Anda di halaman 1dari 14

UJI AKTIFITAS IMUNOMODULATOR MAKROFAG DARI POLISAKARIDA

DENGAN METODE ELISA DAN WESTERN BLOT

MAKALAH

Oleh
Husniya Faradisa
NIM 152210101054

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2017

i
DAFTAR ISI

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................................. 1


1.1. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
1.3. Tujuan ..................................................................................................................... 2
1.4. Manfaat ................................................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 3
2.1. Metode Western Blot ............................................................................................... 3
2.2. Metode ELISA ......................................................................................................... 5
2.3. Kelebihan dan Kelemahan ....................................................................................... 9
BAB 3. KESIMPULAN .................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 12

ii
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Makrofag merupakan salah satu komponen sistem kekebalan tubuh, makrofag
tidak hanya menjadi imun bawaan tapi juga merupakan sel efektor yang berkontribusi
terhadap adanya tanggapan, seperti melawan infeksi, pembengkakan, angiogenesis dan
dalam penyembuhan luka (Song, 2002). Makrofag dapat distimulasi oleh bakteri
termasuk lipopolisakarida (LPS), dan beberapa sitokin inflamasi, interleukin-1 (IL-1), IL-
6, IL-12 dan oksida nitrat (NO) yang dilepaskan oleh muramil dipeptida. Makrofag
membunuh sel tumor dan kerusakan jaringan selama peradangan melalui jalur oksidatif
yang melibatkan sintesis anion superoksida (O2) dan NO, yang dmasing-masing dibentuk
oleh NADPH oksidase dan nitrat oksida sintase (iNOS) (Segal, 1993). Sel-sel ini juga
mampu menghasilkan berbagai sitokin, seperti interleukin (IL), interferon (IFN), tumor
necrosis factor (TNF) dan prostaglandin (Ramesh HP, 2002).
Western blotting adalah teknik penting yang digunakan dalam biologi sel
dan molekuler. Dengan menggunakan western blot, dapat mengidentifikasi protein
spesifik dari campuran protein kompleks yang diambil dari sel. Teknik ini menggunakan
tiga elemen untuk: (1) pemisahan berdasarkan ukuran, (2) transfer ke mexia padat dan (3)
menandai target protein dengan menggunakan antibodi primer dan sekunder yang tepat
untuk divisualisasikan (Mahmood,Tahrin, 2015).
Prinsip dasar Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) adalah reaksi
antara antigen (Ag) dengan antibodi (Ab) menjadi molekul Ag-Ab yang lebih besar dan
mudah mengendap. Analisis dengan ELISA didasarkan pada perubahan warna yang
terjadi pada substrat pereaksi sesuai dengan label atau imunoprob (immuno probe)
konjugat Ab-enzim. (Converse dan Martin, 1990).
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana teknik uji aktifitas imunomodulator dengan metode ELISA?
2. Bagaimana teknik uji aktivitas imunomodulator dengan metode Western Blot ?
3. Bagaimana perbedaan uji Aktifitas imunomodulator dengan metode ELISA dan
Western Blot ?

1
1.3. Tujuan
Tujuan dalam makalah ini :
1. Untuk mengetahui teknik uji aktifitas imunomodulator dengan metode ELISA
2. Untuk mengetahui teknik uji aktivitas imunomodulator dengan metode Western Blot
3. Untuk mengetahui perbedaan uji Aktifitas imunomodulator dengan metode ELISA
dan Western Blot

1.4. Manfaat
Adapun manfaat yang diperoleh dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Memberi informasi berupa teknik uji aktifitas imunomodulator dengan metode
ELISA dan metode Western Blot
2. Mahasiswa dapat mengetahui cara pengujian aktifitas imunomodulator dengan
metode ELISA dan Western Blot
3. Mengasuh kemampuan, kreativitas dan keahlian mahasiswa pelaksana dibidang
pengujian aktivitas tanaman obat.

