Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL

UJI TOKSISITAS EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG KAYU KAMBING

(Garuga floribunda Decne) TERHADAP LARVA Artemia Salina Leach.

DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BST)

Disusun Oleh :

ARDIYANTO S.MADJID

(1503046)

PROGRAM STUDI DIII FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MUHAMMADIYAH

MANADO

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman obat adalah tanaman yang memiliki khasiat obat dan

digunakan sebagai obat dalam penyembuhan maupun pencegahan penyakit.

Pengertian berkhasiat obat adalah mengandung zat aktif yang berfungsi

mengobati penyakit tertentu atau jika tidak mengandung zat aktif tertentu tapi

mengandung efek resultan / sinergi dari berbagai zat yang berfungsi

mengobati (Flora, , 2008).

Salah satu tanaman yang biasa digunakan dalam pengobatan tradisional

di dalam masyarakat adalah Garuga Floribunda Decne, yang dikenal dengan

nama kayu kambing. Tanaman kayu kambing termasuk suku Burseraceae.

Kegunaan tanaman kayu kambing dari literatur diketahui dapat mengobati

penyakit dalam (paru-paru), sakit pinggang dan untuk memulihkan tenaga

(stamina), pada kulit batang kayu kambing mengandung senyawa kimia

alkaloid, tannin dan flavonoid (Kinho, 2009).

Berdasarkan literatur diketahui bahwa flavonoid merupakan senyawa

aktif pada tanaman yang juga mempunyai sifat antiestrogen atau dapat sintesis

menjadi antiestrogen di dalam tubuh, sedangkan alkaloid termasuk zat aktif

yang beracun, alkaloid ini bisa menimbulkan rasa pahit dan sedikit bahaya

dalam penggunannya (Soedibyo, 2002)


Terdapat berbagai macam obat herbal yang berasal dari tanaman dan

telah banyak diteliti kandungan kimia dan khasiat yang berada di dalamnya.

Namun masih banyak tanaman yang belum diketahui kadar

toksisitasnya,seperti Tanaman kayu kambing (Garuga Floribunda Decne)

sehingga perlu diteliti lebih lanjut (Agus, 2008).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek toksisitas pada ekstrak

Kulit batang kayu kambing menurut metode Brine Shrimp lethality Test

(BST). Metode ini sering digunakan sebagai skrining awal terhadap senyawa

aktif yang terkandung dalam ekstrak tanaman, karena relatif murah, cepat, dan

hasilnya dapat dipercaya.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ekstrak etanol kulit batang kayu kambing mempunyai efek

toksisitas terhadap larva Artemia salina L. ?

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini di batasi pada uji efek toksisitas terhadap larva Artemia

salina L. Dengan konsentrasi ekstrak kulit batang kayu kambing 50 ppm, 100

ppm, 500 ppm, 1000 ppm, 1500 ppm.

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui efek toksisitas akut ekstrak etanol kulit batang kayu

kambing menurut metode Brine Shrimp lethality Test (BST).


1.5 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi tentang

toksisitas akut pada ekstrak etanol kulit batang kayu kambing

2. dijadikan rujukan untuk penelitian toksisitas pada hewan coba yang lebih

besar dan penelitian lebih lanjut tentang potensi antikanker


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Kayu Kambing (Garuga floribunda Decne)

Gambar 1 : Tanaman Kayu Kambing (Anonim, 2011)

2.1.1.1 Taksonomi (Anonim, 2016) :

1. Kingdom : Plantae

2. Divisi : Angiospermae

3. Ordo : Sapindales

4. Famili : Burseraceae

5. Genus : Garuga

6. Spesies : G. floribunda
2.1.1.2 Nama Umum

Tanaman kayu kambing pada beberapa daerah memiliki beberapa nama

daerah antara lain Kilangit ( Jawa Barat ), wiyu ( Jawa Tengah ), kayo

kambing (Sulawesi ), wiu ( Timor, Flores ), baro ( Borneo ), matuapisa ( Irian

Jaya ) (Anonim, 2011).

2.1.1.3 Morfologi Tanaman

Tanaman kayu kambing (Garuga floribunda decne) adalah jenis

tumbuhan berpohon dengan daun majemuk, panjang daun 46 cm, lebar daun

13 cm, panjang anak daun 5 cm, lebar anak daun 3 cm. Panjang tankai 0,5 cm.

