Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di banyak negara
berkembang. Morbiditas dan mortalitasnya sangat tinggi . Pada balita di Indonesia
angka kejadian diare ialah 2-6 episod per anak per tahun. Dimana jumlah penduduk
sekitar 220 juta diindonesia 60 juta kasus diare setiap tahun nya terjadi. 1
Diare sampai saat ini masih menjadi masalah utama di masyarakat yang sulit
untuk ditanggulangi. Dari tahun ke tahun diare tetap menjadi salah satu penyakit yang
menyebabkan mortalitas dan malnutrisi pada anak. Menurut data World Health
Organization (WHO) pada tahun 2009, diare adalah penyebab kematian kedua pada
anak dibawah 5 tahun. Secara global setiap tahunnya ada sekitar 2 miliar kasus diare
dengan angka kematian 1.5 juta pertahun. Pada negara berkembang, anak-anak usia
dibawah 3 tahun rata-rata mengalami 3 episode diare pertahun. Setiap episodenya
diare akan menyebabkan kehilangan nutrisi yang dibutuhkan anak untuk tumbuh,
sehingga diare merupakan penyebab utama malnutrisi pada anak (WHO, 2009).1,2
Untuk skala nasional berdasarkan data dari Profil Kesehatan Indonesia tahun
2008, penderita diare pada tahun tersebut adalah 8.443 orang dengan angka kematian
akibat diare adalah 2.5%. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu 1.7%
dengan jumlah penderita diare adalah 3.661 orang. Untuk tahun 2006, penderita diare
di Indonesia adalah 10.280 orang dengan angka kematian 2.5%. Sementara dari data
Profil Kesehatan Provinsi Sumatra Utara tahun 2008, diare menduduki urutan kedua
dari sepuluh penyebab terbanyak kunjungan ke puskesmas setelah Influenza dengan
tingkat kematian pada penyakit diare mengalami peningkatan dibandingkan tahun
sebelumnya. Tahun 2008 Case Fatality Rate (CFR) akibat diare sebesar 4.78%
dengan 10 penderita meninggal dari 209 kasus. Angka ini naik dari tahun sebelumnya
yaitu dengan CFR 1.31% dengan 4 penderita meninggal dari 304 kasus. Salah satu

1
langkah dalam pencapaian target Millenium Development Goals/ MDG’s (Goal ke-4)
adalah menurunkan kematian anak menjadi 2/3 bagian dari tahun 1990 sampai pada
2015. 2,3

1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan umum:
Mengetahui apa itu diare dan bagaimana penanganan diare pada balita.

1.3.2. Tujuan Khusus:


a. Mengetahui segala hal tentang diare
b. Mengetahui penanganan dan tatalaksana tentang diare pada anak.

1.4. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu :
1. Sebagai pengalaman yang sangat berharga sekaligus tambahan pengetahuan
bagi penulis.
2. Dapat memacu masyarakat khususnya para ibu untuk lebih meningkatkan
pengetahuan mengenai diare agar dapat melakukan tindakan yang benar jika
terjadi diare.
3. Sebagai informasi tambahan untuk instansi dan mahasiswa yang akan
melakukan penelitian lainnya.
4. Untuk memenuhi tugas case report session kepaniteraan klinik senior Public
Health Puskesmas Tanah Garam

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Diare adalah Buang air besar (BAB) lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan
konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu. Diare adalah Perubahan pola
Defekasi yang frekuensinya >3x sehari dengan perubahan konsistensi tinja menjadi
lebih lunak sampai cair. 4
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak
atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam.
Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja
>10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10
g/kg/ 24 jam. Menurut Simadibrata diare adalah buang air besar (defekasi) dengan
tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih
banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. 5,6
Sedangkan menurut Boyle, diare adalah keluarnya tinja air dan elektrolit yang
hebat. Pada bayi, volume tinja lebih dari 15 g/kg/24 jam disebut diare. Pada umur 3
tahun, yang volume tinjanya sudah sama dengan orang dewasa, volume >200 g/kg/24
jam disebut diare. Frekuensi dan konsistensi bukan merupakan indikator untuk
volume tinja. 7

2.2. Etiologi
Menurut World Gastroenterology Organization global guidelines 2005,
etiologi diare akut dibagi atas empat penyebab: 3,7,8

1. Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus,


Clostridium perfringens, Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas

3
2. Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus

3. Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,


Trichuris trichiura, Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis

4. Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas,


imunodefisiensi, kesulitan makan, dll.

