Anda di halaman 1dari 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nyeri pungung bawah merupakan suatu keluhan yang dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari bagi penderitanya. Salah satu penyebab terjadinya nyeri
pinggang bagian bawah adalah hernia nucleus pulsosus (HNP), yang sebagian
besar kasusnya terjadi pada segmen lumbal. Nyeri punggung bawah merupakan
salah satu penyakit yang sering di jumpai masyarakat.
Nyeri penggung bawah dapat mengenai siapa saja, tanpa mengenal jenis
umur dan jenis kelami. Sekitar 60-80 % dari seluruh penduduk dunia pernah
mengalami paling tidak satu episode nyeri punggung bawah selama hidupnya.
Kelompok studi nyeri (pokdi nyeri) PORDOSSI (Persatuan dokter spesialis saraf
Indonesia) melakukan penelitian pada bulan mei 2002 di 14 rumah sakit
pendidikan, dengan hasil menunjukan bahwa kejadian nyeri punggung bawah
meliputi 18,37 % di sluruh kasus nyeri ditangani.
Nyeri pinggang bawah hanyalah merupakan suatu symptom gejala, maka
yang terpenting adalah mengetahui faktor penyebab agar dapat diberikan
pengobatan yang tepat. Pada dasarnya timbulnya rasa sakit tersebut karena
tekanan susunan saraf tepi daerah pinggang. Jepitan pada saraf ini dapat terjadi
karena gangguan pada otot dan jaringan sekitarnya. Maka dari itu, dibutuhkan
asuhan keperawatan HNP yang sesuai sehingga proses penyembuhan klien dengan
HNP dapat maksimal.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa medis Hernia
Nucleus Pulposus (HNP) di Rumah Sakit Universitas Airlangga
Surabaya?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

1
1
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa medis
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) di Rumah Sakit Universitas Airlangga
Surabaya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mampu melakukan pengkajian asuhan keperawatan pada Ny. S dengan
diagnosa medis Hernia Nucleus Pulposus (HNP) di Rumah Sakit
Universitas Airlangga Surabaya.
2) Mampu menyusun asuhan keperawatan pada Ny. S dengan diagnosa
medis Hernia Nucleus Pulposus (HNP) di Rumah Sakit Universitas
Airlangga Surabaya.
3) Mampu melaksanakan rencana asuhan keperawatan pada Ny. S dengan
diagnosa medis Hernia Nucleus Pulposus (HNP) di Rumah Sakit
Universitas Airlangga Surabaya.
4) Mampu mengevaluasi keefektifan asuhan keperawatan pada Ny. S
dengan diagnosa medis Hernia Nucleus Pulposus (HNP) di Rumah
Sakit Universitas Airlangga Surabaya.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Teoritis
Dapat menambah pengetahuan dan keterampilan bagi mahasiswa dalam
memberi asuhan keperawatan dengan diagnosa medis Hernia Nucleus
Pulposus (HNP) di di Rumah Sakit Universitas Airlangga Surabaya.
1.4.2 Praktis
1. Bagi Mahasiswa
Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi semua mahasiswa
tentang asuhan keperawatan dengan diagnosa medis Hernia Nucleus
Pulposus (HNP) dan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh
pendidikan.

2. Bagi Tempat Praktek


Diharapkan dapat bermanfaat bagi tempat praktek dan dapat menambah
pengetahuan tentang kesehatan terutama pada keluarga pasien Ny. S
dengan diagnosa medis Hernia Nucleus Pulposus (HNP) di di Rumah
Sakit Universitas Airlangga Surabaya.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Hernia Nucleus Pulposus (HNP).


