Disusun Oleh :
Dokter Pembimbing :
PERIODE
2018
KATA PENGANTAR
Penyusu
i
Daftar Isi
BAB III
KESIMPULAN ........................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 31
ii
BAB I
Laporan kasus
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. H
Umur : 74 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : keramat raya
Tempat Periksa : IGD
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS
1. Status Pasien
Kesadaran : GCS 9 (E2V3M4)
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 95 x/ menit
Pernafasan : 24x/ menit
Suhu : 36,5oC
Kepala : normocephali
Leher : pergerakan baik, jejas (-), memar (-)
Thoraks
Jantung : S1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru : suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : datar, jejas (-), memar (-), supel, nyeri tekan (-)
bising usus (+) normal, hepar/lien tidak teraba membesar
Ekstremitas : Edema (-)
Akral Dingin (-)
Status Psikikus tidak dilakukan
Cara berpikir :
Perasaan hati :
Tingkah laku :
Ingatan :
Kecerdasan :
2
2. Status Neurologis
A. Tanda rangsang meningeal
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Laseque : (-)
Kernig : (-)
B. Kepala
Bentuk : normocephali
Nyeri tekan : (-)
Pulsasi : (-)
Simetri : (+)
C. Leher
Sikap : normal
Pergerakan : dapat digerakkan
D. Nervi kranialis
N. I (Olfaktorius) tidak dilakukan
3
N.III (Okulomotorius)
Sela mata : 2 cm / 2 cm
Pergerakan bulbus :
Strabismus : (-) / (-)
Nistagmus : (-) / (-)
Eksofthalmus : (-) / (-)
Pupil
Besarnya : Isokor
Bentuknya : bulat / bulat
Refleks cahaya :±
Melihat kembar : tidak dapat dinilai
N. V (Trigeminus)
Membuka mulut : tidak dapat dilakukan
Mengunyah : tidak dapat dilakukan
Menggigit : tidak dapat dilakukan
Refleks kornea : (+)
Sensibilitas muka : tidak dapat dilakukan
4
N. VII (Facialis)
Mengerutkan dahi :+
Menutup mata :-
Memperlihatkan gigi : tidak dapat dinilai
5
E. Badan dan Anggota gerak
1. Badan
Respirasi : thorakoabdominal
Gerak kolumna vertebralis : tidak dapat dinilai
Sensibilitas
Taktil : tidak bisa dilakukan
Nyeri : (+)/(+)
Suhu : tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan
Refleks patologis
Hoffman – Tromner : (-) / (-)
6
Refleks fisiologis
Patella : (+) / (+)
Achilles : (+) / (+)
Refleks patologis
Babinski : (+) / (+)
Chaddock : (-) / (-)
Oppenheim : (-) / (-)
Klonus
Paha : (-) / (-)
Kaki : (-) / (-)
Sensibilitas
Taktil : tidak bisa dilakukan
Nyeri : (+) / (+)
Suhu : tidak dilakukan
Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan
7
G. Gerak abnormal
Tremor : (-) / (-)
Athetose : (-) / (-)
Mioklonik : (-) / (-)
Chorea : (-) / (-)
H. Alat vegetatif
Miksi : dengan kateter
Defekasi : baik
Refleks anal : tidak dilakukan
Refleks kremaster : tidak dilakukan
Refleks bulbokavernosus : tidak dilakukan
I. Laseque : (-)
Patrick : (-)
Kontra Patrick : (-)
8
4. Pemeriksaan Siriraj Stroke Score
No Gejala / Tanda Penilaian Indek Skor
a. DM
(0) Tidak
b. Angina pektoris X (-3) -3
(1) Ya
c. Hiperkolesterolemia
Klaudikasio Intermiten
6. Konstanta - 12 -12
HASIL SSS 1
9
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
2. CT Scan Kepala
V. RESUME
Seorang wanita 74 tahun datang diantar keluarganya ke IGD RSIJ Cempaka
Putih dengan keluhan penurunan kesadaran sejak ± 3 jam sebelum masuk rumah
sakit. Sebelumnya pasien tidak mau makan selama > 24 jam, hanya minum air
putih. Sebelum mengalanmi penurunan kesadaran, pasien masih dapat merespon
jika dipanggil dan mengeluh nyeri pada kepalanya dan disertai muntah yang
kemudian diikuti dengan penurunan kesadaran dan tidak dapat merespon jika
dipanggil. Pasien memiliki riwayat stroke 6 bulan yang lalu dan
hiperkolesterolemia. Pada pemeriksaan fisik ditemukan refleks patologis +
(babinski) pada ekstremitas bawah, kekuatan motorik dan sensorik tidak dapat
dinilai. Pada pemeriksaan CT SCAN kepala didapatkan adanya perdarahan.
