Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

‘Penurunan Kesadaran et causa Stroke Hemoragik’

STASE ILMU PENYAKIT SARAF

Disusun Oleh :

Ahmad Abqari Sumartono (2012730115)

Dokter Pembimbing :

Dr. Wiwin Sundawiyani, SpS

RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS


MUHAMMADIYAH JAKARTA

PERIODE

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan
refreshing yang berjudul “ Penurunan kesadaran et causa stroke hemoragik’”. Laporan
kasus ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan dalam kepaniteraan Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Jakarta pada bagian Ilmu Kesehatan syaraf
RSIJ Cempaka Putih , pada umumnya dan sebagai pembelajaran untuk penyusuan,
khususnya.
Penyusun menyadari bahwa tugas ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penyusun
menerima segala kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan tinjauan pustaka ini. Penyusun mengucapkan banyak terima kasih
kepada pembimbing dr. Wiwin Sundawiyani, Spsatas segala bimbingan, motivasi,
serta ilmu yang diberikan sehingga penyususn dapat menyelesaiakan tugas pustaka
ini. Besar harapan penyusun semoga tugas ini dapat memberikan manfaat kepada
semua pihak.

Jakarta, Februari 2018

Penyusu

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i


Daftar Isi ........................................................................................................................ ii
BAB I
LAPORAN KASUS ................................................................................................... 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 12
II. 1. stroke .............................................................................................................. 12
A. Definisi ......................................................................................................... 12
B.Epidemiologi Stroke .................................................................................... 12
C. Faktor Resiko Stroke ................................................................................. 13
D. Klasifikasi Stroke ......................................................................................... 14
E. Patofisiologi Stroke ..................................................................................... 15
F. Manifestasi Klinis ......................................................................................... 16
G. Diagnosis Stroke ......................................................................................... 17
H. Penata Laksanaan Stroke ............................................................................. 24

BAB III
KESIMPULAN ........................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 31

ii
BAB I

Laporan kasus

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. H
Umur : 74 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : keramat raya
Tempat Periksa : IGD

II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran sejak 3 jam SMRS

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang diantar keluarganya ke IGD RSIJ Cempaka Putih dengan keluhan
penurunan kesadaran sejak ± 3 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelumnya
pasien tidak mau makan selama > 24 jam, hanya minum air putih, sebelum
mengalanmi penurunan kesadaran, pasien masih dapat merespon jika dipanggil
dan mengeluh nyeri pada kepalanya dan disertai muntah yang kemudian diikuti
dengan penurunan kesadaran dan tidak dapat merespon jika dipanggil.

3. Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien memiliki riwayat stroke 6 bulan yang lalu dan hiperkolesterolemia

4. Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat stroke, diabetes mellitus, hipertensi, asma, hiperkolesterolemia dan
alergi obat atau makanan dalam anggota keluarga disangkal.
1
5. Riwayat Sosial Ekonomi dan Pribadi :
Sehari-hari pasien hanya tidur-tiduran di rumah saja dan sudah tidak bekerja

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Pasien
Kesadaran : GCS 9 (E2V3M4)
Tekanan darah : 120/70 mmHg
Nadi : 95 x/ menit
Pernafasan : 24x/ menit
Suhu : 36,5oC
Kepala : normocephali
Leher : pergerakan baik, jejas (-), memar (-)
Thoraks
 Jantung : S1-2 reguler, murmur (-), gallop (-)
 Paru : suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : datar, jejas (-), memar (-), supel, nyeri tekan (-)
bising usus (+) normal, hepar/lien tidak teraba membesar
Ekstremitas : Edema (-)
Akral Dingin (-)
Status Psikikus  tidak dilakukan

Cara berpikir :
Perasaan hati :
Tingkah laku :
Ingatan :
Kecerdasan :

2
2. Status Neurologis
A. Tanda rangsang meningeal
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I : (-)
Brudzinski II : (-)
Laseque : (-)
Kernig : (-)

B. Kepala
Bentuk : normocephali
Nyeri tekan : (-)
Pulsasi : (-)
Simetri : (+)

C. Leher
Sikap : normal
Pergerakan : dapat digerakkan

D. Nervi kranialis
N. I (Olfaktorius)  tidak dilakukan

N. II (Optikus)  tidak dilakukan


Tajam penglihatan :
Lapang penglihatan :
Melihat warna :
Penglihatan ganda :

