Anda di halaman 1dari 11

CHEST PHYSIOTHERAPY

Chest physiotherapy salah satu teknik dari fisioterapi yang sangat berguna bagi penderita
penyakit respirasi baik bersifat akut maupun kronis, sangat efektif dalam upaya
mengeluarkan sekret dan memperbaiki ventilasi pada pasien yang fungsi parunya terganggu.

Tujuan dari rehabilitasi paru meliputi:


1. Mencegah obstruksi dan akumulasi sekret yang mempengaruhi transpor oksigen
2. Memperbaiki pembersihan jalan nafas, efektivitas batuk, dan ventilasi melalui mobilisasi
dan drainase sekret
3. Memperbaiki ketahanan, toleransi latihan, dan kesehatan secara menyeluruh
4. Mengurangi pemakaian energi saat respirasi dengan breathing retraining
5. Mencegah atau mengkoreksi deformitas postural yang berhubungan dengan kelainan
pulmoner ataupun ekstrapulmoner
6. Mempertahankan atau memperbaiki mobilitas dada

Indikasi dilakukan Chest PT adalah


1. Produksi sputum berlebihan
2. Berkurangnya efektivitas batuk
3. Riwayat keberhasilan dalam mengobati sebuah masalah paru dengan Chest PT
4. Terdapat suara sekret yang menetap setelah batuk
5. Perubaha tanda-tanda vital
6. Hasil abnormal pada radiograf dada yang menunjukkan atelectasis , lendir, atau infiltrate.

a. Latihan relaksasi
Tujuan latihan relaksasi adalah:
1) Menurunkan tegangan otot pernapasan, terutama otot bantu pernapasan.
2) Menghilangkan rasa cemas karena sesak napas.
3) Memberikan sense of well being.
Pasien yang mengalami insufisiensi pernapasan selalu merasa tegang, cemas dan
takut mati tersumbat. Untuk mengatasi keadaan ini penderita berusaha membuat posisi
yang menguntungkan terutama bagi gerakan diafragmanya. Sikap ini dicapai dengan
memutar bahu ke depan dan membungkukkan badan ke depan pula. Sikap ini selalu
diambil setiap akan memulai rehabilitasi fisik (drainase postural, latihan pernapasan).
Latihan relaksasi hendaknya dilakukan di ruangan yang tenang, posisi yang nyaman
yaitu telentang dengan bantal menyangga kepala dan guling di bawah lutut atau sambil
duduk(Garisson , 2001).
b. Terapi fisik dada
Timbunan sekret yang sangat kental jika tidak dikeluarkan akan menyumbat
saluran napas dan merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman. Infeksi
mengakibatkan radang yang menambah obstruksi saluran napas. Bila berlangsung terus
sehingga mengganggu mekanisme batuk dan gerakan mukosilier, maka timbunan sekret
merupakan penyulit yang cukup serius
Terapi fisik (fisioterapi) dada ditujukan untuk melepaskan dan membantu
menggerakkan sekret dan saluran napas kecil ke trakea, dapat dilakukan dengan cara :
1) Drainase Postural
a) Menggunakan prinsip hukum gravitasi
b) Pasien diletakkan dalam posisi sedemikian rupa, untuk suatu waktu
tertentu, sehingga oleh karena gaya berat à sekret dalam saluran nafas à
mengalir & berkumpul di bronkus à dibatukkan keluar
c) Jadi, di dalam posisi tersebut, lobus yg akan di “drain” ditempatkan pd
posisi yg lebih tinggi dari bronkus utama à sehingga posisi perlu disesuaikan
dengan arah-arah “bronchial tree”
d) Tujuan :
(1)Cegah penumpukan lendir pada pasien dengan risiko komplikasi pulmonal
(contoh pasien tirah baring lama, pakai ventilator,dan sebagainya)
(2)Mengeluarkan sekret yang terkumpul di paru
e) Kontra indikasi :
(1) Hemoptisis berat
(2) edem pulmo berat
(3) CHF
(4) efusi pleura masif
(5) Cardiovascular instability (aritmia, hipertensi/hipotensi berat, AMI)
(6) Recent neurosurgery à jika posisi kepala dibawah à TIK meningkat

f) Segmen Apikal
Tidur dengan beberapa bantal, kepala letak tinggi.
g) Lobus Atas Kanan Segmen Anterior
Tidur dengan satu bantal bawah kepala dan satu bantal bawah lutut.