10
VI. ASSESMENT (DIAGNOSIS)
Diagnosa klinis : Penurunan Kesadaran et causa Stroke Hemoragik
Diagnosa topis : Perdarahan intraserebral
Diagnosa Patologis : Hemoragik
VII. PLANNING
A. Terapi
Pasang DC no. 14
Pasang NGT no. 16
Assering + KCl/12 jam
Ceftriaxone 2 gr dalam NaCl 0,9% 100 cc
Citicoline 500 mg IV
Ranitidin 1 ampul IV
Konsul Ahli Saraf
B. Monitoring
Awasi tanda-tanda vital
Intake dan output cairan
VII.PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad Malam
Ad Fungsionam : Dubia ad Malam
Ad Sanationam : Dubia ad Malam
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. STROKE
a) Definisi
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak
secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan
yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular
(WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan
pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tidak
dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak
disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.
b) Epidemiologi Stroke
Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika mengalami stroke,dan
stroke mengakibatkan hampir 150.000 kematian. Di Amerika Serikat tercatat
hampir setiap 45 detik terjadi kasus stroke, dan setiap 4 detik terjadi kematian
akibat stroke.
Pada suatu saat, 5,8 juta orang di Amerika Serikat mengalami stroke,
yang mengakibatkan biaya kesehatan berkenaan dengan stroke mendekati 70
miliar dolar per tahun. Pada tahun 2010, Amerika telah menghabiskan$73,7
juta untuk menbiayai tanggungan medis dan rehabilitasi akibat stroke. Selain
itu, 11% orang Amerika berusia 55-64 tahun mengalami infark serebral silent;
prevalensinya meningkat sampai 40% pada usia 80 tahun dan 43% pada usia
85 tahun.
Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi
terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi
Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil. Terjadi peningkatan
12
prevalensi stroke berdasarkan wawancara (berdasarkan jawaban responden
yang pernah didiagnosis nakes dan gejala) juga meningkat dari 8,3 per1000
(2007) menjadi 12,1 per 1000 (2013) (Riskesdas 2013). Organisasi Stroke
Dunia mencatat hampir 85% orang yang mempunyai faktor resiko dapat
terhindar dari stroke bila menyadari dan mengatasi faktor resiko tersebut sejak
dini. Badan kesehatan dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan
meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker
kurang lebih 6 juta pada tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030 (Yastroki,
2012).
c) Faktor Resiko Stroke
Faktor-faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat di klasifikasikan
sebagai berikut (Sjahrir, 2003) :
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Keturunan / genetic
2. Modifiable risk factors
a. Behavioral risk factors
1. Merokok
2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat,
kolesterol, low fruit diet
3. Alkoholik
4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia,
antiplatelet, obat kontrasepsi hormonal
b. Physiological risk factors
1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus
5. Gangguan ginjal
13
6. Kegemukan (obesitas)
7. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit
perdarahan
8. Kelainan anatomi pembuluh darah
9. Dan lain-lain
d) Klasifikasi Stroke
Dasar klasifikasi yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis
stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda,
walaupun patogenesisnya sama (Misbach, 1999).
