Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Tuhan yang maha Esa, Allah swt oleh
karena berkat rahmat, taufiq dan hidayahnyalah sehingga Makalah sederhana ini dapat
selesai tepat pada waktunya dengan judul “WARTAWAN”
Makalah ini disusun sebagai tugas dari dosen pengajar mata kuliah Hukum PERS.
Wassalamu’alaikum wr. wb
Muhammad Affandi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pandangan klasik yang dikemukakan de Sola Pool (1972) mengenai posisi
wartawan terhadap penguasa (negarawan) adalah bahwa wartawan mengkonotasikan
dirinya sebagai The St. George, sementara pemerintah sebagai The Dragon. Dari jargon
jurnalistik yang ada hal ini lebih dikenal dengan istilah relationship of government and the
media. Jargon ini berasal dari Amerika Serikat karena di sana keadaan semacam ini
sesungguhnya hanya terjadi di ibukota Washington DC dan mereka percaya hubungan
dengan pemerintah memang demikian. Jadi wartawan dengan kata lain tidak bisa dipaksa
untuk memberitakan sesuatu yang bersumber dari pemerintah.
Namun, apakah jurnalis hari ini masih tunduk dan patuh terhadap aturan yang
terdapat dalam Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia? Kenyataan yang ada di
lapangan memperlihatkan masih banyak jurnalis yang belum profesional dalam
menjalankan tugasnya. Misalnya, wartawan yang tidak tuntas memberitakan suatu
permasalahan, wartawan yang “menjual berita” pada pihak tertentu, wartawan yang tidak
moderat dalam memandang sebuah permasalahan, dan lain sebagainya. Hal tersebut
disebabkan oleh kurangnya kemauan para jurnalis untuk memperbarui wawasannya tentang
jurnalistik.
Wartawan yang baik, hatinya jujur. Prinsip menghalalkan segala cara tak ada dalam
kamus reportasenya. Wartawan yang handal punya ketajaman akan berita. Dia tahu kapan
dan dimana mencari berita, siapa yang akan diwawancarai, pertanyaan seperti apa yang
mesti ditanyakan, bagaimana mengajukannya, dan bagaimana memverifikasi hasilnya.
Wartawan yang baik, bekerja lebih dari sekadar melaporkan berita. Dia bisa
menggambarkan, menjelaskan, dan mengintrepertasikan kejadian-kejadian kompleks dan
persoalan pelik.
Oleh karena itu untuk menjadi wartawan profesional, seorang wartawan harus
membekali dirinya dengan naluri berita, observasi, keingintahuan, mengenal berita,
menangani berita, ungkapan yang jelas, kepribadian yang jelas, pendekatan yang sesuai,
kecepatan, kecerdikan, teguh pada janji, daya ingat yang tajam, buku catatan, berkas
catatan/referensi, kamus, surat kabar/majalah/internet/tv/radio, dan selalu melakukan
perbaikan demi kemajuan, sehingga publik sebagai “konsumen” berita akan merasa puas
terhadap kinerja sang jurnalis.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Wartawan
1. Roland E. Wolseley
2. M. Ridwan
Berpendapat bahwa wartawan adalah orang yang memiliki keterampilan,
pengetahuan, praktis untuk mengumpulkan, menulis dan mengedit berita deangan tujuan
untuk dikabarkan kepada masyarakat luas melalui media massa, surat kabar, majalah atau
terbitan berkala lainnya.
Pasal 1 Ayat 4 (Wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan
jurnalistik.
D. Menurut bahasa asing
E. Hakikat Wartawan
Wartawan datang dan pergi tetapi hanya sedikit goresan penanya yang dinanti orang.
Jurnalis seperti (almarhum) Muchtar Lubis di Indonesia, Lilian Ross di Amerika, atau
Robert Fisk di Inggris selalu dirindukan pembaca antara lain karena kejujurannya,
pembawaannya yang menyenangkan, serta pikiran dan rasa keingintahuan mereka yang
tinggi.
