Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Glomerulonefritis akut (GNA) adalah jenis penyakit ginjal yang
menunjukkan peradangan glomerulus dan nefron yang paling sering menyerang
anak usia 2 – 15 tahun. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme
imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme
yang masih belum jelas.

Manifestasi klinis dari GNA adalah hematuria, oliguria, overload cairan


(hipertensi dan edema), dan insufisiensi ginjal (elevasi BUN dan kreatinin).
Glomerulonefritis akut pascainfeksi streptokokus (GNAPS) adalah jenis GNA
yang paling umum dan merupakan fitur klasik dari GNA. Anak-anak dengan
GNAPS biasanya memiliki riwayat faringitis atau infeksi kulit yang disebabkan
oleh kuman streptokokus.

Diagnosa GNA biasanya didasarkan pada anamnesa mengenai keluhan yang


timbul didukung dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Terapi pada GNA dapat bersifat suportif dan simptomatis dengan tujuan
meminimalkan kerusakan pada glomerulus, meminimalkan metabolisme pada
ginjal, dan meningkatkan fungsi ginjal.

Untungnya, sebagian besar kasus GNA pada anak-anak yang baik self-
limited atau dapat diterapi meskipun mungkin ada komplikasi yang mengancam
selama fase akut. Observasi jangka panjang diperlukan untuk membuktikan
kemungkinan penyakit menjadi kronik.

1.2 TUJUAN
1. Mengetahui anatomi ginjal?
2. Mengetahui Sistem glomerulus normal?
3. Mengetahui Fisiologi ginjal?
4. Mengetahui Glomerulonefritis?
5. Mengetahui Askep pada pasien glomerulonefritis?

1
1.3 RUMUSAN MASALAH
1) Bagaimana anatomi ginjal?
2) Sistem glomerulus normal?
3) Fisiologi ginjal?
4) Glomerulonefritis?
5) Askep pada pasien glomerulonefritis?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 ANATOMI GINJAL

Ginjal terletak di dalam ruang retroperitoneum, setinggi vertebra torakal


12 atau lumbal 1 sampai lumbal 4, dengan kisaran panjang serta beratnya
berturut-turut dari kira-kira 6 cm dan 24 gram pada bayi cukup bulan sampai 12
cm atau lebih dan 150 gr pada orang dewasa. Ginjal mempunyai lapisan luar,
korteks yang berisi glomeruli, tubulus kontortus proksimal-distal dan duktus
kolektivus, serta di lapisan dalam, medulla, yang mengandung bagian-bagian
tubulus yang lurus, lengkung (ansa) henle, vasa rekta dan duktus koligens
terminal.
Setiap ginjal mengandung sekitar satu juta nefron (terdiri dari glomerulus
dan tubulus). Pada manusia, pembentukan nefron telah selesai pada janin 35
minggu, tetapi maturasi fungsional belum terjadi sampai di kemudian hari.
Perkembangan paling cepat terjadi pada 5 tahun pertama setelah lahir. Karena
tidak ada nefron baru yang dapat dibentuk sesudah lahir, hilangnya nefron secara
progresif karena proses infeksi saluran kemih atau refluks dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan ginjal.

Gambar 2. Komponen yang membentuk glomerulus

Gambar 1. Sayatan melintang ginjal dan nefron

3
2.2 SISTEM GLOMERULUS NORMAL
Glomerulus terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan
diliputi oleh simpai Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan
korteks dan medula (“juxtamedullary”) lebih besar dari yang terletak perifer.
Percabangan kapiler berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul,
yang dalam keadaan normal tidak nyata, dan kemudian berpadu lagi menjadi
arteriola efferens. Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub
vaskuler. Di seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus
contortus proximalis.

Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut, ditunjang


oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdiri atas matriks dan sel
mesangial. Mesangium berfungsi sebagai pendukung kapiler glomerulus dan
mungkin berperan dalam pembuangan makromolekul (seperti komplek imun)
pada glomerulus, baik melalui fagositosis intraseluler maupun dengan transpor
melalui saluran-saluran intraseluler ke regio jukstaglomerular. Kapiler-kapiler
dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di sebelah dalam daripada kapiler
terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma yang berfenestrasi. Di sebelah
luar kapiler terdapat sel epitel viseral, yang terletak di atas membran basalis
dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang disebut sebagai pedunculae atau “foot
processes”. Maka itu sel epitel viseral juga dikenal sebagai podosit.

Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana basalis glomeruler


(GBM = glomerular basement membrane). Membrana basalis ini tidak
mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron diketahui bahwa
membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke luar ialah
lamina rara interna, lamina densa dan lamina rara externa.
Simpai Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang
gepeng, yang terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana basalis
ini berlanjut dengan membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan
dengan membrana basalis tubuler pada kutub tubuler. Dalam keadaan patologik,
sel epitel parietal kadang-kadang berproliferasi membentuk bulan sabit
(”crescent”). Bulan sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler,
fibroseluler atau fibrosa.

4
Gambar 2. Sayatan melintang glomerulus dan kapiler glomerulus

5
2.3 FISIOLOGI GINJAL

Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan


ekstraseluler dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstraseluler ini
dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.

Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :


1. Fungsi ekskresi
 Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah
ekskresi air.
 Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+
dan membentuk kembali HCO3ˉ
 Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang
normal.
 Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama
urea, asam urat dan kreatinin.
 Mengekskresikan berbagai senyawa asing, seperti : obat, pestisida, toksin, &
berbagai zat eksogen yang masuk kedalam tubuh.

2. Fungsi non ekskresi


 Menghasilkan renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
 Menghasilkan kalikrein, suatu enzim proteolitik dalam pembentukan kinin,
suatu vasodilator
 Menghasilkan eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi
produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
 Memetabolisme vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
 Sintesis glukosa dari sumber non-glukosa (glukoneogenesis) saat puasa
berkepanjangan.
 Menghancurkan/menginaktivasi berbagai hormone, seperti : angiotensin II,
glucagon, insulin, & paratiroid.
 Degradasi insulin.
 Menghasilkan prostaglandin

6
Fungsi dasar nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan
substansi yang tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang
paling penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea, kreatinin,
asam urat dan lain-lain. Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida dan hidrogen yang
cenderung untuk berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan.

Mekanisme kerja utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak


diperlukan dalam tubuh adalah :

1. Nefron menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan


menghasilkan cairan filtrasi.
2. Jika cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan
tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi
kembali ke dalam plasma dan kapiler peritubulus.

Mekanisme kerja nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi
yang tidak diperlukan tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan
tubuh akan disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus
ke dalam cairan tubulus. Jadi urin yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian utama
berupa substansi-substansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil substansi-substansi
yang disekresi.

Gambar 3. Fungsi ginjal berdasarkan komponen yang menyusunnya

7
2.3.1 Filtrasi Glomerulus

Dengan mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring


melalui dinding kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel,
mengandung semua substansi plasma seperti elektrolit, glukosa, fosfat, ureum,
kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali protein
yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (sepertI albumin dan globulin). Filtrat
dikumpulkan dalam ruang Bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum
meninggalkan ginjal berupa urin.

Filtrasi glomerulus adalah hasil akhir dari gaya-gaya yang berlawanan


melewati dinding kapiler. Gaya ultrafiltrasi (tekanan hidrostatis kapiler
glomerulus) berasal dari tekanan arteri sistemik, yang di ubah oleh tonus
arteriole aferen dan eferen. Gaya utama yang melawan ultrafiltrasi adalah
tekanan onkotik kapiler glomerulus, yang dibentuk oleh perbedaan tekanan
antara kadar protein plasma yang tinggi dalam kapiler dan ultrafiltrat yang
hampir saja bebas protein dalam ruang bowman. Filtrasi dapat diubah oleh
kecepatan aliran plasma glomerulus, tekanan hidrostatis dalam ruang bowman,
dan permeabilitas dari dinding kapiler glomerulus. Permeabilitas, seperti yang
diukur dengan koefisien ultrafiltrasi (K1) adalah hasil kali permeabilitas air pada
membran dan luas permukaan kapiler glomerulus total yang tersedia untuk
filtrasi.

8
2.4 GLOMERULONEFRITIS

2.4.1 DEFINISI

Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk


menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan
inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Pada
kebanyakan kasus, stimulus reaksi ini berasal dari infeksi streptokokus grup A
dikerongkongan, yang biasanya mencetuskan awitan glomerolonefritis dengan
interveal 2 dampai 3 minggu. Produk streptokokus berlaku sebagai antigen,
menstimulasi sirkulasi antibody dan menghasilkan endapan kompleks
glomerulus menyebabkan cidera pada ginjal.

