Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hak dan kewajiban merupakan hal yang saling terikat satu sama lain.
Hak akan diterima jika kita sudah mengerjakan kewajban. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang
benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu
(karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dan sebagainya),
kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau
martabat. Sedangkan kewajiban memiliki arti sesuatu yang wajib
dilaksanakan, keharusan (sesuatu hal yang harus dilaksanakan). Sebagai
warga negara, kita memiliki hak dan kewajiban yang harus kita lakukan dan
patuhi. Menurut Listiyarti dan Setiadi (2006), warga negara mempunyai
hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik terhadap negaranya.
Hak dan kewajiban warga negara memiliki peran yang penting bagi
kehidupan bernegara. Hak dan kewajiban yang dimiliki warga negara harus
dilaksanakan dan dipelihara sebaik dan semaksimal mungkin agar dapat
tercipta kehidupan yang serasi, selaras, dan seimbang. Sebagai seorang
warga negara, sudah sepatutnya menyadari bahwa kewajiban merupakan
sesuatu yang harus didahulukan sebelum hak. Tujuan hidup bermasyarakat
adalah hidup damai dan rukun bersama anggota masyarakat yang lain
(Abdulkarim, 2011). Dengan berpedoman pada tujuan itu, maka sebagai
seorang warga negara yang baik sudah sepatutnya kita tidak mengacuhkan
kewajiban kita sebagai warga negara. Adapun tujuan dari makalah ini yaitu
untuk memahami konsep dan urgensi hak dan kewajiban warga negara,
sumber historis sosial nasional dan dinamika identitas nasional.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Hak, Kewajiban dan Warga Negara?
2. Apakah Hak dan Kewajiban Kita Sebagai Warga Negara Indonesia ?
3. Bagaimana Konsep dan Urgensi Identitas Nasional?
4. Bagaimana Sumber Historis Sosial Nasional?
5. Bagaimana Dinamika Identitas Nasional?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Hak, Kewajiban dan Warga Negara.
2. Untuk mengetahui Hak dan Kewajiban kita sebagai warga negara
Indonesia.
3. Untuk mengetahui Konsep dan Urgensi Identitas Nasional.
4. Untuk mengetahui Sumber Historis Sosial Nasional.
5. Untuk mengetahui Dinamika Idendtitas Nasional.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hak, Kewajiban Dan Warga Negara


Hak adalah segala sesuatu yang pantas dan mutlak untuk didapatkan
oleh individu sebagai anggota warga negara sejak masih berada dalam
kandungan. Hak pada umumnya didapat dengan cara diperjuangkan melalui
pertanggungjawaban atas kewajiban. Hak warga negara yang tercantum
dalam UUD 1945 meliputi hak hidup, hak memperoleh pendidikan, hak untuk
melanjutkan keturunan, dan masih banyak lagi.
Contoh Hak Warga Negara Indonesia ;
a. Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum.
b. Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
c. Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan
di dalam pemerintahan.
d. Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan
agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai.
e. Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran.
f. Setiap warga negara berhak mempertahankan wilayah negara kesatuan
Indonesia atau NKRI dari serangan musuh.
g. Setiap warga negara memiliki hak sama dalam kemerdekaan berserikat,
berkumpul mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan sesuai undang-
undang yang berlaku.1

Kewajiban adalah segala sesuatu yang dianggap sebagai suatu keharusan


untuk dilaksanakan oleh individu sebagai anggota warga negara guna
mendapatkan hak yang pantas untuk didapat dengan kata lain memberikan atau
melakukan apa yang harus kita lakukan demi kemajuan bangsa ke arah yang lebih
baik.

1
Kaelan, Pendidikan Kewarganegaraan, (Yogyakarta: Paradigma, 2007), Hlm, 45.

3
Contoh Kewajiban Warga Negara Indonesia ;
a. Setiap warga negara memiliki kewajiban untuk berperan serta dalam
membela, mempertahankan kedaulatan negara indonesia dari serangan
musuh.
b. Setiap warga negara wajib membayar pajak dan retribusi yang telah
ditetapkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda).
c. Setiap warga negara wajib mentaati serta menjunjung tinggi dasar negara,
hukum dan pemerintahan tanpa terkecuali, serta dijalankan dengan sebaik-
baiknya.
d. Setiap warga negara berkewajiban taat, tunduk dan patuh terhadap segala
hukum yang berlaku di wilayah negara Indonesia.
e. Setiap warga negara wajib turut serta dalam pembangunan untuk
membangun bangsa agar bangsa kita bisa berkembang dan maju ke arah
yang lebih baik.2

