Anda di halaman 1dari 8

2.3.

2 Komponen Hidrokarbon

Perbandingan unsur-unsur yang terdapat dalam minyak bumi sangt bervariasi.


Berdasarkan atas hasil analisa, diperoleh data sebagai berikut :

 Karbon : 83,0 – 87,0 %


 Hidrogen : 10,0 – 14,0 %
 Nitrogen : 0,1 – 2,0 %
 Oksigen : 0,05 – 1,5 %
 Sulfur : 0,05 – 6,0 %

Komponen hidrokarbon dalam minyak bumi diklasifikasi atas tiga golongan, yaitu :
 Golongan parafinik
 Golongan naphthenik
 Golongan aromatik

Sedangkan golongan olefinik umumnya tidak ditemukan dalam crude oil, demikian
juga hidrokarbon asetilenik sangat jarang. Crude oil mengandung sejumlah senyawa
hdrokarbon, terutama senyawaan Sulfur, senyawaan Nitrogen, senyawaan Oksigen,
senyawaan Organo Metalik (dalam jumlah terkecil/trace sebagai larutan) dan garam-garam
anorganik (sebagai suspensi koloidal).

a) Senyawa Sulfur
Minyak mentah (crude oil) yang densitasnya lebih tinggi mempunyai kandungan
Sulfur yang tinggi pula. Keberadaan Sulfur dalam minyak bumi sering banyak
menimbulkan akibat, misalnya dalam gasoline dapat menyebabkan korosi (khususnya
dalam keadaan dingin atau berair), karena terbentuknya asam yang dihasilkan dari
oksida Sulfur (sebagai hasil pembakaran gasoline) dan air.

b) Senyawa Oksigen
Kandungan total oksigen dalam minyak bumi adalah kurang dari 2% dan menaik
dengan adanya titik didih fraksi. Kandungan oksigen bisa menaik apabila produk itu
lama berhubungan dengan udara. Oksigen dalam minyak bumi berada dalam bentuk
ikatan sebagai asam karboksilat, keton, ester, eter, anhidrida, senyawa monosiklo dan
disiklo dan phenol. Sebagai asam karboksilat berupa asam Naphthenat (asam
alisiklik) dan asam alifatik.

c) Senyawaan Nitrogen
Umumnya kandungan nitrogen dalam minyak bumi sangat rendah, yaitu 0,1-0,9%.
Kandungan tertinggi terdapat pada tipe Asphalitik. Nitrogen mempunyai sifat racun
terhadap katalis dan dapat membentuk gum/getah pada fuel oil. Kandungan nitrogen
terbanyak terdapat pada fraksi titik didih tinggi. Nitrogen klas dasar yang mempunyai
berat molekul yang relatif rendah dapat diekstrak dengan asam mineral encer,
sedangkan yang mempunyai berat molekul yang tinggi tidak dapat diekstrak dengan
asam mineral encer.
d) Konstituen Metalik
Logam-logam seperti besi, tembaga, terutama nikel dan vanadium pada proses
catalytic cracking mempengaruhi aktifitas katalis, sebab dapat menurunkan produk
gasoline, menghasilkan banyak gas dan pembentukan coke. Pada power generator
temperature tinggi, misalnya oil-fired gas turbine, adanya konstituen logam terutama
vanadium dapat membentuk kerak pada rotor turbine. Abu yang dihasilkan dari
pembakaran fuel yang mengandung natriumdan terutama vanadium dapat bereaksi
dengan refactory furnace (bata tahan api), menyebabkan turunnya titik lebur
campuran sehingga merusakkan refactory itu.

