DEFINISI MENINGITIS
Penyakit meningitis adalah infeksi yang terjadi pada selaput otak dan banyak ditemukan kasus pada
anak-anak. Infeksi ini ini juga bisa disebabkan oleh penyakit lain seperti campak, tipus, morbili, gondong,
batuk rejan atau infeksi telinga, dan lain-lain.
Meningitis adalah infeksi yang menular. Sama seperti flu, pengantar virus meningitis berasal dari cairan
yang berasal dari tenggorokan atau hidung. Virus tersebut dapat berpindah melalui udara dan
menularkan kepada orang lain yang menghirup udara tersebut.
PENYEBAB MENINGITIS
Meningitis pada umumnya dapat disebabkan oleh bakteri atau virus. Bakteri atau virus yang dimiliki
seseorang biasanya berasal dari penyakit lain atau tertular dari orang yang menderita meningitis.
Bakteri
Bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan meningitis dikelompokkan berdasarkan usia penderita,
diantaranya adalah:
Neonatus sampai 2 bulan: GBS, basili gram negative, missal, Escherichia coli, Liateria
monocytogenes, S. agalactiae (streptokokus gram B).
Mycobacterium tuberculosis: dapat menyebabkan meningitis TB pada semua umur. Pling sering
pada anak umur 6 bulan sampai 6 tahun.
Virus
Virus yang dapat menyebabkan meningitis antaralain adalah enterovirus yang menyebabkan 80% kasus
meningitis, CMV, arbovirus, dan HSV.
Selain penyebab dari bakteri atau virus yang dapat menyebabkan meningitis, terdapat factor risiko tinggi
yang dapat meningkatkan kejadian meningitis antara lain:
Faktor maternal: rupture membran fetal, infeksi metrnal pada minggu terakhir kehamilan
Faktor imunologi: usia muda, defisiansi mekanisme imun, defek lien karena penyakit sel sabit
atau asplenia (rentan terhadap S. Pneumoniae dan Hib), anak-anak yang mendapat obat-obat
imunosupresi
Anak dengan kelainan system saraf pusat, pembedahan atau injuri yang berhubungan dengan
system persarafan
Faktor yang berkaitan dengan status sosial-ekonomi rendah: lingkungan padat, kemiskinan,
kontak erat dengan individu tang terkena (penularan melalui sekresi pernapasan)
KLASIFIKASI MENINGITIS
Meningitis Purulenta
Meningitis purulenta merupakan radang selaput otak ( araknoidea dan piameter) yang menimbulkan
eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman nonspesifik dan nonvirus.
Meningitis Tuberkulosa
Meningitis ini kebanyakan terjadi akibat komplikasi penyebaran tuberculosis primer, biasanya dari paru.
Meningitis terjadi bukan karena terimfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen,
tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang
belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke rongga araknoid (Rich dan McCordeck).
Anak-anak yang ibunya menderita TBC kadang-kadang mendapatkan meningitis tuberkolusa pada bulan-
bulan pertama setelah lahir.
PATHWAY MENINGITIS
TANDA DAN GEJALA MENINGITIS
Trias klasik gejala meningitis adalah demam, sakit kepala, dan kaku kuduk. Namun pada anak di bawah
usia dua tahun, kaku kuduk atau tanda iritasi meningen lain mungkin tidak ditemui. Peruban tingkat
kesadaran lazim terjadi dan ditemukan pada hingga 90% pasien.
Pada bukunya, Wong menjabarkan tanda dan gejala dari meningitis berdasarkan golongan usia sebagai
berikut:
Demam
Mengigil
Sakit kepala
Muntah
Agitasi
Fotofobia
Delirium
Halusinasi
Mengantuk
Stupor
Koma
Ruam ptekial atau purpurik (infeksi meningokokal), terutama bila berhubungan dengan status
seperti syok.
Gambaran klasik jarang terlihat pada anaka-anak antara usia 3 bulan dan 2 tahun adalah:
Muntah
Fontanel menonjol
Baik pada saat lahir tetapi mulai terlihatmenyedihkan dan berperilaku buruk dalam beberapa
hari
Tonus buruk
Kurang gerakan
Menangis buruk
Fontanel penuh, tegang, dan menonjol dapat terlihat pada akhir perjalanan penyakit
Ikterik
Peka rangsang
Mengantuk
Kejang
Sianosis
Dan perlu di ingat bahwa tanda dan gejala diatas bisa jadi adalah manifestasi dari penyakit lain, jadi
harus dilakukan pemeriksaan lebih spesifik untuk mendiagnosis penyakit meningitis.