Warga Negara adalah penduduk yang sepenuhnya dapat diatur oleh


Pemerintah Negara tersebut dan mengakui Pemerintahnya sendiri.
Beberapa pengertian tentang warganegara juga diatur oleh UUD 1945,
pasal 26 menyatakan : “warga negara adalah bangsa Indonesia asli dan bangsa
lain yang disahkan undang-undang sebagai warga negara”. Sedangkan di dalam
pasal 26 ayat 2 berbunyi, “Syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan
dengan undang-undang”.
Pasal 1 UU No. 22/1958, dan UU Np. 12/2006 tentang Kewarganegaraan
Republik Indonesia, menekankan kepada peraturan yang menyatakan bahwa
warga negara RI adalah orang yang berdasarkan perundang-undangan dan atau
perjanjian-perjanjian dan atau peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17
Agustus 1945 sudah menjadi warga negara RI.3

2
Ibid, Hlm, 47.
3
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemennya, (Bandung:
Nuansa Aulia, 2011), Hlm, 15.

4
Warga negara dari suatu negara merupakan pendukung dan penanggung
jawab kemajuan dan kemunduran suatu negara. Oleh karena itu, seseorang yang
menjadi anggota atau warga suatu negara haruslah ditentukan oleh UU yang
dibuat oleh negara tersebut. Sebelum negara menentukan siapa yang menjadi
warga negara, maka negara harus mengakui bahwa setiap orang berhak memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya serta berhak kembali sebagaimana diatur pasal 28 E ayat (1)
UUD 1945. Pernyataan ini berarti bahwa orang-orang yang tinggal dalam wilayah
negara dapat diklasifikasikian menjadi :
a. Warga negara Indonesia, adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai
warga negara.
b. Penduduk, yaitu orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat
sementara sesuai dengan visa (surat ijin untuk memasuki suatu negara dan
tinggal sementara yang diberikan oleh pejabat suatu negara yang dituju)
yang diberikan negara melalui kantor imigrasi.

Adapun untuk menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara,


digunakan 2 kriterium.
1. Kriterium kelahiran
Berdasarkan kriterium ini, masih dibedakan lagi menjadi 2, yaitu:
a) Kriterium kelahiran menurut asas keibubapaan atau disebut pula Ius
Sanguinis. Di dalam asas ini, seseorang memperoleh kewarganegaraan
suatu negara berdasarkan asas kewarganegaraan orang tuanya, di
manapun ia dilahirkan.
b) Kriterium kelahiran menurut asas tempat kelahiran atau Ius Soli. Di
dalam asas ini, seseorang memperoleh kewarganeraannya berdasarkan
negara tempat di mana dia dilahirkan, meskipun orang tuanya bukan
warga negara dari negara tersebut.

5
Kedua prinsip kewarganegaraan ini digunakan secara bersama dengan
mengutamakan salah satu, tetapi tanpa meniadakan yang satu. Konflik antara Ius
Soli dan Ius Sanguinis akan menyebabkan terjadinya kewarganegaraan rangkap
(bi-patride) atau tidak mempunya kewarganegaraan sama sekali (a-patride).
Berhubungan dengan itu, maka untuk menentukan kewarga negaraan seseorang
digunakan 2 stelsel kewarganegaraan (di samping kedua asas di atas), yaitu stelsel
aktif dan stelsel pasif. Pelaksanaan kedua stelsel ini kita bedakan dalam:
a. Hak Opsi, ialah hak untuk memiliki kewarganegaraan (pelaksanaan stelsel
aktif).
b. Hak Reputasi, ialah hak untuk menolak kewarganegaraan (pelaksana
stelsel pasif).
2. Naturalisasi atau pewarganegaraan, adalah suatu proses hukum yang
menyebabkan seseorang dengan syarat-syarat tertentu mempunyai hak
kewarganeraan negara lain.4

Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan


cara mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga negara harus tahu
hak dan kewajibannya. Seorang pejabat atau pemerintah pun harus tahu akan hak
dan kewajibannya. Seperti yang sudah tercantum dalam hukum dan aturan-aturan
yang berlaku. Jika hak dan kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka kehidupan
masyarakat akan aman sejahtera. Hak dan kewajiban di Indonesia ini tidak akan
pernah seimbang. Apabila masyarakat tidak bergerak untuk merubahnya. Karena
para pejabat tidak akan pernah merubahnya, walaupun rakyat banyak menderita
karena hal ini. Mereka lebih memikirkan bagaimana mendapatkan materi daripada
memikirkan rakyat, sampai saat ini masih banyak rakyat yang belum
mendapatkan haknya. Oleh karena itu, kita sebagai warga negara yang
berdemokrasi harus bangun dari mimpi kita yang buruk ini dan merubahnya untuk
mendapatkan hak-hak dan tak lupa melaksanakan kewajiban kita sebagai rakyat
Indonesia.