2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid
II. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
2. Stroke in evolution
3. Completed stroke
III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler
14
Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Soertidewi, 2007) :
1. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)
2. Total Anterior Circulation Infark (TACI)
3. Lacunar Infark (LACI)
4. Posterior Circulation Infark (POCI)
e) Patofisiologi Stroke
15
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah
disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke
ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh
rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous
malformation (AVM).
f) Manifestasi Klinis
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan
menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke).
Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2
hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution).
Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode
stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi
beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian
otak yang terkena.
Beberapa gejala stroke berikut :
Perubahan tingkat kesadaran (somnolen, sopor, koma)
Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk, batuk, dan terjadi secara tiba-tiba
Muntah
Pandangan ganda
Kesulitan berbicara atau memahami orang lain
Kesulitan menelan
Kesulitan menulis atau membaca
Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan
keterampilan motorik
Kelemahan pada anggota gerak
16
g) Diagnosis Stroke
Untuk membedakan stroke yang diderita pasien termasuk jenis
hemoragik atau iskemik, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke,
dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Anamnesis terdiri dari identitas pasien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,
dan riwayat kebiasaan. Menanyakan identitas untuk mengecek kesadaran
pasien apakah ada disorientasi atau penurunan kesadaran dan dapat
digunakan untuk menilai fungsi luhur. Hal-hal yang ditanyakan pada
identitas yaitu nama, usia, alamat, status pernikahan, agama, suku, cekat
tangan.
Untuk menetapkan keluhan utama, kita harus mengetahui termasuk
ke dalam kasus apakah penyakit tersebut. Dalam hal ini, stroke termasuk
ke dalam penyakit vaskular dimana harus terdapat kata kunci yang
menandakannya yaitu awitan yang terjadi secara tiba-tiba atau mendadak.
Ada 3 hal yang harus disebutkan dalam keluhan utama, yaitu defisit
neurologi yang terjadi, onset, dan kata kunci yang menandakan kasus
tersebut.
Riwayat penyakit sekarang harus digali sedalam mungkin, karena
90% anamnesis dapat menegakkan diagnosis. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, terdapat dua jenis stroke yaitu stroke hemoragik
dan stroke iskemik. Gejala stroke hemoragik diawali dengan peningkatan
tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala hebat, muntah, pandangan ganda,
dan penurunan kesadaran.
Hal-hal yang ditanyakan pada anamnesis :
Perjalanan penyakit ditanyakan sejak muncul gejala pertama, sampai
gejala-gejala yang menyusul berikutnya, secara berurutan
Waktu dan lamanya keluhan berlangsung
17
Gejala-gejala yang menyertai serangan (tanda-tanda lateralisasi,
peningkatan TIK)
Sifat dan beratnya serangan
Lokasi dan penyebarannya
Hubungan dengan waktu (kapan saja terjadinya)
Hubungannya dengan aktivitas (keluhan dirasakan setelah melakukan
aktivitas apa saja)
Keluhan-keluhan yang menyertai serangan (tidak dapat melirik ke satu
sisi, mulut mencong, tersedak, cadel, pelo, lidah mencong,
mengompol, baal)
Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali
Faktor resiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang
memperberat atau meringankan serangan
Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan
yang sama
Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau
gejala sisa
Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat
yang telah diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang
berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita
18
Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada :
19
Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score :
Keterangan :
1. SSS > 1 : stroke hemoragik
2. SSS -1 s.d. 1 : perlu dikonfirmasi dengan CT-scan kepala
3. SSS < -1 : stroke iskemik
2. Pemeriksaan Fisik
Tanda vital
Pada pasien stroke, tekanan darah diperiksa pada kedua tangan
untuk mengetahui adanya gangguan aliran darah. Denyut nadi dan
pernapasan berhubungan dengan saraf otonom. Suhu diukur untuk
menyingkirkan adanya keterlibatan infeksi.
Status Generalis
Menilai pasien secara keseluruhan dari head to toe.