KOMPLIKASI MENINGITIS
Penyakit meningitis dapat menyebabkan komplikasi yang sangat berat dan dapat menyebabkan
kematian. Berikut adalah komplikasi yang dapat terjadi pada pasien meningitis.
Hidrosefalus obstruktif
Efusi subdural
Kejang
Cerebral Palsy
Gangguan mental
Gangguan belajar
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berikut adalah pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis meningitis.
Lumbal Punksi
Dari hasil pemeriksaan lumbal punksi biasanya didapatkan hasil tekanan cairan meningkat, jumlah sel
darah putih meningkat, glukosa menurun, protein meningkat.
Setiap pasien dengan kejang atau twitching baik yang diketahui dari anamnesis atau yang dilihat
sendiri
Adanya paresis atau paralysis. Dalam hal ini termasuk strabismus karena paresis N.VI
Koma
Leukemia
Selain lumbal punksi, dapat dilakukan pemeriksaan lain juga antara lain adalah:
Darah: leukosit meningkat, CRP meningkat, U&E, glukosa, pemeriksaan factor pembekuan,
golongan darah dan penyimpanan
Mikroskopik, biakan dan sensitivitas: darah, tinja, usap tenggorok, urin, rapid antigen screen
LP untuk CSS: merupakan kontra indikasi jika dicurigai tanda neurologist fokal atau TIK
meningkat
CSS pada meningitis bakteri: netrofil, protein meningkat (1-5g/L), glukosa menurun (kadar
serum <50%)
CSS pada meningitis virus: limfosit (pada mulainya netrofil), protein normal/meningkat ringan,
glukosa normal, PCR untuk diagnosis
CSS: mikroskopik (pulasan Gram, misal, untuk basil tahan asam pada meningitis TB), biakan dan
sensitivitas.
Penatalaksanaan efektif untuk meningitis bergantung pada terapi suportif agresif yang dini dan
pemilihan antimikroba empirik yang tepat untuk kemungkinan patogen. Tindakan suportif umum
diindikasikan bagi setiap pasien yang menderita patologi intrakranium berat.
Pasien dengan Meningitis purulenta pada umumnya dalam keadaan kesadaran yang menurun dan
seringkali disertai muntah-muntah atau diare. Untuk menghindari kekurangan cairan/elektrolit, pasien
perlu langsung dipasang cairan intavena. Jika terdapat gejala asidosis harus dilakukan koreksi.
Pengelolaan cairan merupakan hal yang sangat penting pada pasien meningitis. Sindrom sekresi hormon
antidiuretik yang tidak tepat (SIADH, syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion) terjadi
pada sekitar 30% pasien meningitis, dan jika ditemukan, harus dilakukan pembatasan cairan. Meskipun
demikian, sebuah studi klinis telah membuktikan pentingnya memelihara tekanan perfusi otak yang
adekuat pada penyakit ini.
Pembatasan cairan secara tidak tepat dapat menimbulkan deplesi volume, yang jika ekstrim, dapat
menuju pada ketidakadekuatan volume sirkulasi. Sebaiknya cairan mula-mula dibatasi, sementara
menunggu pemeriksaan elektrolit urin dan serum.
Bila terdapat SIADH, pembatasan cairan sampai dua pertiga cairan pemeliharaan merupakan tindakan
yang tepat, sampai kelebihan hormon antidiuretuk pulih; bila tidak terdapat SIADH, cairan harus
diberikan dalam jumlah yang sesuai dengan derajat kekurangan cairan, dan elektrolit diawasi secara
seksama.
Terapi peningkatan tekanan intrakranium harus diarahkan pada pemeliharaan derajat tekanan perfusi
otak yang adekuat, seperti pada kondisi lain yang dipersulit oleh hipertensi intrakranium. Cara yang ada
bisa termasuk hiperventilasi, pengambilan CSS melalui kateter intraventrikel, atau mungkin pemakaian
obat diuretikosmotik secara hati-hati.