4
Effendi, Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional, (Jakarta: Ghaliah
Indonesia, 1994), Hlm, 56.

6
Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang
menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan
berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan, dan sebagainya,
syarat-syarat akan diatur dalam undang-undang. Pasal ini mencerminkan bahwa
negara Indonesia bersifat demokrasi. Pada para pejabat dan pemerintah untuk
bersiap-siap hidup setara dengan kita. Harus menjunjung bangsa Indonesia ini
kepada kehidupan yang lebih baik dan maju. Yaitu dengan menjalankan hak-hak
dan kewajiban dengan seimbang. Dengan memperhatikan rakyat-rakyat kecil yang
selama ini kurang mendapat kepedulian dan tidak mendapatkan hak-haknya.5
Warga negara Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun 2006
tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang
menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) adalah:
1) setiap orang yang sebelum berlakunya UU tersebut telah menjadi WNI.
2) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari ayah dan ibu WNI.
3) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah WNI dan ibu
warga negara asing (WNA), atau sebaliknya.
4) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu WNI dan ayah
yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum negara asal sang ayah
tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut.
5) anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal
dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu seorang WNI.
6) anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNI.
7) anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA yang diakui
oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan
sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin.
8) anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu
lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
9) anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah negara Republik
Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui.

5
Ibid., Hlm, 29.

7
10) anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan
ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui
keberadaannya.
11) anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan ibu
WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan
memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan.
12) anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia
sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Selain itu, diakui pula sebagai WNI bagi:
1) anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun
dan belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing.
2) anak WNI yang belum berusia lima tahun, yang diangkat secara sah
sebagai anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan.
3) anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan
bertempat tinggal di wilayah RI, yang ayah atau ibunya memperoleh
kewarganegaraan Indonesia.
4) anak WNA yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah
menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI.

Kewarganegaraan Indonesia juga diperoleh bagi seseorang yang termasuk


dalam situasi sebagai berikut:
1) Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan
bertempat tinggal di wilayah Republik Indonesia, yang ayah atau ibunya
memperoleh kewarganegaraan Indonesia.
2) Anak warga negara asing yang belum berusia lima tahun yang diangkat
anak secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga
negara Indonesia.
3) Di samping perolehan status kewarganegaraan seperti tersebut di atas,
dimungkinkan pula perolehan kewarganegaraan Republik Indonesia
melalui proses pewarganegaraan. Warga negara asing yang kawin secara

8
sah dengan warga negara Indonesia dan telah tinggal di wilayah negara
Republik Indonesia sedikitnya lima tahun berturut-turut atau sepuluh tahun
tidak berturut-turut dapat menyampaikan pernyataan menjadi warga
negara di hadapan pejabat yang berwenang, asalkan tidak mengakibatkan
kewarganegaraan ganda.6
B. Hak Dan Kewajiban Kita Sebagai Warga Negara Indonesia
Hak dan kewajiban memiliki hubungan yang cukup erat dan tidak dapat
dipisahkan. Segala akibat yang ditimbulkan dari adanya hak tentunya ada
kewajiban, Untuk itu dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, antara hak dan
kewajiban dapat dijalankan dengan imbang, karena kalau tidak dijalankan dengan
imbang maka akan menimbulkan pertentangan.
Hak kita sebagai warga negara yaitu mendapatkan sesuatu yang sama dari
negara tanpa membeda-bedakanya dengan warga negara lainnya. Sedangkan
kewajiban kita sebagai warga negara Indonesia yaitu memberikan atau melakukan
apa yang harus kita lakukan demi kemajuan bangsa Indonesia ke arah yang lebih
baik dan rela berkorban demi tumpah darah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.7
Hak dan kewajiban Negara terhadap warga Negara pada dasarnya
merupakan kewajiban dan hak warga Negara terhadap Negara. Contoh :
a. Hak Menimbulkan Kewajiban
1. Hak warga Negara untuk mendapatkan pengajaran menimbulkan
kewajiban bagi Negara dalam menyediakan sarana untuk proses
pembelajaran.
2. Hak Negara untuk dibela menimbulkan kewajiban bagi warga Negara
untuk melakukan pembelaan Negara.
b. Kewajiban yang menimbulkan hak
1. Kewajiban warga Negara untuk menjunjung hukum dan pemerintahan
dengan tidak ada kecualinya menimbulkan hak bagi Negara agar hukum
dan pemerintahnnya dijunjung tinggi oleh warga Negara.

