Anda di halaman 1dari 5

Perang Hunain

Perang Hunain adalah perang antara Nabi Muhammad SAW dan


pengikutnya melawan kaum Badui dari suku Hawazin dan Tsaqif pada bulan
Syawal tahun 630 M atau 8 H, di sebuah jalan dari Mekkah ke Thaif, tidak lama
setelah Mekkah berhasil dibuka oleh kaum Muslim. Jatuhnya kota Makkah ke
tangan kaum muslim menunjukkan telah berakhirnya dominasi kaum kafir Quraisy
atas wilayah itu selama berabad-abad. Meskipun demikian, posisi kota Mekkah
belum dikatakan aman secara geografis, karena beberapa ada yang memusuh yang
masih berada di kawasan selatan Mekkah. Itulah orang-orang yang pernah menolak
ajakan Rasulullah SAW. Ketika beliau masih berdakwah di kota Mekkah. Orang-
orang tersebut pernah menolak seruan Nabi Muhammad SAW dan mengusir beliau
dengan cara yang amat keji. Berita kemenangan yang diperoleh Nabi Muhammad
SAW dan kaum Muslim tampaknya tidak menyenangkan para pemuka orang yang
berada di sekitar Mekkah, yang masih musyrik. Kekhawatarian mereka terhadap
pertumbuhan kekuatan kaum Muslim bukan lagi sekadar ilusi, melainkan
kenyataan yang harus mereka hadapi. Pertempuran ini berakhir dengan
kemenangan telak bagi kaum Muslimin, yang juga berhasil memperoleh rampasan
perang yang banyak. Salah seorang tokoh Hawazin, yakni Malik bin Auf an-Nashri,
behasil memprovokasi beberapa orang lainnya, dan bersiap-siap menghadapi
pasukan kaum muslim dengan mengumpulkan kekuatan yang sangat besar di
daerah Authas (terletak antara Makkah dan Thaif). Dalam kesempatan itu ia
menyertakan juga anak-anak, kaum wanita, bahkan seluruh harta kekayaan mereka.
Hal itu dilakukannya guna mencegah anggota-anggotanya melarikan diri dari
peperangan, sekaligus untuk menyemangati mereka, karena harta kekayaannya,
anak-anak, dan kaum wanitanya terdapat di tengah-tengah mereka. Selain kabilah
Hawazin yang bergabung dengan Malik bin Auf, juga turut serta seluruh penduduk
Tsaqif. Begitu pula seluruh penduduk kabilah Nashr, kabilah Jusyam, Saad bin
Bakr, dan beberapa orang dari Bani HilalPersekutuan kaum Badui dari suku
Hawazin dan Tsaqif berniat akan menyerang pasukan Nabi Muhammad SAW
ketika sedang mengepung Mekkah karena tidak rela atas jatuhnya kota Mekkah.
Namun, penaklukan Mekkah berjalan dengan cepat dan damai. Nabi Muhammad
SAW sudah mengetahui maksud dari suku Hawazin dan Tsaqif, dan
memerintahkan pasukan beliau bergerak menuju Hawazin dengan kekuatan 12.000
orang, yang terdiri dari 10.000 Muslim yang turut serta dalam penaklukan Mekkah,
dan ditambah 2.000 orang Quraisy Mekkah yang baru masuk Islam. Hal ini terjadi
sekitar dua minggu setelah penaklukan Mekkah atau empat minggu setelah Nabi
Muhammad SAW meninggalkan Madinah. Pasukan kaum Badui terdiri dari suku
Hawazi, Tsaqif, bani Hilal, bani Nashr, dan bani Jasyam.
Saat pasukan muslim bergerak menuju daerah Hawazin, pemimpin kaum Badui
Malik bin Auf al-Nasri menyergap mereka di lembah sempit yang bernama Hunain.
Kaum Badui menyerang dari ketinggian, menggunakan batu dan panah, sehingga
mengejutkan kaum Muslimin dan menyulitkan organisasi serangan kaum
Muslimin. Pasukan Muslim mulai mundur dalam kekacauan, dan mengalami
kekalahan. Pemimpin Quraisy Abu Sufyan yang ketika itu baru masuk Islam,
mengejek dan berkata "Kaum Muslimin akan lari hingga ke pantai". Pada saat kritis
ini, sepupu Nabi Muhammad Ali bin Abi Thalib dibantu pamannya Abbas
mengumpulkan kembali pasukan yang melarikan diri, dan organisasi kaum
Muslimin mulai terbentuk kembali. Hal ini juga dibantu dengan sempitnya medan
pertempuran, yang menguntungkan kaum Muslimin sebagai pihak bertahan. Pada
saat ini, seorang pembawa bendera dari kaum Badui menantang pertarungan satu
lawan satu. Ali menerima tantangan ini dan berhasil mengalahkannya. Nabi
Muhammad lalu memerintahkan serangan umum, dan kaum Badui mulai melarikan
diri dalam dua kelompok. Kelompok pertama nantinya akan kembali berperang
melawan kaum Muslim dalam pertempuran Autas, dan sisanya mengungsi ke Thaif,
dan nantinya akan dikepung oleh kaum Muslim. Beberapa alasan Rasul
meninggalkan medan perang tersebut ialah:
Tidak ada kemajuan yang diperoleh karena kabilah Tsaqif dan beberapa suku Arab
lain yang membantunya, hanya bersembunyi di balik benteng.
Pasukan muslimin sudah lelah karena perang sebelumnya menghadapi kabilah
Hawazin.
Bulan Syawal sudah habis dan masuk bulan Zulkaedah yang merupakan awal bulan
suci (asyhurul hurum) yang dilarang berperang di dalamnya.
Musim haji juga sudah dekat. Dan sejak penaklukan kota Mekah, maka pengelolaan
pelaksanaan ibadah haji berada di tangan muslimin.
Perang Khandaq / Ahzab
Perang khandaq terjadi pada bulan Syawal tahun 5 H, disekitar kota Madinah
bagian utara.
Rasa dendam Bani Nadhir terhadap Rasulullah yang mengeluarkan mereka dari
bagian Madinah diluapkan dengan menghasut tokoh kafir Quraisy agar bersekutu
untuk mengalahkan kaum muslimin.