3
N.III (Okulomotorius)
Sela mata : 2 cm / 2 cm
Pergerakan bulbus :
Strabismus : (-) / (-)
Nistagmus : (-) / (-)
Eksofthalmus : (-) / (-)
Pupil
 Besarnya : Isokor
 Bentuknya : bulat / bulat
Refleks cahaya :±
Melihat kembar : tidak dapat dinilai

N. IV (Trokhlearis)  tidak dapat dinilai


Pergerakan mata :
(ke bawah – ke dalam)
Sikap bulbus :
Melihat kembar :

N. V (Trigeminus)
Membuka mulut : tidak dapat dilakukan
Mengunyah : tidak dapat dilakukan
Menggigit : tidak dapat dilakukan
Refleks kornea : (+)
Sensibilitas muka : tidak dapat dilakukan

N. VI (Abducen)  tidak dapat dinilai


Pergerakan mata (ke lateral) :
Sikap bulbus :
Melihat kembar :

4
N. VII (Facialis)
Mengerutkan dahi :+
Menutup mata :-
Memperlihatkan gigi : tidak dapat dinilai

N. VIII (Vestibulokokhlearis)  tidak dilakukan


Detik arloji :
Suara berbisik :
Tes Swabach :
Tes Rinne :
Tes Weber :

N. IX (Glossofaringeus)  tidak dilakukan


Perasaan lidah (1/3 belakang) :
Sensibilitas faring :

N. X (Vagus)  tidak dilakukan


Arkus faring :
Berbicara :
Menelan :
Nadi :
Refleks okulokardiak :
N. XI (Accesorius)  tidak bisa dilakukan
Mengangkat bahu :
Memalingkan kepala :

N. XII (Hipoglossus)  tidak bisa dilakukan


Pergerakan lidah :
Tremor lidah :
Artikulasi :

5
E. Badan dan Anggota gerak
1. Badan
Respirasi : thorakoabdominal
Gerak kolumna vertebralis : tidak dapat dinilai

Sensibilitas
 Taktil : tidak bisa dilakukan
 Nyeri : (+)/(+)
 Suhu : tidak dilakukan
 Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan

2. Anggota gerak atas


Motorik
Pergerakan : tidak dapat dinilai
Kekuatan : tidak dapat dinilai
Trofi : normotrofi / normotrofi
Tonus : normotonus / normotonus
Refleks fisiologis
 Biseps : (+) / (+)
 Triseps : (+) / (+)

Refleks patologis
 Hoffman – Tromner : (-) / (-)

3. Anggota gerak bawah


Motorik
Pergerakan : tidak dapat dinilai
Kekuatan : tidak dapat dinilai
Trofi : normotrofi / normotrofi
Tonus : normotonus / normotonus

6
Refleks fisiologis
 Patella : (+) / (+)
 Achilles : (+) / (+)

Refleks patologis
 Babinski : (+) / (+)
 Chaddock : (-) / (-)
 Oppenheim : (-) / (-)

Klonus
 Paha : (-) / (-)
 Kaki : (-) / (-)

Sensibilitas
 Taktil : tidak bisa dilakukan
 Nyeri : (+) / (+)
 Suhu : tidak dilakukan
 Diskriminasi 2 titik : tidak dilakukan

F. Koordinasi, gait, dan keseimbangan  tidak dilakukan


Cara berjalan :
Tes Romberg :
Disdiadokinesis :
Ataksia :
Rebound phenomenon :
Dismetri :

7
G. Gerak abnormal
Tremor : (-) / (-)
Athetose : (-) / (-)
Mioklonik : (-) / (-)
Chorea : (-) / (-)

H. Alat vegetatif
Miksi : dengan kateter
Defekasi : baik
Refleks anal : tidak dilakukan
Refleks kremaster : tidak dilakukan
Refleks bulbokavernosus : tidak dilakukan

I. Laseque : (-)
Patrick : (-)
Kontra Patrick : (-)

8
4. Pemeriksaan Siriraj Stroke Score
No Gejala / Tanda Penilaian Indek Skor

1. Kesadaran (0) Kompos mentis


(1) Mengantuk X 2,5 5
(2) Semi koma/koma

2. Muntah (0) Tidak


X 2 2
(1) Ya
3. Nyeri Kepala (0) Tidak
X 2 2
(1) Ya

4. Tekanan Darah Diastolik (70) X 10 % 7


5. Ateroma

a. DM
(0) Tidak
b. Angina pektoris X (-3) -3
(1) Ya
c. Hiperkolesterolemia
Klaudikasio Intermiten