6
Ibid., Hlm, 34.
7
A. Abdulkarim, Pendidikan Kewarganegaraan, Membangun Karakter Bangsa, (Bandung:
Grafindo Media Pratama, 2011), Hlm, 38.

9
2. Kewajiban Negara untuk menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak menimbulkan hak bagi warga
Negara untuk memperoleh fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.8

Hak warga negara adalah suatu kewenangan yang dimiliki oleh warga
negara untuk melakukan sesuatu sesuai peraturan perundang-undangan.
Sedangkan Kewajiban warga negara adalah suatu keharusan yang tidak boleh
ditinggalkan oleh warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.9
Sebagai warga negara, bentuk keterikatan kita terhadap negara adalah
adanya hak dan kewajiban secara timbal balik (resiprokalitas). Warga negara
memiliki hak dan kewajiban terhadap negara, sebaliknya pula negara memiliki
hak dan kewajiban terhadap warga negara. Hak dan kewajiban warga negara
merupakan isi konstitusi negara perihal hubungan antara warga negara dengan
negara (Baharudin, 1996). Di Indonesia, pengaturan hak dan kewajiban warga
negara diatur dalam UUD NKRI 1945. Hak adalah kuasa untuk menerima atau
melakukan suatu yang semestinya diterima atau dilakukan oleh pihak tertentu dan
tidak dapat oleh pihak lain mana pun juga yang pada prinsipnya dapat dituntut
secara paksa olehnya. Wajib adalah beban untuk memberikan sesuatu yang
semestinya dibiarkan atau diberikan oleh pihak tertentu tidak dapat oleh pihak lain
mana pun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh yang
berkepentingan. Kewajiban dengan demikian merupakan sesuatu yang harus
dilakukan.10
Menurut Theo, hak dan kewajiban di berbagai bidang, diantaranya:
1. Hak dan Kewajiban Dalam Bidang Hukum
Salah satu contoh hak warga negara Indonesia dalam bidang hukum yaitu
setiap warga negara Indonesia yang menjadi terdakwa pada saat melakukan
pelanggaran dan akan menjalani persidangan berhak untuk mendapatkan

8
Ibid., Hlm, 39.
9
Effendi, Hak Asasi, Hlm, 68.
10
Notonegoro, Pancasila Secara Utuh Populer, (Jakarta: Pancoran Tujuh, 1975), Hlm,
112.

10
pertimbangan hukum dan penasehat hukum, agar hukum berjalan secara adil.
Sedangkan salah satu contoh kewajiban warga negara Indonesia dalam bidang
hukum yaitu mentaati dan menjunjung tinggi peraturan yang telah berlaku.
2. Hak dan Kewajiban Dalam Bidang Politik
Dalam UUD 1945, hak dan kewajiban warga negara dalam bidang politik
diatur dalam pasal 28. Pada pasal 28, hak dan kewajiban warga negara dalam
bidang politik yaitu:
a) Hak berserikat dan berkumpul
b) Hak mengeluarkan pendapat
c) Kewajiban untuk berorganisasi yang berdasarkan pada pancasila
sebagai asasnya.
3. Hak dan Kewajiban Bidang Sosial Budaya
Dalam UUD 1945, hak dan kewajiban warga negara dalam bidang sosial
budaya diatur dalam pasal 29 ayat 2, pasal 31 ayat 1, pasal 31 ayat 2, dan pasal
32. Dari pasal-pasal tersebut, terkandung makna bahwa:
a) Setiap warga negara berhak untuk mengembangkan kebudayaan daerah
dan nasional
b) Setiap warga negara berhak untuk memperoleh kesempatan pendidikan
c) Setiap warga negara berkewajiban untuk mematuhi peraturan yang ada
dalam bidang pendidikan
d) Setiap warga negara berkewajiban untuk memelihara kebudayaan negara
dan nasional
e) Setiap warga negara berkewajiban untuk memelihara alat-alat sekolah.
4. Hak dan Kewajiban Bidang Pertahanan dan Keamanan
Diatur dalam pasal 30 yang menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”. Hal ini menunjukkan
bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan
pembelaan negara.
5. Hak dan Kewajiban Dalam Bidang Ekonomi
Dalam UUD 1945, hak dan kewajiban warga negara dalam bidang ekonomi
diatur dalam pasal 33 ayat 1, 33 ayat 2, 33 ayat 3 dan pasal 33 ayat 4. Dari pasal-
pasal tersebut terkandung makna:

11
a) Setiap warga negara berhak untuk memperoleh kesejahteraan
b) Anak-anak terlantar dan fakir miskin berhak dipelihara oleh negara
c) Untuk mengolah sumber daya alam setiap warga negara berhak untuk
bekerja keras
d) Setiap warga negara berkewajiban untuk membantu pembangunan negara
yaitu dengan cara membayar pajak dengan tepat waktu.11

C. Konsep dan Urgensi Identitas Nasional


Identitas nasional pada hakikatnya adalah manisfestasi nilai-nilai
budaya yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan satu bangsa
(nation) dengan ciri-ciri khas, dan dengan ciri-ciri yang khas tadi suatu
bangsa berbeda dengan bangsa lain dalam kehidupannya. Nilai-nilai budaya
yang berada dalam sebagian besar masyarakat dalam suatu negara dan
tercermin di dalam identitas nasional, bukanlah barang jadi yang sudah
selesai dalam kebekuan normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang
terbuka yang cenderung terus menerus berkembang karena hasrat menuju
kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya. Implikasinya adalah
bahwa identitas nasional merupakan sesuatu yang terbuka untuk diberi makna
baru agar tetap relevan dan fungsional dalam kondisi aktual yang berkembang
dalam masyarakat. Artinya, bahwa identitas nasional merupakan konsep yang
terus menerus direkonstruksi atau dekonstruksi tergantung dari jalannya
sejarah.12
Konsep jati diri atau identitas bangsa Indonesia merupakan suatu hasil
kesepakatan bersama bangsa tentang masa depan berdasarkan pengalaman
masa lalu. Jati diri bangsa harus selalu mengalami proses pembinaan melalui
pendidikan demi terbentuknya solidaritas dan perbaikan nasib di masa depan.
jati diri bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang merupakan hasil buah
pikiran dan gagasan dasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap
baik yang memberikan watak, corak, dan ciri masyarakat Indonesia. Ada
sejumlah ciri yang menjadi corak dan watak bangsa yakni sifat religius, sikap

11
Ibid., Hlm, 118.
12
Kaelan, Pendidikan Kewarganegaraan, Hlm, 61.

12
menghormati bangsa dan manusia lain, persatuan, gotong royong dan
musyawarah, serta ide tentang keadilan sosial. Nilai- nilai dasar itu
dirumuskan sebagai nilai-nilai Pancasila sehingga Pancasila dikatakan
sebagai jati diri bangsa sekaligus Identitas Nasional.13
Berdasar uraian–uraian di atas, Pancasila merupakan Identitas Nasional
Indonesia yang unik. Pancasila bukan hanya identitas dalam arti fisik atau
simbol, layaknya bendera dan lambang lainnya. Pancasila adalah identitas
secara non fisik atau lebih tepat dikatakan bahwa Pancasila adalah jati diri
bangsa.
Jati diri itu mencakup tiga unsur yaitu kepribadian, identitas, dan
keunikan. Pancasila sebagai jati diri bangsa lebih dimaknai sebagai
kepribadian (sikap dan perilaku yang ditampilkan manusia Indonesia) yang
mencerminkan lima nilai Pancasila. Pancasila dipahami bukan rumus atau
statusnya tetapi pada isinya, yakni nilai-nilai luhur yang diakui merupakan
pandangan hidup bangsa yang disepakati. Sebagai sikap dan perilaku maka ia
dapat teramati dan dinilai seperti apakah jati diri kita sebagai bangsa. Selain
itu dengan sikap dan perilaku yang ditampilkan, Pancasila sebagai jati diri
bangsa akan menunjukkan identitas kita selaku bangsa Indonesia yakni ada
unsur kesamaan yang memberi ciri khas kepada masyarakat Indonesia dalam
perkembangannya dari waktu ke waktu. Demikian juga dengan kepribadian
tersebut mampu memunculkan keunikan masyarakat Indonesia ketika
berhubungan dengan masyarakat bangsa lain. Dengan demikian, Pancasila
sebagai jati diri bangsa yang bermakna kepribadian, identitas dan keunikan,
dapat terwujud sebagai satu kesatuan.14

