termodinamika, dispersi tidak satbil ini di stabilikan
cepat dengan tautan silang cepat secara in situ dari polimer dengan
menggunakan cross linking agent.
Pada patch tipe ini, peran adhesive layer tidak hanya untuk melekatkan
berbagai layer lainnya bersamaan namun juga sebagai pelepas uap atau aroma.
Vapour patch ini terbilang baru dipassran, dan biasanya digunakan untuk
melepaskan minyak esensial pada dekongestan. Berbagai macam tipe dari
vapour patch ini terdapat banyak dipasaran yang mana digunakan untuk
meningkatkan kualitas tidur dan mengurangi kondisi merokok pada seseorang.
18
2.5 Data Penetrasi Absorpsi Obat In Vivo dan In Vitro (Sun, et al, 2012)
Gambar 2.14 Data uji permeasi secara in vitro dengan formulasi berbeda
19
Jenis adhesif yang digunakan adalah adhesif krilik dan dari tiga
jenis PSA Akrilik yang, adhesif yang paling baik adalah dengan nomor 87-
9301. Jumlah azasetron yang dipermeasi lebih banyak daripada dua jenis
adhesive lainnya. Lalu adanya penambahan peningkat penetrasi
menunjukkan hasil yang signifikan daripada yang tidak menggunakan
peningkat penetrasi. Dari jenis-jenis peningkat penetrasi yang ada, patch
yang mengandung IPM menunjukan fluks tertinggi dan peningkatan yang
besar. Hal ini menunjukkan bahawa jumlah kumulatif obat yang
dipermeasikan berkaitan dengan struktur dan lipofilisitas peningkat
penetrasi. IPM diketahui aman dan digunakan secara luas untuk
meningkatkan penetrasi;
Gambar 2.15. Profil penetrasi patch azasetron dengan adhesif yang berbeda-beda
(kiri)
Profil penetrasi patch azasetron dengan peningkat penetrasi yang berbeda-beda
(kanan)
Pengujian In Vivo
20
dianalisis. Parameter farmakokinetik yang dianalisis adalah konsentrasi
maksimum obat dalam plasma (Cmax), waktu untuk mencapai konsentrasi
maksimum (tmax), area dibawah kurva (AUC), dan bioavaliabilitas (F)
Pada pemberian obat secara IV melalui vena abdomen, konsentrasi
plasma rata-rata langsung menurun pada waktu 36 jam. Pada pemberian
dengan transdermal patch, Cmax dicapai pada waktu 66.00 ± 22.98 h
(Tmax), dan konsentrasi obat dalam plasma masih dapat dideteksi sampai
216 jam. Bioavailabilitas yang didapat adalah 68%
1 2
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
22
DAFTAR ACUAN
23
LAMPIRAN PERTANYAAN
• Apakah zat aktif dalam sediaan transdermal patch bisa lebih dari satu?
• Jika kadar obat dalam sediaan patch transdermal menurun atau sisa sedikit,
apakah pelepasannya akan semakin sulit atau terhambat?
24