6. Konstanta - 12 -12

HASIL SSS 1

Interpretasi : 1. SSS > 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non-hemoragik
3. SSS -1 s/d 1 : meragukan (perlu dikonfirmasi dengan
pemeriksaan CT-SCAN)
Total: 1 → klinis meragukan apakah stroke hemoragik atau non hemoragik

9
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. EKG → dalam batas normal

2. CT Scan Kepala

V. RESUME
Seorang wanita 74 tahun datang diantar keluarganya ke IGD RSIJ Cempaka
Putih dengan keluhan penurunan kesadaran sejak ± 3 jam sebelum masuk rumah
sakit. Sebelumnya pasien tidak mau makan selama > 24 jam, hanya minum air
putih. Sebelum mengalanmi penurunan kesadaran, pasien masih dapat merespon
jika dipanggil dan mengeluh nyeri pada kepalanya dan disertai muntah yang
kemudian diikuti dengan penurunan kesadaran dan tidak dapat merespon jika
dipanggil. Pasien memiliki riwayat stroke 6 bulan yang lalu dan
hiperkolesterolemia. Pada pemeriksaan fisik ditemukan refleks patologis +
(babinski) pada ekstremitas bawah, kekuatan motorik dan sensorik tidak dapat
dinilai. Pada pemeriksaan CT SCAN kepala didapatkan adanya perdarahan.

10
VI. ASSESMENT (DIAGNOSIS)
Diagnosa klinis : Penurunan Kesadaran et causa Stroke Hemoragik
Diagnosa topis : Perdarahan intraserebral
Diagnosa Patologis : Hemoragik

VII. PLANNING
A. Terapi
 Pasang DC no. 14
 Pasang NGT no. 16
 Assering + KCl/12 jam
 Ceftriaxone 2 gr dalam NaCl 0,9% 100 cc
 Citicoline 500 mg IV
 Ranitidin 1 ampul IV
 Konsul Ahli Saraf

B. Monitoring
 Awasi tanda-tanda vital
 Intake dan output cairan

VII.PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad Malam
Ad Fungsionam : Dubia ad Malam
Ad Sanationam : Dubia ad Malam

11
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II. 1. STROKE
a) Definisi
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak
secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan
yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular
(WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan
pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tidak
dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak
disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.

b) Epidemiologi Stroke
Setiap tahun, hampir 700.000 orang Amerika mengalami stroke,dan
stroke mengakibatkan hampir 150.000 kematian. Di Amerika Serikat tercatat
hampir setiap 45 detik terjadi kasus stroke, dan setiap 4 detik terjadi kematian
akibat stroke.
Pada suatu saat, 5,8 juta orang di Amerika Serikat mengalami stroke,
yang mengakibatkan biaya kesehatan berkenaan dengan stroke mendekati 70
miliar dolar per tahun. Pada tahun 2010, Amerika telah menghabiskan$73,7
juta untuk menbiayai tanggungan medis dan rehabilitasi akibat stroke. Selain
itu, 11% orang Amerika berusia 55-64 tahun mengalami infark serebral silent;
prevalensinya meningkat sampai 40% pada usia 80 tahun dan 43% pada usia
85 tahun.
Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi
terdapat di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi
Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil. Terjadi peningkatan
12
prevalensi stroke berdasarkan wawancara (berdasarkan jawaban responden
yang pernah didiagnosis nakes dan gejala) juga meningkat dari 8,3 per1000
(2007) menjadi 12,1 per 1000 (2013) (Riskesdas 2013). Organisasi Stroke
Dunia mencatat hampir 85% orang yang mempunyai faktor resiko dapat
terhindar dari stroke bila menyadari dan mengatasi faktor resiko tersebut sejak
dini. Badan kesehatan dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan
meningkat seiring dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker
kurang lebih 6 juta pada tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030 (Yastroki,
2012).
c) Faktor Resiko Stroke
Faktor-faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat di klasifikasikan
sebagai berikut (Sjahrir, 2003) :
1. Non modifiable risk factors :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Keturunan / genetic
2. Modifiable risk factors
a. Behavioral risk factors
1. Merokok
2. Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat,
kolesterol, low fruit diet
3. Alkoholik
4. Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia,
antiplatelet, obat kontrasepsi hormonal
b. Physiological risk factors
1. Penyakit hipertensi
2. Penyakit jantung
3. Diabetes mellitus
4. Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus
5. Gangguan ginjal

13
6. Kegemukan (obesitas)
7. Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit
perdarahan
8. Kelainan anatomi pembuluh darah
9. Dan lain-lain

d) Klasifikasi Stroke
Dasar klasifikasi yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis
stroke mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda,
walaupun patogenesisnya sama (Misbach, 1999).