2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Metode Western Blot


Jurnal : Schepetkin,Igor A., Craig L. Faulkner, etc. 2005. Macrophage
immunomodulatory activity of polysaccharides isolated from Juniperus scopoloru.
Department of Veterinary Molecular Biology: united state
Western blot digunakan dalam penelitian untuk memisahkan dan mengidentifikasi
protein. Dalam teknik ini campuran protein dipisahkan berdasarkan berat molekul, dan
massa jenis, melalui gel elektroforesis. Hasil elektroforesis dipindahkan ke membran
yang masing-masing terdapat pita protein. Membran kemudian diinkubasi dengan label
antibodi khusus untuk protein. Antibodi yang tidak terikat dicuci dan hanya menyisakan
antibodi terikat pada protein. Antibodi yang terikat tersebut kemudian dideteksi dengan
pengembangan film. Karena antibodi hanya mengikat protein yang diminati, hanya satu
saja yang harus terlihat. Ketebalan pita harus sesuai dengan jumlah protein yang ada
(Mahmood,Tahrin, 2015).
Western Blot merupakan salah satu metode yang digunakan dalam analisis
makrofag pada uji aktifitas imunomodulator. Analisis dengan metode western blot ini
diambil dari jurnal yang berjudul : “Macrophage immunomodulatory activity of
polysaccharides isolated from Juniperus scopolorum” . Pada uji aktifitas imunomodulator
makrofag ini dilakukan dengan analisis immunoblot protein iNOS yang dilakukan pada
sel J774. Protein iNOS bersama dengan NADPH oksidase merupakan protein yang
membantu pembentukan anion anion superoksida (O2) dan NO. Makrofag membunuh sel
tumor dan kerusakan jaringan selama peradangan melalui jalur oksidatif yang melibatkan
sintesis anion superoksida (O2) dan NO (Segal, 1993).
Sebelum adanya proses imuno bloting, dilakukan terlebih dahulu isolasi protein
yang akan digunakan untuk penelitian. Adapun fungsi isolasi protein yaitu untuk
mendapatkan protein murni (100 % protein) agar memudahkan pada uji lanjutan yang
dilakukan contohnya uji immunoblotting atau dikenal western blotting.
Sel J774.A1 makrofag tikus di inkubasi selama 2 jam dengan polisakarida (200
Ag / ml). Polisakarida adalah polimer yang tersusun dari ratusan hingga ribuan satuan
monosakarida yang dihubungkan dengan ikatan glikosida. Pada makalah ini polisakarida
yang diambil dalam jurnal penelitian berasal dari tanaman Juniperus scopolorum.
Polisakarida ini merupakan kandungan dalam tanaman Juniperus scopolorum yang

3
diisolasi untuk penelitian uji imunomodulator polisakarida terhadap aktifitas sel
makrofag.
Secara sederhana,proses dari isolasi protein ini konsepnya sama dengan isolasi
DNA. Sel dilisis dalam buffer dingin (1% Nonidet P-40, gliserol 10%, 50 mM HEPES,
pH 7.5, 150 mMNaCl) dilengkapi dengan koktail inhibitor 1% protease (Sigma). Dimana
buffer lysis berfungsi untuk melisiskan sel sehingga semua hal yang terdapat didalamnya
akan bisa tercampur sampai homogen. Kemudian disentrifugasi untuk mendapatkan
sitosol. Proses sentrifuge, hal ini dimaksudkan untuk memisahkan perbedaan berat
molekul dan protein berada di supernatant dan tindakan ini dilakukan berkali-kali demi
mendapatkan isolate protein yang paling murni. Semakin murni suatu isolate
protein,maka uji selanjutnya akan semakin baik akan tetapi membutuhkan waktu yang
makin lama. Protein sitosol (100 µg per lane) dipisahkan dengan 10% sodium dodecyl
sulfate (SDS) –polyacrylamide elektroforesis gel. SDS PAGE digunakan sebagai medium
yang digunakan untuk memisahkan protein berdasarkan ukurannya dengan adanya arus
listrik. Akrilamid 10% juga ditambahkan. Kerja SDS-PAGE ini adalah dengan
mendenaturasi polipeptida setelah terlebih dahulu polipeptida tersebut dibuang struktur
sekunder dan tersiernya. Sampel terlebih dahulu dimasukkan ke dalam sumur gel. Satu
jalur biasanya untuk satu marker. Protein sampel akan memiliki muatan yang sama
dengan SDS yang negatif sehingga bergerak menuju elektroda positif melalui jaring-
jaring akrilamid. Protein yang lebih kecil akan bergerak lebih cepat melewati jaring-jaring
akrilamid. Perbedaan kecepatan pergerakan ini akan terlihat pada pita-pita yang
tergambar pada tiap jalur.
Agar protein tersebut dapat diterima oleh antibodi, maka protein tersebut harus
dipindahkan dari gel ke sebuah kertas membran,berupa nitroselulosa. Membran ini
diletakkan di atas gel, dan tumpukan kertas penyerap diletakkan di atasnya. Larutan
buffer kemudian akan merambat ke atas melalui reaksi kapiler dengan membawa protein-
proteinnya. Membran dengan protein sampel tersebut diinkubasi dengan antibodi.
Immunoblotted menggunakan anti-iNOS antibodi poliklonal dari kelinci atau antibodi
anti-aktin kelinci sebagai kontrol. Blots dikembangkan dengan alkali fosfatase
terkonjugasi. Kedua antibodi (diencerkan 1: 1000) kemudian ditambahakan substrat
alkalin fosfatase. Substrat alkalin fosfatase ini digunakan untuk mempermudah analisis
protein menggunakan BioRad selama 15 menit.