D. Sumber Historis Sosial Nasional


Secara historis, khususnya pada tahap embrionik, Identitas Nasional
Indonesia ditandai ketika munculnya kesadaran rakyat Indonesia sebagai
bangsa yang sedang dijajah oleh asing pada tahun 1908 yang dikenal dengan
masa Kebangkitan Nasional (Bangsa). Rakyat Indonesia mulai sadar akan jati

13
Ibid., Hlm, 63.
14
A. Abdulkarim, Pendidikan Kewarganegaraan, Hlm, 42.

13
diri sebagai manusia yang tidak wajar karena dalam kondisi terjajah. Pada
saat itu munculah kesadaran untuk bangkit membentuk sebuah bangsa.15
Pembentukan Identitas Nasional melalui pengembangan kebudayaan
Indonesia telah dilakukan jauh sebelum kemerdekaan. Menurut Nunus
Supardi (2007) kongres kebudayaan di Indonesia pernah dilakukan sejak
1918 yang diperkirakan sebagai pengaruh dari Kongres Budi Utomo 1908
yang dipelopori oleh dr. Radjiman Widyodiningrat. Kongres ini telah
memberikan semangat bagi bangsa untuk sadar dan bangkit sebagai bangsa
untuk menemukan jati diri. Kongres Kebudayaan I diselenggarakan di Solo
tanggal 5-7 Juli 1918 yang terbatas pada pengembangan budaya Jawa.
Namun dampaknya telah meluas sampai pada kebudayaan Sunda, Madura,
dan Bali. Kongres bahasa Sunda diselenggarakan di Bandung tahun 1924.
Kongres bahasa Indonesia I diselenggarakan tahun 1938 di Solo.
Setelah proklamasi kemerdekaan, Kongres Kebudayaan diadakan di
Magelang pada 20-24 Agustus 1948 dan terakhir di Bukittinggi Sumatera
Barat pada 20-22 Oktober 2003. Menurut Tilaar (2007) kongres kebudayaan
telah mampu melahirkan kepedulian terhadap unsur-unsur budaya lain.
Secara historis, pengalaman kongres telah banyak memberikan inspirasi yang
mengkristal akan kesadaran berbangsa yang diwujudkan dengan semakin
banyak berdirinya organisasi kemasyarakatan dan organisasi politik.
Puncaknya para pemuda yang berasal dari organisasi kedaerahan berkumpul
dalam Kongres Pemuda ke- 2 di Jakarta dan mengumandangkan Sumpah
Pemuda.16

15
Joko Santoso, Rencana Pembelajaran dan Metode Pembelajaran Serta Model Evaluasi
Hasil Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan - Kurikulum Perguruan Tinggi Berbasis
Kompetensi, (Jakarta: Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti, 2012), Hlm, 42.
16
Ibid., Hlm, 44.

14
E. Dinamika Identitas Nasional
Sejumlah kasus dan peristiwa dalam kehidupan sehari-hari sebagai
berikut:
1. Lunturnya nilai-nilai luhur dalam praktik kehidupan berbangsa dan
bernegara (contoh: rendahnya membayar pajak, kesantunan, kepedulian,
dan lain-lain).

2. Nilai-nilai Pancasila belum menjadi acuan sikap dan perilaku sehari-hari


(perilaku jalan pintas, tindakan serba instan, menyontek, plagiat, tidak
disiplin, tidak jujur, malas, kebiasaan merokok di tempat umum, buang
sampah sembarangan, dan lain-lain).

3. Rasa nasionalisme dan patriotisme yang luntur dan memudar (lebih


mengagungkan prestasi bangsa lain dan tidak bangga dengan prestasi
bangsa sendiri, lebih bangga menggunakan produk asing daripada
produk bangsa sendiri, dan lain-lain).

4. Lebih bangga menggunakan bendera asing daripada bendera merah


putih, lebih bangga menggunakan bahasa asing daripada menggunakan
bahasa Indonesia.