I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :


1. Stroke Iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Thrombosis serebri
c. Emboli serebri

2. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarachnoid
II. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
1. Transient Ischemic Attack (TIA)
2. Stroke in evolution
3. Completed stroke
III. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah
1. Sistem karotis
2. Sistem vertebrobasiler

14
Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Soertidewi, 2007) :
1. Partial Anterior Circulation Infark (PACI)
2. Total Anterior Circulation Infark (TACI)
3. Lacunar Infark (LACI)
4. Posterior Circulation Infark (POCI)

e) Patofisiologi Stroke

Patofisiologi Stroke Hemoragik


Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan
perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih 20
% adalah stroke hemoragik, dimana masing-masing 10% adalah
perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).
Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya
mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini
paling sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak.
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100-400
mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah
tersebut berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya
aneurisma tipe Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan
darah yang tiba-tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil.
Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada
arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini
pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan semakin besar
(Caplan, 2000).
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik
akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di
dearah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala
neurologik timbul karena ekstravasasi darah ke jaringan otak yang
menyebabkan nekrosis (Caplan, 2000).

15
Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah
disekitar permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke
ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh
rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous
malformation (AVM).

f) Manifestasi Klinis
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan
menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke).
Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2
hari akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution).
Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode
stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi
beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian
otak yang terkena.
Beberapa gejala stroke berikut :
 Perubahan tingkat kesadaran (somnolen, sopor, koma)
 Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur,
membungkuk, batuk, dan terjadi secara tiba-tiba
 Muntah
 Pandangan ganda
 Kesulitan berbicara atau memahami orang lain
 Kesulitan menelan
 Kesulitan menulis atau membaca
 Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan
keterampilan motorik
 Kelemahan pada anggota gerak

16
g) Diagnosis Stroke
Untuk membedakan stroke yang diderita pasien termasuk jenis
hemoragik atau iskemik, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke,
dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Anamnesis terdiri dari identitas pasien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,
dan riwayat kebiasaan. Menanyakan identitas untuk mengecek kesadaran
pasien apakah ada disorientasi atau penurunan kesadaran dan dapat
digunakan untuk menilai fungsi luhur. Hal-hal yang ditanyakan pada
identitas yaitu nama, usia, alamat, status pernikahan, agama, suku, cekat
tangan.
Untuk menetapkan keluhan utama, kita harus mengetahui termasuk
ke dalam kasus apakah penyakit tersebut. Dalam hal ini, stroke termasuk
ke dalam penyakit vaskular dimana harus terdapat kata kunci yang
menandakannya yaitu awitan yang terjadi secara tiba-tiba atau mendadak.
Ada 3 hal yang harus disebutkan dalam keluhan utama, yaitu defisit
neurologi yang terjadi, onset, dan kata kunci yang menandakan kasus
tersebut.
Riwayat penyakit sekarang harus digali sedalam mungkin, karena
90% anamnesis dapat menegakkan diagnosis. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, terdapat dua jenis stroke yaitu stroke hemoragik
dan stroke iskemik. Gejala stroke hemoragik diawali dengan peningkatan
tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala hebat, muntah, pandangan ganda,
dan penurunan kesadaran.
Hal-hal yang ditanyakan pada anamnesis :
Perjalanan penyakit ditanyakan sejak muncul gejala pertama, sampai
gejala-gejala yang menyusul berikutnya, secara berurutan
Waktu dan lamanya keluhan berlangsung