Bentuk daun lanset, ujung daun meruncing denga tepi daun bergerigi dalam.

Kedudukan anak daun berhadapan ganjil. Dan duduk daun melingkar.

Dijumpai pada dataran tinggi, tinggi pohon 7-10 meter, batang berdiamter 15-

20 cm, warna batang coklat dengan tekstur kasar. Duduk anak daun

berhadapan, ujung anak daun runcing dengan tepi bergerigi. Permukaan anak

daun halus dan pada permukaan bahwa terdapat bulu-bulu halus. Daun yang

sudah tua biasanya berwarna merah (Kinho, 2009)

2.1.1.4 Kandungan Kimia

Berdasarkan literatur diketahui kandungan kimia yang terkandung pada

kulit batang kayu kambing mengandung alkaloid, tannin, dan flavonoid

(Kinho, 2009).
2.1.1.5 Khasiat dan Penggunaan

2.1.1.6 khasiat

Tanaman kayu kambing dapat mengobati penyakit dalam (paru-paru),

sakit pinggang dan untuk memulihkan tenaga (stamina) (Kinho, 2009)

2.1.1.7 Penggunaan

Kayu tan aman kayu kambing juga dapat digunakan sebagai bahan

bangunan, Rumah, papan, jendela, kotak pengemas, papan langit langit.

lantai, bok dan bahan kerajinan mainan anak. Kulit batang dapat dijadikan

sebagai obat sesudah melahirkan. Rebusan daun dijadikan bahan pewarna

hitam pada anyaman tikar. Di masyarakat tanaman ini ditanam sebagai pohon

peneduh dan penghijauan (Anonim, 2011).

2.1.2 Ekstraksi

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, Ekstrak adalah sediaan pekat

yang mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua

pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian

hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.

Ekstrak b iasanya disimpan dalam wadah yang berisi zat pengering,

misalnya kapur tohor (Anonim, 1979).

Ada beberapa metode ekstraksi menurut Anonim (2000), yaitu :


2.1.2.1 Cara dingin

1. Maserasi

Metode Ekstraksi Maserasi Proses maserasi (macerare= mengairi, melunakkan)

merupakan proses perendaman sampel dengan pelarut yang digunakan pada temperatur

ruangan.Pada psoses maserasi, bahan kandungan sel berpindah dengan terlarut dalam

molekuler pelarut dengan berdifusi melalui rongga antar sel. Gaya yang bekerja adalah

perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan pelarut yangmula-mula tanpa

bahan aktif. Bahan kandungan sel akan mencapai ke dalam cairan di sebelah luar selama

difusi melintasi membran sampai terbentuknya suatu keseimbangan konsentrasi antara

larutan disebelah dalam dan disebelah luar sel (Voight, 1995: 566)

2. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur

kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap

maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan

ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat).

2.1.2.2 Cara panas


1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya

selama waktu tertentu dan dalam jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik.

2. Digesti

Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinyu pada temperatur

yang lebih tinggi dari temperatur kamar, yaitu 40-50° C.

3. Infus

Infus adalah ekstraksi menggunakan pelarut air pada temperatur

penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur

terukur 90° C) selama 15 menit

4. Dekok

Dekok adalah ekstraksi yang sama dengan infus tapi yaitu dengan

pelarut air pada temperatur 90° C namun dilakukan lebih lama yaitu selama

30 menit.

5. Sokletasi

Sokletasi adalah metode ekstraksi untuk bahan yang tahan pemanasan

dengan cara meletakkan bahan yang akan diekstraksi dalam sebuah kantung

ekstraksi (kertas saring) di dalam sebuah alat ekstraksi dari gelas yang

bekerja kontinyu.
2.1.3 Uji Toksisitas

Menurut Harmita (2009), pengujian toksisitas secara umum dibagi menjadi

tiga kelompok, yaitu :

2.1.3.1 Uji toksisitas akut

Uji dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji sebanyak

satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam.

2.1.3.2 Uji toksisitas jangka pendek (subkronis)

Uji dilakukan dengan memberikan zat kimia secara berulang-ulang,

biasanya setiap hari atau lima kali seminggu selama jangka waktu kurang

lebih 10% masa hidup hewan yaitu 3 bulan untuk tikus dan 1 atau 2 tahun

untuk anjing. Namun beberapa peneliti menggunakan jangka waktu lebih

pendek misalnya pemberian zat kimia selama 14 dan 28 hari.

