Anda di halaman 1dari 57

BAB 1

FLUID CIRCUIT AND FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

1.1 Dasar Teori


1.1.1 Definisi Fluida
Fluida adalah zat yang terdefomasi secara terus-menerus (continue) akibat
terkena tegangan geser (shear stress). Hal ini menunjukkan terdapat tegangan
geser ketika fluida mengalir.
𝑑𝑣
𝜏=𝜇
𝑑𝑥
Keterangan:
𝜏 = Tegangan geser fluida (N/m2)
𝜇 = Viskositas fluida (kg/ms)
𝑑𝑣
= Gradien kecepatan (m/s)
𝑑𝑥

1.1.2 Macam – Macam Fluida


A. Berdasarkan Laju Deformasi dan Tegangan Geser:
1. Newtonian Fluid
Fluida Newtonian adalah fluida yang tegangan geser dan regangan gesernya
linier. Hal ini berarti Fluida Newtonian memiliki viskositas dinamis yang
tidakakan berubah karena pengaruh gaya-gaya yang bekerja padanya. Viskositas
Fluida Newtonian bergantung pada temperatur dan tekanan.

Gambar 1.1 Variasi Linier Tegangan Geser Terhadap Laju Regangan


Geser Fluida Sumber: Bruce R. Munson (2013)

1
2. Non-Newtonian Fluid
Fluida Non-Newtonian adalah fluida yang tegangan gesernya tidak
berhubungan secara linier terhadap laju regangan geser. Fluida jenis ini memiliki
viskositas dinamis yang dapat berubah-ubah ketika terdapat gaya yang bekerja
pada fluida tersebut dan waktu. Contoh Fluida Non-Newtonian adalah plastik, oli,
getah karet.

Gambar 1.2 Variasi Linier Tegangan Geser Terhadap Laju Regangan


Geser Fluida Non-Newtonian Sumber: Bruce R. Munson (2013)

B. Berdasarkan Sifat Mampu Mampat


1. Compressible Fluid
Compressible fluid ialah fluida yang memiliki massa jenis yang berubah
pada setiap alirannya. Dengan kata lain, massa jenis fluida ini tidak sama pada
setiap titik yang dialirinya. Hal ini disebabkan volume fluida ini yang berubah-
ubah, dapat membesar atau mengecil pada setiap penampang yang dialirinya.
Compressible fluid memiliki Bilangan Mach lebih besar dari 0,3. Bilangan Mach
yaitu perbandingan Antara kecepatan fluida per kecepatan suara. Seperti pada
persamaan dibawah ini.
𝑣
𝑀𝑎 = > 0.3
𝑎
Dimana:

v= Kecepatan fluida (m/s2)


A = Kecepatan suara (m/s2)
Ma = Bilangan mach

2
2. Incompressible Fluid
Incompressible fluid ialah fluida yang memiliki volume dan massa jenis
tetap pada setiap alirannya. Dengan kata lain massa jenis fluida ini sama pada
setiap titik yang dialirinya. Incompressible fluid memiliki Bilangan Mach lebih
kecil dari 0,3.
𝑉
𝑀𝑎 = < 0.3
𝑎
Pembagian kecepatan berdasarkan Bilangan Mach:
- Subsonic (Mach < 1,0)
- Sonic (Mach = 1.0)
- Transonic (0,8 < Mach < 1.3)
- Supersonic (Mach > 1.0)
- Hypersonic (Mach > 5.0)

C. Berdasarkan Sifat Aliran


1. Fluida dengan Aliran Laminer
Fluida dengan aliran laminer adalah fluida yang alirannya memiliki lintasan
lapisan batas yang panjang, sehingga seperti berapis-lapis. Aliran ini mempunyai
bilangan Re kurang dari 2300.

Gambar 1.3 Aliran Laminar


Sumber: Suharto (2015)
2. Fluida dengan Aliran Turbulen
Fluida dengan aliran turbulen adalah fluida yang alirannya mengalami
pergolakan (berputar-putar) dan mempunyai bilangan Re lebih dari 4000. Ciri-ciri
aliran ini tidak memiliki keteraturan dalam lintasa fluida, kecepatan fluida tinggi.

Gambar 1.4 Aliran Turbulen


Sumber: Suharto (2015)

3
3. Fluida dengan Aliran Transisi
Fluida dengan aliran transisi adalah fluida yang alirannya merupakan aliran
peralihan dari aliran laminar ke aliran turbulen. Aliran ini memiliki bilangan Re
Antara 2300-4000.

Gambar 1.5 Aliran Transisi


Sumber: Suharto (2015)
Menurut hasil percobaan oleh Reynold, apabila bilangan Reynold kurang
daripada 2300, aliran biasanya merupakan aliran laminer. Apabila bilangan
Reynold lebih besar dari pada 4000, aliran biasanya adalah turbulen. Sedang
antara 2300 dan 4000 aliran dapat laminer ke turbulen tergantung pada faktor-
faktor lain yang mempengaruhi.

D. Berdasarkan Bentuk Aliran


1. Fluida Statis
Fluida statis adalah fluida yang berada dalam fase tidak bergerak (diam)
atau fluida dalam keadaan bergerak tetapi tidak terdapat perubahan kecepatan.
Fluida statis diasumsikan tidak memiliki gaya geser.
2. Fluida Dinamis
Fluida dinamis adalah fluida yang mengalir dengan kecepatan yang tidak
seragam. Biasanya fluida ini mengalir dari luas penampang tertentu ke luas
penampang yang berbeda.

1.1.3 Hukum Bernoulli


Hukum ini diterapkan pada zat cair yang mengalir dengan kecepatan
berbeda dalam suatu pipa. Prinsip Bernoulli adalah sebuah istilah di dalam
mekanika fluida yang menyatakan bahwa pada suatu aliran fluida, peningkatan
pada kecepatan fluida akan menimbulkan penurunan tekanan pada aliran tersebut.
Prinsip ini sebenarnya merupakan penyederhanaan dari Persamaan Bernoulli yang
menyatakan bahwa jumlah energi pada suatu titik di dalam suatu aliran tertutup
sama besarnya dengan jumlah energi di titik lain pada jalur aliran yang sama.
Syarat hukum Bernoulli adalah:

4
1. Steady state
2. Densitasnya relatif konstan
3. Gesekan diabaikan
4. Diacu pada titik yang terletak di 1 streamline
Secara umum terdapat dua bentuk persamaan Bernoulli, yang pertama
berlaku untuk aliran tak termampatkan (incompressible flow) dan yang lain untuk
fluida termampatkan (compressible flow).

a. Aliran Tak Termampatkan


Aliran tak termampatkan adalah aliran fluida yang dicirikan dengan
tidak berubahnya besaran kerapatan massa (densitas) dari fluida di sepanjang
aliran tersebut. Contohnya: air, minyak, emulsi, dll.

Asal mula Bernoulli:

Gambar 1.6 Prinsip Bernoulli


Sumber: Suharto (2015)

Besarnya tekanan akibat gerakan fluida dapat dihitung dengan


menggunakan konsep kekelan energi atau prinsip usaha-energi.

𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑃𝑜𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑎𝑙 + 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝐾𝑖𝑛𝑒𝑡𝑖𝑘 + 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑡𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛


1
𝑚𝑔ℎ + 𝑚𝑣 2 + 𝑃𝑉 = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
2
𝑣2 𝑃
ℎ+ + = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
2𝑔 𝜌𝑔
𝑣2 𝑃
ℎ+ + = 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛
2𝑔 𝛾

5
Keterangan:

v = Kecepatan fluida (m/s)


V = Volume fluida (m3)
g = Percepatan gravitasi bumi (m/s2)
h = Ketinggian relatif terhadap suatu referensi (m)
P = Tekanan fluida (Pa)
ρ = Massa jenis fluida (kg/m3)
γ = Berat jenis fluida (N/m3)

b. Aliran Termampatkan
Aliran termampatkan adalah aliran fluida yang dicirikan dengan
berubahnya besaran kerapatan masa (densitas) dari fluida di sepanjang aliran
tersebut. Contohnya udara, gas alam, dll.
c. Aplikasi Hukum Bernoulli
Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menemukan aplikasi hukum
Bernoulli yang sudah banyak diterapkan pada sarana dan prasarana yang
menunjang kehidupan manusia masa kini. Berikut ini beberapa contoh aplikasi
hukum Bernoulli tersebut:
1. Hukum Bernoulli digunakan untuk menentukan gaya angkat pada sayap
dan badan pesawat terbang sehingga diperoleh ukuran presisi yang sesuai.
2. Hukum Bernoulli digunakan untuk mesin karburator yang berfungsi untuk
mengalirkan bahan bakar dan mencampurnya dengan aliran udara yang
masuk. Salah satu pemakaian karburator adalah dalam kendaraan
bermotor, seperti mobil.
3. Hukum Bernoulli berlaku pada aliran air melalui pipa dari tangki
penampung menujubak-bak penampung. Biasanya digunakan di rumah-
rumah pemukiman.
4. Hukum Bernoulli juga digunakan pada mesin yang mempercepat laju
kapal layar.
1.1.4 Bilangan Reynolds
Bilangan Reynold adalah rasio antara gaya inersia dan gaya viskos yang
mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran

6
tertentu. Bilangan Reynold digunakan untuk membedakan aliran apakah turbulen
atau laminer, terdapat suatu angka tidak bersatuan yang disebut Angka Reynold
(Reynold Number). Angka ini dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

𝑣𝐿 𝐺𝑎𝑦𝑎 𝐼𝑛𝑒𝑟𝑠𝑖𝑎
𝑅𝑒 = =
𝑣 𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠

Keterangan:

Re = Angka Reynold (tanpa satuan)


v = Kecepatan rata-rata (ft/s atau m/s)
L = Panjang aliran dlam pipa (ft atau m)
𝑣= Viskositas kinematis, 𝑣 = 𝜇 ⁄𝜌 (ft2/s atau m2/s)

1.1.5 Head
Head adalah energi per satuan berat, yang disediakan untuk mengalirkan
sejumlah zat cair untuk dikonversikan menjadi bentuk lain. Head mempunyai
satuan meter (m). Menurut Bernoulli ada 3 macam head fluida yaitu :

 Head Tekanan
Head tekanan adalah perbedaan head tekanan yang bekerja pada
permukaan zat cair pada sisi tekan dengan head tekanan yang bekerja pada
permukaan zat cair pada sisi isap.