Wartawan yang baik, hatinya jujur. Prinsip menghalalkan segala cara tak ada dalam
kamus reportasenya. Dia berani independen, dia sadar akan kewajibannya mengumpulkan
dan menerbitkan informasi untuk khalayak. Dia tak pernah mencuri-curi omongan dan
bukan tipe orang yang gemar publisitas. Perkataan dan perbuatannya sama dan sejalan. Dia
suka akurasi dan selalu mengecek fakta lebih dari sekali. Dia selalu berusaha melihat dua
sisi dari sebuah kejadian.
Wartawan yang handal punya ketajaman akan berita. Dia tahu kapan dan dimana
mencari berita, siapa yang akan diwawancarai, pertanyaan seperti apa yang mesti
ditanyakan, bagaimana mengajukannya, dan bagaimana memverifikasi hasilnya. Dia tahu
bagaimana mengerahkan indra pengamatannya; bisa melihat dan mendengar apa-apa yang
didengar orang-orang di jalanan. Dia tahu, dalam sekali pandang, apakah orang di
hadapannya bercerita apa adanya atau sebaliknya, menyembunyikan sesuatu. Dia tahu cara
menelusuri dokumen, membongkar file dan melacak setiap berkas. Dia tahu apa dan
bagaimana melakukan investigasi, di bidang apapun. Dia telah menyerap keterampilan
jurnalistik tertinggi: kemampuan belajar bagaimana untuk belajar. Dia seorang generalis
dengan satu spesialisi: rasa ingin tahu.
Wartawan yang baik, bekerja lebih dari sekadar melaporkan berita. Dia bisa
menggambarkan, menjelaskan, dan mengintrepertasikan kejadian-kejadian kompleks dan
persoalan pelik menyangkut orang per orang dan masyarakat secara keseluruhan. Dia,
misalnya, bisa memahami persoalan hukum superpelik, mengerti detil teknis di bidang
sains dan pertahanan militer, dan bisa menggunakan pandangan para ahli dan pakar untuk
menjawab persoalan ekonomi dan politik, serta melakukan semua itu dengan cepat.
Wartawan yang baik, tahu bahwa nyawa sebuah berita–tak peduli apapun mediumnya–
terletak pada kejelasan tulisan: pendek dan kata-kata yang akrab, kalimat yang sederhana
dan bahasa yang elok. Wartawan yang baik, orangnya aktif. Dia terus membuka mata dan
telinga publik untuk berita.
Wartawan yang baik, orangnya teguh dan menjunjung tinggi fakta. Ideologinya bisa dibaca
dari tulisan-tulisannya: pembelaan terhadap kepentingan publik dan perlawanan atas segala
bentuk ketidakadilan. Dia tak mudah patah semangat dan mundur karena gangguan atau
kesulitan selama bekerja. Dia selalu berhasil melawan godaan untuk mencampurkan fakta
dan opini sedemikian rupa, sehingga dia bisa melaporkan sebuah kejadian yang benar.
Wartawan, entah yang bekerja di surat kabar, majalah, radio, televisi, maupun yang di
internet beroperasi 65 hari setahun dan 24 jam sehari. Jurnalisme bukan sekadar pekerjaan,
tetapi sebuah jalan hidup di mana orang dituntut untuk selalu mencari gagasan baru – it is
not just a job, it’s a way of life and you are always on the look out for a new idea. David
Talbot, pemimpin redaksi Salon.com, ketika menanggapi buku The Elements of Jurnalism
mengatakan bahwa jurnalisme merupakan panggilan jiwa yang tinggi. Semua yang terlibat
mempunyai kewajiban yang lebih besar kepada audiences daripada kepada tuntutan pasar.