2.4.2 ETIOLOGI

Faktor-faktor penyebab yang mendasari GNA dapat dibagi menjadi


kelompok infeksi dan bukan infeksi.

Kelompok Infeksi
Penyebab infeksi yang paling sering GNA adalah infeksi oleh spesies
Streptococcus (yaitu, kelompok A, beta-hemolitik).
GNA pasca infeksi streptokokus (GNAPS) biasanya berkembang 1-3
minggu setelah infeksi akut dengan strain nephritogenic spesifik grup A
streptokokus beta-hemolitik. Insiden GN adalah sekitar 5-10% pada orang dengan
faringitis dan 25% pada mereka dengan infeksi kulit.
Juga dapat di sertai demam scarlet dan impetigo (infeksi kulit). Dan infeksi virus
akut ( infeksi pernafasan atas, gondongan, varicella, epstein barr, hepatitis B, dan
infeksi HIV).
GN pascainfeksi Nonstreptococcal mungkin juga hasil dari infeksi oleh
bakteri lain, virus, parasit, atau jamur. Bakteri selain streptokokus grup A yang
dapat menyebabkan GNA termasuk diplococci, streptokokus lainnya, staphylococci,
dan mikobakteri. Salmonella typhosa, Brucella suis, Treponema pallidum,
Corynebacterium bovis, dan actinobacilli juga telah diidentifikasi.
Cytomegalovirus (CMV), coxsackievirus, Epstein-Barr virus (EBV), virus
hepatitis B (HBV), rubella, rickettsiae (seperti dalam tifus scrub), dan virus

9
gondong diterima sebagai penyebab virus hanya jika dapat didokumentasikan
bahwa infeksi streptokokus beta-hemolitik tidak terjadi. GNA telah
didokumentasikan sebagai komplikasi langka hepatitis A.
Menghubungkan glomerulonefritis ke etiologi parasit atau jamur memerlukan
pengecualian dari infeksi streptokokus. Organisme diidentifikasi meliputi Coccidioides
immitis dan parasit berikut: Plasmodium malariae, Plasmodium falciparum,
Schistosoma mansoni, Toxoplasma gondii, filariasis, trichinosis, dan trypanosomes.

Kelompok Non-infeksi
Penyebab non-infeksi dari GNA dapat dibagi menjadi penyakit ginjal primer,
penyakit sistemik, dan kondisi lain-lain atau agen.

Penyakit sistemik multisistem yang dapat menyebabkan GNA meliputi:


 Vaskulitis (misalnya, Wegener granulomatosis) - Ini menyebabkan
glomerulonefritis yang menggabungkan nephritides granulomatosa atas dan
bawah.
 Penyakit kolagen-vaskular (misalnya, lupus eritematosus sistemik [SLE]) - Ini
menyebabkan glomerulonefritis melalui deposisi kompleks imun pada ginjal.
 Vaskulitis hipersensitivitas - Ini mencakup sekelompok heterogen gangguan
pembuluh darah kecil dan penyakit kulit.
 Cryoglobulinemia - Hal ini menyebabkan jumlah abnormal cryoglobulin dalam
plasma yang menghasilkan episode berulang dari purpura luas dan ulserasi kulit
pada kristalisasi.
 Polyarteritis nodosa - ini menyebabkan nefritis dari vaskulitis melibatkan arteri
ginjal.
 Henoch-Schönlein purpura - Ini menyebabkan vaskulitis umum mengakibatkan
glomerulonefritis.
 Sindrom Goodpasture - Ini menyebabkan antibodi yang beredar pada kolagen
tipe IV dan sering mengakibatkan kegagalan ginjal progresif cepat (minggu ke
bulan).

10
Penyakit ginjal primer yang dapat menyebabkan GNA meliputi:
 Membranoproliferatif glomerulonefritis (MPGN) - Hal ini disebabkan perluasan
dan proliferasi sel mesangial akibat pengendapan komplemen. Tipe I mengacu
pada deposisi granular dari C3, tipe II mengacu pada proses yang tidak teratur.
 Penyakit Berger (IgG-immunoglobulin A [IgA] nefropati) - ini menyebabkan
GN sebagai akibat dari deposisi mesangial difus IgA dan IgG.
 GN proliferatif mesangial “murni”
 Idiopatik glomerulonefritis progresif cepat - Bentuk GN ditandai dengan adanya
glomerulus crescent. Terdapat 3 tipe: Tipe I adalah antiglomerular basement
membrane disease, tipe II dimediasi oleh kompleks imun, dan tipe III
diidentifikasi dengan antibodi sitoplasmik antineutrophil (ANCA).