2.3. Cara Penularan dan Faktor Risiko


Cara penularan diare melalui cara faecal-oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar kuman atau kontak langsung tangan penderita atau tidak
langsung melalui lalat ( melalui 5F = faeces, flies, food, fluid, finger). 8
Faktor risiko terjadinya diare adalah: 9,10
1. Faktor perilaku

a. Tidak memberikan Air Susu Ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan


Makanan Pendamping/MP ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak
terhadap kuman

b. Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit


diare karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu

c. Tidak menerapkan Kebiasaaan Cuci Tangan pakai sabun sebelum


memberi ASI/makan, setelah Buang Air Besar (BAB), dan setelah
membersihkan BAB anak

d. Penyimpanan makanan yang tidak higienis


2. Faktor lingkungan
a. Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan
Mandi Cuci Kakus (MCK)

b. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk


Disamping faktor risiko tersebut diatas ada beberapa faktor dari penderita
yang dapat meningkatkan kecenderungan untuk diare antara lain: kurang

4
gizi/malnutrisi terutama anak gizi buruk, penyakit imunodefisiensi/imunosupresi dan
penderita campak.

2.4. Klasifikasi
Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Berdasarkan lamanya diare:1,10

a. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari.

Sindrom Disentri (disentri basiler dan disentri amuba)

1) Disentri Basiler (shigella) : BAB encer yang disertai lendir + darah + dan
adanya kram perut

2) Disentri Amoeba : BAB encer yang disertai lendir + darah dan berbau

b. Diare Persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari.


2. Berdasarkan derajatnya
Tabel 2.1 Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003 1
Symptom Minimal atau Dehidrasi ringan- Dehidrasi berat
tanpa dehidrasi sedang, kehingan BB kehilangan BB >9%
kehilangan BB<3% 3%-9%
Kesadaran Baik Norml, lelah, gelisah, Apatis, letargi, tidak
irritable sadar
Denyut jantung Normal Normal – meningkat Takikardi, bradikardi
pada kasus berat
Kualitas nadi Normal Normal- melemah Lemah, kecil, tidak
teraba
Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cekung Senagat cekung
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering

5
Cubitan kulit Segera kembali Kembali<2 detik Kembali >2 detik
Capillary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal
Extremita Hangat Dingin Dingin, mottled,
sianotik
BAK normal Berkurang Minimal.

2.5. Patofisiologi

2.6 Manifestasi klinis


Pada anak atau balita yang mengalami diare ini biasanya dilihat dari
manifestasi klinis yang dipengaruhi 4 hal yaitu : Tanda – tanda vital, Antropometri,
Pencernaan, dan integumen : 4,12

6
a. Tanda-tanda vital : Suhu badan mengalami peningkatan, nadi menjadi cepat dan
lambat, tekanan darah menurun
b. Antropometri : BB,TB, lingkar kepala, lingkar lengan dan lingkar perut
c. Pencernaan : Mual muntah, mukosa bibir dan mulut kering, peristaltik usus
meningkat,anoreksia,
d. Integumen : Lecet pada sekitar anus, kulit teraba hangat, turgor kulit lambat, mata
cekung
2.7. Diagnosis
1. Anamnesis
Pasien dengan diare akut datang dengan berbagai gejala klinik tergantung
penyebab penyakit dasarnya. Keluhan diarenya berlangsung kurang dari 15 hari.
Diare karena penyakit usus halus biasanya berjumlah banyak, diare air, dan sering
berhubungan dengan malabsorpsi dan dehidrasi sering didapatkan. Diare karena
kelainan kolon seringkali berhubungan dengan tinja berjumlah kecil tetapi sering,
bercampur darah dan ada sensasi ingin ke belakang. Pasien dengan diare akut infektif
datang dengan keluhan khas, yaitu mual, muntah, nyeri abdomen, demam, dan tinja
yang sering, malabsorptif, atau berdarah tergantung bakteri patogen yang spesifik. 5,8
Secara umum, pathogen usus halus tidak invasif, dan patogen ileokolon lebih
mengarah ke invasif. Muntah yang mulai beberapa jam dari masuknya makanan
mengarahkan kita pada keracunan makanan karena toksin yang dihasilkan. 4,9

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-
tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan tanda-
tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong atau
tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah . 7

7
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising
usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas
perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang
terjadi. 7
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara:
obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare.
Subyektif dengan menggunakan criteria WHO, Skor Maurice King, dan lain-lain.6

Tabel 2.2 Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 1995 4

3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut umumnya tidak
diperlukan, Hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan, misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat. 10
Pemeriksaan tinja baik makroskopik maupun mikroskopik dapat dilakukan
untuk menentukan diagnosa yang pasti. Secara makroskopik harus diperhatikan
bentuk, warna tinja, ada tidaknya darah, lender, pus, lemak, dan lain-lain.
Pemeriksaan mikroskopik melihat ada tidaknya leukosit, eritrosit, telur cacing,

8
parasit, bakteri, dan lain-lain. Sehingga dapat disimpulkan hal apa saja yang dinilai
dari pemeriksaan tinja yaitu : 12
a. Makroskopis : konsistensi, warna, lendir, darah, bau
b. Miksroskopis : parasit, bakteri
c. Kimia : pH, clinitest, elektrolit (Na, K, HCO3)
d. Biakan dan uji sensitivitas tidak dilakukan pada diare akut.