Mereka seolah-olah ditarik oleh suatu kekuatan dari luar diri mereka untuk menjadi khusus
serta sekaligus mengemban kewajiban yang khusus pula. Kewajiban yang diemban
wartawan melahirkan tanggung jawab yang harus mereka pikul. Akar dari tanggung jawab
ini terutama berasal dari kenyataan bahwa kita ini selain sebagai individu juga menjadi
anggota masyarakat, yang dengan keputusan dan tindakan kita, dapat mempengaruhi orang
lain. Semakin besar kekuasaan atau kemampuan kita mempengaruhi orang lain, semakin
berat pula kewajiban moral kita.
Pertama, tanggung jawab yang didasarkan pada penugasan. Ada atasan yang memberi tugas
kepada bawahan bagaikan pada hirarki militer, ataupun hubungan guru-murid, majikan-
karyawan. Dalam masyarakat tertentu, tanggung jawab pers bisa ditentukan oleh
pemerintah. Pers hanya merupakan kepanjangan tangan dari penguasa. Pemerintah otoriter
bisa mendikte pers dengan larangan-larangan untuk tidak melakukan atau mengharuskan
memberitakan ini dan itu.
Terkait dengan tanggung jawab berdasarkan kontrak dan tanggung jawab yang muncul dari
diri sendiri, pers itu bersifat bebas dan bertanggung jawab kepada masyarakat untuk
menyampaikan berita-berita yang akurat, menginformasikan kinerja pemerintah, tidak
masuk ke masalah pribadi, atau menyakiti seseorang, dan sebagainya.
Semua wartawan pada umumnya hidup dengan sejumlah nilai-nilai yang dipercaya bisa
menjaga profesionalisme yang telah mereka bangun selama bertahun-tahun. Semua
wartawan memang hidup dengan nilai-nilai yang ketat. Ada berbagai aturan, etika, dan
tatalaku yang umumnya harus dipenuhi. Misalnya, selain etika jurnalistik yang dianut
dalam organisasi, ada juga peraturan perusahaan di tempat mereka bekerja. Berikut adalah
18 sikap dan watak wartawan yang merupakan pedoman profesi, sekaligus nilai-nilai yang
harus dipertahankan dalam bekerja.
hidup yang total, yaitu menyerahkan diri secara penuh untuk mengabdi
setiap saat dirinya berada di suatu tempat, kapan, dan di mana saja mereka dibutuhkan.
2. Sikap kritis dan selalu ingin tahu. Wartawan pada hakekatnya harus
selalu mengembangkan sikap kritis, peka, ingin tahu yang besar pada
selalu membaca berbagai koran, majalah, dan buku terbitan dalam dan
dibaca, tapi untuk mengantisipasi agar tak ada berita penting yang
dan ketepatan (akurasi) yang jadi salah satu ukuran prestasi kerja
seorang wartawan.
4. Etos kerja yang tuntas. Etos ini menuntut cara kerja yang tak kenal
kreativitas baru.
datang dari orang luar. Kalau hal terakhir yang terjadi, berarti si
Kecermatan dan pengetahuan akan suatu hal dibutuhkan untuk memperoleh gambaran
lengkap, penjelasan latar belakang yang cukup detil, dan akurasi suatu peristiwa hingga
laporan tidak kering dan dangkal.
12. Sikap tak apriori. Wartawan harus memiliki komitmen yang tinggi
sebagai “lawan” yang siap menerkam seseorang yang melakukan kesalahan. Wartawan
juga tak boleh melakukan vonis terhadap suatu permasalahan yang masih “kabur” tingkat
kebenarannya.
13. Sikap sangsi yang santun. Wartawan wajib selalu meneliti dan
fakta baru. Setiap pernyataan tak boleh langsung dipercaya, tapi kita harus
menyangsikannya secara santun (quit doubt of disbelieve) tanpa perlu meremehkan.
penilik sekolah.
terhadap berita yang berkaitan dengan pertikaian suku, agama, ras, dan antar golongan
(SARA) dan tidak mempolitisir sebuah pertikaian biasa, adu domba, atau sebuah
kriminalitas menjadi pertikaian SARA. Wartawan harus melakukan identifikasi yang cukup
dengan mempertimbangkan kemungkinan paling buruk dari pemberitaannya. Wartawan
pada hakekatnya tidak pernah “menyiramkan bensin ke dalam kobaran api’.
etika.