𝑃 𝑃𝑑 𝑃𝑠
= −
𝛾 𝛾 𝛾

Keterangan:

𝑃
= Head tekanan(m)
𝛾
𝑃𝑑
= Head tekanan pada permukaan zat cair pada sisi tekan (m)
𝛾
𝑃𝑠
= Head tekanan pada permukaan zat cair pada sisi isap (m)
𝛾

 Head Kinetik
Head kinetik adalah head yang diperlukan untuk menggerakkan suatu zat
dari keadaan diam sampai tempat dan kecepatan tertentu.

7
𝑣𝑑 2 𝑣𝑠 2
ℎ𝑘 = −
2𝑔 2𝑔

Keterangan:
ℎ𝑘 = Head kecepatan atau head kinetik (m)
𝑉𝑑2
= Kecepatan zat cair pada saluran tekan (m)
2𝑔

𝑉𝑠2
= Kecepatan zat cair pada saluran isap (m)
2𝑔

 Head Potensial
Didasarkan pada ketinggian fluida di atas bidang banding (datum plane).
Jadi suatu kolom air setinggi Z mengandung sejumlah energi yang disebabkan
oleh posisinya atau disebut fluida mempunyai head sebesar Z kolom air.

Z = Zd – Zs

Keterangan

Z = Head statis total atau head potensial (m)


Zd = Head statis pada sisi tekan (m)
Zs = Head statis pada sisi isap (m)

1.1.6 Losses
Kerugian energi atau istilah umumnya dalam mekanika fluida kerugian
head (headlosses) tergantung pada :
1. Bentuk, ukuran dan kekasaran saluran.
2. Kecepatan fluida.
3. Kekentalan.

Losses umumnya digolongkan sebagai berikut:

a. Minor Losses
Minor losses disebabkan oleh alat-alat pelengkap lokal atau yang diberi istilah
tahanan hidrolis seperti misalnya, perubahan bentuk saluran atau perubahan
ukurannya. Contoh dari beberapa alat-alat pelengkap-lokal adalah sebagai berikut:

8
Gambar 1.7 Minor losses (a) gate, (b) orifice, (c) elbow dan (d) valve
Sumber: Suharto (2015)

𝑣2
ℎ=𝑘
2𝑔

Keterangan:

h = Kerugian aliran akibat valve, elbow, orifice, dan perubahan penampang


k = Koefisien hambatan valve, elbow, orifice, dan perubahan penampang
v = Kecepatan aliran (m/s)
g = Gravitasi (m/s2)

b. Major Losses
Major losses adalah suatu kerugian yang dialami oleh aliran fluida dalam pipa
yang disebabkan oleh koefisien gesekan pipa yang besarnya tergantung kekasaran
pipa,diameter pipa dan bilangan Reynold. Koefisien gesek dipengaruhi juga oleh
kecepatan,karena distribusi kecepatan pada aliran laminar dan aliran turbulen
berbeda. Secara matematik dapat ditunjukkan sebagai berikut:

𝐿 𝑣2
ℎ𝑓 = 𝑓. .
𝐷 2𝑔
Keterangan:
hf = Major losses (m)
f = Koefisien gesekan
L = Panjang pipa (m)
D = Diameter pipa (m)
v = Kecepatan aliran (m/s)
g = Gravitasi (m/s2)

9
Gambar 1.8 Moody Diagram
Sumber: Suharto (2015)

Untuk mendapatkan harga f dapat digunakan Grafik Moody (Moody


Diagram). Misalnya akan mencari koefisien gesekan dari suatu pipa, harga
bilangan Reynold dapat dicari terlebih dahulu dengan menggunakan:

𝑣𝐿
𝑅𝑒 =
𝑣

Keterangan:
Re = Angka Reynold
v = Kecepatan rata-rata (ft/s atau m/s)
L = Panjang aliran dalam pipa (ft atau m)
V = Viskositas kinematis, tersedia dalam tabel sifat-sifat cairan (ft2/s atau m2/s)

Kemudian angka kekasaran (ε) dibagi dengan diameter pipa didapat suatu
harga ε/d. Dari bilangan Reynold ditarik garis keatas sampai pada garis ε/d.
Kemudian ditarik ke kiri sejajar garis bilangan Reynold, maka akan didapat harga
f.

10
1.1.7 Viskositas
Viskositas merupakan ukuran kekentalan fluida yang menyatakan besar
kecilnya gesekan di dalam fluida. Makin besar viskositas suatu fluida, maka
makin sulit suatu fluida mengalir dan makin sulit suatu benda bergerak di dalam
fluida tersebut. Viskositas zat cair dapat ditentukan secara kuantitatif dengan
besaran yang disebut koefisien viskositas. Satuan SI untuk koefisien viskositas
adalah Ns/m2 atau pascal sekon (Pa.s). Alat yang digunakanuntuk mengukur
viskositas yaitu viskometer. Rumus viskositas adalah sebagai berikut :

𝑢
𝜏=𝜇
𝑍𝑜

Keterangan:
𝜏 = Tegangan geser (N/m)
𝜇 = Viskositas dinamik (Ns.m-2)
𝑢
= Perubahan sudut atau kecepatan sudut dari garis (m/s)
𝑍𝑜
𝜇
𝑣=
𝜌

Keterangan:
v = Viskositas kinematik (m2/s)
𝜇 = Viskositas dinamik (Ns.m-2 atau kg m/s)
𝜌 = Densitas atau massa jenis (kg/m)

1.1.8 Macam-Macam Viskositas:


1. Viskositas Dinamik, yaitu rasio antara shear, stress, dan shear rate.
Viskositas dinamik disebut juga koefisien viskositas.

11
Gambar 1.9 Viskositas Dinamik
Sumber: Frank M. White (1991)

2. Viskositas Kinematik, yaitu viskositas dinamik dibagi dengan densitasnya.


Viskositas ini dinyatakan dalam satuan Stoke (St) pada cgs dan m²/s pada SI.

Gambar 1.10 Viskositas Kinematik


Sumber: Frank M White (1991)

12
Viskositas suatu bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

a. Suhu
Viskositas berbanding terbalik dengan suhu. Jika suhu naik maka viskositas
akan turun, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini disebabkan karena adanya gerakan
partikel-partikel cairan yang semakin cepat apabila suhu ditingkatkan dan
menurun kekentalannya.
Tabel 1.1 Kerapatan dan Kekentalan Udara Pada 1 atm

Sumber: Frank M White (1991)

Tabel 1.2 Kerapatan dan Kekentalan Air Pada 1 atm

Sumber: Frank M White (1991)

13
b. Konsentrasi Larutan
Viskositas berbanding lurus dengan konsentrasi larutan. Suatu larutan dengan
konsentrasi tinggi akan memiliki viskositas yang tinggi pula, karena konsentrasi
larutan menyatakan banyaknya partikel zat yang terlarut tiap satuan volume.
Semakin banyak partikel yang terlarut, gesekan antar partikel semakin tinggi dan
viskositasnya semakin tinggi pula.
c. Tekanan
Viskositas berbanding lurus dengan tekanan, karena semakin besar tekanannya,
cairan akan semakin sulit mengalir akibat dari beban yang dikenakannya.

1.1.9 Macam – Macam Katup

Katup adalah sebuah alat untuk mengatur aliran suatu fluida dengan
menutup,membuka atau menghambat sebagian dari jalannya aliran. Beberapa
macam katup yang sering digunakan, yaitu:

a. Gate Valve
Bentuk penyekat adalah piringan, atau sering disebut wedge, yang
digerakkan ke atas bawah untuk membuka dan menutup. Biasanya digunakan
untuk posisi buka atau tutup sempurna dan tidak disarankan untuk posisi
sebagian terbuka.

Gambar1.11 Gate Valve


Sumber: Frank M White (1991)

14
b. Globe Valve
Digunakan untuk mengatur banyaknya aliran fluida.

Gambar 1.12 Globe Valve


Sumber: Frank M White (1991)
c. Butterfly Valve
Bentuk penyekatnya adalah piringan yang mempunyai sumbu putar di
tengahnya.Menurut desainnya, dapat dibagi menjadi concentric dan eccentric.
Eccentric memliki desain yang lebih sulit tetapi memiliki fungsi yang lebih
baik dari concentric. Bentuknyayang sederhana membuat lebih ringan
dibandingkan valve lainnya.

Gambar 1.13 Butterfly Valve


Sumber: Frank M White (1991)

15
d. Ball Valve
Bentuk penyekatnya berbentuk bola yang mempunyai lubang menerobos
ditengahnya.

