Anda di halaman 1dari 4

BAB I

LATAR BELAKANG

Stroke merupakan kegawatan neurologi yang serius menduduki peringkat


tinggi sebagai penyebab kematian. WHO mendefinisikan stroke merupakan suatu
tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan otak fokal (atau global)
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler
menurut (Kabi G.Y.C.R, Tumewag R, Kembuan M.A.H.N 2015). Setelah stroke,
sel otak mati dan hematom yang terbentuk akan diserap kembali secara bertahap.
Proses alami ini selesai dalam waktu 3 bulan. Menurut (Dourman, Karel 2013).

Beberapa aktivitas pada pasien pasca stroke yang memerlukan bantuan orang
lain meliputi kebersihan diri, mandi, toilet, menaiki tangga, memakai pakaian,
mengontrol BAK, berpindah tempat, dan berpindah dari kursi ke tempat tidur.
Namun, bantuan yang terus menerus dapat berdampak pada perilaku self care
pasien. Menurut penelitian (Fadlulloh, S. et al. 2014). Self care (perawatan diri
sendiri) adalah aktivitas dan inisiatif oleh individu itu sendiri dalam memenuhi
serta mempertahankan kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan. Dalam hal pasien
pasca stroke akan sering mengalami keputusasaan sampai depresi karena orang-
orang disekitarnya sering menganggap bahwa dirinya tidak mampu melakukan
apapun terutama dalam hal Self care. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
self care menurut middle range theory of chronic illness yaitu: pengalaman dan
keterampilan, motivasi, keyakinan dan nilai budaya, confidence (keyakinan)
meliputi: self efficacy, self esteem, kebiasaan, kemampuan fungsional dan
kognitif, dukungan sosial, serta fasilitas. Menurut (Orem, Dorothea et al, 2001
dalam Ramawati, Dian, et al, 2012)

Data Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa prevalensi stroke di Indonesia


berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan didapati 7,0 per mil dan yang berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Jadi, sebanyak 57,9%
penyakit stroke telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan. Prevalensi stroke

1
berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI
Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per
mil. Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala tertinggi
terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah
(16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil (Riskesdas, 2013).

Menurut data di Poli saraf Rumah Sakit Umum Langsa Kota pada bulan
Januari-Desember 2017 jumlah pasien pasca stroke adalah 322 pasien dan
menjadikan penyakit stroke merupakan penyakit nomor 4 terbesar di ruang rawat
jalan RSUD Kota Langsa dengan persentase 10,6% (Rekam Medik RSUD langsa,
2017). Jumlah pasien pasca stroke yang mengikuti rehabilitasi di poli saraf
(fisioterapi) Rumah Sakit Umum Langsa Kota 2017 adalah 322 pasien (rata-rata
satu bulan). Menurut data rekam medis usia pasien pasca stroke yang mengikuti
rehabilitasi stroke berkisar 19-82 tahun. Menurut data rekam medis pasien pasca
stroke di poli saraf Rumah Sakit Islam A Yani Surabaya sebesar 75 % pasien
mengalami kelemahan motorik, 5 % susah menelan, 2% gangguan BAB, 13%
nyeri tangan, dan 5% mengalami pelo.

Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan, memiliki peranan yang strategis
dalam memberikan kemampuan kepada keluarga dan pasien dalam melakukan
penanganan secara mandiri. Sejumlah penelitian eksperimental memperlihatkan
bahwa perawat mempunyai peran yang cukup berpengaruh terhadap perilaku
pasien (Tagliacozzo D.M.,et al., 1974 dalam Sutandi, Aan, 2012). Peran perawat
dalam aplikasi teori self care Orem adalah membantu meningkatkan kemampuan
pasien untuk mandiri pada area klinis yangakan meningkatkan kualitas hidup saat
pasien berada pada area komunitas menurut penelitian (Ropyanto, Chandra Bagus,
2014).

Oleh karena salah satu dari anggota keluarga mengalami stroke dan stroke
dapat menyebabkan kecacatan yang membuat pasien stroke kurang mampu untuk
memenuhi kebutuhan perawatan dirinya (Self care) maka pasien stroke
membutuhkan bantuan baik minimal maupun total. Bantuan ini akan diberikan

2
oleh orang yang paling dekat dengan pasien stroke yaitu keluarga. Hal ini
membuat peneliti tertarik untuk meneliti mengenai hubungan dukungan keluarga
dengan kemampuan perawatan diri (self care) pada pasien stroke.

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan perawatan diri


(self care) pada pasien pasca stroke.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi dukungan keluarga pada pasien pasca stroke

2. Mengidentifikasi perawatan diri (self care) pada pasien pasca stroke

3. Menganalisis hubungan antara dukungan keluarga dengan perawatan diri


(self care) pada pasien pasca stroke.

1.3 Manfaat Penelitian

1.3.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat mendukung teori ilmu keperawatan


medikal bedah, ilmu keperawatan komunitas dan ilmu keperawatan paliatif
tentang hubungan dukungan keluarga dengan perawatan diri (self care) pada
pasien pasca stroke.

1.3.2 Manfaat Praktis

1.3.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk


menyusun program promosi kesehatan bagi pelayanan keperawatan.

1.3.2.2 Bagi Keluarga

3
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan untuk
memberikan support system kepada salah satu anggota keluarga yang
menderita stroke, agar dapat memenuhi perawatan diri (self care) secara
mandiri.

Anda mungkin juga menyukai