17
Gejala-gejala yang menyertai serangan (tanda-tanda lateralisasi,
peningkatan TIK)
Sifat dan beratnya serangan
Lokasi dan penyebarannya
Hubungan dengan waktu (kapan saja terjadinya)
Hubungannya dengan aktivitas (keluhan dirasakan setelah melakukan
aktivitas apa saja)
Keluhan-keluhan yang menyertai serangan (tidak dapat melirik ke satu
sisi, mulut mencong, tersedak, cadel, pelo, lidah mencong,
mengompol, baal)
Apakah keluhan baru pertama kali atau sudah berulang kali
Faktor resiko dan pencetus serangan, termasuk faktor-faktor yang
memperberat atau meringankan serangan
Apakah ada saudara sedarah, atau teman dekat yang menderita keluhan
yang sama
Perkembangan penyakit, kemungkinan telah terjadi komplikasi atau
gejala sisa
Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya, jenis-jenis obat
yang telah diminum oleh pasien; juga tindakan medik lain yang
berhubungan dengan penyakit yang saat ini diderita

18
 Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada :

19
 Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score :

Keterangan :
1. SSS > 1 : stroke hemoragik
2. SSS -1 s.d. 1 : perlu dikonfirmasi dengan CT-scan kepala
3. SSS < -1 : stroke iskemik
2. Pemeriksaan Fisik
 Tanda vital
Pada pasien stroke, tekanan darah diperiksa pada kedua tangan
untuk mengetahui adanya gangguan aliran darah. Denyut nadi dan
pernapasan berhubungan dengan saraf otonom. Suhu diukur untuk
menyingkirkan adanya keterlibatan infeksi.
 Status Generalis
Menilai pasien secara keseluruhan dari head to toe.
 Status Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk mengkonfirmasi
anamnesis yang telah ditanyakan. Komponen status neurologis
yang dinilai :
 GCS
 Pupil
 Tanda rangsang meningeal
20
 Nervus cranialis
 Fungsi motorik
 Fungsi sensorik
 Fungsi otonom
 Gait dan koordinasi

3. Pemeriksaan Penunjang
Tujuan dilakukannya pemeriksaan penunjang yaitu untuk
diagnosis, preventif dalam menanggulangi faktor resiko, dan untuk
menentukan prognosis. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terdiri dari
pemeriksaan radiologi dan laboratorium. Pemeriksaan radiologi terdiri dari
CT-scan kepala non kontras dan foto thoraks AP. CT-scan kepala non
kontras merupakan pemeriksaan gold standard yang dilakukan untuk
menyingkirkan perdarahan yang terjadi pada stroke hemoragik, sedangkan
foto thoraks AP untuk melihat ada atau tidaknya hipertrofi ventrikel kiri
yang merupakan salah satu faktor resiko stroke. Foto thoraks PA
merupakan pilihan terbaik, tetapi karena pada pasien stroke yang
umumnya mengalami kelemahan anggota gerak, maka dilakukan foto
thoraks AP. EKG dilakukan untuk menyingkirkan faktor resiko stroke.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk tujuan preventif
yaitu Hb, profil lipid darah (kolesterol total, LDL, HDL, trigliserida), gula
darah puasa (GDP), G2PP, HbA1c, asam urat, dan hemostasis lengkap
(aPTT, INR, D-dimer, fibrinogen). Sedangkan pemeriksaan laboratorium
yang dilakukan untuk menentukan prognosis terdiri dari pemeriksaan gula
darah sewaktu (GDS) dan differential count. Semakin tinggi kadar gula
darah sewaktu, prognosis semakin buruk karena semakin banyak sel
neuron otak yang rusak. Hiperglikemia karena stress yang terjadi pada
manusia dapat merupakan suatu keadaan yang menguntungkan tetapi
dapat juga tidak menguntungkan bagi kelanjutan hidup. Sehingga evaluasi

21
keadaan hiperglikemi pada keadaan seperti ini harus diputuskan terlebih
dahulu sebelum dilakukan pengobatan.

Diagnosis neurologis terdiri dari 4 macam, yaitu :


1. Diagnosis klinis
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala yang
ditemukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan.
Diagnosis klinis dapat berupa suatu sindrom.
Gejala Awal Stroke Perdarahan Stroke Iskemik
Gejala Peningkatan TIK Muncul pada awal Dapat muncul kemudian,
-Nyeri Kepala serangan atau tidak muncul
-Penurunan Kesadaran
-Muntah Menyemprot
-Pandangan Ganda
Gejala Lateralisasi Dapat muncul Muncul pada awal serangan
-Kelemahan anggota gerak kemudian, atau tidak
sesisi muncul
-Baal sesisi
-Otonom (BAB, BAK,
keringat)

22
2. Diagnosis topis
Diagnosis topis ditegakkan berdasarkan lokasi kelainan.