4
Hasil yang diperoleh dari pengukuran aktivitas iNOS dengan metode analisis
western blot : Berdasarkan kemampuan Juniper polisakarida fraksi untuk menginduksi
pelepasan NO, Immunoblotting menunjukkan pita dengan perkiraan massa molekul 130
kDa ( massa molekul iNOS yang dikenal) di LPS dan sel Juniper terstimulasi
polisakarida, sementara hampir tidak ada iNOS terdeteksi pada sel yang tidak distimulasi
(Gambar 1C). Protein iNOS tidak terjadi peningkatan pada ekspresi protein seluler.
Proliferasi sel dievaluasi dengan mengukur konsentrasi ATP seluler dalam sel yang
diobati fraksi polisakarida. Kelangsungan hidup sel J774.A1 tidak terpengaruh oleh
pengobatan dengan salah satu dari lima fraksi polisakarida pada seluruh rentang
konsentrasi (25-200 Ag / ml).

Gambar 1

2.2. Metode ELISA


Jurnal :Cheng,Anwei, Fachun Wan, etc. Macrophage immunomodulatory activity of
polysaccharides isolated from Glycyrrhiza uralensis fish.China : 2008. Vol:8
Prinsip dasar ELISA adalah reaksi antara antigen (Ag) dengan antibodi (Ab)
menjadi molekul Ag-Ab yang lebih besar dan mudah mengendap. Perbedaannya,
penggamatan hasil reaksi pada serologi biasa berdasarkan endapan molekul Ag-Ab,
sedangkan pada ELISA berdasarkan perubahan warna yang terjadi pada substrat pereaksi
sesuai dengan label atau imunoprob (immuno probe) konjugat Ab-enzim. Perubahan
warna terjadi akibat hidrolisa enzimatik pada reaksi antara konjugat Abenzim dengan
substratnya, sehingga hasil ELISA lebih peka dan dapat dikuantifikasi (Converse dan
Martin 1990). Tahapan umum ELISA meliputi penempelan (trapping) Ag atau Ab pada
media reaksi (solid phase), seperti cawan ELISA, diikuti penambahan konjugat Abenzim,
dan diakhiri dengan penambahan substrat serta bufer penghenti reaksi (blocking buffer).
Uraian rinci tentang berbagai teknik serologi termasuk ELISA dijumpai di pustaka acuan
(Thomas et al. 1989, Converse dan Martin 1990, Randles et al. 1996).
5
Metode Elisa ini diambil dari jurnal yang berjudul : “Macrophage
immunomodulatory activity of polysaccharides isolated from Glycyrrhiza uralensis fish”.
Jurnal ini bertujuan untuk mengevaluasi efek imunomodulator dari polisakarida dari
glycyrrhiza (GP) pada aktivitas makrofag menggunakan metode ELISA. Komponen
utama perangkat ELISA terdiri atas Ab, Ag, imunoprob, substrat, reagen penghenti reaksi
(blocking reagent), bufer, dan cawan ELISA.
Cairan peritoneal dari tikus jantan BALB / c dipanen dari rongga peritoneal
dengan menanamkan 10 mL PBS steril dingin (pH 7.2-7.4). Setelah sentrifugasi pada
1000 rpm / menit selama 5 menit, Pelet sel dihentikan di RPMI-1640 ditambah dengan
10% (v / v) serum sapi betina, penisilin 100 U / mL, dan streptomisin 100 U / mL dan
diletakkan pada 96-well plate didalam sel dengan kepadatan 5 × 105 sel / mL, dan
diidiamkan selama 3 jam pada 37 ° C dalam 5% inkubator. Serum sapi betina digunakan
sebagai Antibodi. Antibodi adalah immunoglobulin (Ig) dari hewan yang diimunisasi Ag
patogen sasaran (AgP). Ag yang digunakan sebagai AgP pada teknik ELISA adalah
partikel virus, sel bakteri, propagul jamur, atau senyawa protein dan polisakarida patogen
yang antigenik, dapat merangsang timbulnya Ab pada hewan yang diimunisasi. AgP
digunakan sebagai kontrol positif pada uji ELISA. Antigen yang digunakan pada analisis
aktivitas makrofag ini yaitu penisilin dan streptomisin.
Setelah 3 jam inkubasi, nonadheren sel dihapus dengan mencuci dua kali dengan
PBS dan media yang baru disiapkan ditambahkan. Kelangsungan hidup sel dinilai dengan
uji eksklusi biru trypan, dan proporsi makrofag ditentukan oleh morfologi sel di bawah
mikroskop.
Studi produksi O2 dilakukan dengan menggunakan kelompok sembilan tikus per
ekor pengobatan. Semua kelompok kontrol mendapat PBS steril (pH 7,2-7,4). Tikus
diobati secara intraperitoneal dengan larutan GP. Tujuh hari kemudian, Makrofag
dikumpulkan dan dilapisi (5 × 105 sel / sumur) pada 24 plate. Makrofag yang melekat
dikumpulkan. Untuk pengukuran O2, makrofag yang melekat (5 × 105 sel / mL)
diinkubasi dalam HBSS (Hank's balanced salt solution) reaksi standar campuran yang
terdiri dari ferricytochrome C (80 μM) dengan adanya atau tidak adanya PMA (1 μg /
mL). HBSS ini berfungsi sebagai imunoprob metode ELISA. Imunoprob untuk ELISA
dibuat dengan mengkonjugasikan Ab dengan suatu enzim menjadi ‛konjugat Ab-enzim’.
Konjugat ini dapat dibuat dengan mengkonjugasikan AbP atau AbS dengan enzim
tertentu.

