Jhfegqld
Jhfegqld
Anestesi Regional
Disusun Oleh :
Yogie Rinaldi
11.2016.031
Pembimbing :
1
BAB I
PENDAHULUAN
Seperti yang telah diketahui, setiap pasien yang akan menjalani prosedur tindakan invasif,
seperti tindakan bedah akan sebelumnya akan menjalani prosedur anestesi terlebih dahulu.
Anestesi merupakan suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan
dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Obat yang berfungsi untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam dua kategori, yaitu
analgetik dan anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan
secara total. Seseorang yang mengkonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar.
Analgetik tidak selalu menghilangkan seluruh rasa nyeri, tetapi selalu meringankan rasa nyeri.
Beberapa jenis anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya
hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar.
Terdapat beberapa tipe anestesi, yang pertama anestesi total , yaitu hilangnya kesadaran
secara keseluruhan, anestesi lokal, yaitu hilangnya rasa hanya pada daerah tertentu yang
diinginkan atau pada sebagian kecil daerah tubuh, anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada
bagian yang lebih luas dari tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang
berhubungan dengannya.
Pembiusan lokal atau anestesi lokal adalah salah satu jenis anestesi yang hanya
melumpuhkan sebagian tubuh manusia dan tanpa menyebabkan manusia kehilangan
kesadaran. Obat anestesi jenis ini bila digunakan dalam operasi pembedahan, maka setelah
selesai operasi tidak membuat lama waktu pemulihannya setelah operasi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
I. ANESTESI REGIONAL
A. Definisi
Anestesi regional adalah hambatan impuls nyeri suatu bagian tubuh untuk
sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian tubuh
diblokir untuk sementara atau dapat kembali seperti semula. Fungsi motorik dapat
terpengaruh sebagian atau seluruhnya, namun kondisi pasien dalam keadaan sadar.
1. Blok sentral atau blok neuroaksial, yang meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal.
Tindakan ini sering dikerjakan.
2. Blok perifer atau blok saraf, yang meliputi anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok
lapangan, dan analgesia regional intravena.
3
E. Persiapan Anestesi Regional
Persiapan anestesi regional kurang lebih sama dengan persiapan anestesi umum karena
untuk mengantisipasi terjadinya toksik pada seluruh tubuh yang bisa berakibat fatal, perlu
persiapan resusitasi seperti pada persiapan anestesi umum. Misalnya: obat anestesi
spinal/epidural masuk ke pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya kolaps kardiovaskular
sampai henti jantung atau cardiac arrest. Juga untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan,
sehingga operasi bisa dilanjutkan dengan anestesi umum.
I. Anastesi Spinal
Anestesi spinal ialah pemberian obat anesteti lokal ke dalam ruang subarackhnoid.
Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anesteti lokal ke dalam rongga
subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal
intradural atau blok intratekal.
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kulit
subkutis Lig. Supraspinosum Lig. Interspinosum Lig. Flavum ruang epidural
durameter ruang subarachnoid.
4
Medulla spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinal,
dibungkus oleh meningens yang terdiri dari duramater, lemak dan pleksus venosus. Pada
dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3. Oleh karena itu, anestesi
spinal dilakukan ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-
L5.
5
Persiapan analgesia spinal
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anastesia
umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,
misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga
tak teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah
ini:
1. Informed consent
Kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesi spinal
2. Pemeriksaan fisik
Tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran
Hemoglobin, Hematokrit, Protrombin Time, Partial Tromboplastin Time,
Bleeding Time, dan Clothing Time.
6
Anastetik lokal untuk analgesia spinal
Berat jenis cairan cerebrospinalis pada 37 derajat celcius adalah 1.003-
1.008. Anastesi lokal dengan berat jenis sama dengan cairan serebrospinalis disebut
isobarik. Anastesi lokal dengan berat jenis lebih besar dari cairan serebrospinalis
disebut hiperbarik. Anastesi lokal dengan berat jenis lebih kecil dari cairan
serebrospinalis disebut hipobarik. Anastesi lokal yang sering digunakan adalah jenis
hiperbarik diperoleh dengan mencampur anastetik local dengan dextrose. Untuk jenis
hipobarik biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air
injeksi.
Anestetik lokal yang paling sering digunakan:
1. Lidocaine (xylobain,lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20-100
mg (2-5ml)
2. Lidocaine (xylobain,lignokaine) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.033, sifat
hiperbarik, dosis 20-50 mg (1-2ml)
3. Bupivakaine (marcaine) 0.5% dalam air: berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis 5-
20 mg (1-4ml)
4. Bupivakaine (marcaine) 0.5% dalam dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat
hiperbarik, dosis 5-15 mg (1-3ml)
7
Gambar II.3. Posisi pasien pada penusukan jarum
spinal.
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G
dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan
menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan
introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan
jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan
jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat
duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah,
untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala
pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan
keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan
(0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap
baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak
keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal secara
kontinyu dapat dimasukan kateter.
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid
(wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6cm.
8
2. Faktor tambahan
a. Ketinggian suntikan
b. Kecepatan suntikan/barbotase
c. Ukuran jarum
d. Keadaan fisik pasien
e. Tekanan intra abdominal
9
II. Anestesia Epidural
Anestesia atau analgesia epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat di
ruang epidural. Ruang ini berada diantara ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman
ruang ini rata-rata 5mm dan dibagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.
