Anda di halaman 1dari 5

Nama : Rohulloh Muh. Rizqie H.

NIM : 1165030173
#Report 2

Dalam konteks historis lahirnya Murjiah pada akhir abad pertama Hijrah pada saat Ibukota
kerajaan Islam dari Madinah pindah ke Kuffah kemudian pindah lagi ke Damaskus. Ini dipicunya
adanya pergejolakan yang timbul dalam politik imamah atau khilafat pada masa kekhalifahan
Utsman bin Affan yang kemudian berkelanjutan pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib. Sehingga
pada tragedi terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan yang dilakukan oleh Abdullah bin Salam
menjadi pembuka yang dinyatakan kaum Muslimin membuka bencana baginya yang tidak akan
tetutup sampai hari Kiamat.
Setiap Aliran yang lahir memiliki pemikiran tersendiri dalam berpendapat yang mana menjadi
pegangan tersendiri dalam mengambil suatu keputusan dan tindakan, baik itu dari kaum Syiah
sampai kepada kaum Murji’ah. Dalam kesempatan ini kami mencoba menjabarkan tentang
Aliran dari Murji’ah yang merupakan aliran yang ada dalam salah satu aliran dari aliran-aliran
yang lahir sejak masa para sahabat Rasulullah.
Adapun yang di maksud kaum Murji’ah di sini ialah suatu golongan atau kaum orang-orang yang
tidak mau ikut terlibat dalam mengkafirkan tehadap sesama umat Islam seperti dilakukan kaum
Khawarij yang mengatakan bahwa semua yang terlibat dalam tahkim adalah kafir, dan
mengatakan bahwa orang Islam yang berdosa besar juga kafir. Bagi mereka, soal kafir atau
tidaknya orang-orang yang terlibat dalam tahkim dan orang Islam yang berdosa besar, kita tidak
tahu dan tidak dapat menentukan sekarang. Mereka mempunyai pandangan lebih baik
menangguhkan penyelesain persoalan tersebut dan menyerahkanya kepada keputusan Allah di
hari kemudian yakni pada hari perhitungan sesudah hari Kiamat nanti. Karena mereka
berpendirian menangguhkan atau menunda persoalan tersebut, mereka kemudian disebut kaum
Murji’ah.
Golongan Murji’ah ini mula-mula timbul di Damaskus, pada akhir abad pertama hijrah.
Dinamakan “Murji’ah” karena golongan ini menunda atau mengembalikan tentang hukum orang
mukmin yang berdosa besar dan belum bertobat sampai matinya, orang itu belum dapat
dihukumi sekarang. Ketentuan persoalannya ditunda atau dikembalikan terserah kepada Allah di
hari akhir nanti.
Lahirnya aliran Murji’ah disebabkan oleh kemelut politik setelah meninggalnya Khalifah Utsman
bin Affan, yang di ikuti oleh kerusuhan dan pertumpahan darah. Kemelut politik itu berlanjut
dengan terbunuhnya Khalifah Ali yang diikuti pula kerusuhan dan pertumpahan darah. Di saat-
saat demikian, lahirlah aliran Syi’ah dan aliran Khawarij. Syi’ah menentang Bani Umayah karena
membela Ali dan Bani Umayyah dianggap sebagai penghianat, mengambil alih kekuasaan dengan
cara penipuan.
Di antara Syi’ah dan Khawarij di satu pihak dan Bani Umayyah di pihak lain yang saling
bermusuhan dan menumpahkan darah itu, tampillah segolongan yang di sebut Murji’ah.
Seperti halnya lahirnya aliran Khawarij, demikian juga halnya munculnya aliran Murji’ah adalah
dengan latar belakang politik. Sewaktu pusat pemerintahan Islam pindah ke Damaskus. Maka
mulai kurang taatnya beragama kalangan penguasa Bani Umauyyah, berbeda dengan Khulafur-
Rasyidin. Tingkah laku pengusa tampak semakin kejam. Sementara ummat Islam bersikap diam
saja. Timbul persoalan: “Bolehkah ummat Islam berdiam saja dan wajibkah kepada khalifah yang
dianggapnya zalim?”.
