Anda di halaman 1dari 6

TEMU ILMIAH IPLBI 2016

Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Distribusi


Pencahayaan Alami pada Gedung Menara Phinisi UNM
(1) (2) (3)
Syavir Latif , Nurul Jamala , Syahriana
(1)
Lab.Perancangan, Studio Perancangan, Arsitektur, Fakultas Tekni, Universitas Hasanuddin.
(2)
Lab.Sains Building, Fisika Bangunan, Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin.
(3)
Lab.Permukiman, Studio Perancangan, Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin.

Abstrak

Desain pencahayaan merupakan salah satu prioritas dalam merancang bangunan gedung dan pe-
manfaatan pencahayaan alami dapat menurunkan pemakaian energi, namun perlu memperhatikan
produktifitas kerja pengguna ruang dengan mempertimbangkan rekomendasi standard iluminasi
(level of illuminance), kesilauan(glare), tingkat kecermelangan (brightness) dan efek penghawaan
(thermal). Gedung Menara Phinisi Universitas Negeri Makassar menggunakan fasade bangunan
berbentuk Hiperbolic Paraboloid sehingga desain gedung ini menjadi panduan dalam menganalisis
pengaruh fasade bangunan terhadap pencahayaan alami. Tujuan penelitian adalah mengetahui
pengaruh fasade bangunan terhadap tingkat iluminasi, distribusi cahaya alami dan aplikasi bentuk
fasade. Metode penelitian kwantitatif dengan menggunakan program Autodesk Echotech untuk
mengetahui tingkat iluminasi dalam dan luar bangunan. Hasil penelitian meyimpulkan bahwa terjadi
penurunan distribusi cahaya apabila menggunakan fasade bangunan dan bentuk fasade juga
berpengaruh terhadap tingkat iluminasi dalam ruang.

Kata-kunci : distribusi cahaya, fasade, iluminasi

Pendahuluan 80%) dan kecepatan angin (velocity) tidak stabil


(diperkotaan antara 0->30 m/detik) (Satwiko
Indonesia merupakan daerah beriklim tropis 2009).
yang memiliki ketersediaan cahaya yang ber-
limpah, sehingga perlu pemikiran pada Arsitek Umumnya, pada arsitek mendesain pencahaya-
memanfaatkan cahaya ini sebagai salah satu an ruang berdasarkan rekomendasi SNI 03-
factor dalam mendesain bangunan hemat ener- 6575-2001, dimana standar iluminasi pada
gi, terutama pada bangunan berlantai banyak. ruang kerja sebesar 350 lux, namun beberapa
Konsep arsitektur hemat energi adalah me- peneliti terdahulu antara lain: Nurul (2010),
ngoptimasikan sistem tata cahaya dengan Nurul (2012) dan Esti (2011) menyimpulkan
mempertimbangkan integrasi antara pencahaya- bahwa walaupun belum mengikuti standar ter-
an alami (sinar matahari) dan buatan (lampu). sebut, pengguna ruang masih dapat beraktifitas
Penggunaan energi sebagai sumber penerangan dengan baik.
akan berkurang apabila pencahayaan alami
digunakan secara maksimal dengan mempertim-
Menara Phinisi Universitas Negeri Makassar
bangkan efek negative antara lain: kesilauan
adalah gedung Pusat Pelayanan Akademik
(glare), kecermelangan (brightnes) dan peng-
(GPPA). Gedung ini menerapkan fasade Hiper-
hawaan (thermal). Beberapa variabel yang
bolic Paraboloid yang merupakan futuristic dari
mempengaruhi pemanfaatan pencahayaan alami
aplikasi kecanggihan ilmu pengetahuan dan
antara lain: orientasi bangunan, luas bukaan
teknologi. Gedung ini terdiri dari 3 bagian yaitu:
dinding dan fasade bangunan.
bagian bawah berupa kolong/panggung, bagian
badan berupa podium yang terdiri dari 3 lantai
Indonesia merupakan daerah beriklim tropis dan bagian kepala berupa menara yang terdiri
Lembab dengan karakteristik radiasi tinggi (80%
pertahun), kelembaban relatif tingggi (60%-
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | H 129
Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Distribusi Pencahayaan Alami pada Gedung Menara Phinisi UNM