2.1.1 Pengertian

3
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah keadaan ketika nucleus pulposus
keluar menonjol untuk kemudian menekan kearah kanalis spinalis melalui annulus
fibrosus yang robek. HNP merupakan suatu nyeri yang disebabkan oleh proses
patologik di kolumna vertebralis pada diskus intervertebralis/ diskogenik.
(Muttaqin, 2008).
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) merupakan penyebab utama nyeri
punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh). Herniasi dapat
parsial atau komplet, dari massa nukleus pada daerah vertebra L4-L5, L5-S1
atau C5-C6, C6-C7 adalah yang paling banyak terjadi dan mungkin sebagai
dampak trauma atau perubahan degeneratif yang berhubungan dengan proses
penuaan (Brunner & Suddarth, 2002).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Hernia
Nukleus Pulposus (HNP) adalah rupturnya nukleus pulposus yang disebabkan
oleh trauma atau perubahan degeneratif terkait dengan proses penuaan yang
mengakibatkan nyeri hebat pada punggung bawah dan dapat bersifat kronik
ataupun dapat kambuh.

2.1.2 Etiologi
HNP terjadi akibat keluarnya nukleus pulposus dari dalam bantalan
tulang belakang. HNP sering terjadi pada usia 30-50 tahun, meskipun juga
banyak dialami oleh para orang tua. Ada tiga faktor yang membuat seseorang
dapat mengalami HNP, yaitu (1) gaya hidup, seperti merokok, jarang atau tidak
pernah berolah raga dan berat badan yang berlebihan, (2) pertambahan usia,
dan (3) memiliki kebiasaan duduk atau berdiri yang salah, yaitu
membungkuk dan tidak tegak.
Ketiga faktor tersebut, apabila ditambah dengan cara mengangkat benda
yang keliru, yaitu cara mengangkat benda di mana punggung membungkuk ke
depan meningkatkan resiko seseorang mengalami HNP, karena tekanan yang
diterima oleh bantalan tulang belakang akan
4 meningkat beberapa kali tekanan
normal. Cara mengangkat yang benar adalah dengan jalan menekuk lutut ke
arah depan, sementara punggung tetap dipertahankan dalam posisi tegak,

4
tidak membungkuk. Para pekerja kasar atau yang banyak menggunakan otot-
otot punggung untuk bekerja memiliki resiko yang lebih besar mengalami HNP.

2.1.3 Klasifikasi
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) terbagi atas:
1. HNP sentral yang akan menimbulkan para paresis flasid, parestesia dan
retensi urin.
2. HNP lateral yang bermanifestasi pada rasa nyeri yang terletak pada punggung
bawah di tengah-tengah antara bokong dan betis, belakang tumit, dan telapak
kaki.

2.1.4 Patofisiologi
Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus itu bersifat sirkumferensial.
Karena adanya gaya traumatic yang berulang, sobekan itu menjadi lebih besar dan
timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, resiko HNP hanya menunggu
waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat diasumsikan seperti
gaya traumatic ketika hendak menegakan badan waktu terpleset, mengangkat
benda berat, dan sebagainya (Price & Wilson. 2006 : 25)
Menjebolnya (herniasi) nucleus puposus dapat mencapai ke korpus tulang
belakang diatas atau dibawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis
vertebralis. Menjebolnya sebagian nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra
dapat dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal sebagai nodus schmorl. Sobekan
sirkum ferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut
dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan kelainan yang mendasari low
back pain subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang
tungkai yang dikenal sebagai iskhialgia atau siatika. Menjebolnya nucleus
pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus pulposus menekan radiks
yang bersama-sama arteria radipularis yang berada dalam lapisan dura. Hal itu
terjadi jika penjebolan berada di sisi lateral tidak aka nada radiks yang terkena
jika tempat herniasinya berada di tengah. Pada tingkat L 2 dan terus ke bawah tidak
terdapat medulla spinalis lagi, maka herniasi yang berada di garis tengah tidak
akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior. Setelah terjadi HNP, sisa
diskus intervertebralis mengalami lisis, sehingga dua corpora vertebra bertumpang
tindih tanpa ganjalan.