Orang-orang murjiah berpendapat bahwa seorang muslim boleh saja shalat di belakang seorang
yang sholeh ataupun di belakang orang fasiq. Sebab penilaian baik dan buruk itu terserah kepada
Allah. Soal ini mereka tangguhkan dan karena itu pulalah mereka dinamakan golongan Murji’ah
yang yang berarti melambatkan atau menagguhkan tentang balasan Allah sampai nanti.
Dipandang dari sisi politik, pendapat golongan Murji’ah memang menguntungkan penguasa Bani
Umayyah. Sebab dengan demikian berarti membendung kemungkinan terjadinya
pemberontakan terhadap Bani Umayyah sekalipun khalifah dan pembantu-pembantunya itu
kejam, toh mereka itu muslim juga. Pendapat ini berbeda dengan pendirian golongan khawarij
yang mengatakan bahwa berbuat zalim, berdosa besar itu adalah kafir.
Aliran Murjiah dibagi menjadi tiga golongan besar, yaitu:
a. Murjiah dalam pengaruh faham Qadariah dengan pendukung-pendukungnya:
Yaitu yang menganut paham kehendak bebas yang dikaitkan ketentuan-ketentuan efektif
Tuhan terhadap setiap kejadian.
b. Murjiah dalam pengaruh faham Jabariah dengan pendukung-pendukungnya:
Yaitu yang menganut paham bahwa iman dan kufur adalah terletak di hati dan bukan terletak
pada perbuatan manusia. Oleh karena itu, orang yang menyembah berhala dan matahari
dianggap tetap beriman.
c. Murji’ah yang tidak dalam pengaruh faham Jabariah atau Qadariah dan mereka ini terbagi
dalam lima golongan:
- Yunusiah
- Ghassaniah
- Tsaubaniah
- Thumaniah
- Marisiah
Pemikiran Teologi Kaum Murji’ah
Kaum Murji’ah dilihat dari sisi pemikiran teologi mereka dapat di beradakan dalam dua
golongan, yang mana dua golongan ini sangat jauh berbeda dari satu dengan yang lainya, yaitu:
1. Golongan Moderat
Ialah golongan yang berpendapat bahwa orang Islam yang berdosa besar tidak Kafir dan ia tidak
akan kekal di dalam neraka, akan tetapi di sikasa di dalam neraka sesuai dengan besarnya dosa
yang pernah ia lakukan, dan kemudian setelah menjalani siksaan ia akan keluar dari neraka. Dan
bisa saja jika dosanya di ampuni Tuhan, maka ia sama sekali tidak masuk neraka.
2. Golongan Ekstrim.
Ialah golongan yang berpendapat iman ialah keyakinan di dalam Hati. Apabila seseorang di
hatinya telah meyakini tidak ada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad rasul Allah, meskipun
ia meyatakan kekafiran dengan lidah, menyembah berhala, mengikuti agama Yahudi, dan
Nasrani, memuja salib, mengakui trinitas, kemudian mati, orang seperti ini tetap mukmin yang
sempurna imannya di sisi Allah dan ia termasuk golongan Ahli Surga.
Selanjutnya golongan Murji’ah Ekstrim terpecah kepada beberapa golongan, antara lain:
a. Al Jahmiyah
Adalah para pengikut Jahm bin Shafwan. Dan golongan ini berpendapat bahwa orang Islam yang
percaya kepada Tuhan dan kemudian menyatakan kekufuran secara lisan ia tidak menjadi kafir,
karena iman dan kufr tempatnya di dalam hati, bukan pada bahagian lain dari tubuh manusia.