h) Lobus Atas Kiri Segmen Anterior


Tidur dengan satu bantal bawah kepala dan dan beberapa bantal tanpa bantal
bawah lutut.

i) Lobus Atas Segmen Posterior


Tidur menelungkup pada bantal(Sat Sharma, 2006).
c. Perkusi dinding dada
1) Tujuan :
a) Melepaskan sekret di paru secara mekanis à mudah keluar
b) Dengan cupped hand diatas paru yang di drain
c) Cara: mengetuk dinding dada à berulang dengan ujung jari à pada tiap segmen
paru à 1-2 menit
2) Kontra Indikasi :
a) Tulang yang osteoporotik
b) Perdarahan (contoh trombositopeni)
c) Unstable angina, nyeri dada (contoh operasi rongga dada)
d) Batuk darah (contoh TB, abses paru, ca paru,dan lain-lain)
e) Peradangan paru akut dimana infeksi dapat menyebar ke daerah lain
paru-paru(Sat Sharma, 2006).
d. Vibrasi Dada
Gerakan cepat yang dilakukan pada dinding dada. Vibrasi dada dapat dilakukan
manual/ dengan alat vibrator. Vibrasi diberikan saat exhalasi/ ekspirasi. Vibrasi dada
memiliki tujuan yang sama dengan perkusi.
Teknik yang digunakan adalah:
1) Tarik nafas dalam, tahan beberapa detik, vibrasi diberikan saat
ekspirasi
2) Satu sesi latihan, hendaknya diberikan setelah 5 – 6 nafas dalam.
3) Setelah tindakan vibrasi dapat dilakukan postural drainage.
Perkusi dengan vibrasi cepat, ketukan dengan telapak tangan (clapping), atau
memakai rompi perkusi listrik serta latihan batuk akan memperbaiki mobilisasi dan
klirens sekret bronkus dan fungsi paru terutama pada penderita PPOK dengan produksi
sputum yang meningkat (>30 ml/ hari), bronkluektasis, fibrosis kistik, dan atelektasis.
Pada penderita dengan serangan asma akut, pneumonia akut, gagal napas, penderita
yang memakai ventilator, dan penderita PPOK dengan produksi sputum yang minimal
(<30 ml/hari), fisioterapi dada tidak berefek dan bahkan membahayakan.
Dalam melakukan drainase postural harus diperhatikan posisi penderita yang
disesuaikan dengan anatomi percabangan bronkus. Tindakan ini dilakukan 2 kali sehari
selama 5 menit. Sebelum dilakukan drainase postural, sebaiknya penderita minum
banyak atau diberikan mukolitik dan bronkodilator perinhalasi untuk memudahkan
pengeluaran sekret(Garisson , 2001).

e. Latihan pernapasan

Latihan pernapasan dilakukan setelah latihan relaksasi dikuasai penderita. Tujuan


latihan pernapasan adalah untuk:

1) Mengatur frekuensi dan pola napas sehingga mengurangi air trapping


2) Memperbaiki fungsi diafragma
3) Memperbaiki mobilitas sangkar toraks
4) Memperbaiki ventilasi alveoli untuk memperbaiki pertukaran gas tanpa
meningkatkan kerja pernapasan
5) Mengatur dan mengkoordinir kecepatan pernapasan sehingga bernapas lebih efektif
dan mengurangi kerja pernapasan.
Diafragma dan otot interkostal merupakan otot-otot pernapasan yang paling
penting. Pada orang normal dalam keadaan istirahat, pengaruh gerakan diafragma
sebesar 65% dan volume tidal. Bila ventilasi meningkat barulah digunakan otot-otot
bantu pernapasan (seperti skalenus, sternokleidomastoideus, otot penyangga tulang
belakang); ini terjadi bila ventilasi melampaui 50 l/menit. Latihan otot-otot pernapasan
akan meningkatkan kekuatan otot pernapasan, meningkatkan tekanan ekspirasi
(PEmax) sekitar 37%.