G. Kompetensi Wartawan
Beberapa kompetensi lainnya yang perlu diperhatikan oleh jurnalis muda, calon
jurnalis, atau yang ingin menjadi jurnalis.
Akan lebih berkualitas kalau menjadi jurnalis muncul karena passion, bukan karena pilihan
terakhir setelah di mana-mana tidak cocok. Memang tidak semuanya lagsung muncul
seketika, tapi wartawan yang lahir karena kegembiraan menjadi wartawan dan berusaha
keras memampukan dirinya dengan maksimal, hasilnya akan berbeda. Bukan karena
(sementara) lowongan yang tersedia hanya itu.
Dewasa ini, masih ada wartawan yang tidak menguasai teknologi yang terus berkembang.
Misalnya wartawan tidak tahu cara mengirim berita atau foto lewat email. Sebenarnya
wartawan sekarang jauh lebih enak, karena semua bisa dilakukan dalam satu genggaman
misalnya lewat BlackBerry. Para wartawan yang tidak terlatih untuk mencatat berita,
merekam, dan meramunya mejadi satu berita yang utuh dan berkualitas, hanya bisa
mengandalkan editor di kantor yang akan merapikan tulisannya saja.
Seseorang yang ingin menjadi wartawan, harus memiliki wawasan yang luas dan mau terus
belajar, karena profesi wartawan nantinya akan bertemu dengan beragam narasumber.
Membaca, diskusi, dan investigasi (pribadi) tentang banyak hal, akan membantu wartawan
menjadi pintar, cerdas, dan berwawasan.
5. Independen
Seorang wartawan harus berpihak pada fakta dan data, bukan berpihak pada orang atau
lembaga tertentu yang memiliki hubungan kekerabatan dengan sang wartawan, misalnya
pemilik modal tempat ia bekerja. Wartawan tidak boleh sekali-kali menjadi “penyambung
lidah” narasumber semata, tanpa mempunyai data, fakta, dan validitas informasi yang
benar. Independensi itu harus dimilik wartawan karena kredibilitas berita atau informasi
yang diberitakan haruslah menjadi acuan agar wartawan tersebut dihargai dan dipercaya.
Wartawan bukan pengemis uang, bukan pemeras, dan bukan calo. Wartawan adalah suatu
profesi mulia yang menyiarkan berita semata untuk kebutuhan publik, bukan karena adanya
imbalan dari pihak tertentu.
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; rekayasa pengambilan dan
pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber
dan ditampilkan secara berimbang;
f. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai
karya sendiri;
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh
informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi
sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan
integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan
menaati Kode Etik.
Kode etik menjadi krusial karena kebebasan wartawan bisa kebablasan tanpa ada
pengaturan yang jelas. Penggunaan kode etik akan meminimalisir potensi konflik dari suatu
berita. Misalnya, ketika suatu pihak tidak senang atas suatu berita yang menyangkut dengan
dirinya boleh menggunakan hak jawabnya di media tersebut. Atau, ketika terjadi kekeliruan
dalam penulisan berita, esoknya sudah terpampang ralat, klarifikasi, dan sebagainya.
2. Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan
informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi.
3. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak mencampurkan
fakta dengan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran serta tidak melakukan
plagiat.
4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis, dan
cabul serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila.
7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta
melayani hak jawab.
Sekali lagi, penerapan kode etik muncul dari rasa tanggung jawab wartawan itu sendiri.