2.8. Penatalaksanaan
Prinsip tatalaksana diare pada balita adalah LINTAS DIARE (Lima Langkah
Tuntaskan Diare), yang didukung oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan
rekomendasi WHO. Rehidrasi bukan satu-satunya cara untuk mengatasi diare tetapi
memperbaiki kondisi usus serta mempercepat penyembuhan/menghentikan diare dan
mencegah anak kekurangan gizi akibat diare juga menjadi cara untuk mengobati
diare.
5,10
Adapun program LINTAS DIARE yaitu:
1. Rehidrasi menggunakan Oralit osmolalitas rendah

2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut

3. Teruskan pemberian ASI dan Makanan

4. Antibiotik Selektif

5. Nasihat kepada orang tua/pengasuh

1. Oralit
Untuk mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah
tangga dengan memberikan oralit osmolaritas rendah, dan bila tidak tersedia berikan
cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur, air matang. Oralit saat ini yang
beredar di pasaran sudah oralit yang baru dengan osmolaritas yang rendah, yang
dapat mengurangi rasa mual dan muntah. Oralit merupakan cairan yang terbaik bagi

9
penderita diare untuk mengganti cairan yang hilang. Bila penderita tidak bisa minum
harus segera di bawa ke sarana kesehatan untuk mendapat pertolongan cairan melalui
infus. 10

a. Diare tanpa dehidrasi 1,2,6,9


Umur < 1 tahun : ¼ - ½ gelas setiap kali anak mencret
Umur 1 – 4 tahun : ½ - 1 gelas setiap kali anak mencret
Umur diatas 5 Tahun : 1 – 1½ gelas setiap kali anak mencret

10
11
b. Diare dengan dehidrasi ringan sedang 1,2,6,9

12
a. Diare dengan dehidrasi berat 1,2,6,9

13
Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke Puskesmas
untuk di infus. 2

Tabel 2.3. Kebutuhan Oralit per Kelompok Umur


Umur Jumlah oralit yang Jumlah oralit yang
diberikan tiap BAB disediakan di rumah
< 12 bulan 50-100 ml 400 ml/hari ( 2
bungkus)
1-4 tahun 100-200 ml 600-800 ml/hari ( 3-4
bungkus)
> 5 tahun 200-300 ml 800-1000 ml/hari (4-5
bungkus)
Dewasa 300-400 ml 1200-2800 ml/hari

Untuk anak dibawah umur 2 tahun cairan harus diberikan dengan sendok
dengan cara 1 sendok setiap 1 sampai 2 menit. Pemberian dengan botol tidak boleh
dilakukan. Anak yang lebih besar dapat minum langsung dari gelas. Bila terjadi
muntah hentikan dulu selama 10 menit kemudian mulai lagi perlahan-lahan misalnya
1 sendok setiap 2-3 menit. Pemberian cairan ini dilanjutkan sampai dengan diare
10
berhenti .

2. Zinc
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc
dapat menghambat enzim INOS (Inducible Nitric Oxide Synthase), dimana ekskresi
enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan hipersekresi epitel usus. Zinc
jugaberperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi
dan fungsi selama kejadian diare. 2

14
Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan tingkat
keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar, mengurangi volume tinja,
serta menurunkan kekambuhan kejadian diare pada 3 bulan berikutnya. Berdasarkan
bukti ini semua anak diare harus diberi Zinc segera saat anak mengalami diare. 9,10
Dosis pemberian Zinc pada balita:
a. Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari selama 10 hari
b. Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari selama 10 hari.

Zinc tetap diberikan selama 10 hari walaupun diare sudah berhenti. Cara
pemberian tablet zinc : Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI,
sesudah larut berikan pada anak diare. 7

3. Pemberian ASI/makanan
Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi pada
penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah
berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering di beri
ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih sering dari biasanya. Anak
usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus
diberikan makanan yang mudah dicerna dan diberikan sedikit lebih sedikit dan lebih
sering. Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu
untuk membantu pemulihan berat badan.6,10

4. Pemberian antibiotika hanya atas indikasi


Antibiotika tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya kejadian diare
pada balita yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotika hanya bermanfaat pada
penderita diare dengan darah (sebagian besar karena shigellosis), suspek kolera.5
Obat-obatan anti diare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita
diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak dianjurkan kecuali