2.1.3.3 Uji toksisitas jangka panjang (kronis)

Percobaan jenis ini mencakup pemberian zat kimia secara berulang

selama 3-6 bulan atau seumur hidup hewan, misalnya 18 bulan untuk mencit,

24 bulan untuk tikus dan 7-10 tahun untuk anjing dan monyet.

Memperpanjang percobaan kronis lebih dari 6 bulan tidak akan bermanfaat

kecuali untuk percobaan karsinogenik.

2.1.4 Brine Shrimp Lethality Test

Brine Shrimp Lethality Test (BST) merupakan salah satu metode

uji toksisitas yang banyak digunakan dalam penelusuran senyawa


bioaktif yang bersifat toksik dari bahan alam. Metode ini dapat

digunakan sebagai bioassay-guided fractionation dari bahan alam

karena mudah, cepat, murah, dan cukup reprodusible. Beberapa

senyawa bioaktif yang telah berhasil diisolasi dan aktivitasnya

dimonitor dengan BST menunjukan adanya korelasi terhadap suatu uji

spesifik antikanker (Harmita & Radji, 2008).

Penggunaan BST sebagai bioassay pertama kali dilaporkan oleh

Tarpley untuk menentukan keberadaan residu insektisida, menentukan

senyawa anastetik, serta menentukan tingkat toksisitas air laut.

Selanjutnya, Meyer dan kawan-kawan menggunakan BST dalam

penapisan senyawa-senyawa aktif yang terdapat dalam ekstrak

tanaman yang ditunjukkan sebagai toksisitas terhadap larva Artemia

salina Leach. Toksisitas ditentukan dengan melihat harga LC50 yang

dihitung berdasarkan analisis probit. Ekstrak ditentukan dengan

melihat LC50-nya lebih kecil atau sama dengan 1000 µg/ml (LC50

≤1000 µg/ml) (Harmita & Radji, 2008).

2.1.5 Lethal Concentration-50 (LC50

Pengujian toksisitas dihitung dengan menentukan nilai LC50, untuk

mendapatkan nilai LC50 dengan cara menghitung mortalitas hewan uji

Artemia salina. Mortalitas dapat dihitung dengan menggunakan cara :


𝐴𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝐾𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛
𝑀𝑜𝑟𝑡𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 = 𝑥 100%
𝐴𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝐾𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 + 𝐴𝑘𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝐻𝑖𝑑𝑢𝑝

Grafik dibuat dengan menggunakan regresi linier dimana konsentrasi sebagai

sumbu x dan persentase kematian sebagai sumbu y. Nilai LC50 merupakan

konsentrasi zat yang menyebabkan 50% kematian hewan uji yang diperoleh

dari hasil persamaan regresi linier yaitu y = a + bx. (Juniarti dkk, 2009). Suatu

zat dikatakan toksik apabila nilai LC50 ˂ 1000 ppm untuk ekstrak dan ˂ 30

ppm untuk senyawa murni.

Tabel 1. Tingkat Nilai LC50 (Anderson, 1991)

No Nilai LC50 (μg/ml) Tingkat Toksisitas

1 0 – 250 Sangat Toksik

2 250 – 500 Toksik

3 500 – 750 Sedang

4 750 – 1000 Tidak Toksik


2.2 Kerangka Konsep

Kayu Kambing
(Garuga floribunda
Decne)

Ekstrak etanol kulit


batang (Garuga
floribunda Decne)

Uji toksisitas akut


dengan metode BST

Analisis data

Menentukan nilai LC50


BAB III
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan pendekatan Post Test-

Only Control Group Design. Perlakuan dengan pemberian ekstrak kulit batang

kayu kambing dengan berbagai konsentrasi terhadap larva Artemia salina Leach.

3.2 Waktu dan lokasi penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan selama bulan mei - Juni 2018. Lokasi

penelitian di Laboratorium Kimia dan Farmakologi Program Studi DIII Farmasi

STIKES Muhammadiyah Manado.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Tumbuhan kayu kambing di ambil di daerah Kabupaten Bolaang Mongondow

Timur (Boltim)

3.3.2 Sampel

Tumbuhan kayu kambing yang digunakan berupa Kulit batang yang diambil

di desa Tumbolikat. Kec.Tutuyan.. Kabupaten Bolaang Mongondow Timur

(Boltim)
3.4 Alat dan bahan

3.4.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur, beker

gelas, gelas arloji, cawan porselen, stoples, gunting, neraca analitik, pipet,

mikro pipet, batang pengaduk kaca, sendok tanduk, corong pisah, tabung

reaksi, kertas saring, penangas air, botol plastik, airator dan lampu pijar.