Abu Sofyan menyiagakan pasukan perang berkekuatan 10.000 orang, yaitu terdiri
dari kaum kafir Quraisy dan beberapa kabilah yang bersekutu dengan Quraisy.
Karena terdiri dari beberapa kabilah, maka dikatakan “ Ahzab” artinya golongan-
golongan. Oleh karena itu, dinamakan perang Ahzab.

Melihat pasukan kafir Quraisy sudah siap siaga, segera Rasulullah bermusyawarah.
Salman Al Farisi mengusulkan agar membuat parit ( Khandaq ) di sekitar kota
Madinah sehingga musuh akan merasa sulit memasuki kota Madinah dan
memudahkan bagi pasukan Islam untuk menghadang Mereka.

Rasulullah menyetujui usul ini, sehingga peperangan ini terkenal dengan nama
perang Khandaq ( parit ). Penggalian Parit tersebut dipimpin oleh Rasulullah.
Beliau turut bekerja menggali dan membawa batu sehingga memberikan semangat
para sahabat untuk bekerja.

Terbujurlah parit dari arah barat ketimur di kawasan utara kota Madinah, sedangkan
arah lain terdapat perumahan penduduk dan perkebunan kurma, sehingga kota
Madinah telah dibentengi. Lalu pasukan Islam telah disiagakan di kawasan timur
kota Madinah. Zaid bin Harits membawa bendera Muhajirin dan Saad bin Ubadah
membawa bendera Anshar.

Ketika Pasukan Kafir Quraisy akan memasukan kota Madinah mereka terkejut
dengan taktik perang pasukan Islam. Kota Madinah telah dikelilingi oleh parit
sehingga menghalangi mereka memasuki kota Madinah, maka mereka mendirikan
kemah pasukan di pinggir parit.

Beberapa tokoh kafir Quraisy mencoba untuk menerobos parit untuk menghadapi
pasukan Islam, seperti yang dilakukan oleh Ikhrimah bin Abbu dan beberapa
kawannya. Ali bin Abu Thalib menghadapi mereka sehingga Ikhrimah tewas di
tangan Ali, sedang lainnya menyelamatkan diri, lalu terjadilah peperangan dua
pasukan dengan saling melempar panah dan tombak.

Kesempatan yang genting dipergunakan oleh yahudi Bani Quraisy untuk


mendengar perjanjian. Mereka enggan membantu pasukan Islam bahkan bersekutu
dengan kafir Quraisy untuk melenyapkan pasukan Islam.