Obat anestetik di lokal diruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal yang
terletak dilateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding anestesi spinal,
sedangkan kualitas blockade sensorik-motorik juga lebih lemah.
10
Teknik anestesia epidural :
Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang subarakhnoid.
4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang paling
populer adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes tergantung.
Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah resistensi
yang diisi oleh udara atau NaCl sebanyak ± 3ml. Setelah diberikan anestesi lokal
pada tempat suntikan, jarum epidural ditusuk sedalam 1-2 cm. Kemudian udara
atau NaCl disuntikkan perlahan dan terputus-putus. Sembari mendorong jarum
epidural sampai terasa menembus jaringan keras (ligamentum flavum) yang
disusul hilangnya resistensi. Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang
epidural, lakukan uji dosis.
Teknik ini menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada
tetes NaCl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlahan
secara lembut sampai terasa menembus jaringan keras yang kemudian disusul
oleh tersedotnyatetes NaCl ke ruang epidural. Setelah yakin, lakukan uji dosis.
5. Uji dosis
Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung jarum
diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang (kontinyu) melalui
kateter. Masukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah bercampur adrenalin 1: 200.000.
Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum sudah
benar
11
Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk ke ruang subarakhnoid
karena terlalu dalam.
Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat masuk vena
epidural.
6. Cara penyuntikan: setelah yakin posisi jarum atau kateter benar, suntikkan anestesi
lokal secara bertahap setiap 3-5 menit sampai tercapai dosis total.
12
Gambar II.5. Teknik dan lokasi penusukan pada anestesi kaudal
13
BLOK PERIFER
Anestesi Lokal
Anestesi lokal adalah obat yang menghambat hantaran saraf bila digunakan secara lokal
pada jaringan saraf dengan kadar yang cukup. Obat bius lokal bekerja pada tiap bagian susunan
saraf.
Anestesi lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade kanal natrium
pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang saraf, jika
digunakan pada saraf sentral atau perifer.
Anestesi lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan
dan lengkap tanpa diikuti oleh kerusakan struktur saraf.
Mekanisme kerja
Obat bekerja pada reseptor spesifik pada kanal natrium (sodium channel), mencegah
peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium sehingga tidak terjadi
depolarisasi pada selaput saraf dan hasilnya, tidak terjadi konduksi saraf.
Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten. Ikatan dengan
protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan konstanta dissosiasi (pKa) menentukan
awal kerja. Konsentrasi minimal anestetika lokal (analog dengan MAC, minimum alveolar
concentration) dipengaruhi oleh:
1. Ukuran, jenis dan mielinisasi saraf
2. pH (asidosis menghambat blokade saraf)
14
3. Frekuensi stimulasi saraf
15
Imunologi :
Reaksi alergi
Sistem muskuloskeletal :
Miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain)
Komplikasi lokal
1. Terjadi ditempat suntikan berupa edema, abses, nekrosis dan gangrene.
2. Komplikasi infeksi hampir selalu disebabkan kelainan tindakan asepsis dan antisepsis.
3. Iskemia jaringan dan nekrosis karena penambahan vasokonstriktor yang disuntikkan pada
daerah dengan arteri buntu.
Komplikasi sistemik
1. Manifestasi klinis umumnya berupa reaksi neurologis dan kardiovaskuler.
2. Pengaruh pada korteks serebri dan pusat yang lebih tinggi adalah berupa perangsangan
sedangkan pengaruh pada pons dan batang otak berupa depresi.
3. Pengaruh kardiovaskuler adalah berupa penurunan tekanan darah dan depresi
miokardium serta gangguan hantaran listrik jantung.
A. Infiltrasi Lokal
Penyuntikan larutan analgetik lokal langsung diarahkan sekitar tempat lesi
16
Beberapa anastetik lokal yang sering digunakan :
1. Kokain dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan nafas atas. Lama kerja
2-30 menit.
2. Prokain untuk infiltrasi larutan: 0,25-0,5%, blok saraf: 1-2%, dosis 15mg/kgBB dan
lama kerja 30-60 menit.
3. Lidokain konsentrasi efektf minimal 0,25%, infiltrasi, mula kerja 10 menit, relaksasi
otot cukup baik. Kerja sekitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan.
4. Bupivakain konsentrasi efektif minimal 0,125%, mula kerja lebih lambat dibanding
lidokain, tetapi lama kerja sampai 8 jam.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi: Edisi Kedua. 2009.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI.
2. dr. Muhardi Muhiman, dr. M. Roesli Thaib, dr. S. Sunatrio, dr. Ruswan Dahlan,
Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan terapi Intensif FKUI.
3. Boulton TB, Blogg CE, Anestesiologi, Edisi 10. EGC : Jakarta 1994.
4. Robyn Gmyrek, MD, Maurice Dahdah, MD, Regional Anaesthesia, Updated: Aug 7, 2009.
Accessed on 4th March 2018 at www.emedicine.com
7. Mulroy MF. Regional Anesthesia, An Illustrated Procedural Guide. 2nd ed. Little, Brown
and Company. B oston 1996.
18