Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
a. Latar Belakang

Pemerintah dalam melayani masyarakat berdasarkan Undang-Undang


Dasar 1945, Undang-Undang, Peraturan Perundang Undangan, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan Presiden, Peraturan Menteri,
Keputusan Menteri, atau Peraturan Menteri atau keputusan Lembaga Tinggi
Lainnya yang menjadi rujukan dalam melaksanakan tugas pemerintah
sedangkan di tingkat Provinsi atau Kabupaten/Kota ada yang di kenal dengan
Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Gubernur (Pergub) atau Peraturan Bupati
(Perbub) atau Peraturan Walikota (Perwali).

Yang kesemuanya merupakan dasar hukum bagi Aparat Pemerintah


dalam menjalankan roda permerintahan untuk melayani masyarakat menuju
masyarakat yang sejahtera.

Mentesquien, dalam buku Ilmu Negara membagikan 3 (tiga) fungsi


negara atau yang populer dengan teori Trias Politikal :

1. Fungsi Legeslatif (membuat Undang-Undang)


2. Fungsi Eksekutif (melaksanakan Undang-Undang)
3. Fungsi Yudikatif (Untuk mengasawasi agar semua peraturan
dijalankan).

Dalam fungsi eksekutif (Pemerintah) yang menjalankan roda


pemerintahan yang berdasarkan Undang-Undang tersebut diatas kadang kala
menemui kendala dalam menjalankan tugas karena ada kekosongan aturan-
aturan yang menjadi landasan dalam melaksanakan kegiatan dan untuk
menghindari hal pelaksanaan tersebut untuk tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Maka dari itu dengan telah di undangkan undang-undang no 30 tahun
2014 tentang Administrasi Pemerintah, dalam pradigma baru bagi
penyelenggara administrasi pemerintah di Indonesia dalam menjalankan
tujuan negara sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945 dan tugas tersebut
merupakan tugas yang sangat luas yang perlu pemahaman dalam
pelaksanaannya.

Yang didalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tersebut ada


kewenangan bagi pejabat pemerintah dalam mengambil kebijakan atau
Diskresi sebagaimana didalam Pasal 6 ayat (1) Pejabat Pemerintahan memiliki
hak untuk menggunakan Kewenangan dalam mengambil Keputusan dan/atau
Tindakan.
BAB II

PEMBAHASAN

Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang


Administrasi Pemerintah (UUAP) pada tanggal 17 Oktober 2014 dan dicatat
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, paradigm
penyelenggaraan administrasi pemerintah di Indonesia memasuki babak baru
dalam rangka mewujudkan tujuan Negara sebagaimana dirumuskan dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
tugas tersebut merupakan tugas yang sangat luas. Begitu luasnya cakupan tugas
Administrasi Pemerintah sehingga diperlukan pemahaman dalam pelaksanaan dan
penegakannya.

Secara liminatif Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang


Administrasi Pemerintah telah menetapkan mengenai wewenang dari Badan
dan/atau Pejabat Administrasi Pemerintah dalam menerbitkan suatu keputusan
dan/atau melakukan suatu tindakan sebagai berikut : yang dimaksud wewenang
adalah hak yang dimiliki oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintah atau
penyelenggara negara lainnya untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan
dalam penyelenggaran Pemerintah (Pasal 1 angka 5), dan menurut Pasal 1 angka 6
Kewenangan Pemerintah yang selanjutnya disebut Kewenangan adalah kekuasaan
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara Negara lainnya untuk
bertindak dalam ranah hukum publik.

Sedangkan yang dimaksud dengan diskresi adalah Keputusan dan/atau


Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakuakan oleh Pejabat Pemerintah untuk
mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintah
dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak
mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas dan/atau adanya stagnasi pemerintah
(Pasal 1 angka 5 UUAP).
A. Penggunaan Wewenang

Setiap Keputusan dan/atau Tindakan harus ditetapkan dan/atau dilakukan


oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintah yang berwenang berdasarkan
peraturan perundang-undangan dan berdasarkan AUPB serta setiap Pejabat
Administrasi Pemerintah dilarang menyalahgunaakan Kewenangan dalam
menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan.

Peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud meliputi peraturan


perundang-undangan yang menjadi dasar Kewenangan dan peraturan
perudang-undangan yang menjadi dasar dalam menetapkan dan/atau
melakukan Keputusan dan/atau Tindakannya dengan kewajiban
mencantumkan dan menunjukkan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang menjadi dasar Kewenangan dan dasar dalam Metapkan dan/atau
melakukan Keputusan dan/atau Tindakan. Ketiadaan atau ketidakjelasan
peraturan perudang-undangan sebagaimana dimaksud tidak menghalangi
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang untuk menetapkan
dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan sepanjang memberikan
kemanfaatan umum dan sesuai dengan AUPB.

Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik (AUPB) yang dimaksud dalam


Undang-Undang Administrasi Pemerintahan meliputi asas :
1. Keputusan hukum;
2. Kemanfaatan;
3. Ketidakberpihakan;
4. Kecermatan;
5. Tidak menyalahgunakan kewenangan;
6. Keterbukaan;
7. Kepentingan umum; dan
8. Pelayanan yang baik.
Sedangkan Asas-asas umum lainnya diluar AUPB sebagaimana dimaksud
dapat diterapkan sepanjang dijadikan dasar penilaian hakim yang tertuang
dalam keputusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Bahwa Kewenangan yang diperoleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan


adalah melalui :
1. Atribusi, yaitu apabila Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
memperoleh Wewenang sebagaimana :
a. Diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia
Tahun 1945 dan/atau Undang-Undang ;
b. Merupakan Wewenang baru atau sebelumnya tidak ada; dan
c. Atribusi diberikan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan.
Badan dan atau Pejabat Pemerintahan yang memperoleh
Wewenang melalui Atribusi, tanggung jawab Kewenangannya
berada pada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
bersangkutan dan Kewenangan Atribusi tidak dapat didelegasikan
kecuali diatur di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan/atau Undang-Undang.

2. Delegasi, yaitu apabila Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan


memperoleh Pendelegasian Kewenangan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Badan dan/atau Pejabat Pemerintah
memperoleh Wewenang, melalui Delegasi apabila :
a. Diberikan oleh Badan/pejabat Pemerintahan kepada Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya;
b. Ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden
dan/atau Peraturan Daerah; dan
c. Merupakan Wewenang pelimpahan atau sebelumnya telah ada.

Kewenangan yang didelegasikan kepada Badan dan/atau Pejabat


Pemerintahan tidak dapat didelegasikan lebih lanjut, kecuali ditentukan
lain dalam peraturan perundang-undangan. Namun dalam hal
ketentuan peraturan perundang-undangan menentukan lain Badan
dan/atau Pejabat Pemerintah yang memperoleh Wewenang melalui
Delegasi dapat mensubdelegasikan Tindakan kepada Badan dan/atau
Pejabat Pemerintah lain dengan ketentuan :

a. Dituangkan dalam bentuk peraturan sebelum Wewenang


dilaksanakan;
b. Dilakukan dalam lingkungan pemerintah itu sendiri; dan
c. Paling banyak diberikan kepada Badan dan/atau Pejabat
Pemerintah 1 (satu) tingkat di bawahnya.

Bahwa Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan


Delegasi dapat menggunakan sendiri Wewenang yang telah diberikan
melalui Delegasi, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan dan dalam hal pelaksanaan Wewenang
berdasarkan Delegasi menimbulkan ketidakefektifan penyelenggaraan
pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang memberikan
pendelegasian Kewenangan dapat menarik kembali Wewenang yang
telah didelegasikan. Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
memperoleh Wewenang melalui Delegasi, tanggung jawab
Kewenangannya berada pada penerima Delegasi.

3. Mandat, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh Mandat


apabila :
a. Ditugaskan oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan di atasnya;
dan
b. Merupakan pelaksanaan tugas rutin.

Pejabat yang melaksanakan tugas rutin sebagaimana dimaksud pada huruf


b terdiri atas :
a. Pelaksana harian yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif
yang berhalangan sementara tugas rutin dari pejabat definitif yang
berhalangan sementara; dan
b. Pelaksana tugas yang melaksanakan tugas rutin dari pejabat definitif
yan berhalangan tetap.

Bahwa Badan dan/atau Pejabat Pemerintah dapat memberikan Mandat


kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lain yang menjadi
bawahannya, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan, yang mana Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
yang menerima Mandar harus menyebutkan atas nama Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan yang memberikan Mandat.

Dalam hal Sengketa Kewenangan melibatkan lembaga Negara maka


diselesaikan oleh Mahkama Konstitusi, dan apabila Sengketa Kewenangan
menimbulkan kerugian keuangan Negara, asset Negara, dan/atau
lingkungan hidup, sengketa tersebut diselsaikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.

