Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Baja API

American Petroleum Institute (API) merupakan institusi di Amerika yang

bergerak pada bidang minyak dan gas. Contoh jenis baja API ini yaitu pipa baja API

5L – X52. Pipa baja jenis ini termasuk HSLA (High Strength Low Alloy Steel), yaitu

kelompok baja karbon rendah yang mengandung sedikit unsur-unsur paduan untuk

memiliki sifat mekanis dan ketahanan terhadap korosi lebih baik dibanding baja

konvensional lain serta memiliki kampuh las yang baik. Pipa baja API 5L – X52

merupakan jenis baja karbon rendah dengan spesifikasi “Line Pipe” yang digunakan

untuk kebutuhan jalur minyak dan gas, dengan kekuatan tarik minimum (Yield

Strength) sebesar 360 Mpa atau 52000 psi. Struktur mikro pada pipa baja API 5L –

X52 disusun oleh pertikel fasa Fe - α (ferrite) dan fasa pearlite dengan fasa utamanya

Fe – α. Memiliki nilai kekerasan Vickers (VHN) yang cenderung meningkat dari titik

sambungan las menuju heat affected zone lalu menurun pada arah luar sambungan atau

base metal. [1]

API adalah standard yang dibikin oleh American Petroleum Institute untuk

memberikan ranking bagi viskositas dan kandungan oli yang berlaku. Ijin oli dari

berbagai perusahaan yang berbeda dibandingkan dalam rangka menciptakan standard

bobot viskositas. Juga ijin oli dari berbagai perusahaan berbeda dibandingkan dalam

rangka menciptakan standard formulasi isi kandungan oli, terutama untuk meyakinkan

isi kandungan oli sesuai dengan aturan system control polusi yang dikeluarkan
4

pemerintah, seperti katalitik converter, tetapi standard ini lebih mengacu pada oli

untuk mesin mobil daripada untuk mesin motor.

Standar API dipengaruhi oleh mandat pemerintah ( seperti control terhadap

polusi ), jadi oli yang memenuhi standard rating lebih baru/tinggi bukan berarti

performanya lebih baik ( atau bahkan sama ) dengan oli dengan rating yang lebih tua,

ini bergantung pada tipe mesin motor anda.

Standar API semakin tinggi, semakin tinggi juga nilai teknis oli tersebut. Tapi

bukan berarti semakin "bagus" untuk motor atau mobil. Performa oli yang lebih tinggi

seperti oli dengan API SJ sampai SM akan mengandung perubahan dalam level

gesekan. Ketika gesekan berkurang akan meningkatkan efisiensi bahan bakar, ini tidak

kompatibel dengan kopling basah yang diaplikasikan pada motor. Pengurangan

gesekan akan menyebabkan kopling basah menjadi selip. Jadinya susah menetralkan

presneleng atau gigi. Atau terkadang gigi pindah dengan sendirinya. Maka benar

apabila pabrikan motor merekomendasikan hanya oli mesin dengan kategori API SF

atau SG.

API merekomendasikan untuk selalu mengikuti rekomendasi pabrikan

pembuat sepeda motor. Gunakan API SJ/SL dan SM hanya jika pabrikan sepeda motor

merekomendasikannya untuk digunakan pada mesin sepeda motor buatannya. Maka

lebih baiknya gunakan sesuai rekomendasi dari pabrik. Untuk satria FU sesuai buku

Pedoman dan Pemakaiannya direkomendasikan menggunakan Oli Mesin SF atau SG.

2.2 Uji Impak

Uji impak adalah pengujian dengan menggunakan pembebanan yang cepat

(rapid loading). Pengujian impak merupakan pengujian yang mengukur ketahanan

bahan terhadap beban kejut. Pengujian impak juga merupakan suatu upaya untuk
5

mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam peralatan

transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan -

lahan melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada

saat terjadinya tumbukan kecelakaan.

Pada uji impak terjadi proses penyerapan energi yang besar ketika beban

menumbuk spesimen. Energi yang diserap material ini dapat dihitung dengan

menggunakan prinsip perbedaan energi potensial. Dasar pengujiannya yakni

penyerapan energi potensial dari pendulum beban yang berayun dari suatu ketinggian

tertentu dan menumbuk benda uji, sehingga benda uji mengalami deformasi. Pada

pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk terjadinya

perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan tersebut.

Sifat keuletan suatu bahan dapat diketahui dari pengujian tarik dan pengujian

impak, tetapi dalam kondisi beban yang berbeda. Beban pada pengujian impak seperti

yang telah dijelaskan di atas adalah secara tiba-tiba, sedangkan pada pengujian tarik

adalah perlahan-lahan. Dari hasil pengujian tarik dapat disimpulkan perkiraan dari

hasil pengujian impak. Tetapi dari pengujian impak dapat diketahui sifat ketangguhan

logam dan harga impak untuk temperatur yang berbeda-beda, mulai dari temperatur

yang sangat rendah (-30oC) sampai temperatur yang tinggi. Sedangkan pada percobaan

tarik, temperatur kerja adalah temperatur kamar. [2]

2.3 Metode Uji Impak

Terdapat dua macam metode uji impak, yakni metode charpy dan izod,

perbedaan mendasar dari metode itu adalah pada peletakan specimen. Untuk

penjelasan lebih lanjut untuk metode uji impak, yaitu diantaranya : [3]
6

Gambar 2.1 Ilustrasi Skematik Pembebanan Impak pada Benda Uji Charpy

dan Izod

1. Metode Charpy

Metode Charpy banyak digunakan di Amerika, yang merupakan cara

pengujian dimana spesimen dipasang secara horizontal dengan kedua

ujungnya berada pada tumpuan, sedangkan takikan pada spesimen di

letakkan di tengah-tengah dengan arah pembebanan tepat diatas takikan.

