29 Prov Gorontalo 2013

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan gangguan metabolisme yang bisa

diturunkan secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan hilangnya

toleransi karbohidrat (Price & Wilson, 2006). Diabetes Melitus tipe 2 adalah

salah satu penyakit kronis yang memiliki karakteristik hiperglikemia. Penyakit

ini dapat menimbulkan gangguan ke organ-organ tubuh lainnya karena terjadi

defisiensi insulin atau kinerja insulin yang kurang adekuat (Smeltzer et al,

2008). Pasien DM tipe 2 rentan mengalami peningkatan terhadap risiko

terjadinya komplikasi. Komplikasi yang bisa terjadi dalam jangka waku yang

lama adalah penyakit kardiovaskuler, gagal ginjal kronis, kerusakan retina

yang mengakibatkan kebutaan, kerusakan saraf, serta ganggren dengan risiko

amputasi (Hermawan, 2009). Hal ini dikarenakan masyarakat belum mampu

melakukan perawatan mandiri yaitu self care sehingga akan mempengaruhi

kualitas hidup penderita dari segi keadaan kesehatan fisik, psikologis, sosial

dan lingkungan. Kemampuan seorang melakukan self care sering

dilatarbelakangi karena perekonomian, pekerjaan, ataupun pendidikan dan

sosial (Kusniawati, 2011).

Kasus diabetes semakin lama semakin bertambah. Nwankwo et al

(2010) menyebutkan jumlah kasus diabetes akan terus bertambah seiring

berjalannya waktu dan merupakan penyebab kematian keenam di dunia. Hal

tersebut akan berdampak pada menurunnya umur harapan hidup (UHP),

1
2

penurunan kualitas hidup, serta meningkatnya angka kesakitan (Nwankwo et

al, 2010). Jumlah kasus diabetes diperkirakan meningkat dari 135 juta pada

tahun 1995 menjadi 380 juta pada tahun 2025 di negara berkembang.

Diperkirakan kasus DM meningkat 42% dari 51 menjadi 72 juta di negara

maju, sementara di negara berkembang diperkirakan meningkat 170% dari 84

mencapai 228 juta penduduk (Nwankwo et al, 2010).

Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) tahun 2011,

terdapat 329 juta orang di dunia menderita diabetes melitus tipe 2 dengan

kematian mencapai 4,6 juta orang. Indonesia, pada tahun 2011, menduduki

peringkat kesepuluh dunia dengan jumlah penderita DM tipe 2 sebanyak 6,6

juta orang (IDF, 2011). Menurut WHO (1999) pada tahun 2000, Indonesia

jumlah penduduk yang terkena DM sebanyak 8,4 juta orang, dan Indonesia

menduduki peringkat ke-4 setelah India (31,7 juta), Cina (42,3 juta) dan

Amerika Serikat (17,7 juta). Pada tahun 2030, WHO memperkirakan

prevalansi DM tipe 2 di Indonesia akan meningkat sebanyak 154% (Wild, S et

al, 2004).

Hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah Badung,

diketahui bahwa jumlah pasien DM rawat jalan pada tahun 2012 berjumlah

1328. Pasien yang datang berusia rata-rata 25-65 tahun ke atas. Presentase

DM usia 25-44 tahun sebanyak 3,6%, usia 45-64 tahun sebanyak 56,2%, dan

di atas 65 tahun sebanyak 40,2%. Diperkirakan jumlah pasien DM tiap bulan

110 orang.
3

Diabetes Melitus tipe 2 merupakan jenis diabetes yang paling sering

diderita oleh masyarakat. Diabetes melitus tipe 2 memiliki risiko terjadinya

masalah komplikasi yang dapat mengancam jiwa jika tidak segera ditangani,

sehingga secara tidak langsung DM tipe 2 sangat mempengaruhi aspek

kehidupan manusia. Pada penderita DM tipe 2 wajib dilakukan pengontrolan

diet gula secara ketat. Komplikasi DM tipe 2 dapat dikontrol jika penderita

memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup dalam melakukan self

care. Self care menunjukkan perilaku mandiri individu, bersifat universal dan

terbatas pada diri sendiri (Weiler & Janice, 2007).

Teori keperawtaan self care dikemukakan oleh Dorothea Orem dengan

definisi asuhan keperawatan yang lebih memfokuskan pada kebutuhan klien

terhadap perawatan diri sendiri. Filosofi tentang teori self care yang

dikemukakan oleh Orem menggambarkan tindakan perawatan diri sendiri

secara terus-menerus dengan tujuan untuk mempertahankan kualitas hidup,

mengatasi ketidakberdayaan yang dihadapi oleh klien. Ketika klien tidak

mampu melakukan self care secara mandiri, perawat akan akan membantu

klien dalam pemenuhan self care, akan tetapi tidak seluruh prosedur,

melainkan dengan memberikan instruksi dan pengawasan yang berkala hingga

klien mampu melakukan self care secara mandiri (Potter, 2005).

Perawat berupaya memandirikan pasien DM tipe 2 dalam proses

pengontrolan gula darah dan pencegahan terhadap risiko komplikasi yang

mungkin terjadi akibat DM tipe 2. Upaya tersebut disebut dengan self care

diabetes yang merupakan salah bentuk pendekatan teori self care Dorothea
4

Orem dalam asuhan keperawatan pasien DM tipe 2. Bai et al (2009)

menyebutkan bahwa self care Orem merupakan tindakan yang wajib

dilakukan oleh pasien diabetes untuk mengontrol gula darah dan mencegah

terjadinya komplikasi (Bai, et al, 2009;Sigurdardottir, 2005). Self care yang

dilakukan pasien diabetes meliputi pengaturan pola makan, latihan fisik,

pemantauan gula darah, pengobatan dan perawatan kaki (Toobert, 2000).

