Anda di halaman 1dari 13

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

FRAKTUR FEMUR 1/3 PROXIMAL DEXTRA

DI PUSKESMAS KARTASURA

NASKAH PUBLIKASI

Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas Dan Memenuhi Sebagian Persyaratan


Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

Disusun Oleh :

Mike Indra Fitryana

NIM. J100100032

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

i
PENGESAHAN

NASKAH PUBLIKASI

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS


FRAKTUR FEMUR 1/3 PROXIMAL DEXTRA

DI PUSKESMAS KARTASURA

Disusun oleh :

Mike Indra Fitryana

J 100 100 032

Pembimbing

Yulisna Mutia Sari, SSt.FT, M.Sc

ii
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FRAKTUR FEMUR
1/3 PROXIMAL DEXTRA DI PUSKESMAS KARTASURA

(Mike Indra Fitryana, 2013, 69 halaman)

ABSTRAK

Latar Belakang: Fraktur femur sering terjadi akibat dari kecelakaan lalu lintas,
yang mengakibatkan femur menjadi patah atau retak. Fraktur femur 1/3 proksimal
sering disebut fraktur subtrochantor. Femur merupakan tulang panjang yang
dilewati oleh otot-otot besar yang berfungsi sebagai penyangga tubuh dalam
aktivitas misalnya berdiri, berjalan, dan bekerja.

Tujuan : untuk mengetahui pelaksanaan Fisioterapi dalam mengurangi nyeri,


meningkatkan lingkup gerak sendi dan meningkatkan kekuatan otot pada kasus
Fraktur Femur 1/3 proximal dextra dengan modalitas Infra Red (IR) dan Terapi
Latihan (TL)

Hasil : setelah dilakukan terapi selama 6 kali didapat hasil penilaian nyeri, pada
nyeri diamT1: 1 menjadi T6: 1, nyeri gerak T1: 4 menjadi T6: 3, nyeri tekan T1: 1
menjadi T6: 1, penilaian lingkup gerak sendi hip S : T1: 20-0-80 menjadi T6: 25-
0-90, F: T1: 30-0-15 menjadi T6: 40-0-23, penilaian lingkup gerak sendi knee S:
T1: 0-0-95, menjadi T6: 0-0-125, peningkatan kekuatan otot fleksor hip T1: 3
menjadi T6: 4, ekstensor hip T1: 3 menjadi T6: 4, abduktor hip T1: 3 menjadi T6:
4, adduktor hip T1: 3 menjadi T6: 4, fleksor knee T1: 4 menjadi T6: 4, ekstensor
knee T1: 4 menjadi T6: 4

Kesimpulan : Fraktur yang mengenai bagian femur 1/3 proksimal yang


mengakibatkan timbulnya rasa nyeri, keterbatasan LGS, dan penurunana kekuatan
otot. Dengan menggunakan Infra Red pada kasus ini bermanfaat terhadap
penurunan rasa nyeri. Sedangkan Terapi latihan dengan latihan aktif dan pasif
bermanfaat terhadap peningkatan kekuatan otot dan peningkatan LGS.

Kata Kunci : Fraktur Femur 1/3 proximal dextra, Infra Red (IR) dan Terapi
Latihan (TL)

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur femur sering terjadi akibat dari kecelakaan lalu lintas, yang mengakibatkan femur
menjadi patah atau retak. Fraktur femur 1/3 proksimal sering disebut fraktur subtrochantor.
Femur merupakan tulang panjang yang dilewati oleh otot-otot besar yang berfungsi sebagai
penyangga tubuh dalam aktivitas misalnya berdiri, berjalan, dan bekerja.

B. Rumusan Masalah
(1) Apakah Infra Red dan Terapi Latihan dapat mengurangi nyeri ? (2) Apakah Terapi

Latihan dapat meningkatkan kekuatan otot ? (3) Apakah Terapi Latihan dapat meningkatkan

lingkup gerak sendi ? (4) Apakah Terapi Latihan dapat meningkatkan aktivitas fungsional ?

C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh penggunaan Infra Red (IR) dan Terapi Latihan pada fraktur

femur 1/3 proksimal dextra dengan pemasangan plate and screw terhadap : penurunan nyeri,

meningkatkan kekuatan otot, dan meningkatkan lingkup gerak sendi.