Gambar 1.14 Ball Valve


Sumber: Frank M White (1991)
e. Plug Valve
Seperti ball valve, tetapi bagian dalamnya bukan berbentuk bola,
melainkan silinder. Karena tidak ada ruangan kosong di dalam badan valve,
maka cocok untuk fluida yang berat atau mengandung unsur padat seperti
lumpur.

Gambar 1.15 Plug Valve


Sumber: Suharto (2015)

1.1.10 Jenis – Jenis Flowmeter


Flowmeter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur debit fluida.
Ada 4 jenis flowmeter, yaitu:

16
a. Rotameter
Alat ini digunakan untuk mengukur tingkat aliran fluida dalam tabung
tertutup. Tersusun dari tabung dengan pelampung di dalamnya yang kemudian
didorong oleh aliran lalu ditarik ke bawah oleh gravitasi.

Gambar 1.16 Rotameter


Sumber: R.K. Rajput (2008)
b. Venturi
Alat ini digunakan untuk mengetahui beda tekanan. Efek venturi terjadi
ketika fluida tersebut bergerak melalui pipa yang menyempit.

Gambar 1.17 Venturi


Sumber: R.K. Rajput (2008)
c. Nozzle
Alat ini digunakan untuk mengetahui laju aliran, kecepatan suatu fluida.

Gambar 1.18 Nozzle

17
Sumber: Faith A. Morrison (2012)
d. Orifice
Alat ini digunakan untuk mengukur besar arus aliran. Terdapat 3 jenis
orifice, yaitu :
1. Concentric Orifice
Digunakan untuk semua jenis fluida yang tidak mengandung partikel
padat.

Gambar 1.19 Concentric Orifice


Sumber: R.K. Rajput (2008)
2. Eccentric Orifice
Digunakan untuk fluida yang mengandung partikel padat

Gambar 1.20 Eccentric Orifice


Sumber: R.K. Rajput (2008)
3. Segmental Orifice
Digunakan untuk aliran fluida dengan kandungan sedimen yang
tinggi ataupun lumpur dan gas kotor yang kandungannya lebih berat dari
cairan.

Gambar 1.21 Segmental Orifice


Sumber: R.K. Rajput (2008)

18
1.1.11 Tujuan Pengujian
 Fluid Circuid Friction Experimental Apparatus
1. Mengetahui pengaruh faktor gesekan aliran dalam berbagai pipa
pada bilangan reynold tertentu
2. Mengetahui pengaruh koefisien head pipe, glove valve, gate valve
dan cock pada bilangan reynold tertentu
3. Mengetahui koefisien aliran untuk orifice, nozzle dan pipa venturi

1.2 Spesifikasi Alat


1.2.1 Fluid Circuid Friction Experimental Apparatus

Gambar 1.22 Fluid Circuid Friction Apparatus


 MODEL : FLEA-2000AL
 Pompa air
Laju aliran x head : 73 liter/menit x 15
 Motor penggerak
Daya : 0,75 kW
 Tangki penyimpanan air
Kapasitas : 50 – 100 liter
 Pengaturan kerugian gesek
Jaringan pipa, nominal (in) : ½ B, ¾ B, 1 B, 1 1/4 B,
Perubahan penampang : Pembesaran dan pengecilan
secara berangsur – angsur.
Peralatan pipa : Katup pintu air (gerbang),
katup bola, dank ran.

19
Belokan : 90o – radius kecil dengan
penghubug ulir (skrup) dan
radius besar yang disambung
dengan las.
 Peralatan
Flow meter : Orifice meter, nozzle,
venturi meter, rota meter.
Manometer pipa U (air raksa) : 550 mm (air raksa tidak di
suplai)
Manometer U terbalik (air) : 550 mm
Penunjuk tekanan : 32 point

Kebutuhan Pendukung
1. Listrik 3 fase 220/380 v, 50/60 Hz
2. Suplai air dingin pada tekanan utama (manis) dan kering

Dimensi dan berat


 Panjang : 3200 mm
 Lebar : 700 mm
 Tinggi : 1700 mm
 Volume : 8 m3
 Berat : 800 kg

20
 Water Pipe Line Detail

Gambar 1.23 Water Pipe Line Detail


Sumber : http://blog.ub.ac.id/afrizalh/files/2012/10/FDM.png

21
1.3 Cara Pengambilan Data
1.3.1 Fluid Circuid Friction Apparatus
a. Persiapan
1. Tutup semua katup ventilasi udara, katup pressure tapping
selection dan katup pembuangan (control aliran).
2. Buka semua katup pengatur aliran, katup bola, katup gerbang,
drank ram agar air dapat mengalir.
3. Tekan switch motor penggerak pada posisi ON agar pompa
dapat bekerja mensirkulasi air.
4. Buka katup ventilasi udara (katup VA-1 dan VA-2)
untuk mengeluarkan udara dari jaringan pipa.
b. Pengukuran
1. Putar katup control aliran (VF-1) untuk mengubah debit aliran
yang diinginkan dapat dilihat pada Rotameter.
2. Buka katup water inverse U-TUBE manometer (L dan R)
3. Buka katup ventilasi manometer air.
4. Buka katup pada pressuer tapping selection untuk mengetahui
perbedaan tekanan antara 2 titik (hanya 2 katup yang terbuka),
apabila ingin mengetahui perbedaan tekanan titik yang lain,
tutup katup dan buka pada katup yang diinginkan dan
seterusnya.
5. Amati perbedaan tekanan yang terjadi pada manometer air.
6. Akhir dari pengujian, tutup semua katup dan matikan power
switch (OFF).

22
1.3.2 Hasil Pengujian Fluid Circuit Friction Apparatus
KELOMPOK 1
Data hasil pengujian aliran pada pipa lurus

No. Q1 v1 Qn Re
1 0.0000833 0.164543854 0.0001001409 4928.554103
2 0.0001389 0.274239756 0.0001712674 8214.256838
3 0.0001944 0.383935658 0.0002458047 11499.95957
4 0.0002500 0.493631561 0.0003174641 14785.66231
5 0.0003056 0.603327463 0.0003871972 18071.36504
6 0.0003611 0.713023365 0.0004523001 21357.06778
7 0.0004167 0.822719268 0.0005189001 24642.77051
8 0.0004722 0.93241517 0.0005896847 27928.47325
9 0.0005278 1.042111072 0.0006606646 31214.17598

Data hasil pengujian aliran pada cock valve

No. Q1 v1 Cn Re
1 0.0000833 0.105308066 0.83216052 6160.692628
2 0.0001389 0.175513444 0.810947842 10267.82105
3 0.0001944 0.245718821 0.79105261 14374.94947
4 0.0002500 0.315924199 0.787490515 18482.07788
5 0.0003056 0.386129576 0.789147058 22589.2063
6 0.0003611 0.456334954 0.798388223 26696.33472
7 0.0004167 0.526540331 0.802980442 30803.46314
8 0.0004722 0.596745709 0.800804564 34910.59156
9 0.0005278 0.666951086 0.798858875 39017.71998

Data Hasil pengujian aliran pada nozzle

No. Q1 v1 Cn Re
1 0.0000833 0.105308066 0.007530047 3942.843282
2 0.0001389 0.175513444 0.00813245 6571.40547
3 0.0001944 0.245718821 0.006915349 9199.967658
4 0.0002500 0.315924199 0.008366718 11828.52985
5 0.0003056 0.386129576 0.006160947 14457.09203
6 0.0003611 0.456334954 0.006817143 17085.65422
7 0.0004167 0.526540331 0.007530047 19714.21641
8 0.0004722 0.596745709 0.007738491 22342.7786
9 0.0005278 0.666951086 0.005631891 24971.34079

23
KELOMPOK 2
Data hasil pengujian untuk pipa ½ inch
Q1
No. Q (mᵌ/detik) v (m/s) h λ Re d
1 0.5 0.000138889 1.096959023 0.014 0.005792113 16341.79425
2 0.7 0.000194444 1.535742633 0.099 0.0208972 22878.51195
3 0.9 0.00025 1.974526242 0.212 0.027070721 29415.22965
4 1.1 0.000305556 2.413309851 0.268 0.022908593 35951.94735
5 1.3 0.000361111 2.852093461 0.401 0.024541814 42488.66505
6 1.5 0.000416667 3.29087707 0.545 0.025053186 49025.38274
7 1.7 0.000472222 3.729660679 0.55 0.019684022 55562.10044
8 1.9 0.000527778 4.168444289 0.73 0.020915326 62098.81814
9 2.1 0.000583333 4.607227898 0.88 0.02063921 68635.53584

Data hasil pengujian untuk Gate Valve


No. Q Q1 v (m/s) h f Re
1 0.3 0.00008333 0.105308066 0.001 1.767391636 3942.843282
2 0.5 0.000138889 0.175513444 0.002 1.272521978 6571.40547
3 0.7 0.000194444 0.245718821 0.002 0.649245907 9199.96765
4 0.9 0.00025 0.315924199 0.003 0.589130545 11828.5298
5 1.1 0.000305556 0.386129576 0.004 0.525835528 14457.0920
6 1.3 0.000361111 0.456334954 0.005 0.47060724 17085.6542
7 1.5 0.000416667 0.526540331 0.008 0.565565324 19714.2164
8 1.7 0.000472222 0.596745709 0.01 0.550398779 22342.7786
9 1.9 0.000527778 0.666951086 0.012 0.528748744 24971.3407