Sebuah penelitian Kusniawati (2011) mengenai self care yang

dilakukan di salah satu rumah sakit di Indonesia menyebutkan bahwa self care

masih belum bisa dilakukan oleh pasien DM tipe 2. Dari 4 domain pada self

care, pasien DM tipe 2 tidak taat dalam hal pengobatan dikarenakan faktor

kejenuhan. Demikian pula dalam hal pengontrolan diet, ketika dirumah pasien

DM tipe 2 tidak mampu mengontrol pola makan mereka. Pasien DM tipe 2

juga tidak mampu melakukan perawatan kaki secara rutin dikarenakan

kurangnya pengetahuan mengenai perawatan kaki. Pasien juga jarang untuk

melakukan latihan fisik (Kusniawati, 2011).

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada 5 orang pasien DM

tipe 2 di poliklinik interna Rumah Sakit Umum Daerah Badung, menunjukkan

bahwa self care belum mampu dilakukan secara adekuat yang dikarenakan

beberapa faktor, misalnya kurangnya pengetahuan, masalah sosial ekonomi,

ketidakmampuan dalam mengikuti diet dan pengobatan, serta kurangnya

minat untuk melakan latihan fisik. Ketika seorang mampu melakukan self care

diabetes, hal tersebut akan memberikan dampak positif pada kualitas hidup
5

pasien diabetes karena meliputi tindakan kontrol terhadap kadar gula darah

dan pencegahan terhadap risiko komplikasi (Xu Yin et al, 2008).

Kualitas hidup merupakan keadaan dimana seseorang mampu

mendapatkan kenikmatan dalam kehidupan sehari-hari yang menyangkut

kesehatan fisik dan mental (Saragih, 2010). Kualitas hidup pasien diabetes

merupakan perasaan puas dan bahagia dapat menjalani kehidupan sehari-hari

sebagaimana mestinya. Menurut Yudianto (2008) menyebutkan beberapa

aspek dari penyakit diabetes yang mempengaruhi kualitas hidup adalah

adanya kebutuhan khusus yang terus-menerus berkelanjutan dalam perawatan

DM, seperti pengaturan diet, adanya pembatasan aktivitas fisik, mengontrol

kadar gula darah; gejala apa saja yang kemungkinan timbul ketika kadar gula

darah tidak stabil; komplikasi yang dapat timbul akibat dari penyakti diabetes

dan disfungsi seksual (Yudianto, 2008).

Penelitian yang dilakukan oleh Caldwel et al mengenai kualitas hidup

pasien diabetes, menyebutkan bahwa hidup dengan penyakit diabetes baik

dengan ataupun tanpa komplikasi memberikan dampak negatif pada kualitas

hidup (Caldwel et al dalam Yudianto, 2008). Dalam penelitian Yudianto

(2008) menyebutkan bahwa kualitas hidup pasien diabetes di RSUD Cianjur

dapat dikategorikan baik, dilihat dari dimensi kesehatan fisik, dimensi

hubungan sosial, dan dimensi lingkungan, pasien merasa puas dalam hal

bergaul, dukungan sosial, dan dalam mendapatkan informasi mengenai

penyakit diabetes, sementara dari dimensi kesehatan psikologis, pasien sering

merasa cemas, putus asa dan kesepian (Yudianto, 2008).


6

Kualitas hidup pasien sering diabaikan oleh perawat. Perawat hanya

terfokus pada penyakit tanpa melihat aspek lainnya. Kualitas hidup pasien

diabetes penting untuk diteliti. Dengan melihat kondisi pasien secara

keseluruhan, perawat diharapkan dapat membantu pasien mempertahankan

dan meningkatkan kualitas hidup pasien, sehingga pasien dapat membuat

perubahan-perubahan baru dalam hal self care diabetes.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara

pada 5 orang pasien DM tipe 2 di poliklinik interna Rumah Sakit Daerah

Badung, kualitas hidup pada pasien DM tipe 2 diketahui rendah dan pasien

sering merasa cemas karena kadar gula darah yang sulit untuk dikontrol, tidak

bisa mengikuti diet gula, bingung terhadap pengobatannya.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai hubungan self care diabetes dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2

di poliklinik interna RSUD Badung.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut: Apakah terdapat Hubungan Self Care Diabetes

dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Interna

Rumah Sakit Umum Daerah Badung.


7

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan self care diabetes dengan kualitas hidup pasien

diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik Interna Rumah Sakit Umum Daerah

Badung.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi self care diabetes pada pasien DM tipe 2 di poliklinik

interna RSUD Badung.

b. Mengidentifikasi kualitas hidup pasien DM tipe 2 di poliklinik interna

RSUD Badung.

c. Menganalisis hubungan self care diabetes dengan kualitas hidup pasien

diabetes melitus tipe 2 di Poliklinik Interna Rumah Sakit Umum Daerah

Badung.

1.4 Manfaat

1.4.1 Teoritis

Dengan adanya hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dalam bidang

keperawatan khususnya gambaran mengenai self care diabetes dan kualitas

hidup pasien DM tipe 2, serta dapat digunakan sebagai acuan penelitian

selanjutnya dalam peningkatan kualitas hidup pasien DM tipe 2.


8

1.4.2 Praktis

Dengan adanya hasil penelitian ini, diharapkan para perawat dapat lebih

memperhatikan aspek yang menyangkut kualitas hidup, tidak hanya berfokus

pada penyakit pasien sehingga perawat dapat membantu pasien secara holistik.

Anda mungkin juga menyukai