Anda di halaman 1dari 4

Bab 1

Pendahuluan

1.1.Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik


dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya.1
International Diabetes Federation menyatakan bahwa pada tahun 2005
terdapat 200 juta orang (5,1 %) penduduk dunia dengan diabetes dan diduga 20 tahun
kemudian pada tahun 2025 akan meningkat menjadi 633 juta (6,3 %) orang. Negara-
negara seperti India, China, Amerika Serikat, Jepang, Indonesia, Pakistan, Banglades,
Italia, Rusia, Brazil merupakan 10 besar negara dengan jumlah penduduk diabetes
terbanyak.2
Menurut survei yang dilakukan oleh organisasi kesehatan dunia (WHO),
jumlah penderita DM di Indonesia pada tahun 2000 terdapat 8,4 juta orang, jumlah
tersebut menempati urutan ke- 4 terbesar di dunia, sedangkan urutan di atasnya
adalah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta), dan Amerika Serikat (17,7 juta).
Diperkirakan jumlah penderita DM akan meningkat pada tahun 2030 yaitu India
(79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat (30,3 juta) dan Indonesia (21,3 juta).
Jumlah penderita DM tahun 2000 di dunia termasuk Indonesia tercatat 175,4 juta
orang, dan diperkirakan tahun 2010 menjadi 279,3 juta orang, tahun 2020 menjadi
300 juta orang dan tahun 2030 menjadi 366 juta orang.3,4
Di Indonesia berdasarkan penelitian epidemiologis didapatkan prevalensi DM
sebesar 1,5– 2,3% pada penduduk yang usia lebih 15 tahun, bahkan di daerah urban
prevalensi DM sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2%. Prevalensi tersebut
meningkat 2- 3 kali dibandingkan dengan negara maju, sehingga DM merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang serius.1,3,5 Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
Indonesia tahun 2003 penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebesar 133
juta jiwa, maka pada tahun 2003 diperkirakan terdapat penderita DM di daerah urban
sejumlah 8,2 juta dan di daerah rural sejumlah 5,5 juta. Selanjutnya berdasarkan pola
pertambahan penduduk diperkirakan pada tahun 2030 akan terdapat 194 juta
penduduk yang berusia di atas 20 tahun maka diperkirakan terdapat penderita
sejumlah 12 juta di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural.1
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa
proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45- 54 tahun di daerah
perkotaan menduduki ranking ke- 2 yaitu 14,7 %, dan daerah pedesaan menduduki
ranking ke- 6 yaitu 5,8 %.6
Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, DM
adalah penyebab kematian nomor 6 di Indonesia dengan proporsi kematian, yaitu
5,7% setelah stroke, TB paru, hipertensi, cedera, dan perinatal. Pada tahun 2007,
prevalensi DM tertinggi terdapat di Provinsi Kalimantan Barat dan di Provinsi
Maluku Utara (masing- masing 11,1 %), diikuti Provinsi Riau (10,4 %), dan provinsi
Aceh (8,5 %), sedangkan prevalensi DM terendah terdapat di provinsi Papua (1,7 %)
dan NTT (1,8 %). Sumatera Utara sendiri memiliki prevalensi kejadian DM sebesar
5,3 % atau hanya 0,4 % di bawah rata- rata prevalensi nasional yang mencapai 5,7 %.
Meskipun masih di bawah rata- rata nasional, angka prevalensi ini harus diwaspadai.
Karena, dari prevalensi rata- rata nasional diabetes 5,7 %, penderita yang telah
mengetahui memiliki diabetes sebelumnya hanya sebesar 26 %. Sedangkan
sebahagian besar yang terdiagnosis diabetes atau sekitar 74 % lagi tidak mengetahui
menderita diabetes sebelumnya.6,7
Obesitas khususnya obesitas sentral atau obesitas abdominal berasosiasi
dengan sejumlah gangguan metabolisme dan penyakit dengan morbiditas dan
mortalitas yang tinggi, antara lain: resistensi insulin dan diabetes mellitus, hipertensi,
hiperlipidemia, aterosklerosis, penyakit hati dan kandung empedu, bahkan beberapa
jenis kanker. Obesitas sentral atau obesitas abdominal cukup tinggi prevalensinya,
dari suatu penelitian di Swiss didapatkan hasil bahwa angka kejadian obesitas sentral
pada wanita lebih banyak dibandingkan pada pria yaitu 30,6 % dan 23,9 %. Sebuah
penelitian di Bali yang dilakukan selama bulan Oktober 2004 sampai dengan Mei
2005, dengan jumlah subjek penelitian 45 orang didapatkan hasil prevalensi obesitas
sentral sebanyak 51,1 % (23 orang).8
Untuk menilai timbunan lemak di perut, dapat menggunakan CT- scan atau
MRI yang merupakan metode terbaik untuk memperkirakan jaringan lemak abdomen.
Namun jarang digunakan untuk studi epidemiologi, karena rumit dan mahal.
Alternatif lainnya adalah dengan menggunakan Waist-Hip ratio (WHR) atau dengan
mengukur lingkar pinggang (LP). Obesitas sentral mempunyai rasio resiko relatif
terhadap DM tipe 2 sebesar 3,04. Obesitas sentral memberi resiko DM tipe 2 dan
terhadap TGT. Intervensi terhadap obesitas sentral memberi kontribusi paling besar
untuk mencegah terjadinya DM tipe 2 pada populasi yang diteliti dengan nilai
population attributable risk (PAR) 42,61 %.8
Berdasarkan tendensi kenaikan prevalensi DM secara global dan adanya
pengaruh obesitas terhadap DM tipe 2, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui
hubungan DM tipe 2 dengan obesitas di Puskesmas Belawan.

1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, dirumuskan masalah
yang akan dibahas yaitu:
1. Apakah terdapat hubungan Diabetes Melitus tipe 2 dengan obesitas ?

1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan Diabetes Melitus tipe 2 dengan obesitas di
Puskesmas Belawan.

Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui jumlah jumlah pasien Diabetes Melitus tipe 2 di
Puskesmas Belawan.
2. Untuk mengetahui jumlah pasien dengan obesitas di Puskesmas Belawan.

1.4.Mamfaat Penelitian

2. Sebagai informasi kepada pasien tentang faktor resiko yang mempengaruhi


penyakit Diabetes Melitus.

3. Sebagai informasi kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya tentang hubungan
kejadian Diabetes Melitus tipe 2 dengan obesitas.

4. Sebagai data untuk puskesmas, dinas kesehatan kota, dinas kesehatan provinsi,
dan pemerintah tentang hubungan kejadian Diabetes mellitus tipe 2 dengan
obesitas.

Anda mungkin juga menyukai