Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN KEJANG...................

Di susun oleh :

1. Suhairiyati ( 7313049 )
2. Siti maisyaroh ( 73130
3. Rosalina hafifah ( 7313067 )

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PESANTREN TINGGI DARUL ‘ULUM

JOMBANG

2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahNya kepada kami. Sehingga kami bisa menyelesaikan makalah sebagai
tugas yang nantinya dapat menambah manfaat bagi kami dan pembaca yang lain.

Meskipun pembuatan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dari mata
kuliah KEPERAWATAN KRITIS , kami berharap bahwa makalah ini bermanfaat bagi kami
selanjutnya.

Kami sampaikan ucapan terima kasih kepada bapak dosen pebimbimng mata kuliah
KEPERAWATAN KRITIS dan juga pada teman-teman yang telah memberi motivasi secara
moral maupun material.

Tim penyusun menyadari walaupun sudah mencurahkan kemampuan semaksimal


mungkin, makalah ini tetap memiliki banyak kekurangan dan kelemahan dari segi pengelolaan
dan penyusunannya. Untuk itu tim penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi tercapai suatu kesempurnaan makalah.

Jombang, 22 November 2016


DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR ..............................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan

BAB II POKOK BAHASAN

2.1 Pengertian Kejang Demam

2.2 Etiologi Kejang Demam

2.3 Faktor – faktor yang mempengaruhi Kejang Demam

2.4 Klasifikasi Kejang Demam

2.5 Gambaran Klinis Kejang Demam

2.6 Jenis Kejang Demam

2.7 Patofisiologi Kejang Demam

2.8 Pemeriksaan penunjang Kejang Demam

2.9 Penatalaksanaan Kejang Demam

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosa
3.3 Intervensi dan Implementasi

BAB IV

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kejang adalah keluaran muatan neuron serebral yang abnormal dan berlebihan.
Kejamg dapat mengakibatkan aktifitas sensorik, motorik, atu perilaku dan dapat terkait dengan
perubahan tingkat kesadaran. Gejala spesifik tergantung pada keluaran muatan di otak tempat
asal kejang yang paling sering adalah lobus frontal dan temporal serta hipokampus. Sebagian
kejang sangat ringan sehingga hanya pasien yang menyadarinya. Sebagian yang lain cukup
berat. Periode aktal kejang aktivitas motorik asimetris, geraan kepala dari sisi ke sisi, elain itu
juga memiliki awitan bertahap. Aktifitas motorik dapat berlangsung selama beberapa menit,
tidak seperti epilepsi. Subekthi Budi, 2014)

Kejang demam merupakan jenis kejang yang paling sering, biasanya merupakan
kejadian tunggal dan tidak berbahaya. Berdasarkan studi populasi, angka kejadian kejang
demam di Amerika Serikat dan Eropa 2–7%, sedangkan di Jepang 9–10%. 21% kejang
demam durasinya kurang dari 1 jam, 57% terjadi antara 1-24 jam berlangsungnya demam,
dan 22% lebih dari 24 jam. Sekitar 30% pasien akan mengalami kejang demam berulang
dan kemudian meningkat menjadi 50% jika kejang pertama terjadi usia kurang dari 1
tahun. Sejumlah 9–35% kejang demam pertama kali adalah kompleks, 25% kejang
demam kompleks tersebut berkembang ke arah epilepsi. (Rifqi Fadly Arief, 2015,
penatalaksanaan kejang demam )

Insiden kejang demam di Amerika berkisar antara 2-5% pada anak umur kurang dari
5 tahun. Di Asia angka kejadian kejang demam dilaporkan lebih tinggi dan sekitar 80-90%
dari seluruh kejang demam adalah kejang demam sederhana.Di Jepang angka kejadian kejang
demam adalah 9-10%. 4Kejang demam terjadi pada 2-4% anakzberumur 6 bulan sampai 5
tahun. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului dengan Kejang demam bisa diakibatkan oleh infeksi ekstrakranial seperti ISPA,
radang telinga, campak, cacar air. Dalam keadaan demam, kenaikan suhu tubuh sebesar 10C
pun bisa mengakibatkan kenaikan metabolisme basal yang mengakibatkan peningkatan
kebutuhan oksigen jaringan sebesar 10 – 15 % dan otak sebesar 20 %. Apabila kebutuhan
tersebut tidak terpenuhi maka anak akan kejang. Umumnya kejang tidak akan menimbulkan
dampak sisa jika kejang tersebut berlangsung kurang dari 5 menit tetapi anak harus tetap
mendapat penanganan agar tidak terjadi kejang ulang yang biasanya lebih lama frekuensinya
dari kejang pertama. Timbulnya kejang pada anak akan menimbulkan berbagai masalah
seperti resiko cidera, resiko terjadinya aspirasi atau yang lebih fatal adalah lidah jatuh ke
belakang yang mengakibatkan obstruksi pada jalan nafas...................