Bahkan orang seperti ini juga tidak menjadi kafir, walaupun ia menyembah berhala, menjalankan
ajaran-ajaran agama Yahudi atau agama Kristen dengan menyembah salib, menyatakan percaya
pada trinitas, kemudian mati. Orang demikian bagi Allah tetap merupakan seorang mukmin yang
sempurna imannya.
b. Al Shalihiyah
Adalah para pengikut Abu al Hasan Shalih Ibnu ‘Amar Al Shalih. Golongan ini berpendapat, iman
ialah mengenal Tuhan dan kufr ialah tidak mengenal Tuhan. Menurut golongan ini, sembahyang
tidaklah merupakan ibadah kepada Allah, karena yang di sebut ibadah ialah iman kepada-Nya,
dalam arti mengenal Tuhan. Lebih dari itu golongan ini berpendapat bahwa sembahyang, zakat,
puasa, dan haji hanya menggambarkan kepatuhan dan tidak merupakan ibadah kepada Allah.
Yang di sebut ibadah hanyalah iman. Iman tidak bertambah dan tidak berkurang.
c. Al Yunusiyah
Adalah pengikut Yunus Ibnu ‘Aun Al Numairi. Menurut golongan ini iman ialah mengenal Allah,
hati tunduk pada-Nya, meninggalkan rasa takabbur, dan mencintai-Nya dalm hati. Apalagi yang
tersebut ini terhimpun pada diri seseorang maka ia adalah seorang mukmin. Sedangkan yang
sealin dari itu bukanlah termasuk iman. Oleh karena di dalam pandangan kaum Murji’ah, yang
di sebut Iman itu hanyalah mengenal Tuhan, golongan Al Yunusiyah berkesimpulan bahwa
melakukan maksiat atau pekerjaan-pekerjaan jahat tidak merusak iman seseorang.
d. Al Ubaidiyah
Golongan ini adalah pengikut ‘Ubaid Ibnu Mahran Al Muktab. Dan dalm pandangan golongan ini
,mereka berpandapat jika seseorang mati dalam keadaaan beriman, dosa-dosa dsan perbutan
jahat yang di kerjakan tidak akan merugikan bagi yang bersangkutan. Perbuatan jahat banyak
atau sedikit, tidak merusak iman. Sebaliknya, perbuatan baik, banyak atau sedikit, tidak akan
merubah atau memperbaiki kedudukan orang yang musrik atau orang yang kafir.
e. Al Ghassaniyah
Adalah pengikut Ghassan Al Kufi. Golongan ini berpendapat, iman ialah mengenal Allah dan
Rasul-Nya serta mengakui apa yang di turunkan Allah kepada Rasul secara global, tidak secara
rinci. Iman itu bisa bertambah dan tidak bisa berkurang. Selain itu golonagn ini juga berpendapat,
jiak seseorang mengatakan: “saya tahu bahwa Tuhan Mengharamkan memakan babi, tetapi saya
tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah itu adalah kambing ini atau yang selainya”,
maka orang tersebut tetap mukmin. Dan jika seseorang mengatakan: “ Saya tahu bahwa tuhan
mewajibkan haji ke Ka’anh, tetapi saya tidak tahudimana letaknya ka’bah itu, apakah di India
atau di tempat lain”, orang demikina juga tetap mukmin.
Apabila yang menjadi asas golongan Mu’tazilah ialah “Usulu I-Khomsah”, dan golongan Syi’ah
dengan berasas tentang “Imamah”, maka asas golongan Murji’ah tentang batasan pengertian
“Iman”.
Menurut Ahli Sunnah bahwa iman itu sendiri terdiri dari tiga unsur, yaitu: membenarkan dengan
hati, mengikrarkan dengan lisan, dan menyertai dengan amal perbuatan seperti shalat, puasa,
zakat, haji. Masing-masing adalah termasuk bagian Iman.
Kebanyakan golongan Murjiah berpendapat bahwa Iman ialah hanya membenarkan dengan hati
saja. Atau dengan kata lain Iman ialah makrifat kepada Allah dengan hati, bukan pengertian lahir.
Apabila seseorang beriman dengan hatinya, maka dia adalah mukmin dan muslim, sekalipun
lahirnya dia Yahudi atau Nasrani dan meskipun lisannya tidak mengucapkan dua syahadat.
Mengikrarkan dengan lisan dan amal perbuatan seperti shalat, puasa dan sebagainya, itu bukan
bagian daripada iman.