Penyebab noninfeksius lainnya dari GNA meliputi:


 Sindrom Guillain-Barré
 Iradiasi tumor Wilms
 Vaksin Difteri Pertusis Tetanus (DPT)
 Serum sickness

11
2.4.3 PATOFISIOLOGI

Proliferasi seluler ( peningkatan produksi sel endotelial yang melapisi


glomerulus), infiltrasi lekosit ke glomeruus, dan penebalan membran filtrasi
glomerulus atau memban dasar menghasilkan jaringan parut dan kehilangan
permukaan penyaring. Pada glomerulonefritis akut, ginjal membesar, bengkak,
dan kongesti. Seluurh jaringan renal glomerulus, tubulus dan pembuluh darah di
pengaruhi dalam berbagai tingkat tanpa memperhatikan type glomerulonefritis
akut yang ada. Pada banyak pasien, anti gen di luar tubuh misalnya medikasi,
serum asing. Mengawali proses, menyebabkan pengendapan kompleks di
glommerulus. Pada pasien yang lain, jaringan ginjal sendiri berlaku sebagai
antigen penyerang. Elektronmiskroskopis dan analilis imunofluoresen
mekanisme imun membantu identifikasi asal lesi. Biopsis ginjal di perlukan
untuk membedakan berbagai jenis glomerolonefritif akut.

Patofisiologi pada gejala-gejala klinik berikut:

1. Kelainan urinalisis: proteinuria dan hematuria.


Kerusakan dinding kapiler glomerulus sehingga menjadi lebih
permeable dan porotis terhadap protein dan sel-sel eritrosit, maka terjadi
proteinuria dan hematuria.

Gambar 4. Proses proteinuria dan hematuria pada GNA

12
2. Edema
Mekanisme retensi natrium dan edema pada glomerulonefritis tanpa
penurunan tekanan onkotik plasma. Hal ini berbeda dengan mekanisme
edema pada sindrom nefrotik.
Penurunan faal ginjal yaitu laju filtrasi glomerulus (LGF) tidak
diketahui sebabnya, mungkin akibat kelainan histopatologis (pembengkakan
sel-sel endotel, proliferasi sel mesangium, oklusi kapiler-kaliper) glomeruli.
Penurunan faal ginjal LFG ini menyebabkan penurunan ekskresi natrium
Na+ (natriuresis), akhirnya terjadi retensi natrium Na+. Keadaan retensi
natrium Na+ ini diperberat oleh pemasukan garam natrium dari diet. Retensi
natrium Na+ disertai air menyebabkan dilusi plasma, kenaikan volume
plasma, ekspansi volume cairan ekstraseluler, dan akhirnya terjadi edema.

a. Hipertensi
 Gangguan keseimbangan natrium (sodium homeostasis)
Gangguan keseimbangan natrium ini memegang peranan dalam
genesis hipertensi ringan dan sedang.
 Peranan sistem renin-angiotensin-aldosteron biasanya pada hipertensi
berat. Hipertensi dapat dikendalikan dengan obat-obatan yang dapat
menurunkan konsentrasi renin, atau tindakan nefrektomi.
 Substansi renal medullary hypotensive factors, diduga prostaglandin.
Penurunan konsentrasi dari zat ini menyebabkan hipertensi
 Bendungan SirkulasI
Bendungan sirkulasi merupakan salah satu ciri khusus dari sindrom
nefritik akut, walaupun mekanismenya masih belum jelas.