15
muntah berat. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status
gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek samping yang berbahaya dan
bisa berakibat fatal. Obat anti protozoa digunakan bila terbukti diare disebabkan oleh
parasi. Ab hanya diberikan sesuai indikasi misalnya: disentri, kolera, dll: 10,14
1. Kolera
a. Tetrasiklin 12.5 mg/kg/hari 4dd x 3 hari (doc)
b. Furazolidone 1.25 mg/kg/hari 4dd x 3 hari
c. TMP-SMX 10 mg TMP/kg/hari 2dd x 3 hari
2. Disenteri karena Shigella
a. TMP-SMX 10 mg TMP/kg/hari 2dd x 5 hari (doc)
b. Asam nalidixat 15 mg/kg/hari 4dd x 5 hari
c. Ampisillin 25 mg/kg/hari 4dd x 5 hari
d. Cefixime 8 mg/kg/hari 2dd x 5 hari
3. Amoebiasis
a. Metronidazole 30-40 mg/kg/hari 3dd x 7-10 hari
4. Giardiasis
a. Metronidazole 30-40 mg/kg/d 3dd x 10 hari (doc)
b. Quinacrine 2.5 mg/kg 3dd x 10 hari

5. Pemberian Nasihat
Menurut Kemenkes RI (2011), ibu atau pengasuh yang berhubungan erat
dengan balita harus diberi nasehat tentang:
1. Cara memberikan cairan dan obat di rumah

2. Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan bila :

a. Diare lebih sering

b. Muntah berulang

c. Sangat haus

16
d. Makan/minum sedikit

e. Timbul demam

f. Tinja berdarah

g. Tidak membaik dalam 3 hari.

2.9. Pencegahan
Pencegahan diare menurut Pedoman Tatalaksana Diare Depkes RI (2006)
adalah sebagai berikut: 2

1. Pemberian ASI
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi
dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap
diare pada bayi yang baru lahir. Pemberian ASI eksklusif mempunyai daya lindung 4
kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu
botol. Florausus pada bayi-bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab
diare. 11
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama
kehidupan resiko terkena diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu formula
merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botol untuk susu formula biasanya
menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga bisa mengakibatkan terjadinya gizi
buruk. 12

2. Pemberian Makanan Pendamping ASI


Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai
dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan masa yang
berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat
menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang
menyebabkan kematian. 7

17
Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan cara pemberian makanan
pendamping ASI yang lebih baik yaitu : 6,9,10
a) Memperkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi masih
meneruskan pemberian ASI. Menambahkan macam makanan sewaktu anak
berumur 6 bulan atau lebih. Memberikan makanan lebih sering (4 kali sehari)
setelah anak berumur 1 tahun, memberikan semua makanan yang dimasak
dengan baik 4-6 kali sehari dan meneruskan pemberian ASI bila mungkin.

b) Menambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi/bubur dan biji-bijian


untuk energi. Menambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang–
kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.
Mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak, serta
menyuapi anak dengan sendok yang bersih.

Memasak atau merebus makanan dengan benar, menyimpan sisa makanan


pada tempat yang dingin dan memanaskan dengan benar sebelum diberikan kepada
anak. 11

3. Menggunakan air bersih yang cukup


Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal-
oral mereka dapat ditularkan dengan memasukkan kedalam mulut, cairan atau benda
yang tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang
disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar.2
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih
mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat yang
tidak mendapatkan air bersih. 2
Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan
menggunakan air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari
sumbernya sampai penyimpanan di rumah. 2

18
Yang harus diperhatikan oleh keluarga adalah: 2,5
a) Air harus diambil dari sumber terbersih yang tersedia.

b) Sumber air harus dilindungi dengan menjauhkannya dari hewan, membuat


lokasi kakus agar jaraknya lebih dari 10 meter dari sumber yang digunakan
serta lebih rendah, dan menggali parit aliran di atas sumber untuk menjauhkan
air hujan dari sumber.

c) Air harus dikumpulkan dan disimpan dalam wadah bersih. Dan gunakan
gayung bersih bergagang panjang untuk mengambil air.

d) Air untuk masak dan minum bagi anak harus dididihkan. (Depkes RI, 2006)

4. Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting
dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun,
terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum
menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan,
mempunyai dampak dalam kejadian diare. 7

5. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan
jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan resiko terhadap penyakit
diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat jamban, dan keluarga
harus buang air besar di jamban. 2
Yang harus diperhatikan oleh keluarga : 2
a) Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai
oleh seluruh anggota keluarga.

b) Bersihkan jamban secara teratur.

c) Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air
besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan setapak dan

19
tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari
buang air besar tanpa alas kaki.