2.4 Proses Pengolahan Minyak Bumi


Minyak bumi biasanya berada pada 3-4 km dibawah permukaan laut. Minyak bumi
diperoleh dengan membuat sumur bor. Minyak mentah yang diperoleh ditampung didalam
kapal tanker atau dialirkan melalui pipa ke stasiun tangki atau kekilang minyak.
Minyak mentah atau crude oil berbentuk cairan kental hitam dan berbau kurang
sedap. Miyak mentah belum dapat digunakan sebagai bahan bakar maupun untuk keperluan
lainnya, tetapi harus diolah terlebih dahulu. Minyak mentah mengandung sekitar 500 jenis
hidrokarbon dengan jumlah atom C-1 sampai 50. Titik didih hidrokarbon meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah atom C yang berada didalam molekulnya. Oleh karena itu,
pengolahan minyak bumi dilakukan melalui destilasi bertingkat, dimana minyak mentah
dipisahkan kedalam kelompok-kelompok (fraksi) dengan titik didih yang mirip.
Secara umum Proses Pengolahan Minyak Bumi digambarkan sebagai berikut :

Minyak Mentah

Penyimpanan

Penghilangan garam

Destilasi Fraksinasi

Fraksi berat dan ringan

Proses Hidrokarbon :
1. Cracking
2. Reforming
3. Alkilasi dan polimerisasi
4. Pemurnian
5. Pencampuran

Produk akhir minyak

Gambar 2.3 Alir Proses Pengolahan Minyak Bumi

2.4.1 Destilasi
Destilasi adalah pemisahan fraksi-fraksi minyak bumi berdasarkan perbedaan titik
didihnya. Dalam hal ini adalah destilasi fraksinasi. Mula-mula minyak mentah dipanaskan
dalam aliran pipa dalam furnace (tanur) sampai dengan suhu ± 370 ̊C. Minyak mentah yang
sudah dipanaskan tersebut kemudian masuk kedalam kolom fraksinasi pada bagian flash
chamber (biasanya berada pada sepertiga bagian bawah kolom fraksinasi). Untuk menjaga
suhu dan tekanan dalam kolom maka dibantu pemanasan dengan steam (uao air panas dan
bertekanan tinggi).
Minyak mentah yang menguap pada proses destilasi ini naik ke bagian atas kolom dan
selanjutnya terkondensasi pada suhu yang berbeda-beda. Komponen yang titik didihnya lebih
tinggi akan tetap berupa cairan dan turun kebawah, sedangkan yang titik didihnya lebih
rendah anak menguap dan naik kebagian atas melalui sungkup-sungkup yang disebut
sungkup gelembung. Makin keatas, suhu yang terdapat dalam kolom fraksionasi tersebut
makin rendah, sedangkan komponen yang titik didihnya lebih rendah naik kebagian yang
lebih atas lagi. Demikian selanjutnya sehingga komponen yang mencapai puncak adalah
komponen yang pada suhu kamar berupa gas. Komponen yang beruoa gas ini disebut gas
petroleum, kemudian dicairkan dan disebut LPG (Liquified Petroleum Gas).
Fraksi minyak mentah yang tidak menguap menjadi residu. Residu minyak bumi
meliputi parafin, lilin, dan aspal. Residu-residu ini memiliki rantai karbon sejumlah lebih dari
20. Fraksi minyak bumi yang dihasilkan berdasarkan rentang titik didihnya antara lain
sebagai berikut :
 Gas
Rentang rantai karbon : C1 - C5
Trayek didih : 0 – 50 ̊C

 Gasolin (Bensin)
Rentang rantai karbon : C6 – C11
Trayek didih : 50 – 85 ̊C

 Kerosin (Minyak Tanah)


Rentang rantai karbon : C12 – C20
Trayek didih : 85 – 105 ̊C

 Solar
Rentang rantai karbon : C21 – C30
Trayek didih : 105 – 135 ̊C

 Minyak Berat
Rentang rantai karbon : C31 – C40
Trayek didih : 135 – 300 ̊C

 Residu
Rentang rantai karbon : C31 – C40
Trayek didih : 135 – 300 ̊C
Fraksi-fraksi minyak bumi dari proses destilasi bertingkat belum memiliki kualitas
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga perlu pengolahan lebih lanjut yang
meliputi cracking, reforming, polimerisasi, treating, dan blending.