Pada kecurigaan meningitis, antibiotik intravena diberikan secara empiric sementara menunggu hasil
biakan. Pemilihan antibiotik awal didasarkan pada kemungkinan pathogen menurut kelompok usia,
pajanan yang diketahui, dan setiap faktor resiko yang tidak lazim bagi pasien.
Prinsip terapi antimikroba meningitis mencakup pemilihan antibiotik yang bersifat bakterisid terhadap
pathogen yang dicurigai dan yang mampu mencapai konsentrasi CSS setidaknya sepuluh konsentrasi
bakterisid minimal untuk organisme tersebut, karena inilah konsentrasi yang dalam penelitian hewan
telah terbukti berkolerasi dengan sterilisasi CSS paling efektif.
Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan diazepam 0,5 mg/kg BB/kali IV, dan
dapat diulang dengan dosis yang sama 15 menit kemudian bila kejang belum berhenti. Ulangan
pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga kali) dengan dosis sama tetapi diberikan secara IM.
Setelah kejang dapat diatasi, diberikan fenobarbital dosis awal untuk neonatus 30 mg; anak < 1 tahun 50
mg dan anak > 1 tahun 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan rumat diberikan fenobarbital dengan dosis
8-10 mg/kg BB/hr dibagi dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari (dimulai 4 jam setelah pemberian dosis
awal). Hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hr dibagi dalam 2 dosis. Bila tidak tersedia diazepam,
fenobarbital dapat langsung diberikan dengan dosis awal dan selanjutnya dosis rumat.
Penyebab utama meningitis purulenta pada bayi atau anak di Indonesia(Jakarta) ialah H. influenzaedan
pneumoccocus sedangkan meningococcus jarang sekali,maka diberikan ampisilin IV sebanyak 400mg/kg
BB/hr dibagi 6 dosis ditambah kloramfenikol 100mg/kg BB/hr iv dibagi dalam 4 dosis.
Pada hari ke 10 pengobatan dilakukan pungsi lumbal ulangan dan bila ternyata menunjukkan hasil yang
normal pengobatan tesebut dilanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum dan pengobatan dilanjutkan
dengan obat dan cara yang sama seperti di atas dan diganti dngan obat yang sesuai dengan hasil biakan
dan uji resistensi kuman.
Meningitis paru pada neunatus berbeda,karena biasa dan disebabkan oleh baksil colifom
danstaphylococcus, maka pengobatan pada neonatus sebagai berikut:
Pilihan pertama: Sefalosporin 200mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis, dikombinasi dengan amikasin
dengan dosis awal 10 mg/kg BB/hr IV,dilanjutkan dengan dosis 15 mg/kg BB/hr atau dengan gentamisin
6 mg/kg BB/hr masing-masing dibagi dalam 2 dosis.
Pilihan kedua : Amphisilin 300-400 mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 6 dosis,dikombinasi dengan
kloramfenikol 50 mg/kg BB/hr IV dibagi dalam 4 dosis. Pada bayi kurang bulan dosis kloramfenikol tidak
boleh melebihi 30 mg/kg Bb/hr (dapat terjadi grey baby).
Pilihan selanjutnya kotrimoksazol 10 mg TMP/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis selama 3 hari dilanjutkan
dengan dosis 6 mg TMP/kg BB/hr IV dibagi dalam 2 dosis. Lama pengobatan neonatus adalah 2
hr.Sefalosporin dan kotrimaksozol tidak diberikan pada bayi yang berumur kurang 1 minggu.
Ulangan pungsi lumbal pada meningitis paru anak dilakukan pada hari ke 10 pengobatan sedang pada
neunatus pada hari ke 21. Terapi pilihan pada bayi yang telah mengalami meningitis bakterial dengan
komplikasi hidrocephalus adalah dilakukan pembedahan dengan tujuan untuk pemasangan shunt guna
mengalirkan cerebrospinal fluid yang tersumbat di dalam otak. Ada beberapa jenis shunt antara lain (VP)
ventrikulo peritoneal shunt dan (VA) ventriculoatrial shunt.
Penatalaksanaan pada bayi dengan hidrocehalus adalah pemberian posisi head up dan pengawasan
pemberian cairan yang adekuat.