6. Membuang Tinja Bayi yang Benar


Banyak orang beranggapan bahwa tinja anak bayi itu tidak berbahaya. Hal ini
tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan
orangtuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar, berikut hal-hal yang
harus diperhatikan:2
a) Kumpulkan tinja anak kecil atau bayi secepatnya, bungkus dengan daun atau
kertas koran dan kuburkan atau buang di kakus.
b) Bantu anak untuk membuang air besarnya ke dalam wadah yang bersih dan
mudah dibersihkan. Kemudian buang ke dalam kakus dan bilas wadahnya
atau anak dapat buang air besar di atas suatu permukaan seperti kertas koran
atau daun besar dan buang ke dalam kakus.

c) Bersihkan anak segera setelah anak buang air besar dan cuci tangannya

7. Pemberian Imunisasi Campak


Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi campak
juga dapat mencegah diare oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah
berumur 9 bulan. 2
Anak harus diimunisasi terhadap campak secepat mungkin setelah usia 9
bulan. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
sedang menderita campak dalam 4 mingggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari
penurunan kekebalan tubuh penderita. Selain imunisasi campak, anak juga harus
mendapat imunisasi dasar lainnya seperti imunisasi BCG untuk mencegah penyakit
TBC, imunisasi DPT untuk mencegah penyakit diptheri, pertusis dan tetanus, serta
imunisasi polio yang berguna dalam pencegahan penyakit polio. 10

20
Pencegahan terhadap diare atau pencarian terhadap pengobatan diare pada
balita termasuk dalam perilaku kesehatan. Adapun perilaku kesehatan menurut
Notoatmodjo adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek
yang berkaitan dengan sakit atau penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan
minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat
diklasifikasikan menjadi 3 kelompok : 2,9
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance).
Adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara atau
menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bilamana sakit.
2. Perilaku pencarian atau penggunaan sistem atau fasilitas kesehatan (health
seeking behavior)
Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat
menderita penyakit dan atau kecelakaan.
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Adalah apabila seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun sosial budaya, dan sebagainya.

2.10 Komplikasi
Hal yang akan ditakutkan setelah anak mengalami diare yaitu : 6
1. Dehidrasi
2. Hipoglikemi
3. Intoleransi laktosa sekunder sbg akibat defisiensi enzim laktase karena
kerusakan vili mukosa usus halus
4. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, anak juga
mengalami kelaparan
5. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, dan
bradikardi)
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik 7,12

21
2.11 Prognosis
Secara umum prognosis untuk diare akut pada anak bergantung pada penyakit
penyerta / komplikasi yang terjadi. Jika diarenya segera ditangaani sesuai dengan
kondisi umum pasien maka kemungkinan pasien dapat sembuh. Yang paling penting
adalah mencegah terjadinya dehidrasi dan syok karena dpat berakibat fatal. 12

2.12 Layanan Rehidrasi Oral Aktif (LROA)

1. Pengertian

Layanan Rehidrasi oral aktif (LROA) merupakan salah satu bentuk layanan di
Puskesmas yang didirikan sebagai upaya dalam meningkatkan pengetahuan, serta
membangun sikap dan perilaku positif masyarakat (orang tua, pengasuh anak, kader,
anggota PKK, karang taruna, dan lain-lain) tentang diare, penvegahan dan
penanggulangannya. Sedangkan aktif yaitu memberikan layanan kepada orang
tua/pengasuh balita yang berkunjung ke puskesmas.13
Definisi operasional LROA adalah salah satu ruangan (tempat) di puskesmas
yang melakukan paling tidak dua dari beberapa kegiatan Layanan Rehidrasi Oral
(LRO) secara terus menerus 3 bulan terakhir dalam periode pelaporan tahun berjalan,
yang dibuktikan dengan adanya data/laporan hasil penatalaksanaan kegiatan.11
2. Tujuan Layanan Rehidrasi Oral Aktif14
a. Meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat dalam
pencegahan dan penanggulangan diare.
b. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan potensi dan peran serta
masyarakat dalam penyebarluasan informasi kepada masyarakat tentang
pencegahan dan penanggulangan diare.
c. Meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan dalam melaksanakan layanan
rehidrasi oral aktif.

22
d. meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang
berkualitas dan bermutu melalui peningkatan sumber daya manusia, penguat
institusi dan standarisasi pelayanan.