Hemiparesis biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama


(berlangsung lebih dari setengah jam) baik bersifat umum maaupun fokal,
kelumpuhannya sesuai dengan kejang vokal yang terjadi. Mula-mula kelumpuhannya bersifat
flasid, tetapi setelah 2 minggu spasitisitas. Milichap (2009) melaporkan dari 1990 anak
menderita kejang demam, hanya 0,2 % saja yang mengalami hemiparese sesudah kejang lama.

Dengan melihat latar belakang tersebut, masalah atau kasus ini dapat diturubkan
melalui upaya pencegahan dan penanggulangan optimal yang diberikan sedini mungkin pada
anak. Dan perlu diingat bahwa maslah penanggulangan kejang demam ini bukan hanya masalah
di rumah sakit tetapi mencskup permasalahan yang menyeluruh dimulai dari individu anak
tersebut, keluarga, kelompok maupun masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Kejang demam merupakan masalah kesehatan yang masih banyak ditemukan


didunia dan indonesia
2. kejang demam merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan angka
kejadian epilepsi.

1.3 Tujuan
1. Mengetahui definisi penyakit kejang demam pada anak.
2. Mengetahui Etiologi penyakit kejang demam pada anak
3. Mengetahui faktror – faktor yang mempengaruhi penyakit kejang demam pada anak .
4. Mengetahui klasifikasi penyakit kejang demam pada anak
5. Asuhan keperawatan yang harus diberikan pada klien dengan kejang demam
BAB II

POKOK BAHASAN

2.1 Pengertian
Kejang adalah keluaran muatan neuron serebral yang abnormal dan berlebihan.
Kejamg dapat mengakibatkan aktifitas sensorik, motorik, atu perilaku dan dapat terkait dengan
perubahan tingkat kesadaran. Gejala spesifik tergantung pada keluaran muatan di otak tempat
asal kejang yang paling sering adalah lobus frontal dan temporal serta hipokampus. Sebagian
kejang sangat ringan sehingga hanya pasien yang menyadarinya. Sebagian yang lain cukup
berat. Periode aktal kejang aktivitas motorik asimetris, geraan kepala dari sisi ke sisi, elain itu
juga memiliki awitan bertahap. Aktifitas motorik dapat berlangsung selama beberapa menit,
tidak seperti epilepsi. Subekthi Budi, 2014)

Kejang demam / Step adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ektrakranium ( di luar
rongga tengkorak). Kejang tersebut biasanya timbul pada suhu badan yang tinggi ( demam ).
Demamnya sendiri dapat disebabkan oleh berbagai sebab, tetapi yang paling utama adalah
infeksi. Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi terjadinya
kejang demam. (Price S.A 2010).Kejang demam, dalam istilah medis dikenal sebagai febrile
konvulsi, adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal > 38oC),
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (di luar susunan saraf pusat). Penyakit ini
paling sering terjadi pada anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun.

Kejang demam adalah kejang yang disebabkan kenaikan suhu tubuh lebih dari 38,4oC
tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau gangguan elektrolit akut pada anak berusia di atas
1 bulan tanpa riwayat kejang sebelumnya (IDAI, 2009).

2.2 Faktor Resiko dan Etiologi


1. Faktor Resiko
a. Demam
b. Riwayat kejang demam orang tua atau saudara kandung
c. Perkembangan terlambat
d. Problem pada neonatus
e. Anak dalam pertawatan khusus
f. Kadar Natrium rendah

Buku....................