3.4.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kulit

batang kayu kambing, etanol 70%, aquadest, telur Artemia salina Leach,

dan garam (NaCl).

3.5 Cara Kerja

3.5.1 Pengambilan dan Persiapan Sampel

Sampel tanaman kayu kambing diambil di kota Manado, Sulawesi

Utara. Bagian tanaman yang diambil adalah bagian kulit dan batang.

Tanaman yang diperoleh kemudian dicuci lalu di keringkan di tempat

terbuka dengan sirkulasi udara yang baik dan tidak terkena sinar matahari

secara langsung selama 2-3 hari sampai tanaman kulit batang kayu

kambing cukup kering. Setelah kering kemudian di potong kecil-kecil.


3.5.2 Ekstraksi kulit batang kayu kambing

Kulit batang kayu kambing yang sudah kering kemudian diekstraksi

menggunakan metode maserasi, dengan cara merendam kulit batang kayu

kambing kering dalam pelarut etanol 70% dengan perbandingan 1:7,5 (1

bagian simplisia, 7,5 bagian pelarut) atau sampai pelarut berada 1cm diatas

simplisia kulit batang kayu kambing. Perendaman dilakukan selama 3-5

hari sambil beberapa kali diaduk, lalu disaring dengan kertas saring.

Setelah itu, pelarut etanol yang masih tersisa diuapkan di atas penangas air

atau water bath serta diangin-anginkan sampai seluruh pelarut teruapkan

sehingga didapatkan ekstrak yang kental dengan konsentrasi 100%.

3.5.3 Pembuatan Media air laut

Air laut yang digunakan yaitu air laut buatan dikarenakan air laut yang

murni sulit untuk didapatkan dan dikhawatirkan sudah tercemar. Air laut

yang akan digunakan dibuat dengan cara melarutkan 15 gram garam

(NaCl) kedalam 1 liter aquadest (15.000 ppm) (Harmita & Radji, 2008).

3.5.4 Pemilihan telur Artemia salina Leach

Pemilihan telur udang dilakukan dengan merendam telur Artemia

salina sebanyak dalam aquadest selama satu jam. Telur yang baik akan

mengendap sedangkan telur yang kurang baik akan mengapung. Kemudian

telur yang baik disaring dan dikumpulkan dalam satu wadah (Cahyadi,
2009). Larva Artemia salina yang baik digunakan untuk uji BST adalah

yang berumur 48 jam, perlakuan Artemia salina pada umur lebih dari 48

jam dikhawatirkan kematiannya bukan disebabkan oleh toksisitas

melainkan terbatasnya stok makanan (Meyer dkk., 1982).

3.5.5 Penetasan Telur Udang Artemia salina Leach

Penetasan telur dilakukan dalam wadah bening seperti gelas kimia atau

stoples dari bahan plastik, atau kaca dengan menggunakan media air laut

(brine = saline). Larva dimasukkan kedalam media penetasan sambil terus

dimaerasi. Larva yang telah lahir akan berjalan secara alamiah ke arah

terang. Selama penetasan, tempat penetasan diberi penerangan dengan

cahaya lampu pijar/neon 40-50 watt agar suhu penetasan 25°C-30°C tetap

terjaga (Harmita & Radjin, 2008).

3.5.6 Pembagian kelompok perlakuan

Pada penelitian ini larva udang dibagi dalam enam kelompok

perlakuan, yaitu:

1. Kelompok K adalah 10 larva udang yang diberi ekstrak kulit batang

kayu kambing dengan konsentrasi 0 µg/ml (0 ppm).

2. Kelompok P1 adalah 10 larva udang yang diberi ekstrak kulit batang

kayu kambing dengan konsentrasi 50 µg/ml (50 ppm) dalam media.