3. Kegiatan Layanan Rehidrasi Oral Aktif


a. Manajemen LROA14
Kegiatan Layanan Rehidrasi Oral Aktif, mencakup :
1) Advokasi dan sosialisasi kepada pemangku kepentingan dan organisasi
terkait dalam masyarakat.
2) Penyuluhan (KIE) tentang LROA kepada masyarakat
3) Pelatihan petugas kesehatan dan kader
4) Penyusunan petunjuk teknis LROA
5) Pengadaan logistik LROA
6) Monitoring dan evaluasi secara berkala dan berkesinambungan.

b. Pelaksanaan Kegiatan LROA di Puskesmas12,14


Di puskesmas, kegiatan sosialisasi dan KIE LROA dapat
diintegrasikan dengan program/kegiatan lain seperti MTBS (Manajemen
Terpadu Balita Sakit). MTBS adalah suatu manajemen untuk balita yang
datang di pelayanan kesehatan, dilaksanakan secara terpadu mengenai
klasifikasi, status gizi, status imun, maupun penanganan dan konseling yang
diberikan. MTBS juga merupakan program pemerintah untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian balita. Petugas yang melakukan
sosialisasi/penyuluhan adalah dokter atau petugas kesehatan yang terlatih.

23
4. Penyuluhan (KIE) LROA, mencakup :11,14
a. Tentang diare, pencegahan dan penggulangannya, perilaku hidup bersih
dan sehat, air yang memenuhi syarat kesehatan, jamban sehat, dan rumah
sehat.
b. Memberikan demonstrasi tentang bagaimana mencampur larutan oralit
dan bagaimana cara memberikannya.
c. Menjelaskan tentang bagaimana cara mengatasi kesulitan dalam
memberikan larutan oralit bila ada muntah.
d. Memberikan demonstrasi dan menjelaskan tentang pemberian zinc dan
cara mengatasi kesulitan.
e. Memberikan dorongan pada ibu untuk memulai memberikan makanan
pada anak atau ASI pada bayi (puskesmas perlu memberikan makanan
pada anak yang tinggal sementara di fasilitas pelayanan)
f. Mengajari ibu/pengasuh tentang bagaimana cara melanjutkan pengobatan
selama anaknya di rumah dan menentukan indikasi kapan anaknya dibawa
kembali ke fasyankes.
g. Petugas kesehatan perlu memberikan penyuluhan pada pengunjung
puskesmas tentang pencegahan dan penanggulangan diare di rumah, dan
kapan harus dibawa ke fasyankes.

5. Pelayanan penderita13,14
Setelah penderita diperiksa, tentukan diagnosis dan derajat dehidrasi di
ruang pengobatan, tentukan jumlah cairan yang diberikan dalam 3 jam
berikutnya dan bawa ibu/pengasuh ke LROA untuk menunggu selama
observasi, serta :
a. Jelaskan manfaat oralit dan zinc, ajari ibu cara memberikan oralit apabila
tidak mempunyai oralit kemasan.
b. Amati ibu/pengasuh saat memberikan oralit dan zinc

24
c. Pantau penderita secara periodic dan catat keadaannya (pada catatan klinik
penderita diare rawat jalan ) setiap 1-2 jam sampai dehidrasi pada
penderita teratasi (3-6 jam).
d. Catat/hitung jumlah oralit yang diberikan
e. Berikan zinc dengan dosis sesuai usia anak
f. Bila diperlukan berikan obat lainnya, seperti penurun panas dan
antibiotika apabila ada disentri atau kolera.

2.13 Kriteria rujukan


Pada diare, rujukan dilakukan pada :
1. Dehidrasi ringan, tetapi muntah yang sering dengan mengeluarkan yang ada
dalam perut.
2. Diare akut dengan dehidrasi berat
3. Disentri dengan faktor resiko menjadi berat meupakan indikasi rawat inap
antara lain dengan gangguan gizi berat, umur kurang dari satu tahun,
menderita campak pada 6 bulan terakhir, disentri disertai dehidrasi berat dan
disentri dengan komplikasi.
4. Diare persisten dengan bayi muda yang berumur kurang dari 2 bulan,
mengalami dehidrasi, menderita infeksi berat, penderita diperkirakan tidak
akan dapat mengkonsumsi makanan sesuai dengan jenis , bentuk dan jumlah
yang direkomendasikan.
5. Diare bermasalah lainnya seperti diare dengan penyakit penyerta.

25
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Y
Usia : 8 bulan
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal masuk : 9 Februari 2018
Alamat : Tanjung Paku

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan dipuskesmas tanah garam pada tanggal 9
Februari 2018.

Keluhan utama : Buang air besar encer sejak 1 hari yang lalu.

Riwayat Penyakit Sekarang :


a. Buang air besar encer sejak 1 hari yang lalu, dengan frekuensi 10 kali
sejak kemarin, banyak sekali BAB ½ gelas, berwarna kekuningan dan
berbau seperti buang air besar biasa, konsistensi cair, masih ada ampas,
tidak ada lendir dan darah.
b. Pasien baru dicoba makan nasi tim yang disaring oleh ibunya, dimakan
sampai habis, 3 jam setelah makan pasien BABnya encer. Sejak umur 6
bulan, pasien diberi bubur susu.
c. Nafsu makan biasa, pasien masih mau menyusui
d. Muntah tidak ada
e. Demam tidak ada
f. Batuk dan Pilek tidak ada

26
g. Buang air kecil biasa

Riwayat Penyakit Dahulu :


Tidak ada riwayat penyakit yang sama sebelumnya beberapa bulan
terakhir ini.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan dan penyakit yang
sama.