Data hasil pengujian untuk Orifice


No. Q Q1 v (m/s) h Co Re
1 0.3 0.00008333 0.105308066 0.056 0.100517016 3942.843282
2 0.5 0.000138889 0.175513444 0.138 0.106719261 6571.40547
3 0.7 0.000194444 0.245718821 0.265 0.107817051 9199.967658
4 0.9 0.00025 0.315924199 0.534 0.097652694 11828.52985
5 1.1 0.000305556 0.386129576 0.6528 0.107948089 14457.09203
6 1.3 0.000361111 0.456334954 0.9792 0.104164563 17085.65422
7 1.5 0.000416667 0.526540331 1.4824 0.097683431 19714.21641
8 1.7 0.000472222 0.596745709 1.904 0.097684981 22342.7786
9 1.9 0.000527778 0.666951086 2.176 0.102126043 24971.34079

24
KELOMPOK 3
Data hasil pengujian untuk pipa 3/4 inch
No. Q Q1 v Re H f
1 0,23 6,38889E-05 0,2242671 5038,077527 0,005 0,018559216
2 0,5 0,000138889 0,487537 10952,34245 0,02 0,01570852
3 0,7 0,000194444 0,6825522 15333,27943 0,044 0,017632013
4 0,9 0,00025 0,8775672 19714,21641 0,067 0,016241834
5 1,1 0,000305556 1,0725821 24095,15339 0,092 0,014929585
6 1,3 0,000361111 1,2675970 28476,09037 0,13 0,015104346
7 1,5 0,000416667 1,4626120 32857,02735 0,185 0,016144868
8 1,7 0,000472222 1,6576269 37237,96433 0,233 0,015830818
9 1,9 0,000527778 1,8526419 41618,90131 0,28 0,015229867

Data hasil pengujian untuk glove valve


No. h Q Q1 v F Rey
1 0,003 0,3 8,33333E-05 0,1053080 5,302174909 3942,843282
2 0,02 0,5 0,000138889 0,1755134 12,72521978 6571,40547
3 0,042 0,7 0,000194444 0,2457188 13,63416405 9199,967658
4 0,055 0,9 0,00025 0,3159241 10,80072667 11828,52985
5 0,09 1,1 0,000305556 0,3861295 11,83129938 14457,09203
6 0,121 1,3 0,000361111 0,4563349 11,38869522 17085,65422
7 0,18 1,5 0,000416667 0,5265403 12,72521978 19714,21641
8 0,217 1,7 0,000472222 0,5967457 11,94365351 22342,7786
9 0,271 1,9 0,000527778 0,6669510 11,94090914 24971,34079

Data hasil pengujian untuk orifice


No. Q Q1 H D V Re f
1 0,3 8,33333E-05 0,06 0,03175 0,105308 3942,843 0,097059
2 0,5 0,000138889 0,175 0,03175 0,175513 6571,405 0,09472
3 0,7 0,000194444 0,36 0,03175 0,245719 9199,968 0,092457
4 0,9 0,00025 0,607 0,03175 0,315924 11828,53 0,091546
5 1,1 0,000305556 0,884 0,03175 0,38613 14457,09 0,092717
6 1,3 0,000361111 1,251 0,03175 0,456335 17085,65 0,09211
7 1,5 0,000416667 1,741 0,03175 0,52654 19714,22 0,090091
8 1,7 0,000472222 2,149 0,03175 0,596746 22342,78 0,091901
9 1,9 0,000527778 2,72 0,03175 0,666951 24971,34 0,091298

25
KELOMPOK 4
Data hasil pengujian aliran pada pipa lurus
No. Q V λ Re
1 8,33333E-05 0,164544 0,036813 4902,544
2 0,000138889 0,27424 0,013253 8170,907
3 0,000194444 0,383936 0,006762 11439,27
4 0,00025 0,493632 0,00409 14707,63
5 0,000305556 0,603327 0,002738 17975,99
6 0,000361111 0,713023 0,00196 21244,36
7 0,000416667 0,822719 0,001473 24512,72
8 0,000472222 0,932415 0,001146 27781,08
9 0,000527778 1,042111 0,000918 31049,45

Data hasil pengujjian aliran pada glove valve


No. Q QV CV Re
1 8,33333E-05 0,292522 0,047651 6536,717
2 0,000138889 0,487537 0,042886 10894,53
3 0,000194444 0,682552 0,042667 15252,34
4 0,00025 0,877567 0,044342 19610,15
5 0,000305556 1,072582 0,041202 23967,96
6 0,000361111 1,267597 0,041554 28325,77
7 0,000416667 1,462612 0,041218 32683,58
8 0,000472222 1,657627 0,040437 37041,4
9 0,000527778 1,852642 0,044401 41399,21

Data hasil pengujian aliran pada venturi


No. V Qv Cv Re
1 0,105308 8,45E-05 0,985725 3922,031
2 0,175513 0,000143 0,971938 6536,718
3 0,245719 0,000203 0,959773 9151,405
4 0,315924 0,000258 0,970442 11766,09
5 0,38613 0,000315 0,969936 14380,78
6 0,456335 0,000101 1,130126 16995,47
7 0,52654 0,00012 1,094286 19610,15
8 0,596746 0,000133 1,120361 22224,84
9 0,666951 0,00015 1,113591 24839,53

26
1.3.3 Contoh Perhitungan
 Perhitungan Eksperimen untuk mengukur kerugian gesek pada pipa ½ inch
A. Laju Aliran (Q1)
𝑄
 𝑄1 = 3600
0,5
= 3600 = 0,000138889 mᵌ/detik

Dengan Q didapat dari Rotameter

B. Kecepatan air dalam pipa (v)


𝑄1
 𝑣= 𝜋/4(𝑑2 )

0,000138889
𝑣= = 𝟏, 𝟎𝟗𝟔𝟗𝟓𝟗𝟎𝟐𝟑 𝐦/𝐬
3,14/4(0,0127)2
Dengan diameter pipa, yaitu 0,0127

C. Koefisien gesek untuk air dalam pipa (λ)


2.𝑔.ℎ.𝑑
 λ= (𝑣 2 ).𝑙

2 .9,8 .(0,014).0,0127
= = 0,007342757
(1,096959023 )2 ×2

Dengan l adalah panjang pipa = 2 m

D. Bilangan reynold untuk aliran dalam pipa


𝑑.𝑣 0,0127 × 1,096959023
 = = 16341,79425
𝑣 0,000000848

Dimana v adalah viskositas kinematik air pada temperature 27 oC (m2/s)

 Perhitungan experiment untuk mengukur kerugian head pada peralatan


pipa Gate Valve
A. Laju Aliran (Q1)
𝑄
 𝑄1 = 3600
0,3
= 3600 = 0.00008333 mᵌ/detik

Dengan Q didapat dari Rotameter

B. Kecepatan air dalam pipa

27
𝑄1
 𝑣 = 𝜋/4(𝑑2 )

8.33333E − 05
𝑣= = 𝟎. 𝟏𝟎𝟓𝟑𝟎𝟖𝟎𝟔𝟔 𝐦/𝐬
3,14/4(0,0357)2
Dengan diameter pipa, yaitu 0,0357

C. Koefisien Gesek untuk air dalam gate valve


ℎ (7−8)
 λ= 1 2
(𝑣 1 ) ×2𝑔
4

0,001
=
(0.105308066 )2 ×2 ×9,8

= 0,254514115

D. Bilangan reynold untuk aliran dalam pipa

1 1
𝑑 (1 ).𝑣(1 ) 0,0357 × 0,138752911
 4 4
= = 16341,79425
𝑣 0,000000848

Dimana v adalah viskositas kinematik air pada temperature 27 oC (m2/s)

 Perhitungan Experimen untuk pengukuran dengan orifice


A. Laju Aliran (Q1)
𝑄
 𝑄1 = 3600
0,3
= = 𝟎. 𝟎𝟎𝟎𝟎𝟖𝟑𝟑𝟑 mᵌ/detik
3600

Dengan Q didapat dari Rotameter

B. Kecepatan air dalam pipa


𝑄1
 𝑣= 𝜋/4(𝑑2 )

0.00008333
𝑣= = 𝟎. 𝟏𝟎𝟓𝟑𝟎𝟖𝟎𝟔𝟔 𝐦/𝐬
3,14/4(0,0357)2
Dengan diameter pipa, yaitu 0,0357

28
C. Laju aliran teoritis pada pipa orifice
𝜋
 𝑄𝑜 = 4 𝑑𝑜2 √2𝑔. ℎ𝑜
3,14
= 0,03572 √2 . 9,8 . 0,056
4

= 0,00127449 m3/s

D. Koefisien aliran pada pipa orifice


𝑄𝑖
 co = 𝑄𝑜
𝟎,𝟎𝟎𝟎𝟏𝟑𝟖𝟖𝟖𝟗
= 𝟎,𝟎𝟎𝟏𝟐𝟕𝟒𝟒𝟗

= 0,108976052

E. Bilangan reynold untuk aliran dalam pipa


1 1
𝑑 (1 ).𝑣(1 ) 0,0357 × 0,138752911
 4 4
= = 16341,79425
𝑣 0,000000848

Dimana v adalah viskositas kinematik air pada temperature 27 oC (m2/s)

 Grafik dan Pembahasan

Pipa ½ inch
HUBUNGAN ANTARA BILANGAN REYNOLD DENGAN
KOEFISIEN GESEK

0.075

HUBUNGAN ANTARA
Koefisien Gesek

BILANGAN REYNOLD
0.05 DENGAN KOEFISIEN
GESEK2
Poly. (HUBUNGAN
ANTARA BILANGAN
0.025 REYNOLD DENGAN
KOEFISIEN GESEK2)