5
Manifestasi klinis utama yang muncul adalah rasa nyeri di punggung
bawah disertai otot-otot sekitar lesi dan nyeri tekan. HNP terbagi atas HNP sentral
dan HNP lateral. HNP sentral akan menunjukan paraparesis flasid, parestesia , dan
retansi urine . sedangkan HNP lateral bermanifestasi pada rasa nyeri dan nyeri
tekan yang terletak pada punggung bawah, ditengah-tengah area bokong dan
betis , belakang tumit, dan telapak kaki. Kekuatan ekstensi jari kelima kaki
berkurang dan reflex achiler negatife. Pada HNP lateral L4-L5 rasa nyeri dan nyeri
tekan didapatkan di punggung bawah, bagian lateral pantat, tungkai bawah bagian
lateral dan di dorsum perdis. Kekuatan ekstensi ibu jari kaki berkurang dan reflek
patella negatif. Sensibilitas dermatom yang sesuai dengan radiks yang terkena
menurun.
Pada percobaan tes laseque atau tes mengangkat tungkai yang lurus
(straight leg raising ),yaitu mengangkat tungkai secara lurus dengan fleksi pada
sendi panggul, akan dirasakan nyeri disepanjang bagian belakang (tanda laseque
positif) (Price & Wilson. 2006 : 26).

2.1.5 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala HNP secara umum yaitu:
1. Nyeri punggung yang menyebar ke ekstremitas bawah.
2. Peningkatan rasa nyeri bila batuk, mengedan, bersin, membungkuk,
mengangkat beban berat, berdiri secara tiba-tiba.
3. Kesemutan, kekakuan, kelemahan pada ekstermitas, deformitas, pasme otot.
4. Penurunan fungsi sensori, motorik.
5. onstipasi, kesulitan saat defekasi dan berkemih.
6. Ischialgia yaitu nyeri bersifat tajam, seperti terbakar, dan berdenyut sampai
ke bawah lutut. Ischialgia merupakan nyeri yang terasa sepanjang perjalanan
nervus ischiadicus sampai ke tungkai.

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu diagnose HNP adalah
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap dan cairan serebrospinal.
2. RO Spinal : memperlihatkan perubahan degeneratif pada tulang belakang
3. MRI : dapat memperlihatkan perubahan tulang dan jaringan lunak divertebra
serta herniasi.

6
4. CT Scan dan Mielogram jika gejala klinis dan patologiknya tidak terlihat
pada MRI. Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan dan menunjukkan lokasi
lesi atau disk protusion.
5. Elektromiografi (EMG) : untuk melokalisasi radiks saraf spinal khusus yang
terkena.
6. Epidural venogram : menunjukkan lokasi herniasi
7. Lumbal functur : untuk mengetahui kondisi infeksi dan kondisi cairan
serebrospinal.
8. Darah rutin : Pada pemeriksaan laboratorium rutin penting untuk melihat;
laju endap darah (LED), kadar Hb, jumlah leukosit dengan hitung jenis, dan
fungsi ginjal.

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi HNP yaitu:
1. Kelemahan dan atropi otot.
2. Trauma serabut syaraf dan jaringan lain.
3. Kehilangan kontrol otot sphinter.
4. Paralis / ketidakmampuan pergerakan.
5. Perdarahan.
6. Infeksi dan inflamasi pada tingkat pembedahan diskus spinal.