.
BAB II
A. Deskripsi Kasus

1. Definisi Fraktur Femur


fraktur sepertiga proksimal atau sering disebut fraktur subtrochantor adalah
terputusnya tulang femur pada bagian atas bila terjadi pada 1-2 cm dibawah trochanter
minor.
2. Etilogi
Menurut Appley dan Solomon (1996), fraktur dapat terjadi akibat: peristiwa trauma
tunggal, tekanan yang berulang-ulang, kelemahan abnormal pada tulang. Kekuatan tersebut

1
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekanan atau penarikan. Pada kasus ini
etiologinya adalah pada bulan november 2012, saat bekerja pasien mengalami kecelakaan
terpeleset, dan jatuh terbentue diteras.

Akibat benturan yang berlebihan yang mengenai pada paha pasien mengakibatkan
terjadinya fraktur atau patah pada daerah tersebut.

BAB III
A. Proses Fisioterapi

Pasien merupakan seorang perempuan bernama W, berumur 40 tahun, beralamat di


gumpang, Kartasura, beragama islam, dengan diagnosa penatalaksanaan fisioterapi pada
kasus fraktur femur 1/3 proximal dextra di puskesmas kartasura. Telah dilakukan pemeriksaan
nyeri, kekuatan otot, dan kemampuan fungsional.

1. Impairment
Impairment adalah a) nyeri pada tungkai kanan, b) penurunan lingkup gerak sendi hip
dextra, c) penurunan kekuatan otot, d) Penurunan fungsional tungkai dalam aktifitas
berjalan.
2. Functional Limitation
Functional limitation adalah : Adanya gangguan menggerakkan tungkai untuk posisi
jongkok, duduk bersimpuh dan jalan.

3. Retriction of Participation
Retriction of participation adalah adanya hambatan dalam melakukan aktivitas sosial
antara pasien dengan keluarga dan masyarakat.

B. Teknologi Intervensi Fisioterapi


Banyak teknik yang bisa digunakan pada terapi latihan, namun disini teknik yang
digunakan adalah:
a. Infra Red
Infra Red atau sinar infra merah adalah pancaran gelombang elektromagnetik
dengan panjang gelombang 7700 Ẳ - 4 juta Ẳ, letak diantara sinar merah dan hertzain.

2
b. Free active movement
Merupakan gerakan aktif di mana pasien melakukan sendiri gerakan tersebut
dengan mengkotraksikan otot pada bagian tubuh tanpa adanya bantuan dari luar.
c. Statik kontraksi
Suatu metode terapi latihan yang bertujuan untuk mengurangi nyeri dan spasme
otot (Ebner, 1959).
1) Hold relaxed
Merupakan gerakan aktif yang dilakukan pasien dan diberi tahanan oleh
terapis, untuk menambah LGS dan mengurangi nyeri
2) Latihan Kemampuan Fungsional
Latihan jalan dengan 2 kruk dengan metode PWB dan berlatih untuk naik
turun tangga.
2. Edukasi
Beberapa bentuk edukasi diberikan pada pasien fraktur femur 1/3 proximal meliputi
(1) Pasien disarankan untuk tetap menggerak-gerakan tungkai agar stabilitas sendi tetap
terjaga, (2) Pasien disarankan untuk menggunakan sepatu yang tinggi sepatunya
menyesuaikan panjang tungkai, (3) Pasien disarankan untuk menggunakan kursi yang ditaruh
diatas wc saat menggunakanya.

3
Hasil Evaluasi
Evaluasi nyeri dengan VDS
4.5
4
3.5
3
2.5 nyeri diam
2 nyeri tekan
1.5
nyeri gerak
1
0.5
0
T1 T2 T3 T4 T5 T6

diagram 1. Evaluasi Nyeri dengan VDS

Evaluasi kekuatan otot


4.5
4
3.5
Fleksor hip
3
Ekstensor hip
2.5
Abduktor hip
2
Adduktor hip
1.5
Fleksor knee
1
Ekstensor knee
0.5
0
T1 T2 T3 T4 T5 T6

Diagram 2. Evaluasi kekuatan otot


Evaluasi panjang tungkai dan oedema dengan Antropometri
Tabel 5. Evaluasi panjangtungkai dan oedema dengan antropometri