0
0 20000 40000 60000 80000
Bilangan Reynold

Grafik 1. Hubungan Antara Bilangan Reynold dengan Koefisien Gesek

29
Pembahasan :

Pada grafik ini dapat dilihat hubungan antara bilangan reynold dengan
koefisien gesek. Dari grafik terlihat bahwa semakin besar bilangan reynoldnya
semakin besar pula kecepatan fluida, hanya saja peningkatan koefisien geseknya
semakin berkurang lalu konstan dan cenderung membentuk polinomial yang
parabola koefisien geseknya cenderung keatas.
Dari grafik tersebut terlihat bahwa pada bilangan reynold 16341,79425
koefisien geseknya sama dengan 0,005792113 sedangkan pada bilangan reynold
22878,51195 koefisien geseknya meningkat menjadi 0,0208972 hal ini
menunjukkan kenaikan bilangan reynold berbanding lurus dengan kenaikan
koefisien gesek, tapi pada bilangan reynold 55562,1044 kita dapat melihat bahwa
koefisien geseknya adalah 0,001968402, hal ini menunjukkan berkurangnya
peningkatan koefsien gesek. Berkurangnya koefisien gesek dikarenakan semakin
besar bilangan reynold maka semakin besar pula kecepatan fluida, sehingga waktu
kontak fluida dengan dinding pipa semakin sebentar, menyebabkan nilai koefisien
gesek semakin kecil dan grafik cenderung menurun.
Secara teoritis persamaan untuk bilangan reynold dan koefisien gesek
adalah sebagai berikut.
𝑑.𝑣 2.𝑔.ℎ.𝑑
Re = dan λ = (𝑣 2 ).𝑙
𝑣

Dimana dapat diketahui bahwa bilangan Reynold berbanding lurus dengan


kecepatan, dan faktor kerugian gesek berbanding terbalik dengan kecepatan
fluida. Apabila kecepatan semakin tinggi, maka bilangan Reynoldnya juga akan
semakin tinngi, sedangkan faktor kerugian geseknya akan semakin rendah, jadi
bilangan reynoldnya berbanding terbalik dengan koefisien gesek.
Dari rumus dan grafik di atas sesuai dengan teori dan asumsi, dimana
semakin besar reynoldnya maka koefisien geseknya semakin kecil karena
kecepatannya (v) berbanding terbalik dengan koefisien gesek pada valve. Jika di
grafik semakin konstan, itu disebabkan karena peningkatan nilai kecepatan aliran
yang diimbangi oleh besar perbedaan tekanannya (h). Selain hal tersebut semakin
besar diameter pipa (d), maka nilai kerugian gesekan juga semakin meningkat,
begitu pula dengan bilangan reynold.

30
Gate valve

HUBUNGAN ANTARA BILANGAN REYNOLD DENGAN


KOEFISIEN KERUGIAN GESEK

0.3

0.25
HUBUNGAN ANTARA
Kerugian Gesek

0.2 BILANGAN REYNOLD


DENGAN KOEFISIEN
KERUGIAN GESEK2
0.15

0.1 Poly. (HUBUNGAN


ANTARA BILANGAN
REYNOLD DENGAN
0.05 KOEFISIEN KERUGIAN
GESEK2)
0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Bilangan Reynold

Grafik 2. Hubungan Antara Bilangan Reynold Dengan Koefisien Kerugian


Gesek pada Gate Valve
Pembahasan :
Grafik diatas menjelaskan dimana sumbu X merupakan bilangan reynold
dan sumbu Y koefisien kerugian gesek (gate valve). Pada percobaan tersebut
terlihat bahwa grafik cenderung menurun. Hal tersebut disebabkan semakin tinggi
angka reynold maka kecepatan fluida akan semakin tinggi, dan semakin tinggi
kecepatan fluida menyebabkan koefisien gesek semakin rendah. Fenomena
tersebut disebabkan semakin cepat fluida lama waktu kontak antara dinding pipa
dan fluida semakin sebentar. Berbeda dengan head losses ketika bilangan reynold
semakin bertambah maka koefisien kerugian gesek akan meningkat pula, hal
tersebut terjadi karena nilai koefisien gesek sangat kecil sedangkan nilai v
berkebalikan atau lebih besar. Maka v akan lebih dominan untuk mempengaruhi
hasil perhitungan sehingga grafik cenderung naik. Bidang kontak antara fluida
dan dinding merupakan faktor yang mempengaruhi koefisien gesek pada fluida.
Berdasarkan rumus :

31
𝑑.𝑣 ℎ (7−8)
Re = dan f= 1 2
𝑣 (𝑣 14) /2𝑔

Diketahui bahwa bilangan reynold berbanding lurus dengan kecepatan


aliran sedangkan kerugian gesek berbanding terbalik dengan kecepatan aliran,
sehingga semakin besar kecepatan aliran, semakin besar pula bilangan
reynoldnya, namun kerugian geseknya semakin kecil. Hal ini desebabkan semakin
tinggi kecepatan air dalam pipa maka semakin sedikit atau semakin cepat kontak
antara fluida dengan dinding valve yang membuat koefisien gesek semakin
rendah.

Pipa Orifice

HUBUNGAN ANTARA BILANGAN REYNOLD DENGAN


KOEFISIEN ALIRAN
0.18

0.15
Koefisien Aliran Orifice

0.12
HUBUNGAN ANTARA
BILANGAN REYNOLD
0.09 DENGAN KOEFISIEN ALIRAN
2
Poly. (HUBUNGAN ANTARA
0.06
BILANGAN REYNOLD
DENGAN KOEFISIEN ALIRAN
2)
0.03

0
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Bilangan Reynold

Grafik 3. Hubungan Antara Bilangan Reynold dengan Koefisien Aliran

Pembahasan :
Koefisien aliran orifice dilihat dari rasio antara jumlah aliran sebelum
masuk orifice dibanding jumlah aliran teoritis pada orifice. Pada saat bilangan

32
reynold rendah, aliran pada pipa cenderung laminar, akan tetapi apabila bilangan
reynold semakin tinggi, aliran pada pipa akan semakin turbulen. Semakin cepat
fluida mengalir, maka bidang kontak antara fluida dengan dinding orifice akan
semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar bilangan reynold maka
koefisien aliran orifice semakin kecil.
Grafik hubungan antara bilangan reynold dengan koefisien aliran pada
orifice dilihat dari rumus berikut.
𝑄𝑖
co = 𝑄𝑜 ,
𝜋
dimana 𝑄𝑜 = 4 𝑑𝑜2 √2𝑔. ℎ𝑜

Hubungan pada rumus diatas menyatakan bahwa dengan perubahan Q1 dan QO


yang terukur berubah sehingga CO cenderung konstan. Grafik yang konstan sesuai
dengan rumus berikut.
𝑑.𝑣
Re = 𝑣

Semakin besar kecepatan aliran maka semakin besar pula bilangan reynold, begitu
juga Q1 dab Co yang bertambah besar. Jadi saat aliran tersebut turbulen maka
koefisien alirannya menjadi lebih rendah daripada laminer.

Gambar 1.24 Orifice

33
1.3.4 Data Perbandingan Dari Masing – Masing Kelompok
 Pipa lurus dengan diameter ½ inch, ¾ inch, dan 1 inch

GRAFIK HUBUNGAN BILANGAN REYNOLD


DENGAN KERUGIAN GESEKAN
0.04

0.035 kelompok 2 (1/2 inch)

0.03
kelompok 4 (1 inch)
KERUGIAN GESEKAN

0.025

kelompok 3 (3/4 inch)


0.02

0.015
Poly. (kelompok 2 (1/2
inch))
0.01
Poly. (kelompok 4 (1 inch))
0.005

0 Poly. (kelompok 3 (3/4


0 20000 40000 60000 80000 inch))
BILANGAN REYNOLD

Grafik 4. Hubungan Bilangan Reynold dengan Kerugian Gesekan pada pipa 1


Inch

Pembahasan :
Grafik tersebut membandingkan besar bilangan reynold dengan kerugian
gesek yang dialami fluida dengan besar penampang pipa yang berbeda pula. Dari
grafik dapat dilihat bahwa semakin tinggi bilangan reynold maka kerugian gesek
yang terjadi semakin menurun lalu konstan, hal ini disebabkan karena semakin
tinggi kecepatan fluida maka lama kontak antara dinding pipa dengan fluida
semakin sebentar, hal tersebut sesuai dengan asumsi dasar teori yang menyatakan
sebagai berikut.
𝑑.𝑣 2.𝑔.ℎ.𝑑
Re = dan λ = (𝑣 2 ).𝑙
𝑣

Grafik di atas membandingkan besar bilangan reynold dengan kerugian gesek


yang dialami fluida dengan besar penampang pipa berdiameter ½, ¾, dan 1 inch.

34
Semakin tinggi kecepatan aliran (v) maka akan meningkatkan bilangan reynold
(Re) dan menurunkan besar λ. Jika di grafik semakin konstan, itu disebabkan
karena peningkatan nilai kecepatan aliran yang diimbangi oleh besar perbedaan
tekanannya (h). Semakin kecil diameter pipa, menyebabkan kecepatan fluida
yang semakin meningkat, sehingga berujung pada meningkatnya bilangan
reynold. Semakin cepat fluida mengalir melalui pipa, semakin kecil kontak antara
fluida tersebut dengan dinding pipa yang menyebabkan koefisien geseknya
semakin menurun.