Latihan pernapasan meliputi:


1) Latihan pernapasan diafragma
a) Tujuan latihan pernapasan diafragma adalah menggunakan diafragma sebagai
usaha pernapasan, sementara otot-otot bantu pernapasan mengalami relaksasi.
b) Manfaat pernapasan diafragma:
(1)Mengatur pernapasan pada waktu serangan sesak napas dan waktu melakukan
pekerjaan/latihan.
(2)Memperbaiki ventilasi ke arah basal paru.
(3)Melepaskan sekret yang melalui saluran napas.
Dengan pernapasan diafragma maka akan terjadi peningkatan volume tidal,
penununan kapasitas residu fungsional dan peningkatan ambilan oksigen optimal (Sat
Sharma, 2006)
.
Latihan ini dapat dilakukan dengan prosedur berikut
(1)Posisi pasien relaks dan nyaman dimana gravitasi dapat membantu pergerakan
diafragma (semi fowler: kepala dan badan dinaikkan sekitar 450)
(2)Tempatkan tangan pemeriksa pada rectus abdominis dibawah batas costa
anterior
(3)Minta pasien untuk bernafas perlahan dan dalam melalui hidung
(4)Selama bernapas usahakan bahu relaks dan dada tenang, hanya abdomen yang
bergerak naik
(5)Pasien diminta mengeluarkan napas melalui mulut
(6)Minta pasien untuk mempraktekkan 3-4 kali kemudian beristirahat
(7)Jaga agar jangan sampai pasien mengalami hiperventilasi
(8)Bila pasien mengalami kesulitan, ajarkan pasien menghirup napas lewat
hidung dengan cara seperti mengendus à fasilitasi diafragma
Gambar . Ilustrasi terapi pernapasan diafragma
Latihan pernapasan pernapasan diafragma sebaiknya dilakukan bersamaan
dengan latihan berjalan atau naik tangga. Selama latihan, penderita harus diawasi
untuk mencegah kesalahan yang sering terjadi seperti:
(1)Ekspirasi paksa
Hal ini akan memperberat obstruksi saluran napas, meningkatkan tekanan
intrapleura dan terjadi air trapping jika saluran napas yang rusak dan mudah
kolaps ditekan oleh tekanan intrapleura.
(2)Perpanjangan ekspirasi:
Menyebabkan pernapasan berikutnya tidak teratur dan tidak efisien, pola
pernapasan kembali ke pernapasan dada bagian atas yang tidak teratur disertai
dengan aktifnya otot bantu pernapasan.·
(3)Gerakan tipuan abdomen
Otot perut berkontraksi dan relaksasi tetapi tidak ada perbaikan dan ventilasi.
(4)Penggunaan dada bagian atas secara berlebihan
Hal ini dapat mengganggu gerakan diafragma, kebutuhan O2 meningkat
karena otot bantu pernapasan bekerja lebih keras(Sat Sharma, 2006).

2) Pernapasan Segmental
Hipoventilasi dapat terjadi pada daerah paru tertentu disebabkan terjadinya
gangguan pada dinding dada, misalnya fibrosis, nyeri, dan muscle guarding setelah
operasi, atelektasis, serta pneumonia. Latihan dilakukan sesuai daerah yang
mengalami gangguan. Latihan yang dilakukan berupa :
a) Pengembangan iga lateral
Teknik ini fokus pada gerakan sangkar dada bawah yang dapat memfasilitasi
pergerakan diafragma.Biasanya digunakan pada pasien dengan kekakuan pada
sangkar dada bawah, misalnya pada bronkhitis kronis, emphisema, atau asma
Gambar . Ilustrasi terapi pernapasan segmental lateral

b) Pengembangan basal paru bagian belakang


Pernafasan dalam yang mengutamakan pengembangan basal paru posterior
berguna untuk pasien pasca operasi yang berada dalam posisi setengah duduk
dalam waktu lama dimana sekret sering berkumpul di segmen posterior lobus

bawah
v

Gambar . Ilustrasi terapi pernapasan segmental posterior

Prosedur teknik pengembangan basal paru bagian belakang :


(1) Posisikan pasien duduk dan condong kedepan bersandar pada bantal,
dengan agak sedikit menekuk pada pinggul.
(2) Letakkan tangan pemeriksa diatas aspek posterior dari iga terbawah.
(3) Ikuti prosedur yang sama seperti pada ekspansi iga lateral