4
Evaluasi LGS dengan Goniometer

140

120

100
fleksor
80
ekstensor
60 abdukror
adduktor
40
flesor knee
20

0
T1 T2 T3 T4 T5 T6

Diagram 3. Evaluasi LGS aktif


140

120

100
fleksor hip
80
ekstensor

60 abduktor
adduktor
40 fleksor knee

20

0
T1 T2 T3 T4 T5 T6

Diagram 4. Evaluasi LGS pasif

5
Evaluasi aktivitas fungsional
4.5

3.5

3 mandi

2.5 berpakaian
pergi ke toilet
2
transfer
1.5 bladder dan bowel

1 makan

0.5

0
T1 T2 T3 T4 T5 T6

Diagram 5. Evaluasi aktivitas fungsional

BAB IV
A. Pembahasan
Dalam bab ini, penulis akan membahas mengenai manfaat
penatalaksanaan yang diterapkan untuk mengatasi problem–problem pada kasus
fraktur femur 1/3 proximal dextra. Pada kasus ini, pasien W usia 40 tahun dengan
problematika fisioterapi seperti adanya nyeri, keterbatasan LGS serta gangguan
aktifitas fungsional saat bersimpuh dan berjalan. Setelah mendapatkan terapi
dengan modalitas infra red dan terapi latihan dari fisioterapi sebanyak 6 kali
berturut – turut dengan intensitas latihan setiap harinya kurang lebih 1 jam, di
samping pemberian medikamentosa telah memperoleh hasil :
1. Penurunan nyeri
Dengan Pemberian infra merah memberikan efek sedative pada ujung-
ujung saraf sensorik superficial, yang dapat mengurangi nyeri. Disamping
dapat mengurangi nyeri juga dapat menaikkan jaringan, sehingga dapat
mengurangi atau menghilangkan spasme otot. Hal ini terjadi karena

6
penyinaran akan meningkatkan temperature jaringan yang kemudian akan
diikuti adanya vasodilatasi pembuluh darah. Adanya pelebaran pembuluh
darah tersebut menjadikan lancarnya sirkulasi darah yang mengakibatkan zat
”P” yang merupakan akumulasi sisa hasil metabolisme yang menumpuk
dijaringan dan merupakan iritan nyeri akan terbuang, yang kemudian diikuti
suplai nutrisi dan oksigen ke jaringan menjadi lebih baik sehingga dengan
demikian dapat membuat otot menjadi rileks, dan rasa nyeri semakin
berkurang.
2. Meningkatkan lingkup gerak sendi
Dalam hal meningkatkan lingkup gerak sendi terapis memberikan
Terapi Latihan antara lain Breathing Exercise, Static Contraction, assisted
exercise dan free active exercise. Dengan adanya gerakan yang teratur dan
terkoordinir yang merupakan perpaduan antara kekuatan otot penderita
sendiri dan bantuan kekuatan dari luar sampai batas ROM dapat menambah
ROM yang terbatas.
Disamping itu pasien juga dapat mengerjakan sendiri atas dasar
instruksi dan pengawasan fisioterapis sehingga pasien dapat mengerjakan
gerakan – gerakan tersebut di rumah sakit maupun di rumah. Jenis gerakan ini
sangat menguntungkan dalam meningkatkan ROM.
3. Meningkatkan kekuatan otot
Dalam hal ini terapis menggunaka modalitas Terapi Latihan antara
lain assisted dan resisted. Dapat pula untuk meningkatkan kekuatan otot dan
mempertahankan kekuatan otot terapis memberikan latihan berupa statik
kontraksi. Statik kontraksi adalah bentuk latihan isometrik atau statis dimana
kontraksi otot tanpa adanya gerakan sendi. Dengan adanya statik kontraksi
yang berulang – ulang kekuatan otot dapat dipertahankan.
4. Aktivitas Fungsional
Dalam bab ini terapis menggunakan modalitas Infra Red dan Terapi
Latihan. Dengan IR yang dapat mengurangi nyeri dan Terapi Latihan dapat
meningkatkan kekuatan otot serta dapat meningkatkan LGS, maka dengan
berkurangnya nyeri pasien dapat melakukan gerakkan dengan maksimal dan