Golongan Murji’ah bertentangan dengan golongan Mu’tazilah dan Khawarij. Diterangkan
“Golongan-golongan Mu’tazilah dan Khawariz sangat menentang golongan Murji’ah tentang
pengertian iman. Karena kedua golongan tersebut mensyaratkan iman dengan melaksanakan taat
kepada Allah, menjahui hal-hal yang maksiat, dan mereka menjadikan amal perbuatan sebagoan
daripada iman. Golongan Khawarij menganggap Mu’tazilah menganggapnya berada dalam suatu
posisi di antara dua posisi, tidak mukmin dan tidak juga kafir, sedangkan golongan Murji’ah
berpendapat: bahwa orang yang berdosa besar itu mukmin. Sebab dia membenarkan dengan
hatinya, dikatakan fasiq karena melakukan dosa besar. Bahkan di antara mereka sendiri adanya
yang mengatakan bahwa tidak betul menamakan orang yang berdosa besar itu fasiq secara
mutlaq, tetapi dikatakan fasiq dalam hal demikian.”
Masalah iman ini menimbulkan beberapa masalah. Seperti apakah iman itu dapat bertambah
atau tidak. Karena golongan Murji’ah berpendirian bahwa iman itu mrmbenarkan dalam hati saja
atau membenarakan dengan hati fan mengikrarkan dengan lisan itu adakalanya benar dan tidak.
Maka iman itu tidak bisa bertambah atau berkurang.
Adapun pihak-pihak yang berpendirian bahwa amal perbuatan itu termasuk ke dalam pengertian
iman, sedangkan amal perbuatan itu bisa banyak bisa sedikit, maka iman itu dapat bertambah
dan berkurang.
Tentang orang yang berdosa besar, ada beberapa pendapat:
1. Golongan Mu’tazilah dan Khawariz berpendapat bahwa orang yang berdosa itu kekal dalam
neraka, tidak akan di keluarkan selama-lamanya, berdasarkan ayat:
Artinya: “Dan Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-
ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya;
dan baginya siksa yang menghinakan.”(An-Nisa-14)
Artinya: “Dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya
ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta
menyediakan azab yang besar baginya.”(An-Nisa: 93)
Golongan Murji’ah mentakwilkan ke dua ayat tersebut :
a. Ayat pertama: orang yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya itu tetap mukmin, tidak
melampaui had-had-Nya, tetapi hanya sebahagianya saja. Orang yang melampaui atau melanggar
semua had-had-Nya, itu dinamakan orang kafir.
b. Ayat kedua: bahwasanya yang di maksud membunuh (manusia) dalam ayat tersebut ialah
orang kafir.
2. Golongan Murji’ah berpendirian bahwa orang yang berdosa besar itu tidak kekal dalam
neraka selamanya. Sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janji pahala, sedangkan janji
ancamanya boleh jadi di penuhi. Sebab pahala adalah anugrah-Nya, bukanlah suatu kekurangan.
Dalam hal ini golongan Mu’tazillah berpendirian sebaiknya yaitu Allah wajib melaksanakan
balasan pahala dan siksaan.
Beberapa paham Murji’ah mempengaruhi Ahli Sunnah seperti diterangkan: “Dan kepercayaan-
kepercayaan Murji’ah telah banyak masuk ke dalam Ahli Sunnah. Seperti pendapat tentang tidak
kekalnya orang mukmin yang maksiat di dalam neraka, dan pendapat tentang wewenang
mengingkari ancaman siksa bukan janji pahala dan sebagainya.”
Sebenarnya pendirian-pendirian golongan Murji’ah yang lunak tentang iman, sangat
membahayakan. karena tidak ekstrim seperti golongan-golongan Mu’tazilah dan Khawariz.
bersifat irja’ menagguhkan ketentuan hukum orang yang berdosa besar, maka diketahui bahwa
pada waktu itu banyak penguasa yang berbuat maksiat dan dosa, karenanya pendapat-pendapat
golongan Murji’ah tersebut bertendensi politis.

Anda mungkin juga menyukai