Untuk selanjutnya langsung saja saya paparkan bagaimana konsep Asuhan Keperawatan Meningitis
Menggunakan Aplikasi Nanda NIC NOC yang saya dapat dari literature-literatur.
Identitas Klien
Silahkan masukkan identitas klien mulai dari nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, tempat tiinggal, dan
lain-lain. Identitas klien disini dapat menjadi penunjang informasi dalam memberikan asuhan
keperawatan.
Keluhan Utama
Keluhan utama pasien meningitis biasanya demam, mual dan muntah dan terdapat ciri khas kaku kuduk
PROMOSI KESEHATAN
Data Subjektif:
Penyakit yang lalu lalu seperti TBC, infeksi virus dan lain-lain
DO:
TTV: TD biasanya naik atau turun, RR takipnea, bradikardi dan suhu tubuh biasanya meningkat atau
demam
NUTRISI
DS:
BB biasanya menurun
Klien biasanya mengeluh ual dan muntah dan tidak nafsu makan
DO:
Klien tampak mual dan tidak nafsu makan
DS:
DO:
Tampak gelisah
Aktivitas
DS:
Makan, minum, berpakaian, mandi dan toileting biasanya butuh bantuak jika berat
DO:
DS:
Kemampuan untuk mengatasi rasa takut, rasa sedih dan rasa duka bagaimana?
DO:
Perilaku yang menampakkan rasa cemas, duka, rasa ingin menguasai, rasa takut
DO:
Keringat dingin
Lumbal Punksi
Dari hasil pemeriksaan lumbal punksi biasanya didapatkan hasil tekanan cairan meningkat, jumlah sel
darah putih meningkat, glukosa menurun, protein meningkat.
Selain lumbak punksi dapat dilakukan pemeriksaan penunjang juga sebagai berikut:
Darah: leukosit meningkat, CRP meningkat, U&E, glukosa, pemeriksaan factor pembekuan,
golongan darah dan penyimpanan
Mikroskopik, biakan dan sensitivitas: darah, tinja, usap tenggorok, urin, rapid antigen screen
CT scan: jika curiga TIK meningkat hindari pengambilan sample dengan LP
LP untuk CSS: merupakan kontra indikasi jika dicurigai tanda neurologist fokal atau TIK
meningkat
CSS pada meningitis bakteri: netrofil, protein meningkat (1-5g/L), glukosa menurun (kadar
serum <50%)
CSS pada meningitis virus: limfosit (pada mulainya netrofil), protein normal/meningkat ringan,
glukosa normal, PCR untuk diagnosis
CSS: mikroskopik (pulasan Gram, misal, untuk basil tahan asam pada meningitis TB), biakan dan
sensitivitas.
3. Hambatan mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan neuromuskular
1 tidak pernah
2 jarang
3 kadang-kadang
4 sering
5 selalu
Indicator 1 2 3 4 5
1 sangat berat
2 berat
3 sedang
4 ringan
5 tidak ada
Indicator 1 2 3 4 5
gelisah
memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan
mengenali factor penyebab dan menggunakan tindakan untuk memodifikasi factor tersebut
Pengkajian
Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk mengumpulkan informasi
pengkajian
Gunakan bagan alir nyeri untuk mementau peredaan nyeri oleh analgesic dan kemungkinan efek
sampingnya
Kaji dampak agama, budaya dan kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri dan respon pasien
Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan tingkat perkembangan
pasien
Manajemen nyeri:
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan factor presipitasinya
Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang tidak mampu
berkomunikasi efektif
Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus diminum, frekuensi,
frekuensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan interaksi obat, kewaspadaan
khusus saat mengkonsumsi obat tersebut dan nama orang yang harus dihubungi bila mengalami
nyeri membandel.