Metode Charpy memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya

diantaranya hasil pengujian lebih akurat, pengerjaannya lebih mudah

dipahami dan dilakukan, menghasilkan tegangan uniform di sepanjang

penampang, harga alat lebih murah. Sedangkan kekurangannya hanya dapat

dipasang pada posisi horizontal, spesimen dapat bergeser dari tumpuannya

karena tidak dicekam, pengujian hanya dapat dilakukan pada spesimen yang

kecil. Pemanfaatan utama hasil uji Charpy dalam rekayasa adalah untuk

memilih benda yang tahan terhadap patah getas dengan menggunakan kurva

suhu peralihan.
7

Metode Charpy lebih umum dilakukan karena lebih mudah diterapkan,

murah dan pengujiannya dapat dilakukan pada suhu di bawah suhu ruang.

Prinsip kerja metode Charpy yaitu: [3]

1. Spesimen uji diletakkan dengan posisi mendatar pada penjepit.

2. Palu pemukul diatur pada ketinggian tertentu.

3. Atur posisi jarum pada alat ukur energi sesuai dengan sebesar energi

yang kita inginkan

4. Palu dilepaskan dari ketinggian tersebut lalu mengenai spesimen

pada bagian luar spesimen yang sejajar dengan takikan

5. Energi yang diserap oleh spesimen dihitung berdasarkan perbedaan

energi potensial palu saat sebelum dan sesudah pemukulan (dapat

dibaca langsung di skala pada mesin penguji).

Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya

dinyatakan dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala penunjuk

yang telah dikalibrasi yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak suatu

bahan yang diuji dengan metode Charpy diberikan oleh :

E
HI  ........................................................ (1)
A

Dimana E adalah energi yang diserap dalam satuan Joule dan A luas

penampang di bawah takik dalam satuan mm2.

2. Metode Izod

Metode Izod banyak digunakan di Inggris yang merupakan cara

dimana spesimen berada pada posisi vertikal pada tumpuan dengan salah

satu ujungnya dicekam dengan arah takikan pada arah gaya tumbukan.

Tumbukan pada spesimen dilakukan tidak tepat pada pusat takikan

melainkan pada posisi agak diatas dari takikan.


8

2.4 Faktor Patah Getas

Terdapat beberapa faktor penyebab patah getas pada pengujian impak, yaitu

diantaranya : [4]

a. Notch

Notch pada material akan menyebabkan terjadinya konsentrasi

tegangan pada daerah yang lancip sehingga material lebih mudah patah.

Selain itu notch juga akan menimbulkan triaxial stress. Triaxial stress ini

sangat berbahaya karena tidak akan terjadi deformasi plastis dan

menyebabkan material menjadi getas. Sehingga tidak ada tanda-tanda

bahwa material akan mengalami kegagalan.

b. Temperatur

Pada temperatur tinggi material akan getas karena pengaruh vibrasi

elektronnya yang semakin rendah, begitupun sebaliknya.

c. Strainrate

Jika pembebanan diberikan pada strain rate yang biasa-biasa saja,

maka material akan sempat mengalami deformasi plastis, karena

pergerakan atomnya (dislokasi). Dislokasi akan bergerak menuju ke batas

butir lalu kemudian patah. Namun pada uji impak, strain rate yang

diberikan sangat tinggi sehingga dislokasi tidak sempat bergerak, apalagi

terjadi deformasi plastis, sehingga material akan mengalami patah

transgranular, patahnya ditengah-tengah atom, bulan di batas butir. Karena

dislokasi tidak sempat gerak ke batas butir.


9

2.5 Bentuk Patahan

Pengukuran ketangguhan suatu bahan dapat dilakukan dengan memperkirakan

berapa persen patahan berserat dan patahan kristalin yang dihasilkan oleh benda uji

yang diuji pada temperatur tertentu. Semakin banyak persentase patahan berserat,

maka dapat dinilai benda uji tersebut semakin tangguh. Cara ini dapat dilakukan

dengan mengamati permukaan patahan benda uji di bawah mikroskop stereoscan.

Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik, maka

perpatahan impak digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu: [4]

1. Perpatahan berserat (fibrous fracture)

Melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan

(logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang

berbentuk dimple yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram.

2. Perpatahan granular/kristalin

Dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan

(logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar

yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).

3. Perpatahan campuran (berserat dan granular)

Patahan yang terjadi pada bahan yang cukup kuat namun ulet, misalnya pada

baja temper. Gabungan patahan getas dan patahan liat, permukaan kusam dan

sedikit berserat, potongan masih dapat dipasangkan, ada deformasi pada

retakan.
10

Gambar 2.2 permukaan patahan (fractografi) benda uji impak Charpy

Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah temperatur

transisi bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi

perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda.

Pada pengujian dengan temperatur yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada

temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan pada temperatur

rendah material akan bersifat rapuh atau getas (brittle). Fenomena ini berkaitan dengan

vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana pada temperatur

kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi

tinggi bila temperatur dinaikkan (ingatlah bahwa energi panas merupakan suatu

driving force terhadap pergerakan partikel atom bahan). Vibrasi atom inilah yang

berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakandislokasi pada saat

terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itumaka

pergerakan dislokasi mejadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih

besaruntuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur di bawah nol derajat

Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan

dislokasi menjadi lebih mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan

energi yang relatif lebih rendah.

Anda mungkin juga menyukai