2.1.8 Penatalaksanaan
1. Terapi konservatif
1) Tirah baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari
dengan sikap yang baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk
dimana tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul dan lutut. tertentu.
Tempat tidur tidak boleh memakai pegas/per dengan demikina tempat
tidur harus dari papan yang larus dan diutu[ dengan lembar busa tipis.
Tirah baring bermanfaat untuk nyeri punggung bawah mekanik akut.
Lama tirah baring tergantung pada berat ringannya gangguan yang
dirasakan penderita. Pada HNP memerlukan waktu yang lebih
lama. Setelah berbaring dianggp cukup maka dilakukan latihan /

7
dipasang korset untuk mencegah terjadinya kontraktur dan
mengembalikan lagi fungsi-fungsi otot.
2) Medikamentosa
(1) Symtomatik
Analgetik (salisilat, parasetamol), kortikosteroid (prednison,
prednisolon), anti-inflamasi non-steroid (NSAID) seperti piroksikan,
antidepresan trisiklik (amitriptilin), obat penenang minor (diasepam,
klordiasepoksid).
(2) Kausal: kolagenese
(3) Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermi (pemanasan dengan jangkauan
permukaan yang lebih dalam) untuk relaksasi otot dan mengurangi
lordosis.
2. Terapi operatif
Terapi operatif dikerjakan apabila dengan tindakan konservatif tidak
memberikan hasil yang nyata, kambuh berulang atau terjadi defisit
neurologic.
Macam-macam dari tindakan pembedahan adalah sebagai berikut:
1) Disektomi: mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari
diskus intervertebral
2) Laminektomi: mengangkat lamina untuk memajankan elemen
neural pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk
menginspeksi kanalis spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat
patologi dan menghilangkan kompresi medula dan radiks
3) Laminotomi: pembagian lamina vertebra.
4) Disektomi dengan peleburan: graf tulang (dari krista illaka atau
bank tulang) yang digunakan untuk menyatukan dengan prosessus
spinokus vertebrata. Tujuan peleburan spinal adalah untuk
menstabilkan tulang belakang dan mengurangi kekambuhan.
5) Faraminotomi: pembedahan diskus dan permukaan sendi untuk
mengangkat tulang yang menekan syaraf.
6) Mikrodisektomi: penggunaan mikroskop saat operasi untuk
melihat potongan yang mengganggu dan menekan serabut syaraf

8
7) Spinal fusion: penempatan keping tulang diantara vertebrata agar
dapat kembali normal.
3. Rehabilitasi
1) Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula
2) Agar tidak menggantungkan diri pada orang lain dalam melakkan
kegiatan sehari-hari (the activity of daily living)
3) Klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi saluran kencing
dan sebagainya).

2.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Stroke


2.2.1 Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala :
1) Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat benda berat, duduk,
mengemudi dalam waktu yang lama.
2) Membutuhkan papan/matras yang keras saat tidur.
3) Penurunan rentang gerak dari ekstremitas pada salah satu bagian
tubuh.
4) Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan.
Tanda :
1) Atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena.
2) Gangguan dalam berjalan.
2. Eliminasi
Gejala :

9
1) Konstipasi, mengalami kesulitan dalam defekasi.
2) Adanya inkontinensia/retensi urine.
3. Integritas Ego
Gejala :
Ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas masalah pekerjaan, finansial
keluarga.
Tanda :
Tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga/orang terdekat.
4. Neurosensori
Gejala :
Kesemutan, kekakuan, kelemahan dari tangan/kaki.
Tanda :
Penurunan refleks tendon dalam, kelemahan otot, hipotonia. Nyeri
tekan/spasme otot paravertebralis. Penurunan persepsi nyeri (sensori).

5. Nyeri/kenyamanan
Gejala :
1) Nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan semakin memburuk dengan
adanya batuk, bersin, membengkokkan badan, mengangkat, defekasi,
mengangkat kaki atau fleksi pada leher; nyeri yang tidak ada hentinya
atau adanya episode nyeri yang lebih berat secara intermitten; nyeri
yang menjalar ke kaki, bokong (lumbal) atau bahu/lengan; kaku pada
leher (servikal).
2) Terdengar adanya suara “krek” saat nyeri baru timbul/saat trauma atau
merasa “punggung patah”.
3) Keterbatasan untuk mobilisasi/membungkuk ke depan.
Tanda :
1) Sikap : dengan cara bersandar dari bagian tubuh yang terkena.
Perubahan cara berjalan, berjalan dengan terpincang-pincang,
pinggang terangkat pada bagian tubuh yang terkena.