13
Woc

Infeksi (streptococus β hemoliticus A)

Kompleks anti gen-anti bodi leukosit polimorfonuklear (PMN) dan monosit/makrofag

Migrasi ke glomerulus Aktifasi koagulasi trombosit melalui ikatan


dengan reseptor fc

Koagulasi intra kapiler glomerulus


Interaksi magrofag dengan glomerulus (sel
mesangial, sel epitel/endotel) menjadi terkatifasi

Melepaskan sitokin pro inflamasi dan


kemogin

Demam, malaise Glomerulus rusak

Peningkatan BUN Nyeri Proteinuria Oliguri


dan creatin

Gatal Nutrisi kurang Penurunan tekanan


onkotik plasma

Integritas kulit Oedema

Kelebihan volume
cairan

14
2.4.4 MANIFESTASI KLINIS
Kebanyakan biasanya, anak dengan GNA akan terlihat karena terjadinya
perubahan warna urin mendadak. Pada kesempatan itu pula, keluhan mungkin
berhubungan dengan komplikasi dari penyakit: kejang hipertensi, edema, dan
sebagainya. Selanjutnya perlu digali lebih jauh mengenai rincian lebih lanjut
mengenai perubahan warna urin. Hematuria pada anak dengan GNA biasanya
digambarkan sebagai "coke," "teh," atau berwarna seperti asap. Warna darah
merah terang dalam urin lebih mungkin konsekuensi masalah anatomi seperti
urolithiasis dari glomerulonefritis.

Warna urin pada GNA seragam di sepanjang aliran. Hematuria pada


GNA hampir selalu tidak sakit; disuria yang menyertai gross hematuria lebih
mengarah pada cystitis hemorrhagik akut daripada penyakit ginjal. Riwayat
keluhan serupa sebelumnya akan menunjuk ke eksaserbasi proses kronis seperti
IgA nefropati.

Hal ini penting berikutnya adalah memastikan gejala sugestif dari


komplikasi GNA tersebut. Ini mungkin termasuk sesak napas atau setelah
beraktifitas yang menunjukkan overload cairan atausakit kepala, gangguan
penglihatan, atau perubahan status mental dari hipertensi.

Sejak GNA dapat muncul dengan keluhan dari organ multisistem, review
lengkap dari seluruh sistem sangat penting. Perhatian khusus harus diberikan
untuk ruam, ketidaknyamanan sendi, perubahan berat badan, kelelahan,
perubahan nafsu makan, keluhan pernafasan, dan paparan obat terakhir. Sejarah
keluarga harus membahas kehadiran setiap anggota keluarga dengangangguan
autoimun, sebagai anak-anak dengan baik SLE dan membranoproliferatif
glomerulonefritis (MPGN) mungkin memiliki kerabat yang juga menderita
penyakit serupa. Sebuah riwayat keluarga gagal ginjal (khususnya bertanya
tentang dialisis dan transplantasi ginjal) mungkin menjadi petunjuk untuk proses
seperti sindrom Alport, yang mungkin awalnya hadir dengan gambar GNA.

Adanya riwayat infeksi streptokokus sebelumnya seperti faringitis,


tonsilitis, atau pioderma.

15
2.4.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

A) Laboratorium

Adanya infeksi streptokokus harus dicari dengan melakukan biakan


tenggorok dan kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberikan
antimikroba. Beberapa uji serologis terhadap antigen streptokokus dapat dipakai
untuk membuktikan adanya infeksi streptokokus, antara lain antistreptozim,
ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining antistreptozim cukup
bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen
streptokokus. Titer anti streptolosin O meningkat pada 75-80% pasien dengan
glomerulonefritis akut pasca streptokokus dengan faringitis, meskipun beberapa
strain streptokokus tidak memproduksi streptolisin O. Bila semua uji dilakukan
uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi
streptokokus.

Titer ASTO meningkat pada hanya 50% kasus glomerulonefritis akut


pascastreptokokus atau pascaimpetigo, tetapi antihialuronidase atau antibodi
yang lain terhadap antigen streptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit
titer antibodi streptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer
dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali lipat berarti adanya infeksi. Tetapi
, meskipun terdapat bukti adanya infeksi streptokokus, hal tersebut belum dapat
memastikan bahwa glomerulonefritis tersebut benar-benar disebabkan karena
infeksi streptokokus. Gejala klinis dan perjalanan penyakit pasien penting untuk
menentukan apakah biopsi ginjal memang diperlukan.

Titer antibodi streptokokus positif pada >95 % pasien faringitis, dan


80% pada pasien dengan infeksi kulit. Antistreptolisin, antinicotinamid
dinucleotidase (anti-NAD), antihyaluronidase (Ahase) dan anti-DNAse B positif
setelah faringitis. Titer antibodi meningkat dalam 1 minggu puncaknya pada
satu bulan dan akan menurun setelah beberapa bulan.