Jadi, mendorong penerapan kode etik jurnalistik wartawan Indonesia harus dimulai dari
individu wartawan, media, kemudian ke lingkup masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut dapat disimpulkan
1. Wartawan yang baik, hatinya jujur. Prinsip menghalalkan segala cara tak ada dalam
kamus reportasenya. Dia berani independen, dia sadar akan kewajibannya mengumpulkan
dan menerbitkan informasi untuk khalayak. Dia tak pernah mencuri-curi omongan dan
bukan tipe orang yang gemar publisitas. Perkataan dan perbuatannya sama dan sejalan. Dia
suka akurasi dan selalu mengecek fakta lebih dari sekali. Dia selalu berusaha melihat dua
sisi dari sebuah kejadian.
2. Wartawan yang handal punya ketajaman akan berita. Dia tahu kapan dan dimana
mencari berita, siapa yang akan diwawancarai, pertanyaan seperti apa yang mesti
ditanyakan, bagaimana mengajukannya, dan bagaimana memverifikasi hasilnya. Dia tahu
bagaimana mengerahkan indra pengamatannya; bisa melihat dan mendengar apa-apa yang
didengar orang-orang di jalanan. Dia tahu, dalam sekali pandang, apakah orang di
hadapannya bercerita apa adanya atau sebaliknya, menyembunyikan sesuatu. Dia tahu cara
menelusuri dokumen, membongkar file dan melacak setiap berkas. Dia tahu apa dan
bagaimana melakukan investigasi, di bidang apapun. Dia telah menyerap keterampilan
jurnalistik tertinggi: kemampuan belajar bagaimana untuk belajar. Dia seorang generalis
dengan satu spesialisi: rasa ingin tahu.
3. Wartawan yang baik, bekerja lebih dari sekadar melaporkan berita. Dia bisa
menggambarkan, menjelaskan, dan mengintrepertasikan kejadian-kejadian kompleks dan
persoalan pelik menyangkut orang per orang dan masyarakat secara keseluruhan. Dia,
misalnya, bisa memahami persoalan hukum superpelik, mengerti detil teknis di bidang
sains dan pertahanan militer, dan bisa menggunakan pandangan para ahli dan pakar untuk
menjawab persoalan ekonomi dan politik, serta melakukan semua itu dengan cepat.
4. Wartawan adalah sebuah profesi bagi pemburu berita, atau biasa pula disebut sebagai
juru warta, pembawa berita, newsgatter, pressman, komunikattor massa, nyamuk pers, kuli
tinta, dan pembela kepentingan rakyat. Dari segi intilah wartawan merupakan orang yang
pekerjaannya mencari berita. Selanjutnya, berita-berita tersebut diolah dan disusun untuk
dikirim ke meja redaksi yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.
5. Tugas wartawan itu sendiri sebagai peliput, penyusun, dan penyebar informasi. Hal
pertama yang dilakukan wartawan adalah meliput setiap peristiwa yang pada akhirnya
dijadikan bahan berita dan disampaikan kepada publik untuk dijadikan informasi. Secara
garis besar wartawan dibagi menjadi 4 macam, yaitu: Wartawan profesional, Wartawan
freelance, Koresponden, dan Wartawan kantor berita.
6. Ada 18 sikap dan watak wartawan yang merupakan pedoman profesi, sekaligus nilai-
nilai yang harus dipertahankan dalam bekerja wartawan, yaitu: sebagai panggilan hidup,
sikap kritis dan selalu ingin tahu, kecepatan dan ketepatan, etos kerja yang tuntas, lobbying,
sikap kelembagaan, sikap saling koreksi, sikap mencintai pekerjaan, sikap bersaing secara
sehat, bekerja terencana, wartawan sebagai pengamat, sikap tak apriori, sikap sangsi yang
santun, sebagai inspektur, kritik untuk perbaikan, hati-hati terhadap unsur "SARA", Check
and recheck, dan memberi yang terbaik.