2.4.2 Cracking
Setelah melalui tahap destilasi, masing-masing fraksi yang dihasilkan dimurnikan
(refinery), seperti terlihat dibawah ini :
Cracking adalah penguraian molekul-molekul senyawa hidrokarbon yang besar
menjadi molekul-molekul senyawa hidrokarbon yang kecil. Contoh cracking ini adalah
pengolahan minyak solar atau minyak tanah menjadi bensin.
Proses ini terutama ditunjukkan untuk memperbaiki kualitas dan perolehan fraksi
gasolin (bensin). Kualitas gasolin sangat ditentukan oleh sifat ant knock (ketukan) yang
dinyatakan dalam bilangan oktan. Bilangan oktan 100 diberikan pada isooktan (2,2,4 trimetil
pentana) yang mempunyai sifat anti knocking yang istimewa, dan bilangan oktan 0 diberikan
pada n-heptana yang mempunyai sifat anti knock yang buruk. Gasolin yang diuji akan
dibandingkan dengan campuran isooktan dan n-heptana. Bilangan oktan dipengaruhi oleh
beberapa struktur molekul hidrokarbon.
Terdapat 3 cara proses cracking yaitu :
a. Cara panas (thermal cracking), yaitu dengan penggunaan suhu tinggi dan tekanan yang
rendah. Contoh reaksi-reaksi pada proses cracking adalah sebagai berikut :
n-C30H62 C8H8 + C16H12 + C14H28, atau
n-C30H62 C7H16 + C9H18 + C4H8 + C10H20
b. Cara katalis (catalytic cracking), yaitu dengan penggunaan katalis. Katalis yang
digunakan biasanya SiO2 atau Al2O3 bauksit. Reaksi dari perengkahan katalitik melalui
mekanisme perengkahan ion karbonium. Mula-mula katalis krena bersifat asam
menambahkan proton ke molekul olevin atau menarik ion hidrida dari alkana sehingga
menyebabkan terbentuknya ion karbonium :
RCH2CH2CH=CH2 + H+ RCH2CH2CC + HCH3
RCH2CH2CH3 H- + RCH2CH2C + HCH3
c. Hidrocracking, merupakan kombinasi antara perengkahan dan hidrogenasi untuk
menhgasilkan senyawa yang jenuh. Reaksi tersebut dilakukan pada tekanan tinggi.
Keuntungan lain dari Hidrocracking ini adalah bahwa belerang yang terkandung dalam
minyak diubah menjadi hidrogen sulfida yang kemudian dipisahkan.
2.4.3 Reforming
Reforming adalah perubahan dari bentuk bensin yang bermutu kurang baik (rantai
karbon lurus) menjadi bensin yang bermutu lebih baik (rantai karbon bercabang). Kedua jenis
bensin ini memiliki rumus molekul yang sama betuk strukturnya yang berbeda. Oleh karena
itu, proses ini juga disebut isomerisasi. Reforming dilakukan denggan menggunakan katalis
dan pemanasan.
Contoh reforming adalah sebagai berikut :
CH3 CH2 CH2 CH3 CH3 CH CH3

CH3
Reforming juga dapat merupakan pengubahan struktur molekul dari hidrokarbon
parafin menjadi senyawa aromatik dengan bilangan oktan tinggi. Pada proses ini digunakan
katalis molibdenum oksida dalam Al2O3 atau platina dalam lempung. Contoh reaksinya :
C6H14 C6H12 + H2
Heksana Siklohekna

C6H12 C6H6 + 3H2

2.4.4 Alkilasi dan Polimerisasi


Alikilasi merupakan penambahan jumlah atom dalam molekul menjadi molekul yang
lebih panjang dan bercabang. Dalam proses ini menggunakan katalis asam kuat seperti
H2SO4, HCL, AlCl3 (suatu asam lewis). Reaksi secara umum adalah sebagai berikut :
RH + CH2 = CR’R” R-CH2 + CHR’R”
Polimerisasi adalah proses penggabungan molekul-molekul kecil menjadi molekul
besar. Reaksi umumnya adalah sebagai berikut :
MCnH2n Cm + nH2 (m + n)
Contoh polimerisasi yaitu peggabungan senyawa isobutena dengan senyawa isobutana
menghasilkan bensin berkualitas tinggi, yaitu isooktana.
CH3

CH3 - C = CH2 + CH3 – CH - CH3 → CH3 - CH – CH2 – C – CH3

CH3 CH3 CH3


Isobutena Isobutena isooktan
2.4.5 Treating
Treating adalah pemurnian minyak bumi dengan cara menghilangkan pengotor-
pengotornya. Cara-cara proses treating adalah :
 Copper sweetening dan doctor treating, yaitu proses penghilangan pengotor yang
dapat menimbulkan bau yang tidak sedap.
 Acid treatment, yaitu proses penghilangan lumpur dan perbaikan warna.
 Dewaxing yaitu proses penghilangan wax (n parafin) dengan berat molekul tinggi dari
fraksi.
 Deasphalting yaitu penghilangan aspal dari fraksi yang digunakan untuk minyak
pelumas.
 Desulfurizing (desulfurisasi), yaitu proses penghilangan unsur belerang.
Sulfur merupakan senyawa yang secara alami terkandung dalam minyak bumi atau
gas, namun keberadaannya tidak diinginkan karena dapat menyebabkan berbagai masalah,
termasuk diantaranya korosi pada peralatan proses, meracuni katalis dalam proses
pengolahan, bau yang kurang sedap, atau produk samping prmbakaran berupa gas buang
yang beracun (sulfida dioksida, SO2) dan menimbalkan polusi udara beserta hujan asam.
Berbagai upaya dilakukan untuk menyingkirkan senyawa sulfur dari minyak bumi, antara lain
menggunakan proses oksidasi, adsorpsi selektif, ekstraksi, hydrotreating, dan lain-lain. Sulfur
yang disingkirkan dari minyak bumi ini kemudian diambil kembali sebagai sulfur elemental.
Desulfurisasi merupakan proses yang digunakan untuk menyingkirkan senyawa sulfur dari
minyak bumi.
Pada dasrnya terdapat dua cara desulfurisasi, yaitu dengan ekstraksi menggunakan
pelarut dan dekomposisi senyawa sulfur (umumnya terkandung dalam minyak bumi dalam
bentuk senyawa merkaptan, sulfida, dan disulfida) secara katalitik diproses dengan proses
hidrogenasi selektif menjadi hidrogen sulfida (H2S) dan senyawa hidrokarbon asal dari
senyawa belerang tersebut. Hidrogen sulfida yang dihasilkan dari dekomposisi senyawa
sulfur tersebut kemudian dipisahkan dengan cara fraksinasi atau pencucian/pelucutan.
Akan tetapi dua selain dua cara diatas, saat ini ada pula teknik desulfurisasi yang lain
yaitu bio-desulfurisasi. Bio-desulfurisasi merupakan penyingkiran sulfur secara selektif dari
minyak bumi dengan memanfaatkan metabolisme mikroorganisme, yaitu dengan mengubah
hidrogen sulfida menjadi sulfur elementer yang dikatalis oleh enzim hasil metabolisme
mikroorganisme sulfur jenis tertentu, tanpa mengubah senyawa hidrogen tanpa dalam aliran
proses. Reaksi yang terjadi adalah reaksi aerobik, dan dilakukan dalam kondisi lingkungan
teraerasi. Keunggulan proses ini adalah dapat menyingkirkan senyawa sulfur yang dapat
disingkirkan, misalnya alkylated dibenzothiophenes. Jenis mikroorganisme yang digunakan
untuk proses bio-desulfurisasi umumnya berasal dari Rhodococcus sp, namun penelitan lebih
lanjut juga dikembangkan oleh penggunaan mikroorganisme dari jenis lain.
Proses ini dikembangkan dengan adanya kebutuhan untuk menyingkirkan kandungan
sulfur dalam jumlah menengah pada aliran gas, yang terlalu sedikit jika disingkirkan
menggunakan amine plant, dan terlalu banyak untuk disingkirkan menggunakan scavenger.
Selain untuk gas alam dan hidrokarbon, bio-desulfurisasi juga digunakan untuk
menyingkirkan sulfur dari batubara.

Anda mungkin juga menyukai