dari 12 lantai yang merupakan metafora layar Metode Penelitian


dari perahu phinisi (gambar 1).
Metode penelitian adalah kwantitatif dengan
Perancangan pencahayaan alami siang hari menggunakan program Autodesk Ecotech Ana-
dapat dipengaruhi oleh pencahayaan alami dan lysis 2011. Program ini digunakan untuk menge-
luas lubang cahaya dan letak dan bentuk lubang tahui distribusi cahaya dan tingkat iluminasi
cahaya (SNI 03-2396-2001). dalam bangunan. Penelitian ini menganalisis
fasade bangunan dengan membandingkan dis-
Menurut SNI 03-2396-2001, tingkat pencahaya- tribusi cahaya siang hari, apabila mengguna-
an alami di dalam ruangan ditentukan oleh kan dan tidak menggunakan fasade. Desain ge-
tingkat pencahayaan langit pada bidang datar di dung Menara Phinisi UNM menggunakan fasade
lapangan terbuka pada waktu yang sama. hiperbolik paraboloid, sehingga dapat dijadikan
Perbandingan tingkat pencahayaan alami di da- obyek penelitian dalam mempertim-bangkan hal
lam ruangan dan pencahayaan alami pada tersebut.
bidang datar di lapangan terbuka ditentukan
oleh: Metode Analisi Data
(a) Hubungan geometris antara titik ukur dan
lubang cahaya; Bangunan UNM Phinisi terdiri dari 17 lantai dan
(b) Ukuran dan posisi lubang cahaya; mempunyai bukaan pada selubung bangunan
(c) Distribusi terang langit; disetiap lantai dengan luasan dan bentuk yang
(d) Bagian langit yang dapat dilihat dari titik sama, kecuali bagian depan pada samping kiri
ukur. kanan bangunan. Focus penelitian hanya pada
lantai 9 yang berfungsi sebagai ruang kerja ad-
ministrasi perkantoran Universitas Negeri Maka-
ssar. Denah lantai 9 berbentuk segi empat se-
hingga lebih memudahkan melakukan simulasi
didalam dan diluar bangunan, dibandingkan de-
ngan lantai lainnya yang berbentuk trapesium.

Distribusi cahaya alami masuk kedalam ba-


ngunan bervariasi, oleh karena luas bukaan
sekeliling selubung bangunan dan perletakannya
berbeda, sehingga tingkat iluminasi dalam
bangunan berbeda pula (gambar 2)

Gambar 1. Gedung Menara Phinisi UNM

Gambar 1 menunjukkan bentuk bangunan


Menara Phinisi UNM dengan model fasade
hiperbolic Paraboloid. Model fasade bangunan
memperindah bentuk bangunan, namun perlu Gambar 2. Model bukaan selubung Bangunan
menganalisis distribusi cahaya alami yang dapat
diserap masuk kedalam bangunan sehingga Simulasi Echotech pada kondisi iklim Makassar
penggunaan energi sebagai sumber pencahaya- di bulan Mei jam 12.00 dan –latitude -5,10 lgn
an buatan dapat diminimalkan. Berdasarkan hal 119,50 (+8,0). Material jendela adalah single
ini, sehingga perlu kajian tentang pencahayaan glazed aluminium frame, grid management
alami pada gedung Menara Phinisi UNM. auto-Fit grid to object—within—XY axis—
H 130 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Syavir Latif
number of cell x=6, y=10. Kalkulasi bangunan Analisis Tingkat Iluminasi pada Bangunan Model
pada kondisi overcast sky, dengan nilai rerata 1 dan 2
daylight sebesar 8500 lux. Posisi Matahari pada
waktu tersebut seperti pada gambar 3 dibawah Gedung Menara Phinisi UNM menggunakan
ini. fasade bangunan dan penelitian ini menganalisis
pengaruh fasade bangunan terhadap distribusi
cahaya siang hari. Sebelum menganalisis desain
gedung ini, terlebih dahulu dilakukan analisis
dengan menghilangkan fasade bangunannya
sehingga menganalisis 2 model yaitu Model 1
dan 2 (gambar 5).

Gambar 3. Desain Gedung Phinisi UNM pada


program Ecotech
Gambar 5. Desain Menara Phinisi UNM

Model 1 yaitu gedung tidak menggunakan fasa-


de dan model 2 menggunakan fasade. Penelitian
ini menganalisis tingkat iluminasi pada 2 model
tersebut. Simulasi pencahayaan adalah untuk
mengetahui tingkat iluminasi sesuai pola titik
ukur yang telah direncanakan.