5. Menyukai simbol-simbol asing daripada lambang/simbol bangsa sendiri,


dan lebih mengapresiasi dan senang menyanyikan lagu-lagu asing
daripada mengapresiasi lagu nasional dan lagu daerah sendiri.17

Pancasila telah terlanjur tercemar dalam era Orde Baru yang telah
menjadikan Pancasila sebagai kendaraan politik untuk mempertahankan
kekuasaan yang ada. Liberalisme politik terjadi pada saat awal reformasi
yakni pada pasca pemerintahan Orde Baru. Pada saat itu, ada kebijakan
pemerintahan Presiden Habibie yang menghapuskan ketentuan tentang
Pancasila sebagai satu-satunya asas untuk organisasi kemasyarakatan
termasuk organisasi partai politik. Sedangkan, lahirnya peraturan

17
F. Hardiman, Hak-Hak Asasi Manusia: Polemik dengan Agama dan Kebudayaan,
(Yogyakarta: Kanisius, 2011), Hlm, 116.

15
perundangan tentang desentralisasi dan otonomi daerah seperti lahirnya
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang diperbaharui menjadi Undang-
Undang No.32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah telah berdampak positif
dan negatif. Dampak negatifnya antara lain munculnya nilai-nilai
primordialisme kedaerahan sehingga tidak jarang munculnya rasa kedaerahan
yang sempit.18
Disadari bahwa rendahnya pemahaman dan menurunnya kesadaran
warga negara dalam bersikap dan berperilaku menggunakan nilai-nilai
Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara khususnya pada era
reformasi bangsa Indonesia bagaikan berada dalam tahap disintegrasi karena
tidak ada nilai-nilai yang menjadi pegangan bersama. Padahal bangsa
Indonesia telah memiliki nilai- nilai luhur yang dapat dijadikan pegangan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yakni Pancasila.
Warisan agung yang tak ternilai harganya dari para the founding fathers
adalah Pancasila.
Begitu juga mengenai luntur dan memudarnya rasa nasionalisme dan
patriotisme perlu mendapat perhatian. Apabila orang lebih menghargai dan
mencintai bangsa asing, tentu perlu dikaji aspek/bidang apa yang dicintai
tersebut. Bangsa Indonesia perlu ada upaya yakni membuat strategi agar apa
yang dicintai tersebut beralih kepada bangsa sendiri. Demikian pula, apabila
orang Indonesia lebih mengagungkan prestasi bangsa lain dan tidak bangga
dengan prestasi bangsa sendiri, sebenarnya sesuatu yang aneh. Hal ini perlu
ada upaya dari generasi baru bangsa Indonesia untuk mendorong agar bangsa
Indonesia membuat prestasi yang tidak dapat dibuat oleh bangsa asing.
Demikian pula, apabila orang Indonesia lebih bangga menggunakan produk
asing daripada produk bangsa sendiri, hendaknya bangsa Indonesia mampu
mendorong semangat berkompetisi. Intinya, bangsa Indonesia perlu didorong
agar menjadi bangsa yang beretos kerja tinggi, rajin, tekun, ulet, tidak malas,
serta menjunjung tinggi nilai kejujuran. Semua nilai-nilai tersebut telah
tercakup dalam Pancasila sehingga pada akhirnya semua permasalahan akan

18
Kaelan, Pendidikan Kewarganegaraan. Hlm, 72.

16
terjawab apabila bangsa Indonesia mampu dan berkomitmen untuk
mengamalkan Pancasila.
Cara menghadapi tantangan terkait dengan masalah kecintaan terhadap
bendera negara merah putih, pemeliharaan bahasa Indonesia, penghormatan
terhadap lambang negara dan simbol bangsa sendiri, serta apresiasi terhadap
lagu kebangsaan Pada hakikatnya, semua unsur formal identitas nasional,
baik yang langsung maupun secara tidak langsung diterapkan, perlu
dipahami, diamalkan, dan diperlakukan sesuai dengan peraturan dan
perundangan yang berlaku. Permasalahannya terletak pada sejauh mana
warga negara Indonesia memahami dan menyadari dirinya sebagai warga
negara yang baik yang beridentitas sebagai warga negara Indonesia. Oleh
karena itu, warga negara yang baik akan berupaya belajar secara
berkelanjutan agar menjadi warga negara bukan hanya baik tetapi cerdas.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hak adalah segala sesuatu yang pantas dan mutlak untuk didapatkan oleh
individu sebagai anggota warga negara sejak masih berada dalam kandungan.
Hak pada umumnya didapat dengan cara diperjuangkan melalui
pertanggungjawaban atas kewajiban.

