Rachel menikmati secangkir kopi Americano yang baru beberapa menit yang lalu diantarkan
oleh seorang pramusaji. Syal cokelat yang menutupi leher hingga hidungnya ia buka, menampilkan
hidung bangirnya dan bibir tipisnya, tangannya yang masih terbalut oleh sarung tangan berwarna
senada berpindah dari telpon genggamnya menuju cangkir putih yang masih mengepulkan asap putih.
Rachel mengangkat cangkir itu dengan kedua tangannya, mencoba mentransferkan kehangatan yang
bersumber dari kopi yang ia pesan, meniup sedikit agar kopinya tidak terlalu panas saat lidahnya
bertemu dengan air berasa itu.
Matanya tidak berhenti berpaling dari jendela besar disampingnya yang langsung
memperlihatkan jalanan kota Seoul yang sama sekali tidak pernah mati, Rachel tidak peduli pada
beberapa tamu yang mengeluarkan suara kencang untuk sekedar memesan secangkir kopi atau teh.
Ia sesekali melihat ke arah pintu masuk jika bel diatas pintu masuk itu berbunyi. Ia menunggunya.
Sejujurnya, dia merasa senang saat pria itu mengajaknya bertemu, sama seperti tiga tahun yang lalu
ditempat yang sama.
“Hei, Rachel!” pria jangkung dengan coat berwarna hitam dan assesoris yang menutupi
wajahnya mengangkat tangan, memberikan sapaan pada gadis yang ada disudut ruangan. Tentu saja
dengan sebuah cangkir yang isinya adalah minuman favorit gadis itu, Americano.
Rachel tersenyum dan berdiri saat mendengar namanya disebut, ia ikut melambaikan
tangannya. Kemudian menunggu pria jangkung itu menghampirinya.
“Ya, tentu!” Rachel mencibir, “Aku sudah memesan tiga Americano dan satu teh untukmu.
Tapi tehnya sudah dingin!”
“Ouh, benar-benar menggemaskan” Sehun, nama pria itu mengacak rambut Rachel gemas,
menggeserkan kursi tempatnya duduk dan segera menjatuhkan pantatnya diatas kursi kayu itu.
Rachel menggerutu kesal, “Apa aku seperti anak kecil?” tanyanya dengan marah. Lalu
kemudian ikut duduk kembali, didepan pria yang saat ini sibuk memainkan ponsel pintarnya, “Kamu
kesini, menelponku dari empat puluh lima menit yang lalu cuma buat main games?” interupsi gadis
berponi itu.
“Pesan sendiri”
“Tidak mau”
“Aku juga tidak mau” tolak Rachel yang masih menatap Sehun dengan tajam.
“Kalau aku yang pesan, nanti kedai ini akan ramai dan kamu akan kewalahan” Sehun berbicara
dengan tenang. Matanya sibuk menatap ke layar hp, sementara tangannya sibuk menari diatas layar
ponsel pintar keluaran terbaru itu.