1. Gangguan vaskuler
a.Perdarahan akibat ptechie akibat dari anoreksia dan asfiksia yang dapat terjadi di
intracerebral atau intra ventrikuler.
b. Perdarahan akibat trauma langsung yaitu berupa perdarahan di sub kranial atau subdural.
c. Trombosis
d. Penyakit perdarahan seperti defiasiensi vitamin K
e. Sindroma hiperviskositas

2. Gangguan metabolisme
a. Hipokalsemia
b.Hipomagnesemia
c. Hipoglkemia
d. Amino Asiduria
e. Hipo dan hipernatremia
f. Hiperbilirubinemia
g.Difisiensi dan ketergantungan akan piridoksin.

3. Infeksi
a. Meningitis
b.Enchepalitis
c. Toksoplasma kongenital
d. Penyakit cytomegali inclusion

4. Toksik
a. Obat konvulsion
b.Tetanus
c. Echepalopati timbal
d. Sigelosis Salmenalis

5. Kelainan kongenital
a. Paransefali
b.Hidrasefali

2.3 Faktor – faktor yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain :

1. Demam itu sendiri atau tinggi suhu badan anak

2. Efek product toksik dari pada mikroarganisme ( kuman dan virus ) terhadap otak.

3. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.

4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit

5. Enhepalitis vital ( radang otak akibat virus ) yang ringan yang tidak diketahui atau
enchepalopati toksik sepintas.

6. Gabungan semua faktor tersebut diatas.

2.4 Klasifikasi

Secara umum dibagi menjadi 2 yaitu :


1. Konvulsi akut ( Non rekuren)

Merupakan konvulsi yang sering terjadi pada neonatus. Seluruh tipe serangan konvulsi
akut pada anak –anak dapat merupakan manisfestasi sementara penyakit akut yang melibatkan
otak. Umumnya kejang demam terjadi setelah 6 bulan pertama kehidupan, namun dalam 2 – 3
tahun pertama insidennya terus menerus mencapai usia 6 – 8 tahun dan sesudah itu kejang itu
menjadi jarang.

2. Konvulsi kronik ( Rekuren )

a. Epilepsi Idiopatik

Gamabaran elektroenchepalografik terutama pada saat tidur, memperlihatkan abnormalitas


umum pada 90 % anak dengan kejang idiopatik.

b. Epilepsi Organik

Dapat terjadi setelah kerusakan otak didapat pada masa pranatal, natal dan posnatal . anak
sering memperlihatkan cacat motorik dan retardasi mental.

c. Epilepsi Tonik- Klonik

Kejang umum, datang spasme otot dengan fase tronik – klonik. Epilepsi ini dapat terjadi
pada malam hari tanpa disadari klien.lidah atau gigi tergigit, nyeri kepala, darah dibantal
atau tempat tidur basah oleh kemih dappat terjadi 1 – 2 hari.

d. Epilepsi ( Absenses )Petit Mal

Kehilangan kesadaran sementara, berputarnya bola mata ke atas, gerakan alis mata, kepala
mengangguk , anggukan kepala sedikit gemetar pada otot – otot badan dan anggota tubuh.

e. Epilepsi Psikomotorik

Berupa gerakan motorik tetapi tidak berulang dan sering kompleks,sering didapatkan
kepucatan disekitar mulut, pekikan nyaring atau usaha minta pertolongan dan lain- lain.

f. Kejang Partial Vokal ( Epilepsi Jackson )

Kejang ini dimulai pada suatu kelompok yang menyebar ke tempat lain, misalnya dari ibu
jari ke jari yang lain, pergelangan tangan, lengan, wajah dan kemudian kaku yang sama.

g. Kejang Mioklonik Infantil

Terjadi sebelum anak usia dua tahun dibagi menjadi 2 yaitu :

Jika tingkat perkemabangan tidak pernah normal terjadi pada usia 4 bulan, terdapat cacat
serebelum kongenital atau sebab organik lainnya.

Jika anak tumbuh normal sampai usia 6 bulan atau lebih, memiliki kemampuan motorik
yang baik namun dengan kemampuan bahasa dan penyesuaian yang buruk dibanding usia
kronologisnya.

h. Kejang Mioklonik dan Akinetik

Biasanya melibatkan satu kelompok otot dan dikaitkan dengan hilangnya tonis postural
tubuh secara mendadak.
i. Kejang Noktural

Mimpi buruk dan tidur berjalan ( somnambolisme ) paling sering terjadi pada saat tidur
nyensyak yaitu 1- 2 jam setelah istirahat.

j. Kejang Induksi

Dengan terapi obat saja biasanya tidak memuaskan. Setelah anak belajar menarik perhatian
dengan cara ini, maka sulit untuk mengubah sifat ini.