10
2) Nyeri pada palpasi.
6. Keamanan
Gejala :
Adanya riwayat masalah “punggung” yang baru saja terjadi.
7. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala :
Gaya hidup : monoton atau hiperaktif

2.1.2 Diagnosa Keperawatan


(Tailor, Cynthia M & Sheila Sparks Ralph. 2011)
1. Nyeri (Akut/Kronis)
Dapat dihubungkan dengan : Agen pencedera fisik : Kompresi saraf,
spasme otot.
Hasil yang diharapkan :
1) Klien akan melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
2) Klien akan mengungkapkan metode yang memberikan penghilangan.
3) Klien akan mendemonstrasikan penggunaan intervensi terapeutik.
Intervensi :
Mandiri :
1) Kaji adanya keluhan nyeri, catat lokasi, lamanya serangan, faktor
pencetus/yang memperberat.
R/ : membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar
untuk perbandingan dan evalusi terhadap terapi.
2) Pertahankan tirah baring selama fase akut. Letakkan pasien pada
posisi semi Fowler dengan tulang spinal, pinggang dan lutut dalam
keadaan fleksi.
R/: Tirah baring dalam posisi yang nyaman memungkinkan pasien
untuk menurunkan spasme otot, menurunkan penekanan pada bagian
tubuh tertentu dan memfasilitasi terjadinya reduksi dari tonjolan
diskus.
3) Gunakan logroll selama melakukan perubahan posisi.

11
R/: menurunkan fleksi, perputaran, desakan pada daerah belakang
tubuh.
4) Bantu pemasangan brace/korset.
R/: Berguna selama fase akut dari ruptur diskus untuk memberikan
sokongan dan membatasi fleksi/terpelintir.
5) Batasi aktivitas selama fase akut sesuai dengan kebutuhan.
R/: Menurunkan gaya gravitasi dan gerak yang dapat menghilangkan
spasme otot dan menurunkan edema dan tekanan pada struktur
sekitar diskus invertebralis yang terkena.
6) Letakkan semua kebutuhan dalam batas yang mudah dijangkau/diraih
oleh pasien.
R/: Menurunkan risiko peregangan saat meraih.
7) Instruksikan pasien untuk melakukan teknik relaksasi.
R/: Memfokuskan perhatian pasien, membantu menurunkan tegangan
otot dan meningkatkan proses penyembuhan.
8) Instruksikan/anjurkan untuk melakukan mekanika tubuh/gerakan
yang tepat.
R/: Menghilangkan/mengurangi stres pada otot dan mencegah trauma
lebih lanjut.
9) Berikan kesempatan untuk berbicara/mendengarkan masalah pasien.
R/: Ventilasi rasa takut/cemas dapat membantu untuk menurunkan
faktor-faktor stres selama dalam keadaan sakit dan dirawat.
Kolaborasi :
1) Berikan tempat tidur ortopedik atau letakkan papan di bawah
kasur/matras.
R/: Memberikan sokongan dan menurunkan fleksi spinal, yang
menurunkan spasme.
2) Berikan obat sesuai kebutuhan :
(1) Relaksan otot
R/: Merelaksasikan otot dan menurunkan nyeri.
(2) NSAID
R/: Menurunkan edema dan tekanan pada akar saraf.