6
Serapan ELISA diukur pada panjang gelombang 540 nm dan koefisien molar
kepunahan ɛ = 2.1 × 104 m-1 cm-1 digunakan untuk tentukan pengurangan sitokrom C.
dan hasilnya dinyatakan sebagai nmol O2 sehingga menghasilkan protein sel per mg.

7
Hasil yang diperoleh dari studi aktivitas makrofag produksi O2 yaitu efek GP
terhadap produksi O2 pada peritoneum makrofag ditunjukkan pada Gambar 2. Dalam
induksi sistem O2, PMA dikenali sebagai co-signal, percobaan ini adalah dilakukan baik
dengan tidak adanya atau adanya PMA. Gambar 2A menunjukkan bahwa produksi O2
oleh makrofag dari tikus yang diinokulasi dengan 0-400 mg / kg GP adalah 18-37 nmol /
mg sel protein dengan adanya PMA, sedangkan hanya 7-19 nmol / protein sel mg dengan
tidak adanya PMA. Gambar 2B menunjukkan bahwa makrofag dari hewan yang diobati
dengan GP mengaktifkan produksi O2 setelah 60 menit adalah ~ 150 ° lebih besar
(P≤0.01) dari pada makrofag dari tikus yang tidak diobati. Dengan PMA, sel dari Tikus
yang tidak diobati meningkatkan produksi O2 mereka sesuai harapan dan dapat diamati
bahwa makrofag dari tikus yang diobati juga menanggapi PMA, namun efeknya setelah
60 menit itu hanya ~40% lebih tinggi dari kontrol (tikus yang tidak diobati).

Gambar 2

8
2.3. Kelebihan dan Kelemahan
Metode Western Blot Metode ELISA
Kelebihan  Akses yang lebih besar  Teknik pengerjaan relatif sederhana
kepada molekul yang telah  Relatif ekonomis (karena jenis
terikat ke permukaan antibodi yang digunakan hanya satu
lembaran dibandingkan saja, sehingga menghemat biaya
kepada molekul yang masih untuk membeli banyak jenis
berada di dalam gel atau antibodi)
matriks.  Hasil memiliki tingkat sensitivitas
 Reagen yang dibutuhkan yang cukup tinggi.
lebih sedikit.  Dapat digunakan untuk mendeteksi
 Waktu untuk melakukan keberadaan antigen walaupun kadar
staining dna destaining, antigen tersebut sangat rendah (hal
inkubasi, mencuci, dll dapat ini disebabkan sifat interaksi antara
lebih singkat. antibodi atau antigen yang bersifat
 Pola yang terbentuk dapat sangat spesifik)
dikeringkan dan disimpan  Dapat digunakan dalam banyak
berbulan-bulan sebelum macam pengujian.
dianalisis.
 Dapat dibuat banyak replika
pola tersebut untuk
memungkinkan banyak
metode analisis yang
dipakai.