Kewajiban adalah segala sesuatu yang dianggap sebagai suatu keharusan


untuk dilaksanakan oleh individu sebagai anggota warga negara guna
mendapatkan hak yang pantas untuk didapat dengan kata lain memberikan
atau melakukan apa yang harus kita lakukan demi kemajuan bangsa ke arah
yang lebih baik.

Warga Negara adalah penduduk yang sepenuhnya dapat diatur oleh


Pemerintah Negara tersebut dan mengakui Pemerintahnya sendiri.

Hak kita sebagai warga negara yaitu mendapatkan sesuatu yang sama
dari negara tanpa membeda-bedakanya dengan warga negara lainnya.
Sedangkan kewajiban kita sebagai warga negara Indonesia yaitu memberikan
atau melakukan apa yang harus kita lakukan demi kemajuan bangsa Indonesia
ke arah yang lebih baik dan rela berkorban demi tumpah darah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Konsep jati diri atau identitas bangsa Indonesia merupakan suatu hasil
kesepakatan bersama bangsa tentang masa depan berdasarkan pengalaman
masa lalu. Jati diri bangsa harus selalu mengalami proses pembinaan melalui
pendidikan demi terbentuknya solidaritas dan perbaikan nasib di masa depan.

jati diri bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang merupakan hasil buah
pikiran dan gagasan dasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap
baik yang memberikan watak, corak, dan ciri masyarakat Indonesia. Ada
sejumlah ciri yang menjadi corak dan watak bangsa yakni sifat religius, sikap

18
menghormati bangsa dan manusia lain, persatuan, gotong royong dan
musyawarah, serta ide tentang keadilan sosial. Nilai- nilai dasar itu
dirumuskan sebagai nilai-nilai Pancasila sehingga Pancasila dikatakan
sebagai jati diri bangsa sekaligus Identitas Nasional.

Secara historis, khususnya pada tahap embrionik, Identitas Nasional


Indonesia ditandai ketika munculnya kesadaran rakyat Indonesia sebagai
bangsa yang sedang dijajah oleh asing pada tahun 1908 yang dikenal dengan
masa Kebangkitan Nasional (Bangsa). Rakyat Indonesia mulai sadar akan jati
diri sebagai manusia yang tidak wajar karena dalam kondisi terjajah. Pada
saat itu munculah kesadaran untuk bangkit membentuk sebuah bangsa

Cara menghadapi tantangan terkait dengan masalah kecintaan terhadap


bendera negara merah putih, pemeliharaan bahasa Indonesia, penghormatan
terhadap lambang negara dan simbol bangsa sendiri, serta apresiasi terhadap
lagu kebangsaan Pada hakikatnya, semua unsur formal identitas nasional,
baik yang langsung maupun secara tidak langsung diterapkan, perlu
dipahami, diamalkan, dan diperlakukan sesuai dengan peraturan dan
perundangan yang berlaku. Permasalahannya terletak pada sejauh mana
warga negara Indonesia memahami dan menyadari dirinya sebagai warga
negara yang baik yang beridentitas sebagai warga negara Indonesia. Oleh
karena itu, warga negara yang baik akan berupaya belajar secara
berkelanjutan agar menjadi warga negara bukan hanya baik tetapi cerdas.

19
DAFTAR PUSTAKA

A. Abdulkarim, 2011, Pendidikan Kewarganegaraan, Membangun Karakter


Bangsa, Bandung: Grafindo Media Pratama.
Effendi, 1994, Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional dan Internasional,
Jakarta: Ghaliah Indonesia.
F. Hardiman, 2011, Hak-Hak Asasi Manusia: Polemik dengan Agama dan
Kebudayaan, (Yogyakarta: Kanisius.
Joko Santoso, 2012, Rencana Pembelajaran dan Metode Pembelajaran Serta
Model Evaluasi Hasil Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan -
Kurikulum Perguruan Tinggi Berbasis Kompetensi, Jakarta: Direktorat
Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti.
Kaelan, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan, Yogyakarta: Paradigma.
Notonegoro, 1975, Pancasila Secara Utuh Populer, Jakarta: Pancoran Tujuh.
Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2011, Undang-Undang Dasar 1945 dan
Amandemennya, Bandung: Nuansa Aulia.

20

Anda mungkin juga menyukai