Status Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk mengkonfirmasi
anamnesis yang telah ditanyakan. Komponen status neurologis
yang dinilai :
GCS
Pupil
Tanda rangsang meningeal
20
Nervus cranialis
Fungsi motorik
Fungsi sensorik
Fungsi otonom
Gait dan koordinasi
3. Pemeriksaan Penunjang
Tujuan dilakukannya pemeriksaan penunjang yaitu untuk
diagnosis, preventif dalam menanggulangi faktor resiko, dan untuk
menentukan prognosis. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terdiri dari
pemeriksaan radiologi dan laboratorium. Pemeriksaan radiologi terdiri dari
CT-scan kepala non kontras dan foto thoraks AP. CT-scan kepala non
kontras merupakan pemeriksaan gold standard yang dilakukan untuk
menyingkirkan perdarahan yang terjadi pada stroke hemoragik, sedangkan
foto thoraks AP untuk melihat ada atau tidaknya hipertrofi ventrikel kiri
yang merupakan salah satu faktor resiko stroke. Foto thoraks PA
merupakan pilihan terbaik, tetapi karena pada pasien stroke yang
umumnya mengalami kelemahan anggota gerak, maka dilakukan foto
thoraks AP. EKG dilakukan untuk menyingkirkan faktor resiko stroke.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk tujuan preventif
yaitu Hb, profil lipid darah (kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida), gula
darah puasa (GDP), G2PP, HbA1c, asam urat, dan hemostasis lengkap
(aPTT, INR, D-dimer, fibrinogen). Sedangkan pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan untuk menentukan prognosis terdiri dari pemeriksaan gula
darah sewaktu (GDS) dan differential count. Semakin tinggi kadar gula
darah sewaktu, prognosis semakin buruk karena semakin banyak sel
neuron otak yang rusak. Hiperglikemia karena stress yang terjadi pada
manusia dapat merupakan suatu keadaan yang menguntungkan tetapi
dapat juga tidak menguntungkan bagi kelanjutan hidup. Sehingga evaluasi
21
keadaan hiperglikemi pada keadaan seperti ini harus diputuskan terlebih
dahulu sebelum dilakukan pengobatan.
22
2. Diagnosis topis
Diagnosis topis ditegakkan berdasarkan lokasi kelainan.
h) Penatalaksanaan Stroke
Sasaran pengobatan stroke ialah menyelamatkan neuron yang
menderita jangan sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang
menyertai tak mengganggu / mengancam fungsi otak. Pengobatan yang cepat
dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi kecacatan.
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak
secepat mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik.
Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
1. Pengelolaan umum :
Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
Stabilisasi hemodinamik
Mencegah peningkatan tekanan intrakranial
Mengendalikan kejang
Mengendalikan suhu tubuh
2. Pengelolaan spesifik :
Manajemen cairan dan elektrolit
Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
Manajemen tekanan darah
Manajemen glukosa darah
Manajemen kejang
Terapi trombolitik
Neurosurgical intervention
24
Terapi farmakologi pada stroke iskemik akut yaitu :
Antiagregasi trombosit
Statin
Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)
Neuroprotektor
25
efektif untuk mencegah terjadinya vasospasme yang biasanya
terjadi pada hari ke 7 sesudah iktus yang berlanjut sampai
minggu ke dua setelah iktus. Bila terjadi vasospasme dapat
dilakukan balance positif cairan 1 – 2 Liter diusahakan tekanan
arteri pulmonalis 18 – 20 mmHg dan Central venous pressure
10 mmHg, bila gagal juga dapat diusahakan peningkatan
tekanan sistolik sampai 180 – 220 mmHg menggunakan
dopamin.
4. Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah pengeluaran bekuan darah,
penyaluran cairan serebrospinal & pembedahan mikro pada pembuluh
darah. Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan arteriografi
adalah keadaan/kondisi pasien itu sendiri.