Seorang tokoh yang disegani oleh kafir Quraisy maupun golongan Yahudi, bernama
Nuaim bin Mas’ud, memeluk agama Islam secara sembunyi-sembunyi, sehingga
mereka tidak mengetahuinya. Beliau memohon kepada Rasulullah untuk
melaksanakan taktiknya guna memecah belah kekuatan musuh.

Setelah menghadap ketua Bani Quraizah, Nuaim segera menghadap tokoh-tokoh


kafir Quraisy dan suku Ghatfah memberitahukan pernyataan golongan Yahudi Bani
Quraizah. Makan Abu Sufyan mengirim utusan untuk mengadakan penyerangan
serentak terhadap Rasulullah. Bani Quraizah mengajukan usul seperti disampaikan
Nuaim kepada mereka. Mulailah timbul perpecahan pada kekuatan musuh, satu
dengan lainnya saling tidak percaya.

Taktik yang dilakukan oleh Nuaim berhasil Memecahkan kekuatan musuh. Udara
yang sangat dingin serta angin yang berhembus kencang membuat hati mereka
tambah takut sehingga mereka segera kembali ke Mekkah untuk menyelamatkan
diri.
PERANG KHANDAQ
Menurut pendapat jumhur Ulama, perang Khandaq terjadi pada bulan Syawwal
tahun lima hijriyah dan sebagian Ulama yang lain menyebutkan bahwa peperangan
ini berkecamuk pada bulan Syawwal tahun keempat hijriyah. Al-Baihaqi memandang
bahwa pada dasarnya kedua pendapat ini tidak beda. Karena yang berpendapat
perang ini terjadi pada tahun ke-4 maksudnya empat tahun setelah Rasûlullâh hijrah
ke Madinah dan sebelum tahun ke-5 berakhir.[1]
PEMICU PERANG[2] :
Pemicu perang Khandaq ini dendam lama orang-orang Yahudi yang di usir oleh
Rasûlullâh dari Madinah dalam perang Bani Nadhir. Mereka diusir karena mereka
menghianati perjanjian yang dibuat dengan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sejumlah tokoh Yahudi Bani Nadhir dan Bani Wa’il seperti Sallam bin abil Huqaiq,
Hayyi bin Akhtab, Kinanah bin abil Huqaiq, Hauzah bin Qais al-Wa’iliy dan Abu
Ammar al-Wa’iliy berangkat ke Mekah untuk mengajak kaum musyrikin Quraisy
memerangi Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mereka berjanji, “Kami akan
bersama kalian berperang sampai berhasil menghancurkan kaum Muslimin.”
Mereka juga meyakinkan kaum Quraisy dengan mengatakan, “Agama kalian itu lebih
baik daripada agama Muhammad.” Tentang orang-orang inilah, Allâh Azza wa Jalla
turunkan firman-nya :
‫ت َويَقُولُونَ لِلَّذِينَ َكف َُروا َٰ َهؤ ََُلءِ أ َ ْه َد َٰى مِ نَ الَّذِينَ آ َمنُوا‬ ِ ‫ب يُؤْ مِ نُونَ ِب ْال ِج ْب‬
َّ ‫ت َو‬
ُ ‫الطا‬
ِ ‫غو‬ ِ ‫أَلَ ْم ت ََر ِإلَى الَّذِينَ أُوتُوا ن‬
ِ ‫َصيبًا مِ نَ ْال ِكت َا‬
ً ‫س ِب‬
‫يل‬ َ
Apakah kamu tidak memperthatikan orang orang yang diberi bagian dari kitab,
mereka mengimani sesembahan selain Allâh dan thagut, serta mengatakan kepada
orang kafir(musyrik Mekah) bahwa jalan mereka lebih benar dari pada orang orang
beriman. [An-Nisâ’/4:51]
Setelah sepakat dengan kaum Quraisy, tokoh tokoh Yahudi ini mendatangi suku
Gathafan. Dalam pertemuan dengan tokoh Gathafan mereka mencapai dua
kesepakatan :
1. Suku Gathafan bersedia mengirim pasukan sebanyak-banyak untuk bergabung
dengan pasukan sekutu menyerang kaum Muslimin.
2. Sebagai imbalannya, kaum Yahudi akan menyerahkan hasil panen kurma Khaibar
kepada suku Gathafan selama setahun penuh.

Anda mungkin juga menyukai