Gambar 4. Rencana perletakan titik ukur


(titik 1-10 dan A-J)

Program echotech untuk mengetahui tingkat


iluminasi pada beberapa titik ukur yang diren-
canakan yaitu titik ukur 1—10 dan A—F (gambar
4) dan hasil simulasi tersebut dimasukkan dalam
tabel 1.
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Gambar 6. Hasil simulasi echotech Gedung Menara
Secara umum, distribusi cahaya alami berkurang Phinisi UNM lantai 9
apabila meggunakan fasade bangunan, namun
mempunyai kelebihan yaitu tidak terjadi Gambar 6 merupakan hasil simulasi yang
kesilauan, kecermelangan dan temperature menunjukkan tingkat iluminasi dalam bangunan
udara panas dapat diatasi. Berdasarkan hal ini dan diuraikan dalam bentuk tabel untuk me-
perlu menganalisis distribusi cahaya, tingkat mudahkan analisis hasil simulasi yaitu pada titik
iuminasi dan bentuk fasade bangunan. ukur 1-10 dan A-J (tabel 1).

Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | H 131


Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Distribusi Pencahayaan Alami pada Gedung Menara Phinisi UNM

Tabel 1. Tingkat iluminasi pada bangunan tidak 1396 lux dibandingkan dengan area tengah
menggunakan fasade (Model 1) bangunan antara lain 562 lux,403 lux, 217 lux,
dan 289 lux. Analisi ini menunjukkan bahwa
semakin jauh dari selubung bangunan maka
nilai iluminasi semakin rendah. Uraian tentang
bangunan model 2 tidak dipaparkan, namun
hasil analisis tingkat iluminasi telah dapat
diperbandingkan antara model 1 dan 2, seperti
grafik dibawah ini.

Table 1 menunjukkan tingkat iluminasi pada


bangunan tanpa fasade (model 1) yaitu
maksimum sebesar 1522 lux (A2), minimum 190
lux (F8) dan nilai rerata titik ukur A-J sebesar
446 hingga1114 lux. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin jauh dari bukaan selubung
bangunan maka nilai iluminasi semakin rendah,
contohnya titik ukur dekat selubung bangunan
yaitu A7 sebesar 615 lux sedangkan E7 yang
terletak jauh dari selubung bangunan sebesar
191 lux.
Gambar 8. Grafik Nilai iluminasi model 1 dan 2
Tingkat iluminasi pada area sekitar selubung
bangunan akan lebih tinggi apabila mempunyai Gambar 8 menunjukkan rerata tingkat iluminasi
bukaan lebih luas, contohnya pada titik ukur A1 dalam bangunan pada titik ukur A hingga J.
hingga A5 yaitu antara 1304 lux dan 1522 lux. grafik ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan
Nilai ini lebih tinggi dari pada titik ukur A7-A10 rerata tingkat iluminasi pada model 2 yaitu
yaitu antara 585 lux dan 958 lux. Selanjutnya bangunan yang menggunakan fasade. Berda-
nilai iluminasi pada titik ukur 1-10 dan A-J sarkan hasil simulasi yang dipaparkan ini dapat
dibuat dalam bentuk grafik (gambar 7). disimpulkan bahwa fasade bangunan berpenga-
ruh terhadap tingkat iluminasi dalam bangunan.
Grafik Nilai iluminasi tidak menggunakan
fasade bangunan Selanjutnya menganalisis prosentasi penurunan
tingkat iluminasi pada bangunan Model 1 dan 2.
1522 1520
Nilai rerata Prosentase penurunan pada titik
1460
1304
1396 ukur A hingga B sebesar 19,7%, maksimum
1043 1451 1065 21,3% dan minimum 18,8%. Hal ini menun-
Nilai Iluminasi (lux)

1345 1346
1256 1245 958
jukkan bahwa tingkat iluminasi akan menurun
615 937
585
670 apabila bangunan menggunakan fasade. Ber-
539
403 402 445 dasarkan hal ini, perlu menganalisis distribusi
289 283 259 606 661
217 562 cahaya alami pada area selubung bangunan.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Analisis Distribusi Cahaya Alami pada Bangunan