7
meningkatkan LGS. Dengan demikian aktivitas fungsional dapat mengalami
perubahan atau tidak terjadi keterbatasan aktivitas fungsional.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Fraktur femur 1/3 proksimal yang artinya, fraktur sepertiga
proksimal atau sering disebut fraktur subtrochantor adalah terputusnya
tulang femur pada bagian atas bila terjadi pada 1-2 cm dibawah trochanter
minor.
Pada kasus ini mengakibatkan pasien merasa nyeri, kekakuan sendi
hip, keterbatasan LGS. Fisioterapi sebagai salah satu pelayan kesehatan
yang profesional mempunyai wewenang dalam upaya mengembalikan
kapasitas fisik dan kemampuan fungsional gerak dengan menggunakan
modalitasnya. Modalitas yang digunakan adalah Infra Red dan Terapi
Latihan yaitu latihan passive dan latihan active. Tujuan akan diberikannya
modalitas Infra Red dan Terapi Latihan yaitu mengurangi nyeri,
meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan lingkup gerak sendi, serta
meningkatkan aktivitas fungsionalnya
Setelah dilakukan terapi selama 6 kali, maka hasil yang didapatkan
adalah berkurangnya rasa nyeri, meningkatnya kekuatan otot,
meningkatnya lingkup gerak sendi dan meningkatnya aktivitas fungsional.

B. Saran
Untuk melakukan suatu tindakan terapi yang tepat maka diperlukan
suatu pemeriksaan yang teliti, sistematik dan terarah. Sehingga
permasalahan yang ditemui dapat ditangani dengan tapat dan diperoleh
hasil yang memuaskan berdasarkan pengetahuan dan teknologi yang

8
sesuai. Disamping itu perlu juga kerjasama dengan tim kesehatan yang
lain demi tercapainya kesembuhan yang maksimal.
Bagi pasien dengan kondisi fraktur femur 1/3 proksimal dianjurkan
untuk sering latihan dirumah seperti yang diajarkan oleh terapis sesuai
dengan toleransi atau kemampuan pasien. Pasien juga disarankan untuk
menggunakan sepatu yang dibuat khusus dengan tinggi sepatu berbeda,
yang menyesuaikan panjang kaki agar seimbang saat berjalan. Supaya
mendapatkan hasil yang optimal diharapkan adanya kerjasama yang baik
antara pasien, dokter, fisioterapi dan tenaga medis yang lain. Untuk
masyarakat umum yang lain untuk berhati - hati dalam melaksanakan
aktivitas kerja maupun aktivitas sehari - hari guna menghindari terjadinya
kecelakaan yang dapat mengakibatkan patah tulang.

9
DAFTAR PUSTAKA

Adams, C. J. 1992; Outline of Fracture Including Joint Injuries; Tenth Edition,


Churchill Livingstone, New York.

Appley, G. A and Solomon, L. 1996; Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley; Edisi
ketujuh, Widya Medika, Jakarta.

Depkes RI. 2004; Indonesia Sehat 2010, Strategi Pembangunan Kesehatan:


Jakarta.

Dorland. 2002; Kamus Kedokteran; Buku Kedokteran EGC; Jakarta.

Kapandji, I. A. 1987; The Physiologi of the Joint; Second Edition, Churcill


Livingstone, Edinburg, London, and New York.

Kisner, C, and Colby, L. 1996; Theraupetic Exercise Foundation and Technique;


Third Edition, F. A Davis Company, Philadelpia.

Lieberman, Jesse A. 2009. Therapeutic Exercise. Diakses pada tanggal 20 Juli


2013 dari http://emedicine.medscape.com.

Mardiman, Sri, dkk. 1994; Dokumentasi Persiapan Praktek Profesional


Fisioterapi (DPPPFT); Akademi Fisioterapi Surakarta Depkes RI,
Surakarta.

Putz, R dan Pabst, R. 2002; Sobotta Atlas Anatomi Manusia; Edisi 21, Jilid 2,
Alih bahasa Septilia Inawati Wanandi, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Snell, Richard S. 2006; Anatomi Klinis untuk Mahasiswa Kedokteran; Edisi VI,
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Sujatno, dkk. 2001; Sumber Fisis, Surakarta : Akademi Fisioterapi Depkes


Surakarta.

WCPT. 1999; Description of Physical Therapy

10

Anda mungkin juga menyukai