2.5 Gambaran Klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar SSP : misalnya
tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis. Serangan kejang biasanya terjadi dalam
24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat
berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, vokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti
sendiri.

Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak tetapi setelah
beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan
saraf. Menurut FKUI – RSCM Jakarta pedoman untuk membuat diagnosis kejang demam
sederhana yaitu:

1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun.

2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit.

3. Kejang bersifat umum.

4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam.

5. Pemeriksaaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal.

6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak
menunjukkan kelainan.

7. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali.

2.6 Jenis kejang

1. Kejang Parsial

a. Kejang parsial sederhana. Manifestasi klinis:

Kesadaran tidak terganggu dapat mencakup satu / lebih hal berikut ini:

 Tanda-tanda motoris seperti kedutan pada wajah, tangan / salah satu sisi tubuh,
umunya gerakan setiap kejang sama.
 Tanda / gejala otonomik seperti muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
 Gejala somatosensoris / sensoris khusus seperti: mendengar musik, merasa seakan
jatuh dari udara, parestesia.

b. Kejang parsial kompleks

Manifestasi klinisnya adalah:


 Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial
simpleks.
 Dapat mencakup otomatisme / gerakan otomatik seperti mengecap-ngecapkan bibir,
mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan
tangan lainnya.
 Dapat tanpa otomatisme seperti tatapan terpaku.

2. Kejang umum (konfulsiv / nonkonfulsif).

a. Kejang absens

Manifestasi klinisnya adalah:

 Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.


 Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik.
 Awitan dan kahiran cepat, setelah itu kembali waspada dan konsentrasi penuh.
 Umunya dimulai pada usia antara 4 – 14 tahun dan sering sembuh dengan
sendirinya saat usia 18 tahun.

b. Kejang mioklonik

Manifestasi klinisnya adalah:

 Kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak.
 Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik berupa kedutan-
kedutan singkron dari leher, bahu, lengan atas dan kaki.
 Umunya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok.
 Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
 Kejang tonik – klonik
 Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot
ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit.
 Dapat disertai hilangnya control kandung kemih dan usus.
 Tidak ada respirasi dan sianosis.
 Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremias atas dan bawah.
 Letargie, konfusi, dan tidur dalam postictal

c. Kejang atonik

 Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata


turun, kepala menunduk / jatuh ke tanah.
 Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

d. Status epileptikus

 Biasanya kejang tonik – klonik umum yang terjadi berulang-ulang.


 Anak tidak sadar kembali diantara kejang.
 Potensial untuk depresi pernafasan, hipotensi dan hipoksia.
 Memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera.

2.7 Patofisiologi

Apabila otak mengalami penurunan oksigen, karbondioksida dan konsentrasi


glukosa darah serta infeksi otak mengakibatkan kerusakan sel syaraf sehingga dia
mengalami kesulitan dalam melepaskan impuls listrik. Aktifitas neuron serebral menjadi
tidak terkontrol / abnormal sehingga motorik dan sensorik tidak terhubung. Jika pada
otot tertentu mengakibatkan spasme otot dan involunter kuat (tonik) atau intermitten
(klonik) dan jika mengenai general akan terjadi spasme / konvulsif.

2.8 Pemeriksaan Penunjang

a. Elektrokardiogram (EEG), dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan focus dari
kejang.

 Diagnosis epilepsy tidak hanya tergantung pada temuan EEG yang abnormal.
 Tidur alami lebih disukai selama EEG, meskipun sedasi dengan pemantauan
mungkin diindikasikan.

b. Pemindaian CT.

 Menggunakan kajian sinar – X yang lebih sensitive dari biasanya untuk mendeteksi
perbedaan kerapatan jaringan.

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI).

Menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetic dan gelombang


radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak (region fossa posterior dan
region sella) yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.

d. Pemindaian Positron emission Tomography (PET).

Untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi


lesi, perubahan metabolic . aliran darah dalam otak.

e. Uji lab yang diminta berdasarkan riwayat anak dan hasil pemeriksaan.