Pada stroke hemoragik, lokasi kelainan yang ditemukan dapat


berasal dari intraserebral atau subarakhnoid. Untuk membedakannya dapat
diketahui dari anamnesis dan pemeriksaan neurologis. Dari anamnesis,
pasien mengeluhkan nyeri tengkuk pada pasien stroke perdarahan
subarachnoid dan kaku kuduk positif pada pemeriksaan tanda rangsang
meningeal. Sedangkan pada stroke perdarahan intraserebral tidak
ditemukan kelainan tersebut.
3. Diagnosis etiologis
Diagnosis etiologis ditegakkan berdasarkan penyebab. Pada stroke
hemoragik, penyebabnya yaitu pecah / ruptur pembuluh darah.
23
4. Diagnosis patologis
Diagnosis patologis ditegakkan berdasarkan keadaan patologis
yang terjadi, yaitu iskemik atau hemoragik.

h) Penatalaksanaan Stroke
Sasaran pengobatan stroke ialah menyelamatkan neuron yang
menderita jangan sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang
menyertai tak mengganggu / mengancam fungsi otak. Pengobatan yang cepat
dan tepat diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi kecacatan.
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak
secepat mungkin dan melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik.
Pengelolaan pasien stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
1. Pengelolaan umum :
 Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
 Stabilisasi hemodinamik
 Mencegah peningkatan tekanan intrakranial
 Mengendalikan kejang
 Mengendalikan suhu tubuh
2. Pengelolaan spesifik :
 Manajemen cairan dan elektrolit
 Manajemen peningkatan tekanan intrakranial
 Manajemen tekanan darah
 Manajemen glukosa darah
 Manajemen kejang
 Terapi trombolitik
 Neurosurgical intervention

24
 Terapi farmakologi pada stroke iskemik akut yaitu :
Antiagregasi trombosit
Statin
Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)
Neuroprotektor

 Terapi farmakologi pada stroke hemoragik akut yaitu :


Antihiperhomosisteinemia (vitamin B6, B12, dan asam folat)
Neuroprotektor

3. Pengelolaan berdasarkan penyebabnya :


Stroke Hemoragik
o Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral
Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari,
Asam Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah yamg
sudah terbentuk oleh tissue plasminogen. Evaluasi status koagulasi
seperti pemberian protamin 1 mg pada pasien yang mendapatkan heparin
100 mg & 10 mg vitamin K intravena pada pasien yang mendapat warfarin
dengan prothrombine time memanjang.
Untuk mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling
hematom dapat diberikan obat-obat yang mempunyai sifat neuropriteksi.
o Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid
• Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang,
pada pasien yang sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada
umumnya diperlukan untuk menghilangkan nyeri kepala pada
pasien sadar.
• Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium
Channel Blockers dengan dosis 60 – 90 mg oral tiap 4 jam
selama 21 hari atau 15 – 30 mg/kg/jam selama 7 hari,
kemudian dilanjutkan per oral 360 mg /hari selama 14 hari,

25
efektif untuk mencegah terjadinya vasospasme yang biasanya
terjadi pada hari ke 7 sesudah iktus yang berlanjut sampai
minggu ke dua setelah iktus. Bila terjadi vasospasme dapat
dilakukan balance positif cairan 1 – 2 Liter diusahakan tekanan
arteri pulmonalis 18 – 20 mmHg dan Central venous pressure
10 mmHg, bila gagal juga dapat diusahakan peningkatan
tekanan sistolik sampai 180 – 220 mmHg menggunakan
dopamin.
4. Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah pengeluaran bekuan darah,
penyaluran cairan serebrospinal & pembedahan mikro pada pembuluh
darah. Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan arteriografi
adalah keadaan/kondisi pasien itu sendiri.
Faktor faktor yang mempengaruhi :
a. Usia
Lebih 70 th  tidak ada tindakan operasi
60 – 70 th  pertimbangan operasi lebih ketat
Kurang 60 th  operasi dapat dilakukan lebih aman
b. Tingkat kesadaran
Koma/sopor  tak dioperasi
Sadar/somnolen  tak dioperasi kecuali kesadaran atau
keadaan neurologiknya menurun
Perdarahan serebelum : operasi kadang hasilnya memuaskan
walaupun kesadarannya koma
c. Topis lesi
• Hematoma Lobar (kortical dan Subcortical)
Bila TIK tak meninggi  tak dioperasi
Bila TIK meninggi disertai tanda tanda herniasi (klinis menurun)
 operasi