Kekurangan  Arus listrik yang digunakan  Jenis antibodi yang dapat


harus diperhatikan karena digunakan pada uji dengan teknik
arus yang terlalu tinggi ELISA ini hanya jenis antibodi
dapat menghasilkan panas monoklonal (antibodi yang hanya
selama transfer sehingga mengenali satu antigen).
dapat menimbulkan  Harga antibodi monoklonal relatif
masalah. lebih mahal daripada antibodi
poliklonal, sehingga pengujian

9
 Untuk transfer protein teknik ELISA ini membutuhkan
dengan ukuran molekul biaya yang relatif mahal.
besar, harus menggunaan  Pada beberapa macam teknik
gel dengan konsentrasi ELISA, dapat terjadi kesalahan
poliakrilamid yang rendah. pengujian akibat kontrol negatif
yang menunjukkan respons positif
yang disebabkan inefektivitas dari
larutan blocking sehingga antibodi
sekunder atau antigen asing dapat
berinteraksi dengan antibodi bertaut
enzim signal dan menimbulkan
signal.
 Reaksi antara enzim signal dan
substrat berlangsung relatif cepat,
sehingga pembacaan harus
dilakukan dengan cepat (pada
perkembangannya, hal ini dapat
diatasi dengan memberikan larutan
untuk menghentikan reaksi).

10
BAB 3. KESIMPULAN

Western Blot merupakan salah satu metode yang digunakan dalam analisis
makrofag pada uji aktifitas imunomodulator. Kelangsungan hidup sel J774.A1 tidak
terpengaruh oleh pengobatan dengan salah satu dari lima fraksi polisakarida pada seluruh
rentang konsentrasi (25-200 Ag / ml).
Prinsip dasar Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) adalah reaksi
antara antigen (Ag) dengan antibodi (Ab) menjadi molekul Ag-Ab yang lebih besar dan
mudah mengendap. Dengan induksi GP menunjukan terjadinnya peningkatan produksi
O2 dari pada hewan kontrol.

11
DAFTAR PUSTAKA

Cheng,Anwei, Fachun Wan, etc. Macrophage immunomodulatory activity of polysaccharides


isolated from Glycyrrhiza uralensis fish.China : 2008. Vol:8

Converse, R.H. and R.R Martin. 1990. ELISA methods for plant viruses. In Hampton, R., E.
Ball, and S. De Boer (Eds.). Serological Methods for Detection and Identification of Viral and
bacterial Plant Patogens. APS Press, St Paul, Minn. p. 179-196.

Mahmood,Tahrin , Ping-Chang Yang. Western Blot: Technique, Theory, and Trouble Shooting.
Department of Pathology and Molecular Medicine: Canada. 2015. Vol:4

Ramesh HP, Yamaki K, Tsuhida T. Effect of fenugreek (Trigonella foenum-graecum L.)


galactomannan fractions on phagocytosis in rat macrophages and on proliferation and IgM
secretion in HB4C5 cells. Carbohydr Polym 2002;50:79–83.

Schepetkin,Igor A., Craig L. Faulkner, etc. 2005.Macrophage immunomodulatory activity of


polysaccharides isolated from Juniperus scopoloru. Department of Veterinary Molecular
Biology: united state

Seal, S. and J. Elphinstone. 1994. Advances in identifycation and detection of P. solanacearum.


In Hayward, A.C. and G.L. Hartman (Eds.). The Disease and Its Causative Agent, P.
solanacearum. CAB International, Wallingford, UK. p. 42-57

Segal AW, Abo A. The biochemical basis of the NADPH oxidase of phagocytes. Trends
Biochem Sci 1993;18:43–7.

Song JY, Han SK, Son EH, Pyo SK, Yun YS, Yi SY. Induction of secretory and tumoricidal
activities in peritoneal macrophages by ginsan. Int Immunopharmacol 2002;2:857–65.

12

Anda mungkin juga menyukai