12
(3) Analgetik
R/: Perlu untuk menghilangkan nyeri sedang sampai berat.
3) Pasang penyokong fisik seperti brace lumbal kolar servikal.
R/: Sokongan anatomis/struktur berguna untuk menurunkan
ketegangan/spasme otot dan menurunkan nyeri.
4) Perhatikan traksi jika diperlukan.
R/: Pemindahan berat badan dari bagian diskus yang terkena,
meningkatkan pemisahan intervertebral dan memungkinkan “lesatan
diskus” tersebut untuk menggerakkan saraf.
5) Konsultasikan dengan ahli terapi fisik.
R/: Program latihan/peregangan yang spesifik dapat menghilangkan
spasme otot dan menguatkan otot.
6) Pasang/pantau penggunaan kantung pendingin atau pelembab,
diatermia, ultrasound.
R/: Meningkatkan sirkulasi pada daerah yang sakit, menghilangkan
spasme, meningkatkan relaksasi pada pasien.

2. Kerusakan mobilitas fisik


Dapat dihubungkan dengan :
1) Nyeri dan ketidaknyamanan spasme otot.
2) Terapi restriktif misalnya tirah baring, traksi.
3) Kerusakan neuromuskular.
Hasil yang diharapkan :
1) Klien akan mengungkapkan pemahaman tentang situasi/faktor risiko
dan aturan pengobatan individual.
2) Klien akan mendemonstrasikan teknik/perilaku yang mungkin.
3) Klien akan mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan fungsi
bagian tubuh yang sakit atau kompensasi.
Intervensi :
Mandiri :
1) Berikan tindakan pengamanan sesuai indikasi dengan situasi yang
spesifik.

13
R/: tergantung pada bagian tubuh yang terkena/jenis prosedur,
aktivitas yang kurang berhati-hati akan meningkatkan kerusakan
spinal.
2) Catat respon-respon emosi/perilaku pada imobilisasi. Berikan
aktivitas yang disesuaikan dengan jenis pasien.
R/: Imobilitas yang dipaksakan dapat memperbesar kegelisahan, peka
rangsang.
3) Ikuti aktivitas/prosedur dengan periode istirahat. Anjurkan pasien
untuk tetap ikut berperan serta dalam aktivitas sehari-hari dalam
keterbatasan individu.
R/: Meningkatkan penyembuhan dan membentuk kekuatan otot dan
kesabaran.
4) Berikan/bantu pasien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif
dan pasif.
R/: Memperkuat otot abdomen dan fleksor tulang belakang,
memperbaiki mekanika tubuh.
5) Anjurkan pasien untuk melatih kaki bagian bawah/lutut. Nilai adanya
edema, eritema pada ekstremitas bawah, adanya tanda Homan.
R/: stimulasi sirkulasi vena menurunkan keadaan vena yang statis dan
kemungkinan terbentuknya trombus.
6) Bantu pasien dalam melakukan aktivitas ambulasi progresif.
R/: Keterbatasan aktivitas bergantung pada kondisi yang khusus
tetapi biasanya berkembang dengan lambat sesuai toleransi.
7) Demonstrasikan penggunaan alat penolong, seperti alat bantu jalan,
tongkat.
R/: Memberikan stabilitas dan sokongan untuk mengkompensasi
gangguan tonus dan keseimbangannya.
8) Berikan perawatan kulit dengan baik, masase titik yang tertekan
setelah setiap perubahan posisi. Periksa keadaan kulit di bawah brace
dengan periode waktu tertentu.
R/: Menurunkan risiko iritasi/kerusakan pada kulit.
Kolaborasi :

14
1) Berikan obat untuk menghilangkan nyeri kira-kira 30 menit sebelum
memindahkan/melakukan ambulasi pasien.
R/: Antisipasi terhadap nyeri dapat meningkatkan ketegangan otot.
2) Pakaikan stoking antiemboli sesuai kebutuhan.
R/: Meningkatkan arus balik vena.