Titik Ukur A B C D E F G H I J
Menggunakan dan Tidak Menggunakan Fasade.
Gambar 7. Grafik tingkat iluminasi pada bangunan
tidak menggunakan fasade (model 1) Desain Gedung Menara Phinisi UNM menggu-
nakan fasade hiperbolik paraboloid pada seke-
liling bangunan. Bentuk fasade pada samping
Grafik ini menunjukkan bahwa tingkat iluminasi
kiri kanan dan depan belakang adalah berbeda
pada area selubung bangunan mempunyai nilai
sehingga perlu menganalisis distribusi cahaya
yang tinggi antara lain 1522 lux, 1451 lux dan
H 132 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Syavir Latif
pada zone tersebut. Penelitian ini menganalisis
distribusi cahaya pada selubung bangunan,
sehingga dikategorikan menjadi zone A,B,C dan
D seperti gambar 12 dibawah ini.

Gambar 14. Prosentasi distribusi cahaya tanpa dan


menggunakan fasade bangunan

Selanjutnya akan menganalisis prosentase


Gambar 10. Zone pada area selubung bangunan penurunan distribusi cahaya apabila bangunan
tersebut menggunakan fasade. Pada selubung
Gambar 11. Menunjukkan Grafik distribusi bangunan bagian belakang distribusi masuk
cahaya pada zone A, dapat menyerap cahaya kedalam bangunan dengan nilai rerata sebesar
lebih tinggi dari pada bangunan yang meng- 15 %, maksimum 18% (7341 lux -1294 lux) dan
gunakan fasade yaitu antara 696 lux -1304 lux minimum 9% (696 lux -7381 lux). Sedangkan
sedangkan bangunan tersebut menggunakan bagian depan bangunan tanpa fasade mem-
fasade hanya sebesar 476 lux-1055 lux. punyai nilai rerata sebesar 13% maksimum 17%
(1321 lux-7890 lux) dan minimum 8%. Distribusi
cahaya pada selubung bangunan samping kanan
tanpa fasade sebesar tingkat rerata 13%
maksimum 195(6913 lux -1346 lux) dan
minimum 2% (7292 lux -123 lux). Distribusi
selubung bangunan samping kiri rerata 20%
maksimum 21% (7224 lux-1520 lux dan 7103
lux -1460 lux). Hasil analisi menunjukkan
prosentasi distribusi cahaya yang masuk ke-
dalam bangunan tertinggi sebesar 20% atau
zone A dan terendah 13 % atau zone D. Ber-
dasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa
Gambar 11. Tingkat iluminasi distribusi cahaya pada nilai rerata prosentasi penurunan distribusi
zone A
cahaya dari menggunakan dan tidak meng-
gunakan fasade sebesar sebesar 16,75 %.
Pada zone B bangunan tersebut tidak meng-
gunakan fasade, tingkat iluminasi maksimal
Analisis Bentuk Fasade terhadap Distribusi
1304 lux dan minimum 696 lux, sedangkan
Cahaya Alami
menggunakan fasade maksimum 1055 lux dan
minimum 476 lux. Pada zone C bangunan ter-
sebut tidak menggunakan fasade, tingkat Distribusi Cahaya Alami pada bangunan meng-
iluminasi maksimal 1451 lux dan minimum 123 gunakan fasade bangunan dengan model
lux, sedangkan menggunakan fasade maksimum hyperbolic paraboloid (horizontal dan diagonal)
1161 lux dan minimum 119 lux. Pada zone D seperti tabel dibawah ini.
bangunan tersebut tidak menggunakan fasade,
tingkat iluminasi maksimal 1522 lux dan mini-
mum 217 lux, sedangkan menggunakan fasade
maksimum 1237 lux dan minimum 203 lux. Hasil
analisis ini menunjukkan bahwa distribusi ca-
haya pada area selubung bangunan yaitu zone
A, B, C dan D menyimpulkan hal yang sama
yaitu distribusi cahaya dapat diserap lebih tinggi
apabila bangunan tersebut tidak mengunakan
fasade. hal ini dapat dilihat pada gambar 14 Gambar 16. Bentuk fasade bangunan
dibawah ini.
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | H 133
Pengaruh Desain Fasade Bangunan terhadap Distribusi Pencahayaan Alami pada Gedung Menara Phinisi UNM