Riwayat Kelahiran :
Anak pertama, lahir spontan, ditolong bidan, kehamilan cukup bulan, BBL
3200 g dan Panjang Badan 50 cm, langsung menangis kuat.

Riwayat Imunisasi
a. BCG : 1 bulan, skar (+)
b. Hepatitis B : Lahir, 1 bulan, 7 bulan
c. DPT : 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
d. Polio : 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
e. Campak : Belum
Kesan : Imunisasi dasar lengkap, sesuai usia. Campak belum
dilakukan

Riwayat Makanan dan Minuman


Bayi
a. ASI : Sejak lahir sampai sekarang
b. MP-ASI (bubur susu) : Mulai Umur 6 bulan
c. Nasi tim saring : Umur 8 bulan (baru dimulai kemarin pagi)

27
d. Nasi tim kasar : Belum
e. Nasi lunak : Belum
f. Nasi biasa : Belum

Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


a. Tengkurap : 6 bulan
b. Duduk : 8 bulan

Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan usia

Riwayat Lingkungan
a. Rumah : Permanen
b. Sumber air minum: Air isi ulang
c. Sumber air : PDAM
d. Jamban : Di dalam rumah
e. Pekarangan : Ada, cukup luas
f. Sampah : Dibuang ke tempat sampah
Kesan : Hygene dan sanitasi lingkungan baik.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalisata :
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Sadar
Frekuensi nadi : 135 x/menit, reguler, kuat angkat
Frekuensi nafas : 38 x /menit
Suhu : 36,8º C
Berat badan : 10,5 kg sebelum sakit (sebulan yang lalu 11 kg)
Panjang badan : 65 cm

28
Status Gizi : (menurut WHO)
PB/U : 0 SD (panjang badan normal)
BB/U : 0-2 SD (Gizi baik)
BB/TB : 2 SD (Gizi baik)
Kesan : Status Gizi Baik

29
30
Status Lokalis
Kepala : Bentuk bulat, simetris
Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
Mata : Konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter
2mm/2mm, reflek cahaya +/+ normal, air mata ada, mata tidak
cekung.
Telinga : Riwayat telinga keluar cairan tidak ada
Hidung : Nafas cuping tidak hidung ada
Tenggorok : Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Mulut : Mukosa mulut dan bibir basah
Thorak :
1. Paru
Inspeksi : Normochest, tidak ada retraksi
Palpasi : Fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : Sonor kiri sama dengan kanan
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, ronki -/- wheezing-/-
2. Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus teraba pada 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung atas RIC II, kanan LSD, kiri LMCS RIC V
Auskultasi : Irama teratur, bising tidak ada
Abdomen
Inspeksi : Distensi tidak ada
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba, Turgor kulit kembali cepat
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus ada 10kali/menit (normal)
Punggung : Tidak ada kelainan
Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan

31
Anggota gerak : Akral hangat, CRT <2 detik.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan

V. DIAGNOSA KERJA
Diare akut tanpa dehidrasi

VI. PENATALAKSANAAN
Promotif :
Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit pasien, seperti
penyebabnya, cara penularannya, gejala-gejalanya, pengobatan dan cara
pencegahan penularannya.
Pencegahan diare :
1. Hindari makanan dan minuman yang tidak bersih
2. Cuci tangan pakai sabun dan air bersih yang mengalir sebelum dan
sesudah membuat makanan dan memberi makan anak, serta sesudah
buang air kecil dan buang air besar
3. Rebus air minum terlebih dahulu
4. Gunakan air bersih untuk memasak
5. Jaga kebersihan peralatan makan anak
6. Buang air besar di jamban

Preventif :
Menghindari faktor resiko yang dapat menularkan penyakit dan
melakukan pencegahan terhadap penularan.
Faktor Resiko :
1. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan
bayi

32
2. Tidak memadainya penyediaan air bersih
3. Pencemaran air oleh tinja
4. Kurangnya sarana kebersihan
5. Kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk
6. Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis

Kuratif :
Sesuai dengan Rencana Terapi A untuk terapi diare tanpa dehidrasi
Edukasi :
1. Beri anak cairan lebih banyak dari biasanya
a. Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
b. Anak yang mendapatkan ASI eksklusif, beri oralit atau air matang
sebagai tambahan
c. Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit
2. Beri Anak Makanan untuk Mencegah Kurang Gizi
a. Beri makanan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada
waktu anak sehat
b. Tambahkan 1-2 sendok the minyak sayur setiap porsi makan
c. Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air
kelapa hijau
d. Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil
(setiap 3-4 jam)
e. Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan
tambahan selama 2 minggu
3. Nasihat untuk Ibu/Pengasuh
Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan, bila :
a. Berak cair lebih sering
b. Muntah berulang