 Pungsi lumbal untuk menganalisa cairan serebrospinal terutama dipakai untuk


menyingkirkan kemungkinan infeksi.
 Hitung darah lengkap:Untuk menyingkirkan infeksi sebagai penyebab dan pada
kasus yang diduga disebabkan trauma, dapat mengevaluasi hematokrit dan jumlah
trombosit.
 Panel elektrolit : Serum elektrolit, Ca total dan magnesium serum sering kali
diperiksa pada saat pertama kali terjadi kejang dan pada anak yang berusia kurang
dari 3 bulan, dengan penyebab elektrolit dan metabolic lebih lazim ditemui (uji
glukosa darah dapat sangat bermanfaat pada bayi / anak kecil dengan kejang yang
berkepanjangan untuk menyingkirkan kemungkinan hipoglikemia).
 Skrining toksik dari serum dan urine. Digunakan untuk menyingkirkan
kemungkinan keracunan.
 Pemantauan kadar obat antiepileptic.Digunakan pada fase awal penatalaksaan dan
jika kepatuhan pasien diragukan.

2.9 Penatalaksanaan
Kegawatannnn

preawatan

a. Selama Kejang

 Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
 Mengamankan pasien di lantai, jika memungkinkan.
 Melindungi kepala dengan bantalan untuk mencegah cedera.
 Lepaskan pakaian yang ketat.
 Singkirkan semua perabot yang mencederai pasien selama kejang.
 Jika pasien di tempat tidur, singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat tidur.
 Jika aura mendahului kejang, masukkan spatel lidah yang diberi bantalan diantara
gigi-gigi untuk mengurangi lidah atau pipi dari gigitan.
 Jangan berusaha untuk membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme untuk
memasukkan sesuatu. Gigi patah dan cedera pada bibir dan lidah dapat terjadi
karena tindakan ini.
 Jika mungkin, tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan kepala flexi ke
depan, yang memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan pengeluaran saliva dan
mucus. Jika disediakan penghisap, gunakan jika perlu untuk membersihkan secret.

b. Setelah Kejang

 Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa
jalan nafas paten.
 Periode apuea pendek dapat terjadi selama / secara tiba-tiba setelah kejang.
 Pasien pada saat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan.
 Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut.

c. Pengobatan / terapi farmakologis.

Terapi obat antiepileptic adalah dasar dari penatalaksanaan medis. Terapi


obat tunggal adalah terapi yang paling disukai, dengan tujuan menyeimbangkan
control kejang dan efek samping yang merugikan. Obat pilihan didasarkan pada
jenis kejang, sindrom epileptic dan variable pasien. Mungkin diperlukan kombinasi
obat agar kejang dapat dikendalikan.

Mekanisme kerja obat-obat antiepileptic bersifat kompleks dan belum jelas


sepenuhnya. Obat antikonvulsan dapat mengurangi letupan neural, mambntu
aktifitas asam amino penghambat / mengurangi letupan lambat dari neuron
thalamus.

Berikut ini terdapat antikonvulsan yang umum dipakai:

 Fenobarbital
Indikasi: kejang mioklonik, tonik – klonik, status epileptikus.

Kadar terapeutik: 15 – 40 mcg/ml

 Fenitoin (dilantin)
Indikasi: kejang parsial, tonik-klonik, status epileptikus.

Kadar terapeutik: 10 – 20 mcg/ml

 Karbamazepin.

Indikasi: kejang parsial, tonik – klonik.

Kadar terapeutik: 4 – 12 mcg/ml.

 Asam valproat (depakene)

Indikasi: kejang absens, mioklonik, tonik-klonik, atonik dan terutama


bermanfaat untuk gangguan kejang campuran.

Kadar terapeutik: 40 – 100 mcg/ml.

 Primidon (Mysoline)
 Indikasi: kadang-kadang digunakan untuk mengobati kejang tonik – klonik.

Kadar terapeutik: 4 – 12 mcg/ml.

 Etosuksimid (zarontin).

Indikasi: kejang absens.

 Klonazepam (klonopin)

Indikasi: kejang absens, tonik-klonik, spasme infantile.