 Peralatan pipa gate valve, glove valve, dan cock valve

GRAFIK HUBUNGAN BILANGAN REYNOLD


DENGAN KOEFISIEN GESEK PADA VALVE
BILANGAN REYNOLD
kelompok 3 (glove valve)
0 10000 20000 30000 40000

14
kelompok 2 (gate valve)
12

10 Kelompok 1 (Cock Valve)


KOEFISIEN GESEK

8
Poly. (kelompok 3 (glove
6 valve))

4 Poly. (kelompok 2 (gate


valve))
2
Poly. (Kelompok 1 (Cock
0 Valve))

-2

Grafik 5. Hubungan Bilangan Reynold dengan Koefisien Gesek pada Valve

Pembahasan :
Grafik tersebut membandingkan besar bilangan reynold dengan kerugian
gesek yang dialami fluida dengan jenis valve yang berbeda pula. Dari grafik dapat
dilihat bahwa semakin tinggi bilangan reynold maka kerugian gesek yang terjadi
semakin menurun lalu konstan, hal ini sesuai dengan dasar teori yang menyatakan

35
1 1
𝑑 (14).𝑣(14) ℎ (7−8)
f= 1 2
𝑣 (𝑣 14) ×2𝑔

Semakin tinggi kecepatan aliran (v) maka akan meningkatkan bilangan Reynold
(Re) dan membuat konstan nilai koefisien kerugian geseknya disebabkan
peningkatan besar v diimbangi dengan perbedaan tekanan (h) yang semakin besar
pula. Dari grafik dapat dilihat kerugian gesek terbesar ada pada glove valve. Hal
tersebut dikarenakan bentuk konstruksi dari glove valve yang menyebabkan
bidang kontak antara fluida dan dinding valve lebih besar akibat banyaknya
belokan.

 Pada peralatan pipa venturi, nozzle, dan orifice

HUBUNGAN ANTARA BILANGAN REYNOLD DENGAN


KOEFISIEN ALIRAN PADA VENTURI, NOZZLE, dan
ORIFICE
1.4

1.2 kelompok 2 (orifice)


KOEFISIEN ALIRAN ORIFICE

1
kelompok 4 (venturi)
0.8
kelompok 1 (nozzle)
0.6

0.4 Poly. (kelompok 2


(orifice))
0.2
Poly. (kelompok 4
0 (venturi))
0 5000 10000 15000 20000 25000 30000
Poly. (kelompok 1
BILANGAN REYNOLD
(nozzle))

Grafik 6. Hubungan Antara Bilangan Reynold dengan Koefisien Aliran pada


Venturi, Nozzle, dan Orifice
Pembahasan :
Grafik di atas membandingkan besar bilangan reynold dengan koefisien
alir pada orifice, nozzle, dan venturi. Dari grafik dapat kita lihat bahwa semakin
tinggi bilangan reynold maka koefisien aliran yang terjadi akan konstan, hal ini

36
sesuai dengan dasar teori yang menyatakan :

𝜋 𝑄𝑖
𝑄𝑜 = 4 𝑑𝑜2 √2𝑔. ℎ𝑜 co = 𝑄𝑜

Semakin tinggi kecepatan aliran (V) maka akan meningkatkan


bilangan reynold (Re) dan membuat konstan nilai koefisien kerugian geseknya,
dikarenakan peningkatan besar v di imbangi dengan perbedaan tekanan (∆h)
yang semakin besar pula. Nilai koefisien aliran paling tinggi adalah venturi
kemudian orifice dan nozzle. Hal ini disebabkan karena benuk venturi dari
diameter sempit mengalami enlargement yang menyebabkan bidang kontak
antara aliran fluida dengan dinding venturi semakin luas sehingga waktu kontak
yang dialami antara dinding venturi dengan fluida semakin lama yang
mengakibatkan nilai koefisen aliran semakin besar. Sedangkan pada nozzle dan
orifice tidak mengalami enlargement, melainkan setelah memasuki ruang nozzle
maupun orifice tidak ada penampang yang menghalangi aliran fluida sehingga
waktu kontak antara aliran fluida dengan dinding orifice ataupun nozzle semakin
sebentar, yang mengakibatkan koefisien gesek semakin kecil.

1.4 Kesimpuan dan Saran


A. Kesimpulan
Dalam serangkaian tahapan praktikum dapat ditarik kesimpulan bahwa
semakin tinggi kecepatan aliran fluida, maka semakin besar pula bilangan
reynoldnya. Dan semakin besar bilangan reynold, maka akan semakin meningkat
pula kecepatan aliran fluida, sehingga waktu kontak antara fluida dengan dinding
pipa semakin sebentar, hal tersebut menyebabkan nilai koefisien gesek pada
grafik cenderung menurun sesuai dengan teori dan asumsi. Ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan pada fluid circuit agar jalannya aliran air mempunyai
efisiensi yang tinggi, salah satunya yang diteliti adalah perbedaan tekanan dan
debit yang dapat mempengaruhi hal-hal berikut.
 Kerugian gesek yang dihasilkan
 Efisiensi Orifice pada aliran

37
BAB II
DEFLECTION OF CURVED BARS APPARATUS

2.1. Dasar Teori


2.1.1. Definisi Defleksi

Defleksi adalah perubahan bentuk pada balok dalam arah vertical dan
horisontal akibat adanya pembebanan yang diberikan pada balok atau batang.
Sumbu sebuah batang akan terdeteksi dari kedudukannya semula bila benda
dibawah pengaruh gaya terpakai. Dengan kata lain suatu batang akan mengalami
pembebanan transversal baik itu beban terpusat maupun terbagi merata akan
mengalami defleksi.

Defleksi ada 2 yaitu :


1. Deflkesi Vertikal (Δw)

Perubahan bentuk suatu batang akibat pembebanan arah vertikal (tarik,


tekan) hingga membentuk sudut defleksi, dan posisi batang vertikal, kemudian
kembali ke posisi semula.

Gambar 2.1 Defleksi Vertikal


Sumber: http//:www.wikipedia.com/defleksi

2. Defleksi Horisontal (Δp)

38
Perubahan bentuk suatu batang akibat pembebanan arah vertikal (bending)
posisi batang horizontal, hingga membentuk sudut defleksi, kemudian kembali ke
posisi semula.

Gambar 2.2 Defleksi Horizontal


Sumber : http://iktutaryanto.blogspot.com/2010/05/kekuatan-
bahanuntuk-defleksi-dengan.html

Hal-hal yang mempengaruhi terjadinya defleksi yaitu :


1. Kekakuan batang
Semakin kaku suatu batang maka lendutan batang yang akan terjadi pada
batang akan semakin kecil
2. Besarnya kecil gaya yang diberikan
Besar-kecilnya gaya yang diberikan pada batang berbanding lurus dengan
besarnya defleksi yang terjadi. Dengan kata lain semakin besar beban yang
dialami batang maka defleksi yang terjadi pun semakin kecil
3. Jenis tumpuan yang diberikan
Jumlah reaksi dan arah pada tiap jenis tumpuan berbeda-beda. Jika karena
itu besarnya defleksi pada penggunaan tumpuan yang berbeda-beda tidaklah
sama. Semakin banyak reaksi dari tumpuan yang melawan gaya dari beban maka
defleksi yang terjadi pada tumpuan rol lebih besar dari tumpuan pin (pasak) dan
defleksi yang terjadi pada tumpuan pin lebih besar dari tumpuan jepit.
4. Jenis beban yang terjadi pada batang
Beban terdistribusi merata dengan beban titik,keduanya memiliki kurva
defleksi yang berbeda-beda. Pada beban terdistribusi merata slope yang terjadi
pada bagian batang yang paling dekat lebih besar dari slope titik. Ini karena
sepanjang batang mengalami beban sedangkan pada beban titik hanya terjadi pada
beban titik tertentu saja.

39
2.1.2. Perbedaan Defleksi dan Deformasi
Seperti yang telah dipaparkan, defleksi terjadi karena adanya pembebanan
vertikal dan horizontal pada balok atau batang. Sedangkan deformasi tidak hanya
terjadi karena pembebanan saja, akan tetapi karena adanya berbagai macam
perlakuan yang dialami oleh balok atau batang. Selain itu defleksi yang terjadi
pada balok hanya merubah bentuk (lendutan) pada batang atau balok tersebut,
sedangkan deformasi dapat merubah bentuk dan ukuran serta volume balok
tersebut.
Selain itu perbedaan antara defleksi dan deformasi juga dapat dilihat
berdasarkan dimensi dari balok atau batang, jika defleksi maka batangnya hanya
memiliki satu dimensi (p / l) sedangkan jika deformasi memiikik lebih dari satu
dimensi (p, l, t).

Gambar 2.3 Defleksi

Gambar. 2.4 Deformasi

2.1.3. Macam – Macam Deformasi

40
Sebuah material akan tahan terhadap energi tarik atau tekan jika energi
tersebut tidak melebihi energi karakteristik material tersebut. Macam macam
deformasi ada 2 yaitu:

1. Deformasi Elastis
Deformasi elastis adalah perubahan yang terjadi bila ada gaya yang
bekerja, serta akan hilang bila beban ditiadakan.Dengan kata lain biula beban
ditiadakan, maka benda akan kembali ke bentuk dan ukuran semula

2. Deformasi Plastis

Gambar 2.5 Grafik Tegangan Regangan

Sumber : http://blog.ub.ac.id/shabazz/2011/12/01/

Deformasi plastis adalah perubahan bentuk yang permanen, meskipun


bebanya dihilangkan.Pada tinjauan mikro, deformasi plstis mengakibatkan
putusnya ikatan atom dengan atom tetangganya dan membentuk ikatan yang baru
dengan atom lainya. Jadi jika beban dilepaskan atom ini tidak kembali ke ikatan
awalnya.

2.1.4. Teori Castigliano

Metode Castigliano adalah metode untuk menentukan perpindahan dari


sebuah system linear-elastis berdasarkan pada turunan parsial dari prinsip
persamaan energi. Konsep dasar teori yaitu bahwa perubahan energi adalah gaya

41
dikalikan perpindahan yang dihasilkan, sehingga gaya dirumuskan dengan
perubahan energi dibagi dengan perpindahan yang dihasilkan.

Ada 2 teorema dalam teori Castigliano, yaitu:

 Teori Pertama Castigliano

Teori ini digunakan untuk menghitung gaya yang bereaksi dalam struktur
elastis dinyatakan sebagai fungsi persamaan perpindahan qi, maka turunan parsial
dari energi regangan terhadap perpindahan memberikan persamaan gaya Qi.

Dirumuskan dengan :

𝜕𝑈
𝑄𝑖 =
𝜕𝑞𝑖

Dimana :

U = energi regangan

 Teori Kedua Castigliano


Teori ini digunakan untuk menghitung perpindahan, yang menyatakan, “
jika energi regangan dari suatu struktur elastis dinyatakan sebagai fungsi
persamaan gaya Qi, maka turunan parsial dari energi regangan terhadap
persamaan gaya memberikan persamaan perpindahan qi, searah Qi.

Dirumuskan dengan :

𝜕𝑈
𝑞𝑖 =
𝜕𝑄𝑖

Sebagai contoh, untuk beam kantilever lurus dan tipis dengan beban P di
ujung, dan perpindahan pada ujungnya dapat ditemukan dengan teori kedua
Castigliano.

𝜕𝑈
𝛿=
𝜕𝑃

42
𝜕 𝐿 𝑀𝐿2 𝜕 𝐿 𝑃𝐿2
𝛿= ∫ 𝑑𝐿 = ∫ 𝑑𝐿
𝜕𝑃 0 2𝐸𝐼 𝜕𝑃 0 2𝐸𝐼

Dimana, E adalah Modulus Young dan I adalah momen inersia penampang


dan M(L) = P × L adalah pernyataan untuk momen pada titik berjarak L dari
ujung, maka :

𝜕 𝐿 𝑃𝐿2 𝑃𝐿3
𝛿= ∫ 𝑑𝐿 =
𝜕𝑃 0 2𝐸𝐼 3𝐸𝐼

2.1.5. Momen

Perubahan gaya translasi pada sebuah benda dapat terjadi jika resultan gaya
yang mempengaruhibenda tidak sama dengan nol. Jika resultan gaya adalah nol
maka benda mungkin akan tetap diam atau bergerak lurus beraturan. Untuk
mengubah keceepatan dibutuhkan gaya. Hal ini sesuai dengan Hukum II Newton.
Peristiwa yang sama juga berlaku pada gerak rotasi jika benda tersebut diberi
momen gaya. Dengan adanya momen gaya maka benda akan mengalami
perubahan kecepatan sudut. Momen gaya merupakan besaran vektor dan secara
matematis dituliskan:

 Untuk benda panjang: 𝜏 = 𝐹𝑙


 Untuk benda berjari jari: 𝜏 = 𝐹𝑟
Keterangan : 𝜏 = Momen Gaya (Nm)
F = Gaya (N)
r = Jari jari (m)
l = Panjang (m)

 Momen Gaya (Torsi)

43
Perubahan gaya translasi pada sebuah benda dapat terjadi jika resultan
gaya yang mempengaruhibenda tidak sama dengan nol. Jika resultan gaya adalah
nol maka benda mungkin akan tetap diam atau bergerak lurus beraturan. Untuk
mengubah keceepatan dibutuhkan gaya. Hal ini sesuai dengan Hukum II Newton.
Peristiwa yang sama juga berlaku pada gerak rotasi jika benda tersebut diberi
momen gaya. Dengan adanya momen gaya maka benda akan mengalami
perubahan kecepatan sudut. Momen gaya merupakan besaran vektor dan secara
matematis dituliskan:
𝜏 = 𝐹. 𝑟

Keterangan : 𝜏 = Momen Gaya (Nm)


F = Gaya (N)
R = Jarak tegak lurus (m)

 Momen Kopel
Momen kopel dinotasikan dg M, satuannya Nm. Kopel adalah pasangan dua
buah gaya yang sama besar berlawanan arah dan sejajar. Besarnya kopel
dinyatakan denganmomen kopel (M). Momen kopel seperti yang ditunjukkan
pada gambar di bawah merupakan besaran vektor dengan satuan Nm. Pengaruh
kopel terhadap benda yaitu dapat menyebabkan banda berotasi.
Momen Kopel dapat dirumuskan dengan formula : M = F × d.

Gambar. 2.6 Momen Kopel

 Momen Inersia

44
Momen inersia merupakan ukuran kelebaman suatu benda untuk
berotasi terhadap porosnya. Besaran ini adalah analog rotasi daripada massa.
Momen inersia berperan dalam rotasi seperti massa dalam dinamika dasar,
menentukan hubungan antara momentum sudut dan kecepatan sudut, sertamomen
gaya dan percepatan sudut.daftar dari momen inersia dari berbagai benda dapat
dilihat pada gambar di bawah.
I = k.m.r2
Keterangan : I = Momen Inersia (Kgm2)
k = konstanta inersia
m = massa (kg)
r = jari – jari objek dari pusat massa (m)

45
Gambar. 2.7 Momen Inersia
Sumber: http://ejurnal.unud.ac.id

 Momen Bending
Momen bending adalah jumlah dari semua komponen momen gaya luar
yang bekerja pada segmen yang terisolasi, yaitu beban luar yang bekerja tegak
lurus sepanjang sumbu axis. Sebagai contoh momen bending adalah terjadi pada
rangka atap rumah.
𝑀 𝜎
=
𝐼 𝑦

Keterangan : M = Momen Bending (Nm)


I = Momen Inersia (Kgm2)
y = jarak dari sumbu netral ke permukaan benda (m)
𝜎 = tegangan bending (Pa)

2.2 Tujuan Pengujian


1. Untuk mengetahui defleksi vertikal dari bermacam-macam batang
lengkung ketikamendapatkan sebuah pembebanan.
1. Untuk mengetahui defleksi horizontal dari bermacam-macam batang
lengkung ketika mendapatkan sebuah pembebanan

46
2. Untuk mengetahui pengaruh penambahan beban terhadap defleksi yang
terjadi.

2.3 Data Laporan


1.1 Data Laporan pada Spesimen 2 dan 3

Spesimen 2
Defleksi
W R E I Horizontal
50 150 20000000 69,35893 0,000608249
100 150 20000000 69,35893 0,001216498
150 150 20000000 69,35893 0,001824747
200 150 20000000 69,35893 0,002432996
250 150 20000000 69,35893 0,003041245
300 150 20000000 69,35893 0,003649494
350 150 20000000 69,35893 0,004257743
400 150 20000000 69,35893 0,004865992
450 150 20000000 69,35893 0,005474241
500 150 20000000 69,35893 0,00608249

W R E I Defleksi Vertikal
50 150 20000000 69,35893 0,000636634
100 150 20000000 69,35893 0,001273268
150 150 20000000 69,35893 0,001909902
200 150 20000000 69,35893 0,002546536
250 150 20000000 69,35893 0,00318317
300 150 20000000 69,35893 0,003819804
350 150 20000000 69,35893 0,004456438
400 150 20000000 69,35893 0,005093072
450 150 20000000 69,35893 0,005729706
500 150 20000000 69,35893 0,00636634

47
Defleksi Horizontal 2
0.007
0.006
0.005
0.004
0.003
0.002
0.001
0
0 100 200 300 400 500 600

Grafik 1 Diagram Defleksi Horizontal Spesimen 2

Defleksi Vertikal 2
0.007

0.006

0.005

0.004

0.003

0.002

0.001

0
0 100 200 300 400 500 600

Grafik 2 Diagram Defleksi Vertikal Spesimen 2

48
Spesimen 3

W E I R b Hotizontal
50 20.000.000 69,35893 75 75 0,007831206
100 20.000.000 69,35893 75 75 0,015662412
150 20.000.000 69,35893 75 75 0,023493618
200 20.000.000 69,35893 75 75 0,031324824
250 20.000.000 69,35893 75 75 0,03915603
300 20.000.000 69,35893 75 75 0,046987235
350 20.000.000 69,35893 75 75 0,054818441
400 20.000.000 69,35893 75 75 0,062649647
450 20.000.000 69,35893 75 75 0,070480853
500 20.000.000 69,35893 75 75 0,078312059

W E I R b Vertikal
50 20.000.000 69,35893 75 75 0,015365384
100 20.000.000 69,35893 75 75 0,030730767
150 20.000.000 69,35893 75 75 0,046096151
200 20.000.000 69,35893 75 75 0,061461534
250 20.000.000 69,35893 75 75 0,076826918
300 20.000.000 69,35893 75 75 0,092192301
350 20.000.000 69,35893 75 75 0,107557685
400 20.000.000 69,35893 75 75 0,122923068
450 20.000.000 69,35893 75 75 0,138288452
500 20.000.000 69,35893 75 75 0,153653836

49
Diagram Horizontal Spesimen 3
0.09
0.08
0.07
0.06
0.05
0.04
0.03
0.02
0.01
0
0 100 200 300 400 500 600

Grafik 3 Diagram Horizontal Spesimen 3

DIAGRAM VERTIKAL SPESIMEN 3


0.2

0.15

0.1

0.05

0
0 100 200 300 400 500 600

DIAGRAM VERTIKAL SPESIMEN 3

Grafik 4 Diagram Vertikal Spesimen 3

50
1.2 Data Laporan Diagram Spesimen 2 dan 3 Actual dan Teoritis

Spesimen 2
Actual Actual Vertikal Teoritis Teoritis Vertikal
Horizontal 2 2 Horizontal 2 2 W
0,02 0,065 0,0608249 0,063663396 50
0,1 0,19 0,121649801 0,127326791 100
0,19 0,31 0,182474701 0,190990187 150
0,245 0,385 0,243299601 0,254653582 200
0,325 0,51 0,304124501 0,318316978 250
0,395 0,605 0,364949402 0,381980374 300
0,445 0,7 0,425774302 0,445643769 350
0,595 0,88 0,486599202 0,509307165 400
0,65 0,97 0,547424102 0,572970561 450
0,725 1,075 0,608249003 0,636633956 500

Spesimen 3
Actual Actual Vertikal Teoritis Teorotis Vertikal
Horizontal 3 3 Horizontal 3 3 W
0 0,01 0,03041245 0,015365384 50
0,045 0,055 0,0608249 0,030730767 100
0,09 0,09 0,09123735 0,046096151 150
0,12 0,12 0,121649801 0,061461534 200
0,165 0,155 0,152062251 0,076826918 250
0,195 0,185 0,182474701 0,092192301 300
0,26 0,235 0,212887151 0,107557685 350
0,315 0,28 0,243299601 0,122923068 400
0,345 0,315 0,273712051 0,138288452 450
0,38 0,345 0,304124501 0,153653836 500

51
DIAGRAM SPESIMEN 2
1.5
1
0.5
0
0 100 200 300 400 500 600

Actual Horizontal 2 Actual Vertikal 2


Teoritis Horizontal 2 Teoritis Vertikal 2

Grafik 5 Diagram Spesimen 2


Pembahasan :
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat dilakukan
analisa yang terjadi pada benda kerja dengan menggunakan persamaan-
persamaan defleksi dengan rumus-rumus persamaan. Kemudian dapat
dilakukan pengolahan data sehingga diperoleh perbandingan antara hasil actual
dengan teoritis.
Contoh perhitungan secara teoritis untuk pembebanan 0.5 kg - 5 kg
a. Defleksi Spesimen 2

𝑊𝑅 3
Horizontal ∆𝑝 =
2𝐸𝐼
0,5.1503
=
2.20000000.69,358953

=0,000608249

𝜋𝑊𝑅 2
Vertikal ∆𝑊 =
4𝐸𝐼
3,14.1.1503
=
4.20000000.69,358953

= 0,001273268

52
DIAGRAM SPESIMEN 3
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 100 200 300 400 500 600

Actual Horizontal 3 Actual Vertikal 3


Teoritis Horizontal 3 Teoritis Vertikal 3

Grafik 6 Diagram Spesimen 3


Defleksi Spesimen 3
𝑊𝑅 3 𝑊𝑏𝑅 𝑏
Horizontal ∆𝑝 = + (𝑅 + )
2𝐸𝐼 𝐸𝐼 2
1.753 1.75.75 75
= + (75 + )
2.20000000.69,358953 200000000.69,358953 2

= 0,015662412

𝜋𝑊𝑅 2 𝑊𝑏𝑅 2
Vertikal ∆𝑊 = +
4𝐸𝐼 𝐸𝐼
3,14.2.752 2.75.752
= +
4.20000000.69,358953 200000000.69,358953

= 0,061461534

Pada grafik ini dapat dilihat hubungan antara bilangan reynold dengan
beban, semakin besar beban itu membuktikan bahwa bilangan reynold pada
grafik akan meningkat sehingga dapat disimpulkan ketika grafik
meningkat,semakin besar pembebanan yang di berikan maka semakin besar
pula defleksi yang terjadi pada balok,hal ini di sebabkan karena desakan yang
di sebabkan adanya pembebanan terhadap balok mengakibatkan kekuatan
balok akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya
pembebanan.defleksi juga di pengaruhi oleh letak pembebanan pada balok,di
mana defleksi maksimum terjadi pada pembebanan yang terletak pada beban 5
kg. Defleksi maksimum terjadi pada beban 5 kg dan Defleksi terkecil terjadi
pada beban 0.5 kg.

53
Perbandingan antara hasil Aktual dengan teoritis dapat pula di bandingkan
berdasarkan grafik di atas, berdasarkan ke empat grafik di atas dari spesimen 2
dan 3 secara eksperimental defleksi yang terjadi pada balok lebih besar jika di
bandingkan dengan besarnya defleksi secara teoritis hal ini di sebabkan karena
secara eksperimental pembebanan terjadi secara berkesinambungan yang
berpengaruh terhadap kekuatan balok yang semakin lama (Spesimen 2-3)
semakin menurun sehingga menyebabkan defleksi yang terjadi pada balok
akan semakin besar.
1.3 Data Laporan Diagram Spesimen 1 - 4

HORIZONTAL
pembebanan spesimen 1` spesimen 2 spesimen 3 spesimen 4
50 0,013404006 0,000608249 0,000304125 3,0037E-05
100 0,026808012 0,001216498 0,000608249 6,0074E-05
150 0,040212017 0,001824747 0,000912374 9,0111E-05
200 0,053616023 0,002432996 0,001216498 0,000120148
250 0,067020029 0,003041245 0,001520623 0,000150185
300 0,080424035 0,003649494 0,001824747 0,000180222
350 0,093828041 0,004257743 0,002128872 0,000210259
400 0,107232046 0,004865992 0,002432996 0,000240296
450 0,120636052 0,005474241 0,002737121 0,000270333
500 0,134040058 0,00608249 0,003041245 0,00030037
Vertikal
Pembebanan Spesimen 1 Spesimen 2 Spesimen 3 Spesimen 4
50 0,036803165 0,000636634 0,000310491 0,240295902
100 0,073606329 0,001273268 0,000620982 0,480591805
150 0,110409494 0,001909902 0,000931473 0,720887707
200 0,147212659 0,002546536 0,001241963 0,961183609
250 0,184015824 0,00318317 0,001552454 1,201479511
300 0,220818988 0,003819804 0,001862945 1,441775414
350 0,257622153 0,004456438 0,002173436 1,682071316
400 0,294425318 0,005093072 0,002483927 1,922367218

54
450 0,331228482 0,005729706 0,002794418 2,162663121
500 0,368031647 0,00636634 0,003104908 2,402959023

2.4 Perbandingan anatara spesimen 1, spesimen 2, spesimen 3, spesimen 4

1.Defleksi Horizontal

Defleksi Horizontal
0.016
0.014
0.012
0.01
0.008
0.006
0.004
0.002
0
0 1 2 3 4 5 6

spesimen 1 spesimen 2 spesimen 3 spesimen 4

Grafik 7 Perbandingan Horisontal spesimen 1,2,3 dan 4


Pembahasan
Pada grafik defleksi horizontal antar spesimen dapat dilihat keseragaman
yaitu defleksi horizontal senantiasa bertambah besarnya seiring dengan
penambahan beban, atau berbanding lurus dengan pembebanan. Urutan defleksi
horizontal dari yang terkecil adalah spesimen 4 - spesimen 3 - spesimen 2 -
spesimen 1.

55
2. Defleksi Vertikal

Defleksi Vertikal
3

2.5

1.5

0.5

0
0 1 2 3 4 5 6

spesimen 1 spesimen 2 spesimen 3 spesimen 4

Grafik 8 Perbandingan Vertikal spesimen 1,2,3 dan 4

Pembahasan
Pada grafik defleksi vertikal teoritis antar spesimen diperoleh hasil
bahwa pada setiap spesimen besarnya defleksi vertikal berbanding lurus
dengan pembebanan yang diberikan. Urutan defleksi vertikal dari yang terkecil
adalah spesimen 3 - spesimen 1 - spesimen 2 - spesimen 4.

KESIMPULAN
Semakin berat beban yang ada, maka tingkat defleksi akan semakin
meningkat dan pada pengujian Actual tingkat defleksi lebih tinggi dari pada
teoritis Adanya perbedaan antara hasil actual dengan teoritis di sebabkan
karena beberapa factor,misalnya:

1. Besarnya defleksi yang terjadi pada balok secara actual sebagian besar di
pengaruhi oleh berat balok yang mana hal tidak di perhitungkan dalam
perhitungan secara teoritis sehingga dapat menyebabkan terjadinya perbedaan
antara hasil actual dengan teoritis

56
DAFTAR PUSTAKA

White, F.M. 2005. Fluid Mechanics . New York: McGraw Hill Laboratorium
Fenomena Dasar Mesin FT-UB
Vierck, R.K. 1967. Vibration Analysis. Pennsylvania: International Text .
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. 2017. Universitas Negeri Malang. UM Press.

57

Anda mungkin juga menyukai