Faktor faktor yang mempengaruhi :
a. Usia
Lebih 70 th tidak ada tindakan operasi
60 – 70 th pertimbangan operasi lebih ketat
Kurang 60 th operasi dapat dilakukan lebih aman
b. Tingkat kesadaran
Koma/sopor tak dioperasi
Sadar/somnolen tak dioperasi kecuali kesadaran atau
keadaan neurologiknya menurun
Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan
walaupun kesadarannya koma
c. Topis lesi
• Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)
Bila TIK tak meninggi tak dioperasi
Bila TIK meninggi disertai tanda tanda herniasi (klinis menurun)
operasi
26
• Perdarahan putamen
Bila hematoma kecil atau sedang tak dioperasi
Bila hematoma lebih dari 3 cm tak dioperasi, kecuali
kesadaran atau defisit neurologiknya memburuk
• Perdarahan talamus
Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada
hidrocepalusnya akibat perdarahan dengan VP shunt bila
memungkinkan.
• Perdarahan serebelum
Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama
maka operasi
Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal
dengan pengawasan
Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan batang
otak operasi
5. Penampang volume hematoma
• Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau
volume lebih dari 50 cc operasi
• Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun
dan keadaan neurologiknya menurun ada tanda
tanda penekanan batang otak maka operasi
6. Waktu yang tepat untuk pembedahan
• Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 – 7 jam
setelah serangan sebelum timbulnya edema otak , bila
tak memungkinkan sebaiknya ditunda sampai 5 – 15
hari kemudian.
27
Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan grade Hunt & Hest
Scale 1 sampai 3, waktu pembedahan dapat segera (< 72 jam) atau lambat
(setelah 14 hari). Pembedahan pasien PSA dengan Hunt &Hest Scale 4 – 5
menunjukkan angka kematian yang tinggi (75%).
28
3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam
merawat orang yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan
mereka hadapi.
29
Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah,
seorang perawat sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu
sampai keluarga terbiasa dengan merawat pasien dan prosedur untuk
memberikan bermacam obat. Terapi fisik dapat dilanjutkan di rumah.
Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau
lebih orang yang menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah
sangat berubah. Merawat pasien stroke di rumah dapat sangat mudah atau
sangat tidak mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi jelas bahwa
pasien harus ditempatkan pada fasilitas perawatan yang terlatih karena
perawatan yang sesuai tidak dapat diberikan di rumah walaupun keluarga
bermaksud baik untuk merawatnya.
Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :
1. Bed exercise
2. Latihan duduk
3. Latihan berdiri
4. Latihan mobilisasi
5. Latihan ADL (activity daily living)
6. Latihan Positioning (Penempatan)
7. Latihan mobilisasi
8. Latihan pindah dari kursi roda ke mobil
9. Latihan berpakaian
10. Latihan membaca
11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O
30
BAB III
KESIMPULAN
31
DAFTAR PUSTAKA
Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2nd Ed, Professional
communications inc New York, 2002
CP Warlow, MS Dennis, J Van Gijn, GJ Hankey, PAG Ssandercock, JH Bamford,
Wardlaw. Stroke.A practical guide to management. Specific treatment of acute
ischaemic stroke Excell Typesetters Co Hongkong, 1996; 11; 385 – 429.,
Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke
(terjemahan). cetakan kedua. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta. 2006
Gilroy J. Basic Neurology. Third Edition. Mc Graw Hill. New York, 2000 ; 225 -
306
Hinton RC. Stroke, in Samuel MA Manual of Neurologic Therapeutics. Fifth Edition.
Litle Brown and Company Ney York 1995 ; 207 –24.
Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke
2000 Seri Pertama, Jakarta, Mei 2000.
National Institute of Neurological Disorders and Stroke: Classification of
cerebrovascular disease III. Stroke 1990, 21: 637-76.
Pusinelli W.: Pathophysiology of acute ischemic stroke. Lancet 1992, 339: 533-6.
Sandercock P, Huub W, Peter S.: Medical Treatment of acute ischemic stroke. Lancet
1992, 339: 537-9.
Toole J.F.: Cerebrovascular disorder. 4th edition, Raven Press, New York, 1990.
Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan,
Surabaya 2002.
World Health Organizations: Stroke 1989. Recommendations on stroke prevention,
diagnosis anf therapy. Stroke 1989, 20: 1407-31.
32
33