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT PADA ANAK
DENGAN KEJANG DEMAM

3.1 Pengkajian apvu atau semple.......

a. Pengkajian umum

Pada Kejang demam paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi
kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik yang
berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi
otot lateral harus didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.
Sehingga pada pengkajian klien dengan kejang demam tergolong sakit berat pada pengkajian
umum gawat darurat.

b. Pengkajian kesadaran

Pada kasus kejang demam kesadaranya adalah antara Unrespon sebab klien tidak sadar
terhadap penyakitnya.

c. Pengelompokan triage

kasus ini adalah emergensi karena dapat mengancam jiwa dan akan mati tanpa tindakan dalam
0 menit

d. Pengkajian Primer

Pada kasus kejang demam yang biasanya dikaji adalah :


1. A : Airway ( jalan nafas )
karena pada kasus kejang demam Inpuls-inpuls radang dihantarkan ke hipotalamus yang
merupakan pusat pengatur suhu tubuh Hipotalamus menginterpretasikan impuls menjadi
demam Demam yang terlalu tinggi merangsang kerja syaraf jaringan otak secara berlebihan,
sehingga jaringan otak tidak dapat lagi mengkoordinasi persyarafan-persyarafan pada
anggota gerak tubuh. wajah yang membiru, lengan dan kakinya tesentak-sentak tak
terkendali selama beberapa waktu. Gejala ini hanya berlangsung beberapa detik, tetapi akibat
yang ditimbulkannya dapat membahayakan keselamatan anak balita. Akibat langsung yang
timbul apabila terjadi kejang demam adalah gerakan mulut dan lidah tidak terkontrol. Lidah
dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah lalu menyumbat saluran pernapasan.

Tindakan yang dilakukan :


 Semua pakaian ketat dibuka
 Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
 Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
 Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
Evaluasi :
 Inefektifan jalan nafas tidak terjadi
 Jalan nafas bersih dari sumbatan
 RR dalam batas normal
 Suara nafas vesikuler
2. B : Breathing (pola nafas)
karena pada kejang yang berlangsung lama misalnya lebih 15 menit biasanya disertai
apnea, Na meningkat, kebutuhan O2 dan energi meningkat untuk kontraksi otot skeletal
yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
Tindakan yang dilakukan :
 Mengatasi kejang secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu
selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang
sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan
ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti.
Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
 Evaluasi :
 RR dalam batas normal
 Tidak terjadi asfiksia
 Tidak terjadi hipoxia
3. C : Circulation
karena gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi
spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis diotak hingga terjadi epilepsi
Tindakan yang dilakukan :
 Mengatasi kejang secepat mungkin
Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan kejang, ditunggu
selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua dengan dosis yang
sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan
ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan berhenti.
Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
 Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
1. Semua pakaian ketat dibuka
2. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3. Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan oksigen
4. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen
Evaluasi :
 Tidak terjadi gangguan peredaran darah
 Tidak terjadi hipoxia
 Tidak terjadi kejang
 RR dalam batas normal
BAB IV

PENUTUPAN

4.1 KESIMPULAN
Kejang adalah keluaran muatan neuron serebral yang abnormal dan berlebihan.
Kejamg dapat mengakibatkan aktifitas sensorik, motorik, atu perilaku dan dapat terkait dengan
perubahan tingkat kesadaran. Gejala spesifik tergantung pada keluaran muatan di otak tempat
asal kejang yang paling sering adalah lobus frontal dan temporal serta hipokampus. Sebagian
kejang sangat ringan sehingga hanya pasien yang menyadarinya. Sebagian yang lain cukup
berat. Periode aktal kejang aktivitas motorik asimetris, geraan kepala dari sisi ke sisi, elain itu
juga memiliki awitan bertahap. Aktifitas motorik dapat berlangsung selama beberapa menit,
tidak seperti epilepsi. Subekthi Budi, 2014)

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan
suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar SSP : misalnya
tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis. Serangan kejang biasanya terjadi dalam
24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat
berbentuk tonik – klonik, tonik, klonik, vokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti
sendiri.

4.2 SARAN
Sebagai seorang perawat yang bertugas dalam terapi keluarga dan lingkungan harus
dapat menilai diri tentang kesadaran diri, kekuatan, dan kemampuan dalam hal pengetahuan dan
kebudayaan karena itu sangat membantu untuk bertoleransi terhadap perilaku-perilaku yang
ditujukan oleh pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Kusuma Hardhi, 2013, Nanda Nic-Noc Jilid Ii, Yogyakarta, EGC jakarta.

Merenstein, Gerald. 2001. Buku pegangan pediatrik. Edisi 17. Widya Medika. Jakarta.

Subekthi Budi, 2014, keperawatan kritis,pendeketan asuhan holistik, jakarta, kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai