Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. DEFINISI
Stroke merupakan penyakit neurologis yang sering dijumpai dan harus
ditangani secara cepat dan tepat. Stroke merupakan kelainan fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran
darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler
Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah
otak (Corwin, 2009).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini adalah
kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer et al,
2002).
B. KLASIFIKASI
1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya,
yaitu:
(Muttaqin, 2008)
a. Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering
dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.

2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim
otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang
berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik,
dll)
b. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi
hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Kesadaran umumnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang
terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang
timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang
dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk.
Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah
menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit
dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

C. ETIOLOGI
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada
orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena
penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat
menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk
pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti
koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007).
Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan
dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
 Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
 Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
 Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus).
 Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek
dan terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang
dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease
(RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk
pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil
dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan
terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan
dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan
ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya
pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim
otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan
otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi
otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

D. PATOFISIOLOGI
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang
disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat
berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia
karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung
sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran
darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa
jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema
pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak
fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis.
Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka
akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh
darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
ini akan menyebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro
vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan
otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka
waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan mentebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-
elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah
dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah
lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam
dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar
dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar
75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal.
(Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)
Pathway
E. MANIFESTASI KLINIS
Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala
sisa karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
1. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
2. Lumpuh pada salah satu sisi wajah anggota badan (biasanya
hemiparesis) yang timbul mendadak.
3. Tonus otot lemah atau kaku
4. Menurun atau hilangnya rasa
5. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
6. Afasia (bicara tidak lancar atau kesulitan memahami ucapan)
7. Disartria (bicara pelo atau cadel)
8. Gangguan persepsi
9. Gangguan status mental
10. Vertigo, mual, muntah, atau nyeri kepala.

F. KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi  infeksi pernafasan, nyeri pada
daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis  nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi, deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak  epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol
respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau
obstruksi arteri.

2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).


Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga
mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh
pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami
lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik
dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital
dengan melakukan tindakan sebagai berikut:
 Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernafasan.
 Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk
usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
 Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
 Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
 Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan,
Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/
memberatnya trombosis atau emboli di tempat lain di sistem
kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

I. Konsep Keperawatan
1. Konsep Asuhan Keperawatan Gastroenteritits Akut
Proses keperawatan adalah suatu metode ilmiah yang sistematis dan
terorganisir untuk memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
Kegiatan dalam proses keperawatan dirancang langkah demi langkah
dengan urutan yang khusus dengan menggunakan pendekatan ilmiah,
serta berfokus pada respon manusia agar memperoleh pengertian yang
relevan dengan status kesehatan klien (Setiadi, 2012 : 1).
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan proses yang sistematis dalam pengumpulan data dri
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
status kesehatan klien (Lyer et all. 1996 dalam Setiadi. 2012)
Pengkajian dapat memudahkan menentukan intervensi perawatan
pada klien dengan tepat, cepat dan akurat. Adapun langkah
pengkajiannya sebagai berikut :
1) Pengumpulan Data
a) Identitas klien dan penanggung jawab
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, status marital, suku/bangsa, golongan
darah, no medrec, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian,
diagnosa medis dan alamat. Sedangkan identitas penanggung
jawab meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan, agama, hubungan dengan klien, dan alamat.
b) Riwayat kesehatan klien
(1) Alasan Datang Berkunjung Ke Rumah Sakit
Biasanya klien dengan stroke datang kerumah sakir
dengan alasan nyeri atau sakit kepala, gangguan motoris,
gangguan sensoris dan gangguan kesadaran.
(2) Keluhan Utama
Berisi tentang keluhan klien saat pengkajian yang
dikembangkan dengan PQRS. Pada stroke pendarahan
biasanya akan ditemukan penurunana kesadaran ddan
kemungkinan akan terjai dsampai koma sehingga klien
tidak dapat ditanyakan apa yang dirasakan, sedangkan
pada stroke akibat infark biasanya terjadi kelumpuhan
sebelah (hemiplegi). Kepala pusing atau nyeri, bicara
tidak jelas dan klien mengeuh emah badan.
(3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya klien stroke akana mempunyai riwayat
diabetes melitus, penyakit jantung satau hipertensi dan
adanya faktor-fsktor resiko seperti: kadar kelostrol tinggi,
keadaan viskkositas darah yang tinggi (menderita
polisetemia) diabetes, kebiasaan minum-minum
berakohol, riwayat penggunaan pil kontrasepsi, sering
stres dan kurang beraktivitas serta kebiasaan merokok.
(4) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada riwayat penyakit pada pasien diare dikaji
kemungkinan akan adanya riwayat klien pernah
mengalami penyakit yang sama sebelumnya, atau klien
mengalami penyakit yang akan memperberat keadaanya
seperti penyakit jantung, DM, atau riwayat konsumsi
obat-obatan, riwayat pembedahan pada daerah usus,
kemoterafi, radioterafi, alergi obat.
(5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada riwatyat kesehatan keluarga apakah dikeluarga ada
yang mengalami hal yang sama.
c) Pola Aktivitas sehari
Pola aktivitas perlu dikaji aktivitas klien seam dirumah
sakit dan pola ktivitas klien selama dirumah terdiri dari:
1) pola nutrisi (makan dan minum), terjadi perubahan dan
masah daam memenuhi kebutuhan nutrisi karena
kurangnya nafsu makan , kehilangan sensasi kecap,
menelan, mual dan muntah
2) eliminasi (BAK dan BAB) terjadi perubahan daam pola
pemenuhan karena terjadi incontenasia urine dan
konstipasi.
3) Istirahat tidur, kesulitan tidur dan istirahat karena adanya
nyeri dan kejang otot.
4) Personal hyegene, klien biasanya memerlukan bantuan
orng lain untuk memenuhi kebutuhan perawatan dirinya
karena adanya kelemahan.
5) Aktivitas gerak, akan didapat kehilangan sensasi atau
paralise (hemiplegi), dan kesukaran daam memenuhi
kebutuhan aktivitas sehari-harinya karena adanya
kelemahan berupa amnesia, perhatian dan perhitungan
dapat terganggu dengan adanya afasia baik motorik
maupun sensorik atau afasia visual (buta kata) dan adanya
distria.
Tingkat kesadaran menurun terutama pada stroke
pendarahan bisa sampai terjadi koma. Nilai GCS biasanya
kurang dari 15.
Pengkajian bicara, kadang terjadi kebingungan
dalam pembicaraan. Obrolan/ pembicaraan klien datang
tidak menyambung dan sulit dimengerti atau terdapat
kesulitan dalam berbicara.
Tes fungsi kranial, pada stroke infark nevus kranial
yang sering terkena biasanya yaitu : Nervus III, IV dan VI
terjadi penurunan lapang pandang, perubahan ukuran
pupil, pupil tidak sama, pupil berdilatasi, diplopia dan
kabur, nervus V ditemukan gangguan dalam menguyah,
terjadi paralise otot-otot wajah, anastesia daerah dahi,
Nervus VII biasanya tidak adanya lipatan nasolabial,
melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa
2/3 bagian anterior lidah, Nervus IX kemungkinan
ditemukan adanya pola bicara yang sangat (pelo) susah
menelan dan tidak dapat bicara, Nervus X serng ditemukan
adanya data kehilangan kemonukasi bunyi suara parau
(tidak jelas) dan sulit untuk diajak bicara, Nervus XII
biasanya terdapat kelumpuhan lidah dan jatuhnya lidah ke
satu sisi.
d) Pemeriksaan motorik
Gangguan fungsi motorik biasanya kontralateral sehinngga
menimbulkan fungsi koordinasi .
e) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe dam
didokumentasikan secara per sistem, meliputi:
(1) Sistem pernafasan
Biasanya didapatkan pernafasan tidak teratur, pernafasan
sulit nafas meningkat, klien akan didapatkan
penurunan/kesulitan dalam batuk, bunyi nafas ngorok
akibat adanya secret yang menumpuk pada auskultasi
akan terdengar adanya ronchi, mungkin terjadi
kelemahan/ paralisi otot-otot pernafasan sehingga
pengembangan dada kadang ditemukan tidak simetris kiri
kanan.
(2) Sistem Kardivaskuler
Pada stroke dengan faktor resiko penyakit jantung
biasanya diperoleh adanya gejala payah jantung sperti
edema, dyspneu, terdapat bunyi jantung S III, hipertensi,
denyut jantung mungkin ireguler dan nadi cepat.
(3) Sistem pencernaan
Biasanya didapatkan data adanya mual, mumtah,
anoreksia, kontipasi, penurunan sensasi rasa, kehilangan
kemampuan menelan, ketidakmampuan mengunyah,
kehilangan sensasi pada lidah, wajah dan kerongkongan
(disfagia), obesitas, adanya distensi abdomen. Bising
usus melemah dan menurun dan terjadi konstipasi.
(4) Sistem persarafan
Gangguan sistem persarafan tergantung pada area otak
yang terkena lesi (infark).
a) Tes fungsi serebral
Status mental, kemungkinan adanya gangguan pada
orientasi berupa dimesia, penurunan daya ingat
pergerakan terbatas, menurunnya tonus otot,
kelemahan tubuh secara umum menyebabkan
koordinasi tergantung terutama berdiri dan berjalan,
adanya rasa sakit dan terbatas Range Of Motion
(ROM)
b) Uji refleks
Terdapat refleks patologis berupa reflek babinksi
poditif sedangkan pada pemeriksaan refleks biasanya
normal atau mengalami penurunan.
c) Fungsi sensorik
Keungkinan adanya defisit sensori pada ektremitas
yang paralise.
d) Fungsi serebrum
Kemungkinan adanya gerakan yang tidak bermakna
seperti ataksia.
e) Iritasi meniingen
Biasanya tidak terdapat kelainan kecuali pemeriksaan
babinski terkadang ditemukan positif ( untuk stroke
infark).
5) Sistem endokrin
Kemungkinan ditemukan penignkatan kadar glukosa sera
adanya penignkatan hormon tiroid, atau terjadi penurunan
beberapa kadar hormon yang berkaitan dengan produksi
hipotalamus dan hipofise.
6) Sistem genitourinaria
Biasanya terjadi perubahan pola kemih yaitu incontenisia
urine.
7) Sistem muskuloskeletal
Biasanya ditemukan kelemahan kontralateral lesi otak
pada ekstremitas baik atas maupun bawah. Hipertropi otot,
kehilangan tonus atau adanya penurunan tonus otot.
Terjadi kesulitan dalam aktivitas karena lemah kehilangan
sensasi, ROM terbatas.
8) Sistem intergumen
Tanda-tanda kemerahan pada arwea yang tertekan,
dekubitus, kulit kotor dan lengket.
9) Sistem penglihatan, pendengaran dan wicara
Ketajaman penglihatan berkurang pergerakan mata
teraganggu, penurunan lapang pandang, pupil dilatasi,
kehilangan setengah lapang pandang.
Pada pendengaran biasanya disertai tinitus, dan pada
fungsi wicara sering ditemui kelumpuhan pada lidah
sehingga sulit berbicara dan kehilangan kemampuan
berkomunikasi verbal.
f) Data psikologis
1) Status emosi
Klien menjadi irritable atau emosi yang labil terjadi secara
tiba-tiba, klien menjadi mudah tersinggung, mengingkari
dan sukar untuk didekati.
2) Kecemsan
Klien biasanya merasa cemas denagan adanya perubahan
(kelumpuhan) yang terjadi pada dirinya.
3) Pola koping
Klien biasanya tampak menjadi pendiam atau menjadi
tertutup (supresi).
4) Gaya komunikasi
Klien mengalami gangguan komunikasi verbal seperti
berbicara raro atau sulit dimengerti.
5) Konsep diri
a) Body image : klien memiliki persepsi dan merasa
bahwa bentuk, fungsi tubuh dan penampilannya yang
sekarang mengalami penurunan, berbeda dengan
keadaan sebelumnya.
b) Ideal diri : klien merasa tidak dapat mewujudkan cita-
cita yang diinginkannya. Klien merasa tidak mampu
lagi untuk berinteraksi dengan orang lain atau
lingkungan dimana ia berada.
c) Harga diri : klien merasa tidak berharga lagi dengan
kondisinya yang sekarang, klien merasa tidak mampu
dan tidak berguna serta cemas dirinya akan selalu
memerlukan bantuan dari orang lain.
d) Peran : kien merasa dengan kondisinya yang sekarang
ia tidak dapat melakukan peran yang dimilikinya baik
sebagai orang tua, suami/istri ataupun seorang pekerja.
e) Identitas diri : kien memandang dirinya berbeda
dengan orang lain karena kondisi badannya yang
disebabkan oeh penyakitnya.
6) Data sosial
Pada objektif akan didapatkan ketidakmampuan berbicara,
kehilangan kemampuan berkomunikasi secara verbal,
ketergantungan kepada orang lain dan sosialisasi dengan
lingkungan, berbicara tidak dapat dimengerti, sedangkan
pada data subjektif ditemukan klien berbicara dengan
menggunakan bahasa isyarat. Selain itu bisa ditemukan
sikap klien yang sering menarik diri dari orang lain dan
lingkungan karena merasa hanya akan membebani orang
lain.
7) Data spiritual
Terkadang kien merasa tidak yakin dengan kesembuhan.
Klien merasa hidupnya lebih buruk daripada sebelumnya.
Klien tidak dapat membayangkan bagaimana
kehidupannya di kemudian hari atau klien cenderung
mempunyai pandangan negatif terhadap kehidupannya
dikemudian hari.
f) Data psikososial
Dampak psikososial yang timbul pada pasien dengan diare
adanya rasa ketakutan karena malu akibat ketidakmampuan
mengontrol eliminasi. Kecemasan akan bertambah jika
keadaan berlanjut kepada penyakit yang lebih berat.
g) Data penunjang
a) Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri.
b) Single Photon Emission Computed Tomography
(SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak,
yang juga mendeteksi, melokalisasi, dan mengukur stroke
(sebelum nampak oleh pemindaian CT).
c) CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak
edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark
atau iskemia dan posisinya secara pasti.
d) MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan
posisi dan besar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik.
e) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
f) Pemeriksaan laboratorium
Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih
normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
g) Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum,
kreatinin)
Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi
hiperglikemia.
h) gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan
kemudian berangsur-rangsur turun kembali.
i) Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada
darah itu sendiri.
7) Analisa Data
Analisa data merupakan proses berpikir yang meliputi kegiatan
mengelompokan data, mencari kemungkinan penyebab dan dampak,
serta menentukan masalah keperawatan pada klien atau
penyimpangan yang merumuskan diagnosa keperawatan.
8) Diagnosa Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan stroke
menurut Marilynn E Doenges, Mary Frances Moorhouse dan Alice C
Geissler adalah:
1) Perfusi jaringan, perubahan, serebral berhubungan dengan Interupsi
aliran darah : gangguan oklusi, hemoragi ; vasospasme serebral,
edema serebral.
2) Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan,
penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran, atropi otot..
3) Kerusakan komunikasi verbal dan atau tertulis berhubungan dengan
kerusakan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskuler, kehilangan
tonus / kontrol otot fasial/oral, kelemahan / kelelahan umum.
4) Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan
kontrol/koordinasi otot. Kerusakan perseptual/kognitif.
Nyeri/ketidaknyamanan. Depresi.
5) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran
2. Perencanaan
1) Perfusi jaringan, perubahan, serebral berhubungan dengan Interupsi
aliran darah : gangguan oklusi, hemoragi ; vasospasme serebral,
edema serebral.
Tujuan:
Perfusi jaringan serebral kembali baik.
Kriteria Evaluasi:
- Tingkat kesadaran komposmentis.
- Tidak terdapat tanda peningkatan TIK seperti dilatasi pupil,
cegukan, penglihatan ganda, muntah yang proyektif.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal.
 Tekanan darah < 160/95 mmHg
 Nadi 70-80x /menit
 Respirasi 16-29 x/menit
 Suhu 360C-37,50 C
Intervensi
 Berikan informasi kepada keluarga
 Monitor tekanan perfusi serebral
 Catat respon pasien terhadap stimuli
 Monitor tekanan intrakranial pasien dan respon neurology
terhadap aktivitas
 Monitor jumlah drainage cairan serebrospinal
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor TTV
 Restrain pasien jika perlu
 Monitor suhu dan angka WBC
 Kolaborasi pemberian antibiotik
 Posisikan pasien pada posisi semifowler
 Minimalkan stimuli dari lingkungan
2) Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan, penurunan
kekuatan otot, penurunan kesadaran, atropi otot.
Tujuan:
Klien dapat meningkatkan mobilisasi fisiknya
Kriteria Evaluasi:
 Tidak terjadi kontaktur
 Tidak terjadi atropi otot
 Dapat melakukan ROM aktif dan pasif
 Kekuatan otot penuh (5) pada ekstremitas atas dan bawah
Terapi oksigen
 Bersihkan jalan nafas dari sekret
 Pertahankan jalan nafas tetap efektif
 Berikan oksigen sesuai intruksi
 Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
 Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
 Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama aktifitas dan
tidur
3) Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kehilangan
kemampuan untuk berbicara, kehilangan kontrol/tonus otot fasia.
Tujuan:
Komunikasi verbal dapat tetap terjalin.
Kriteria evaluasi:
 Klien dapat memahami tentang masalah komunikasi
 Klien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat
diekspresikan
 Klien dapat menggunakkan sumber-sumber yang tepat (isyarat,
tulisan).
Intervensi :
 Libatkan keluarga untuk membantu memahami / memahamkan
informasi dari / ke klien
 Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian
 Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam komunikasi dengan
klien
 Dorong klien untuk mengulang kata-kata
 Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap interaksi dengan
klien
 Programkan speech-language teraphy
 Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi dengan klien
4) Kurang perawatan diri berhubungan dengan kelemahan otot, kehilangan
koordinasi otot.
Tujuan:
Kebutuhan akan perawatan diri terpenuhi
Kriteria evaluasi:
 Klien dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri.
 Klien mampu melakukan aktifitas perawatan diri dalam tingkat
kemampuan sendiri.
 Klien mampu mengidentifikasi sumber komoditas memberikan
bantuan sesuai kebutuhan.
Intervensi
 Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri.
 Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias, toileting dan makan.
 Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk
melakukan self-care.
 Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki.
 Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu melakukannya.
 Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan.
 Pertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
5) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran .
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
pola nafas pasien efektif dengan kriteria hasil :
 Menujukkan jalan nafas paten ( tidak merasa tercekik,
 irama nafas normal,
 frekuensi nafas normal,
 tidak ada suara nafas tambahan.
Kriteria evaluasi :
 Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
 Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan
Intervesni :
 Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
 Pasang mayo bila perlu
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
 Lakukan suction pada mayo
 Berikan bronkodilator bila perlu
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2
3. Pelaksanaan
Berisikan kegiatan yang dilakukan sesuai dengan perencanaan yang
telah dibuat. Setiap perencanaan yang telah dibuat secara idealnya dapat
dilaksanakan seluruhnya, tetapi hal tersebut juga harus disesuaikan
dengan kondisi dan kemampuan diri perawat serta klien dan keluarga.
4. Evaluasi
Berisikan tentang evaluasi dari asuhan yang telah dilakukan secara
keseluruhan dan dapat bersifat feedback terhadap seluruh proses
keperawatan yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. 2003. Rencana Asuhan & Dokumentasi


Keperawatan. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)


Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.


Jakarta: Prima Medika

Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica
Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC.

Tim SAK Ruang Rawat Inap RSUD Wates. 2006. Standard Asuhan
Keperawatan Penyakit Saraf. Yogyakarta: RSUD Wates Kabupaten
Kulonprogo

Anda mungkin juga menyukai