Instruksikan pasien untuk menginformasikan pada perawat jika peredaan nyeri tidak dapat
dicapai
Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan nyeri dan tawarkan
strategi koping yang ditawarkan
Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik atau oploid (resiko ketergantungan atau
overdosis)
Manajemen nyeri:
Berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan
antisipasi ketidaknyamanan akibat prosedur
Aktivitas kolaboratif
Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiate yang terjadwal (missal, setiap 4 jam
selama 36 jam) atau PCA
Manajemen nyeri:
Laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini merupakan
perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien dimasa lalu
Perawatan dirumah
Ajarkan klien dan keluarga untuk memanfaatkan teknologi yang diperlukan dalam pemberian
obat
Setelah diberikan perawatan pasien akan menunjukkan termoregulasi yang dibuktikan oleh indicator
sebagai berikut:
1 ganguan eksterm
2 berat
3 sedang
4 ringan
5 tidak ada gangguan
Indicator 1 2 3 4 5
Hipertermia
Dehidrasi
Mengantuk
Frekuensi pernapasan
Pengkajian
Kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan sesuai dengan suhu lingkungan
Dapatkan riwayat hipertermi maligma, kematian akibat anastesi, atau demam pasca bedah pada
indivudu atau keluarga
Regulasi suhu:
Ajarkan pasien dan keluarga dalam mengukur suhu untuk mencegah dan mengenali secara dini
hipertermi
Regulasi suhu (nic); ajarkan indikasi keletihan akibat panas dan tindakan kedaruratan yang
diperlukan , jika perlu
Aktivitas lain
Lepaskan pakaian yang berlebihan dan tutupi pasien dengan selimut saja
Anjurkan asupan cairan oral, sedikitnya 2 liter sehari dengan tambahan cairan selama aktivitas
berlebihan atau aktivitas dalam cuaca panas
Perawatan dirumah
Kaji suhu lingkungan rumah, bantu untuk mendapatkan kipas angina tau ac jika perlu
Ajarkan orang tua agar tidak memberikan aspirin untuk demam pada anak-anak dibawah usia 18
thun
Ajarkan orang tua bahwa tidak perlu selalu mengobati semua jenis demam pada anak-anak.
Sebagai pedoman, demam pada anak yang tidak memiliki riwayat kejang tidak perlu diobati,
kecuali mencapai suhu lebih dari 40 derajat selsius.
Kompres hangat dapat digunakan untuk mengatasi demam, tetapi dapat meningkatkan rasa
tidak nyaman anak dan dapat menyebabkan anak menangis dan gelisah dan menghambat efek
pendinginan dari kompres tersebut
Untuk lansia
Ajarkan pasien dan keluarga bahwa lansia lebih berisiko mengalami hipertermi dan dehidrasi
Ajarkan pasien dan pemberi asuhan/keluarga tanda awal hipertermia atau sangat panas
Pertimbangkan suhu oral yang lebih tinggi dari 37,2 C atau peningkatan 0,8-1,1 sebagai demam
pada lansia
Jangan melakukan pemeriksaan suhu rectum pada klien yang mengalami dimensia karena dapat
mengundang rasa marah
Ajarkan klien lansia untuk menghubungi dokter perawatan primer jika mereka mengalami
demam
Diagnosa 3 : Hambatan mobilitas ditempat tidur berhubungan dengan nyeri dan gangguan
neuromuskular
Mencapai mobilitas ditempat tidur, yang dibuktikan oleh pengaturan posisi tubuh; kemauan
sendiri, performa mekanika tubuh, gerakan terkoordinasi, pergerakan sendi aktif, dan mobilitas
yang memuaskan
1 gangguan eksterm
2 berat
3 sedang
4 ringan
Indicator 1 2 3 4 5
Koordinasi
Pengkajian
Latih rentang pergerakan sendi aktif dan pasif untuk memperbaiki kekuatan dan daya tahan otot
Gunakan ahli terapi fisik/okupasi sebagai sumber dalam penyusunan rencana untuk mempertahankan
dan meningkatkan mobilitas ditempat tidur
Aktivitas lain
Tempatkan tombola tau lampu pemanggil bantuan ditempat yang mudah diraih
Lakukan tindakan pengendalian nyeri sebelum memulai latihan atau terapi fisik
Pastikan rencana perawatan mencakup jumlah persona yang dibutuhkan untuk membalik posisi
pasien
Itulah askep meningitis aplikasi nanda nic noc yang dapat saya sampaikan mudah-mudahan dapat
bermanfaat bagi anda.
Sumber:
Sumber: Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern. Buku Saku DIAGNOSIS KEPERAWATAN Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC Edisi 9. Alih Bahasa Ns. Esti Wahuningsih, S.Kep dan Ns. Dwi
Widiarti, S,Kep. EGC. Jakarta.