Hasil perhitungan prosentasi distribusi cahaya hyperbolic paraboloid. Distribusi cahaya pada
yang masuk kedalam bangunan pada bangunan area selubung bangunan berpengaruh terhadap
berbentuk gedung phinisi Menara UNM dengan fasade bangunan. Berdasarkan hasil analisis
menggunakan fasade bangunan sebagai berikut: dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan
(a) distribusi bagian belakang dengan meng- sebesar 16,75%. Distribusi cahaya pada area
gunakan fasade diagonal degan nilai rerata 11% selubung bangunan berpengaruh terhadap ben-
maksimum 14% (7341 lux-1003 lux) dan tuk fasade bangunan. Prosentase penurunan
minumum 6% (7381 lux-476 lux); (b) distribusi bangunan menggunankan fasade horizontal
depan bangunan menggunakan fasade diagonal sebesar 4% sedangkan fasade diagonal sebesar
rerata 9% maksimum 10,4% (7608 lux-789 lux) 1,5%. Hasil peneltiian menunjukkan prosentasi
dan minimum 7% (8230 lux-542 lux); (c) perbedaan nilai iluminasi antara model fasade
distribusi samping kanan menghasilkan nilai diagonal dan horizontal adalah sebesar 2,5 %.
rerata 11,2%, maksimum 17% (6964 lux-1161
lux) dan minimum 2% (7292 lux-119 lux); dan Daftar Pustaka
(e) distribusi samping kiri bangunan sebesar
11%, maksimum 17.1% (7227 lux-1237 lux)
Esti dkk (2007), prosiding seminar nasional
dan minimum 3% (7457 lux-203 lux). Selan- Pascasarjana VII.
utnya menganalisis perbandingan disribusi Ghozali (2008), Desain Penelitian Eksperimental,
cahaya pada bangunan menggunakan fasade Teori, Konsep dan Analisis Data dengan SPSS 16,
horizontal dan diagonal. Penerbit Universitas Dipenogoro, Semarang.
Hidayat dkk (2011), Panduan Lengkap Menguasai
SPSS 19 Untuk Mengolah Data Statistik
Penelitian, Edisi pertama, Jakarta Selatan.
IESNA (1993) American national standard practice for
office lighting. New York: Illuminating
Engineering Society of North America
Jamala, N., (2010), Studi Pencahayaaan Ruang Kelas
JUTAP UGM, Proceeding SERAP I, Yogyakarta.
Jamala, N., (2012), Kenyamanan Visual Ruang Studio
Gambar dengan Menggunakan Program
Echotect: Jurnal Ilmiah Teknik Gelagar, v. 26, p.
40-46.
Lechner, N. (2007). Heating, Cooling, Lighting: Metode
Gambar 16. Prosentasi distribusi cahaya alami Desain untuk Arsitektur. Edisi 2. Jakarta
Lembaga Pendidikan Masalah Bangunan (2011),
Standardisasi Nasional 6389-2011 tentang
Gambar 16 menunjukkan bahwa zone A dan B Konservasi Energi Selubung Bangunan pada
terjadi penurunan sebesar 4% yaitu 11-15% Bangunan Gedung. 2011. Jakarta:Badan
dan zone B (13%-9%) sehingga dapat disim- Standardisasi Nasional.
pulkan bahwa prosentasi penurunan se-besar Lembaga Pendidikan Masalah Bangunan (2001), Tata
Cara Perancangan Penerangan Alami Siang Hari
4% apabila menggunakan fasade diagonal.
Untuk Rumah dan Gedung, SNI 03-6575-2001,
Selanjutnya zone C dan D terjadi penurunan Jakarta.
sebesar 1-2 % yaitu zone C sebesar 12%-13%
dan zone D sebesar 14%-12%. Nilai rerata
perbedaan nilai iluminasi antara model fasade
diagonal dan horizontal adalah sebesar 2,5 %
sehingga dapat disimpulkan bahwa bentuk fasa-
de bangunan mempengaruhi distribusi cahaya
yang diserap masuk kedalam bangunan.

Kesimpulan

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa fasade


bangunan berpengaruh terhadap nilai iluminasi
dan terjadi prosentasi penurunan sebesar 23 %
jika bangunan menggunakan fasade berbentuk
H 134 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016

Anda mungkin juga menyukai