26
• Perdarahan putamen
Bila hematoma kecil atau sedang  tak dioperasi
Bila hematoma lebih dari 3 cm  tak dioperasi, kecuali
kesadaran atau defisit neurologiknya memburuk
• Perdarahan talamus
Pada umumnya tak dioperasi, hanya ditujukan pada
hidrocepalusnya akibat perdarahan dengan VP shunt bila
memungkinkan.
• Perdarahan serebelum
Bila perdarahannya lebih dari 3 cm dalam minggu pertama
maka  operasi
Bila perjalanan neurologiknya stabil diobati secara medisinal
dengan pengawasan
Bila hematom kecil tapi disertai tanda tanda penekanan batang
otak  operasi
5. Penampang volume hematoma
• Bila penampang hematoma lebih 3 cm atau
volume lebih dari 50 cc  operasi
• Bila penampang kecil, kesadaran makin menurun
dan keadaan neurologiknya menurun ada tanda
tanda penekanan batang otak maka  operasi
6. Waktu yang tepat untuk pembedahan
• Dianjurkan untuk operasi secepat mungkin 6 – 7 jam
setelah serangan sebelum timbulnya edema otak , bila
tak memungkinkan sebaiknya ditunda sampai 5 – 15
hari kemudian.

27
Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan grade Hunt & Hest
Scale 1 sampai 3, waktu pembedahan dapat segera (< 72 jam) atau lambat
(setelah 14 hari). Pembedahan pasien PSA dengan Hunt &Hest Scale 4 – 5
menunjukkan angka kematian yang tinggi (75%).

 Fase Pasca Akut


Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititik beratkan tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.
 Terapi Preventif
Tujuannya, untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru
stroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko
stroke :
Untuk stroke infark diberikan :
a Obat-obat anti platelet agregasi
b Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya
c Faktor resiko dikurangi seminimal mungkin
 Menghindari rokok, obesitas, stres
 Berolahraga teratur
 Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun,
maka yang paling penting pada masa ini ialah upaya membatasi sejauh mungkin
kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, “terapi wicara”, dan
psikoterapi. Jika seorang pasien tidak lagi menderita sakit akut setelah suatu
stroke, staf perawatan kesehatan memfokuskan pada pemaksimalan kemampuan
fungsi pasien. Hal ini sering dilakukan di rumah sakit rehabilitasi atau area khusus
di rumah sakit umum. Rehabilitasi juga dapat bertempat di fasilitas perawat.
Proses rehabilitasi dapat meliputi beberapa atau semua hal di bawah ini:
1. Terapi bicara untuk belajar kembali berbicara dan menelan
2. Terapi okupasi untuk mendapatkan kembali ketangkasan lengan dan
tangan

28
3. Terapi fisik untuk memperbaiki kekuatan dan kemampuan berjalan, dan
4. Edukasi keluarga untuk memberikan orientasi kepada mereka dalam
merawat orang yang mereka cintai di rumah dan tantangan yang akan
mereka hadapi.

Pedoman dasar rehabilitasi pasien pasca stroke :


Hari 1-3 (di sisi tempat tidur)  Kurangi penekanan pada daerah yang sering
tertekan (sakrum, tumit)
 Modifikasi diet, bed side, positioning
 Mulai PROM dan AROM