3) Pursed lips breathing


Pursed lips breathing (PLB) dilakukan dengan cara menarik napas (inspirasi)
secara biasa beberapa detik melalui hidung (bukan menarik napas dalam) dengan
mulut tertutup, kemudian mengeluarkan napas (ekspirasi) pelan-pelan melalui mulut
dengan posisi seperti bersiul, lamanya ekspirasi 23 kali lamanya inspirasi, sekitar 46
detik. Penderita tidak diperkenankan mengeluarkan napas terlalu keras. PLB
dilakukan dengan atau tanpa kontraksi otot abdomen selama ekspirasi. Selama PLB
tidak ada udara ekspirasi yang mengalir melalui hidung, karena terjadi elevasi
involunter dari palatum molle yang menutup lubang nasofaring. Dengan pursed lips
breathing (PLB) akan terjadi peningkatan tekanan pada rongga mulut, kemudian
tekanan ini akan diteruskan melalui cabang-cabang bronkus sehingga dapat
mencegah air trapping dan kolaps saluran napas kecil pada waktu ekspirasi. Hal ini
akan menurunkan volume residu, kapasitas vital meningkat dan distribusi ventilasi
merata pada paru sehingga dapat memperbaiki pertukaran gas di alveoli. Selain itu
PLB dapat menurunkan ventilasi semenit, frekuensi napas, meningkatkan volume
tidal, PaO2 saturasi oksigen darah, menurunkan PaCO2 dan memberikan
keuntungan subjektif karena mengurangi rasa sesak napas pada penderita. Pursed
lips breathing akan menjadi lebih efektif bila dilakukan bersama-sama dengan
pernapasan diafragma. Ventilasi alveoler yang efektif terlihat setelah latihan
berlangsung lebih dari 10 menit(Garisson , 2001).
Pola nafas ini sering digunakan secara spontan oleh pasien dengan COPD
selama episode dispneu. Yang perlu diperhatikan adalah menghindari ekspirasi paksa
selama pursed-lip breathing oleh karena dapat meningkatkan turbulensi dalam
saluran nafas dan menyebabkan restriksi bronchiolus kecil.

4) Latihan batuk
Batuk merupakan cara yang efektif untuk membersihkan benda asing atau
sekret dan saluran pernapasan. Batuk yang efektif harus memenuhui kriteria:
a) Kapasitas vital yang cukup untuk mendorong sekret.
b) Mampu menimbulkan tekanan intra abdominal dan intratorakal yang cukup untuk
mendorong udara pada fase ekspulsi.
Cara melakukan batuk yang baik:
a) Posisi badan membungkuk sedikit ke depan sehingga memberi kesempatan luas
kepada otot dinding perut untuk berkontraksi sehingga menimbulkan tekanan
intrathorak. Tungkai bawah fleksi pada paha dan lutut, lengan menyilang di depan
perut.
b) Penderita diminta menarik napas melalui hidung
c) Pasien menahan napas sejenak, disusul batuk dengan mengkontraksikan otot-otot
dinding perut serta badan sedikit membungkuk kedepan.
d) Cara ini diulangi dengan satu fase inspirasi dan dua tahap fase ekspulsi. Latihan
diulang sampai penderita menguasai.
e) Untuk huffing, prosedur yang dilakukan hampir sama. Setelah fase inspirasi,
gunakan otot perut untuk melakukan pengeluaran napas cepat sebanyak 3 kali
dengan saluran napas dan mulut terbuka, keluarkan dengan bunyi ha,ha,ha atau
huff, huff, huff.
Penderita yang mengeluh sesak napas saat latihan batuk, diistirahatkan dengan
melakukan Iatihan pernapasan diantara dim latihan batuk. Bila penderita tidak
mampu batuk secara efektif, dilakukan rangsangan dengan alat penghisap (refleks
batuk akan terangsang oleh kateter yang masuk trakea) atau menekan trakea dari
satu sisi ke sisi yang 1ain(Garisson , 2001).
Indikasi dari latihan batuk efektif adalah pasien PPOK, emfisema, infeksi pada
paru-paru, dan pada pasien tirah baring. Sedangka kontra indikasinya adalah
pneumotoraks, hemoptosis, ganggungan kardiovaskular seperti hipertensi, hipotensi,
infark miokard akut, dan aritmia, edema paru dan efusi pleura yang luas.

Daftar Pustaka:

National Institutes of Health. 2013. Critical Care Therapy and Respiratory Care Section.
https://clinicalcenter.nih.gov/ccmd/cctrcs/pdf_docs/Bronchial%20Hygiene/01-
ChestPhysiotherapy.pdf (diakses 2 Desember 2013)

Sat Sharma. 2006. Obstructive Lung Disease. Division of Pulmonary Medicine, Department
of Internal Medicine, University of Manitoba. www.emedicine.com

Garisson Susan J. 2001. Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik. Departement of Physical
Medicine and Rehabilitation. Texas.

Anda mungkin juga menyukai