Setiap Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilarang


menyalahgunakan Wewenang, Larangan penyalahgunaan Wewenang
sebagaimana dimaksud meliputi :
a. Larangan melapaui Wewenang
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan melampaui
Wewenang apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan :
- Melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya
Wewenang.
- Melampaui batas wilayah berlakunya Wewenang; dan/atau
- Bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. Larangan mencampuradukkan Wewenang.
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan
mencampuradukkan Wewenang
c. Larangan bertindak sewenang-wenang
Badan dan/atau Pejabat Pemerintah dikategorikan bertindak
sewenang-wenang apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang
dilakukan :
- Tanpa dasar Kewenangan; dan/atau
- Bertentangan dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap.

Bahwa terhadap Keputusan dan/atau Tindakan yang ditetapkan


dan/atau dilakukan dengan melampaui Wewenang serta keputusan
dan/atau Tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan secara sewenang-
wenang memiliki akibat hukum menjadi tidak sah apabila telah diuji dan
ada Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Pengawasan terhadap larangan penyalahgunaan Wewenang


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18 dilakukan oleh aparat
pengawasan intern pemerintah. Hasil pengawasan aparat pengawasan
intern pemerintah dimaksud berupa :
a. Tidak terdapat kesalahan;
b. Terdapat kesalahan administratif; atau
c. Terdapat kesalahan administratif yang menimbulkan kerugian
keuangan Negara.

Jika hasil pengawasan aparat intern pemerintah berupa terdapat


kesalahan administratif dilakukan tindak lanjut dalam bentuk
penyempurnaan administratif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Namun jika hasil pengawasan aparat intern
pemerintah berupa terdapat kesalahan administratif yang menimbulkan
kerugian keuangan negara, harus dilakukan pengembalian kerugian
keuangan negara paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak
diputuskan dan diterbitkannya hasil pengawasan.
B. Penggunaan Diskresi

Penggunaan Diskresi hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan


yang berwenang, setiap penggunaan Diskresi Pejabat Pemerintahan bertujuan
untuk :
1. Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan;
2. Mengisi kekosongan hukum:
3. Memberikan kepastian hukum; dan
4. Mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna
kemanfaatan dan kepentingan umum.

Lingkup penggunaan Diskresi oleh Pejabat Pemerintah meliputi


pengembalian Keputusan dan/atau Tindakan dengan alas an-alasan sebagai
berikut :
1. Pengembalian Keputusan dan/atau Tindakan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan
Keputusan dan/atau Tindakan;
2. Pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena peraturan
perundang-undangan tidak mengatur;
3. Pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena peraturan
perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas; dan
4. Pengambilan Keputusan dan/atau Tindakan karena adanya stagnasi
pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas.

Dalam menggunakan Diskresinya syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh


Pejabat Pemerintahan adalah sebagai berikut :
1. Sesuai dengan maksud dan tujuan penggunaan Diskresi;
2. Tidak bertentantangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
3. Sesuai dengan AUPB;
4. Berdasarkan alasan-alasan yang objektif;
5. Tidak menimbulkan Konflik kepentingan; dan
6. Dilakukan dengan iktikad baik.

Bahwa Penggunaan Diskresi yang wajib memperoleh persetujuan dari


Atasan Pejabat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yakni
apabila diskresi yang dilakukan berpotensi mengubah alokasi anggaran serta
dalam lingkup pengambilan keputusan dan/atau Tindakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan,
karena peraturan perundang-undangan tidak mengatur (tidak lengkap atau
tidak jelas) serta menimbulkan akibat hukum yang berpotensi mebebani
keuangan negara.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

Keberadaan Undang-Undang Nomor Tahun tentang Adminitrasi


Pemerintahan merupakan hukum materil bagi system Pengadilan Tata Usaha
Negara dalam rangka memberikan jaminan perlindungan kepada setiap warga
masyarakat yang memungkinkan Warga Masyarakat mengajukan keberatan dan
banding terhadap Keputusan dan/atau Tindakan kepada Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan atau Atasan Pejabat yang bersangkutan Warga Masyarakat juga
dapat mengajukan gugatan terhadap Keputusan dan/atau Tindakan Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara sebagaimana hukum
formalnya yang termuat dalam UU Nomor 5 Tahun 1986 jo UU Nomor 9 Tahun
2009 jo UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Krishna Djaya Darumurti, S.H., M.H., Diskresi Kajian Teori Hukum, Genta
Publising Yogyakarta, 2016

Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang, ADMINISTRASI


PEMERINTAHAN Jakarta, 2014

Pilipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah Mada


University Press, Surabaya 1994

Anda mungkin juga menyukai