Hari 3-5  Evaluasi ambulasi


 Beri sling bila terjadi subluksasi bahu

Hari 7-10  Aktifitas berpindah


 Latihan ADL: perawatan pagi hari
 Komunikasi, menelan

2-3 minggu  Team/family planing


 Therapeuthic home evaluation

3-6 minggu  Home program


 Independent ADL, tranfer, mobility

10-12 minggu  Follow up


 Review functional abilities

29
Ketika seorang pasien stroke telah siap untuk pulang ke rumah,
seorang perawat sebaiknya datang ke rumah selama periode waktu tertentu
sampai keluarga terbiasa dengan merawat pasien dan prosedur untuk
memberikan bermacam obat. Terapi fisik dapat dilanjutkan di rumah.
Pada akhirnya pasien biasa ditinggalkan di rumah dengan satu atau
lebih orang yang menjaganya, yang sekarang mendapati hidupnya telah
sangat berubah. Merawat pasien stroke di rumah dapat sangat mudah atau
sangat tidak mungkin. Pada waktunya, ini akan menjadi jelas bahwa
pasien harus ditempatkan pada fasilitas perawatan yang terlatih karena
perawatan yang sesuai tidak dapat diberikan di rumah walaupun keluarga
bermaksud baik untuk merawatnya.
Macam-macam rehabilitasi fisik yang dapat diberikan adalah :
1. Bed exercise
2. Latihan duduk
3. Latihan berdiri
4. Latihan mobilisasi
5. Latihan ADL (activity daily living)
6. Latihan Positioning (Penempatan)
7. Latihan mobilisasi
8. Latihan pindah dari kursi roda ke mobil
9. Latihan berpakaian
10. Latihan membaca
11. Latihan mengucapkan huruf A,I,U,E,O

30
BAB III
KESIMPULAN

Prognosis stroke dapat dilihat berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang, seperti


pemeriksaan gula darah sewaktu dan differential count. Ada sekitar 30%-40% penderita
stroke yang masih dapat sembuh secara sempurna asalkan ditangani dalam jangka waktu
6 jam atau kurang dari itu. Hal ini penting agar penderita tidak mengalami kecacatan.
Kalaupun ada gejala sisa seperti jalannya pincang atau berbicaranya pelo, namun gejala
sisa ini masih bisa disembuhkan.
Sayangnya, sebagian besar penderita stroke baru datang ke rumah sakit 48-72 jam
setelah terjadinya serangan. Bila demikian, tindakan yang perlu dilakukan adalah
pemulihan. Tindakan pemulihan ini penting untuk mengurangi komplikasi akibat stroke
dan berupaya mengembalikan keadaan penderita kembali normal seperti sebelum
serangan stroke.
Upaya untuk memulihkan kondisi kesehatan penderita stroke sebaiknya dilakukan
secepat mungkin, idealnya dimulai 4-5 hari setelah kondisi pasien stabil. Tiap pasien
membutuhkan penanganan yang berbeda-beda, tergantung dari kebutuhan pasien. Proses
ini membutuhkan waktu sekitar 6-12 bulan.

31
DAFTAR PUSTAKA

Adam HP, Del Zoppo GJ, Kummer RV. Management of stroke. 2nd Ed, Professional
communications inc New York, 2002
CP Warlow, MS Dennis, J Van Gijn, GJ Hankey, PAG Ssandercock, JH Bamford,
Wardlaw. Stroke.A practical guide to management. Specific treatment of acute
ischaemic stroke Excell Typesetters Co Hongkong, 1996; 11; 385 – 429.,
Feigin V. Stroke Panduan bergambar tentang pencegahan dan pemulihan stroke
(terjemahan). cetakan kedua. PT Buana Ilmu Populer. Jakarta. 2006
Gilroy J. Basic Neurology. Third Edition. Mc Graw Hill. New York, 2000 ; 225 -
306
Hinton RC. Stroke, in Samuel MA Manual of Neurologic Therapeutics. Fifth Edition.
Litle Brown and Company Ney York 1995 ; 207 –24.
Kelompok studi serebrovaskuler & Neurogeriatri, PERDOSSI : Guideline Stroke
2000 Seri Pertama, Jakarta, Mei 2000.
National Institute of Neurological Disorders and Stroke: Classification of
cerebrovascular disease III. Stroke 1990, 21: 637-76.
Pusinelli W.: Pathophysiology of acute ischemic stroke. Lancet 1992, 339: 533-6.
Sandercock P, Huub W, Peter S.: Medical Treatment of acute ischemic stroke. Lancet
1992, 339: 537-9.
Toole J.F.: Cerebrovascular disorder. 4th edition, Raven Press, New York, 1990.
Widjaja D. Highlight of Stroke Management. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan,
Surabaya 2002.
World Health Organizations: Stroke 1989. Recommendations on stroke prevention,
diagnosis anf therapy. Stroke 1989, 20: 1407-31.

32
33

Anda mungkin juga menyukai