3. Ansietas
Dapat dihubungkan dengan :
1) Krisis situasi
2) Atasi/ubah status kesehatan, status sosioekonomik, peran fungsi.
3) Gangguan berulang dengan nyeri terus menerus.
4) Ketidakadekuatan relaksasi, latihan sedikit atau tidak sama sekali.
5) Ketidakadekuatan metode koping.
Hasil yang diharapkan :
1) Klien akan tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada
tingkat dapat diatasi.
2) Klien akan mengidentifikasi ketidakefektifan perilaku koping dan
konsekuensinya.
3) Klien akan mengkaji situasi terbaru dengan akurat.
4) Klien akan mendemonstrasikan keterampilan pemecahan masalah.
5) Klien akan mengembangkan rencana untuk perubahan gaya hidup
yang perlu.
Intervensi :
Mandiri :
1) Kaji tingkat ansietas pasien.
R/: Membantu dalam mengidentifikasikan kekuatan dan keterampilan
yang mungkin membantu pasien mengatasi keadaannya sekarang.
2) Berikan informasi yang akurat dan jawab dengan jujur.
R/: Memungkinkan pasien untuk membuat keputusan yang
didasarkan atas pengetahuannya.
3) Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan masalah yang
dihadapinya.

15
R/: Kebanyakan pasien mengalami masalah yang perlu untuk
diungkapkan dan diberi respon dengan informasi yang akurat untuk
meningkatkan koping terhadap situasi yang sedang dihadapinya.
4) Kaji adanya masalah sekunder yang mungkin merintangi keinginan
untuk sembuh dan mungkin menghalangi proses penyembuhannya.
R/: Pasien mungkin secara tidak sadar memperoleh keuntungan. Ini
perlu untuk dikerjakan secara positif untuk meningkatkan
penyembuhan.
5) Catat perilaku dari orang terdekat/keluarga yang meningkatkan
“peran sakit” pasien.
R/: Orang terdekat/keluarga mungkin secara tidak sadar
memungkinkan pasien untuk mempertahankan ketergantungannya
dengan melakukan sesuatu yang pasien sendiri mampu
melakukannya.

4. Kurang pengetahuan
Dapat dihubungakn dengan :
1) Kesalahan informasi/kurang pengetahuan.
2) Kesalahn interpretasi informasi kurang mengingat.
3) Tidak mengenal sumber-sumber informasi.
Hasil yang diharapkan :
1) Klien akan mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, prognosis,
dan tindakan.
2) Klien akan melakukan kembali perubahan gaya hidup.
3) Kien akan berpartisipasi dalam aturan tindakan.
Intervensi :
Mandiri :
1) Jelaskan kembali proses penyakit dan prognosis dan pembatasan
kegiatan.
R/: Pengetahuan dasar yang memadai memungkinkan pasien untuk
membuat pilihan yang tepat.

16
2) Berikan informasi mengenai mekanika tubuh sendiri untuk berdiri,
mengangkat dan menggunakan sepatu penyokong.
R/: menurunkan risiko terjadinya trauma berulang dari
leher/punggung dengan menggunakan otot-otot bokong.
3) Diskusikan mengenai pengobatan dan efek sampingnya.
R/: Menurunkan risiko komplikasi/trauma.
4) Anjurkan untuk menggunakan papan / matras yang kuat, bantal kecil
yang agak datar dibawah leher, tidur miring dengan lutut difleksikan,
hindari posisi telungkup.
R/: Dapat menurunkan regangan otot melalui dukungan struktural
dan pencegahan terhadap hiperekstensi dari tulang belakang.
5) Berikan informasi mengenai tanda-tanda yang perlu diperhatikan
seperti nyeri tusuk, kehilangan sensasi / kemampuan untuk berjalan.
R/: Perkembangan dari proses penyakit mungkin memerlukan
tindakan lebih.

DAFTAR PUSTAKA

Capernito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Alih
Bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif, et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media
Aescuapius FK UI.

Nurarif, Amin Huda & Kusuma, Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA, NIC NOC. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasiikasi
2012-2014. Jakarta : EGC.

17
Tailor, Cynthia M & Sheila Sparks Ralph. 2011. Diagnosa Keperawatan dengan
Rencana Asuhan. Jakarta: EGC.

18

Anda mungkin juga menyukai