3. Kelompok P2 adalah 10 larva udang yang diberi ekstrak kulit batang

kayu kambing dengan konsentrasi 100 µg/ml (100 ppm) dalam media.
4. Kelompok P3 adalah 10 larva udang yang diberi ekstrak kulit batang

kayu kambing dengan konsentrasi 500 µg/ml (500 ppm) dalam media.

5. Kelompok P4 adalah 10 larva udang yang diberi ekstrak kulit batang

kayu kambing dengan konsentrasi 1000 µg/ml (1000 ppm) dalam

media.

6. Kelompok P5 adalah 10 larva udang yang diberi ekstrak kulit batang

kayu kambing dengan konsentrasi 1500 µg/ml (1500 ppm) dalam media.

3.5.7 Pembuatan Konsentrasi

Pelaksanaan uji dilakukan dengan mula-mula melarutkan 300 mg

ekstrak dengan 300 ml air laut (1000 ppm) sebagai larutan induk,

kemudian menyamakan volume akhir ekstrak kulit batang kayu kambing

dengan perbandingan konsentrasi perlakuan 50 µg/ml, 100 µg/ml, 500

µg/ml, 1000 µg/ml.

Konsentrasi 1500 µg/ml dibuat dengan melarutkan 75 mg ekstrak

kedalam 50 ml air laut (1500 ppm). Konsentrasi 1000 µg/ml dibuat dengan

memip et 50 ml larutan induk (1000 ppm). Konsentrasi 500 µg/ml dibuat

dengan memipet 25 ml larutan induk kemudian diencerkan dengan

ditambahkan air laut sampai 50 ml (500 ppm). Konsentrasi 100 µg/ml

dibuat dengan memipet 5 ml larutan induk kemudian diencerkan dengan

ditambahkan air laut sampai 50 ml (100 ppm). Konsentrasi 50 µg/ml dibuat

dengan memipet 2,5 ml larutan induk kemudian diencerkan dengan

ditambahkan air laut sampai 50 ml (50 ppm). Untuk kontrol negatif dibuat
dengan air laut tanpa menggunakan ekstrak dengan konsentrasi 15.000

ppm.

2.5.8 Pelaksanaan Uji Toksisitas

Mula-mula dipipet sebanyak 10 ml pada masing-masing konsentrasi,

dimasukkan kedalam tabung uji kemudian dimasukkan larva udang yang

telah menetas ke dalam seri tabung uji yang berisi ekstrak kulit batang kayu

kambing yang telah disiapkan masing-masing sebanyak 10 ekor, dengan

replikasi sebanyak lima kali untuk setiap kelompok perlakuan. Tabung uji

lalu diletakkan di bawah penerangan selama 24 jam, kemudian dihitung

jumlah larva udang yang mati. Kriteria standar untuk menilai kematian

larva udang adalah bila larva udang tidak menunjukkan pergerakan selama

beberapa detik observasi.

3.6 Data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan adalah data primer yang didapatkan dari jumlah

larva udang yang mati 24 jam setelah perlakuan pada tiap-tiap konsentrasi

ekstrak kulit batang kayu kambing.

3.7 Analisis Data

Data hasil penelitian akan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

Data kemudian akan dianalisis dengan analisis probit melalui grafk regresi linier

dan menggunakan SPSS for windows untuk mengetahui harga LC50.


Daftar pustaka

Cahyadi ,roby,suhardjono, 2009. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Buah Pare

(momordica charantia L) Terhadap Larva Artemia salina leach Dengan

metode Brine shrimp Lethality Test (BST)

Meyer, B.N. et. Al. 1982. Brine Shrimp : A Convenient General Bioassay for Active

Plant Constituent. Journal of Medicinal Plant Research.Vol. 45, 31-34

Harmita., Radji, Maksum. 2009. Buku Ajar Analisis Hayati, Ed. 3. Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Agus D. 2008. Khasiat Tanaman Obat Indonesia. www.depkes.litbang.co.id. Diakses

tanggal 21 Desember 2016

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Ed. III. Departemen Kesehatan Republik

Indonesia

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Ed. IV. Departemen Kesehatan Republik

Markham, K.R. 1988,Cara Mengidentifikasi Flavonoid Diterjemahkan oleh kokasih

padmawinata Institut Teknologi Bandung,Bandung Hal, 15

Kinho, dkk. 2009. Tumbuhan Obat Tradisional di Sulawesi Utara Jilid

1.Manado:Balai penelitian kehutanan Manado

Anda mungkin juga menyukai