33
c. Sangat haus
d. Makan dan minum sangat sedikit
e. Timbul demam
f. Berak darah
g. Tidak membaik dalam 3 hari
4. Jangan dulu menggunakan diapers pada anak, agar mengetahui
kapan saja anak BAB cair, jumlahnya atau kapan BAB tidak cair
lagi

Medikamentosa
1. Berikan ORALIT 100 ml setiap kali buang air beasr, bila muntah tunggu
10 menit dan lanjutkan sedikit demi sedikit.
2. Berikan obat zinc selama 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah
berhenti, pemberian dalam bentuk Zinkid syrup 1 x 2 cth
3. Tidak diberikan antibiotik

VII. PROGNOSIS

Quo ad Vitam : Ad Bonam

Quo ad Fungtionam : Ad Bonam

Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam

34
35
36
37
BAB IV

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Diare pada anak merupakan keadaan BAB pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai dengan perubahan konsistensi feses menjadi cair dengan atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dari 1 minggu. Dan sering diikuti dengan
tanda tanda dehidrasi baik dehidrasi ringan-sedang maupun dehidrasi berat

Dimana sebagian besar penyebab infeksi diare ini adalah rotavirus sebanyak 50-
60%. Dan jika lamanya melebihi 14 hari dapat menyebabkan terjadinya diare
persisten.

Setelah ditegakkan diagnosa diare dengan atau tanpa dehidrasi dapat ditentukan
pemilihan rencana terapi sesuai derajat dehidrasi nya dan juga berdasarkan 5 pilar
utama tatalaksana pada diare seperti rehidrasi, pemberian zink, pemenuhan nutrisi,
pemberian antibiotik yang selektif, serta pemberian edukasi terhadap orangtua.

3.2. Saran

Kepada mahasiswa diharapkan untuk lebih mengetahui segala hl tentang diare


pada anak terutama dalam melakukan tatalaksana terhadap pasien anak yang
mengalami diare.

Kepada masyarakat dan ibu-ibu diharapkan lebih meningkatkan pengetahuan


umum tentang kebersihan perseorangan agar tidak membahayakan anak dan lebih
meminimalisir penyebab terjadinya diare pada anak.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Dede Lia Marlia, Pramita G. Dwipoerwantoro, Najib Advani. Defisiensi Zinc


Sebagai Salah Satu Faktor Risiko Diare Akut Menjadi Diare Melanjut , Dalam :
Sari Pediatric. Vol 16, No 5 (2015)
2. Depkes RI. 2011. Kejadian Diare di Indonesia. Jakarta Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2011.
3. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi 2009. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
4. WHO, 2009. Diarrhoea. Available from :
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs330/en/index.html [ Accessed 5
Maret 2011 ]
5. Suraatmaja, S., 2007. Kapita Selekta Gastroenterologi Anak. Jakarta : Sagung
Seto.
6. IDAI. 2009. Rekomendasi tentang Pemberian Makan Bayi Pada Situasi Darurat.
Dari: http:www.who.or.id. [23 Agustus 2015].
7. Juffrie, M., dkk, 2010. Buku Ajar Gastroenterologi - Hepatologi Jilid 1. Jakarta :
Balai Penerbit IDAI.
8. Nelson WE, 2005. Derajat Dehidrasi. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak. 20th ed.
Alih bahasa. Samik Wahab. Jakarta: EGC.
9. Nelson. 2010. Ilmu Kesehatan Anak. Volume 2. Jakarta: EGC
10. Widjaja. 2002. Mengatasi Diare pada Balita. Jakarta: Kawan Pustaka
11. Afifah T, Djaja S, Irianto J., 2003. Kecenderungan penyakit penyebab kematian
bayi dan anak balita di Indonesia: 1992-2001. Buletin Penelitian Kesehatan. pp.
31:48-59.
12. IDAI, 2011., Gastroenterologi – Hepatologi. Jilid 1 cetakan kedua: Badan
penerbit IDAI pp. 87-121.
13. Juffrie, M, dkk., 2009. Diare persisten In: modul Pelatihan Diare. Edisi Pertama.
UKK Gastro-Hepatologi IDAI pp. 29-31.
14. Herbowo Herbowo, Agus Firmansya. Diare Akibat Infeksi Parasit. Dalam : Sari
Pediatric, Vol 4, No 4 (2011)

39

Anda mungkin juga menyukai