Pada pemeriksaan serologi didapatkan penurunan komponen serum


CH50 dan konsentrasi serum C3. Penurunan C3 terjadi ada >90% anak dengan

16
GNA PS. Pada pemeriksaan kadar komplemen, C3 akan kembali normal dalam
3 hari atau paling lama 30 hari setelah onset.

Peningkatan BUN dan kreatinin. Peningkatannya biasanya transien. Bila


peningkatan ini menetap beberapa minggu atau bulan menunjukkan pasien
bukan GNA PS sebenarnya. Pasien yang mengalami bentuk kresentik GN
mengalami perubahan cepat, dan penyembuhan tidak sempurna. Adanya
hiperkalemia dan asidosis metabolik menunjukkan adanya gangguan fungsi
ginjal. Selain itu didapatkan juga hiperfosfatemi dan Ca serum yang menurun.

Pada urinalisis menggambarkan abnormalitas, hematuria dan proteinuria


muncul pada semua kasus. Pada sedimen urin terdapat eritrosit, leukosit,
granular. Terdapat gangguan fungsi ginjal sehingga urin menjadi lebih
terkonsentrasi dan asam. Ditemukan juga glukosuria. Eritrosit paling baik
didapatkan pada urin pagi hari, terdapat 60-85% pada anak yang dirawat di RS.
Hematuria biasanya menghilang dalam waktu 3-6 bulan dan mungkin dapat
bertahan 18 bulan. Hematuria mikroskopik dapat muncul meskipun klinis sudah
membaik. Proteinuria mencapai nilai +1 sampai +4, biasanya menghilang dalam
6 bulan. Pasien dengan proteinuria dalam nephrotic-range dan proteinuria berat
memiliki prognosis buruk.

Pada pemeriksaan darah tepi gambaran anemia didapatkan,anemia


normositik normokrom.

B) Pemeriksaan Pencitraan
 Foto toraks dapat menunjukkan Congestif Heart Failure.
 USG ginjal biasanya menunjukkan ukuran ginjal yang normal.

C) Biopsi Ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan bila terjadi perubahan fungsi ginjal yang
menetap, abnormal urin dalam 18 bulan, hipokomplemenemia yang menetap,
dan terjadi sindrom nefrotik.

17
Indikasi Relatif :

 Tidak ada periode laten di antara infeksi streptokokus dan GNA


 Anuria
 Perubahan fungsi ginjal yang cepat
 Kadar komplemen serum yang normal
 Tidak ada peningkatan antibodi antistreptokokus
 Terdapat manifestasi penyakit sistemik di ekstrarenal
 GFR yang tidak mengalami perbaikan atau menetap dalam 2 minggu
 Hipertensi yang menetap selama 2 minggu

Indikasi Absolut :

 GFR yang tidak kembali normal dalam 4 minggu


 Hipokomplemenemia menetap dalam 6 minggu
 Hematuria mikroskopik menetap dalam 18 bulan
 Proteinuria menetap dalam 6 bulan.

2.4.6 KOMPLIKASI
Pengembangan menjadi sclerosis jarang pada pasien yang khas, namun
pada 0,5-2% dari pasien dengan GNA, tentu saja berlangsung ke arah gagal
ginjal, berakibat pada kematian ginjal dalam waktu singkat.

Urinalisis yang abnormal (yaitu, microhematuria) dapat bertahan selama


bertahun-tahun. Penurunan ditandai dalam laju filtrasi glomerulus (GFR) jarang.

Edema paru dan hipertensi dapat terjadi. Edema anasarka dan


hipoalbuminemia dapat terjadi akibat proteinuria berat.

Sejumlah komplikasi yang mengakibatkan terkait kerusakan akhir organ


dalam sistem saraf pusat (SSP) atau sistem kardiopulmoner dapat berkembang
pada pasien yang hadir dengan hipertensi berat, ensefalopati, dan edema paru.

18
Komplikasi GNA meliputi:

 hipertensi retinopati
 hipertensi ensefalopati
 Cepat progresif GN
 Gagal ginjal kronis
 Sindrom nefrotik

2.4.7 PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk melindungi
fungsi ginjal dan menangani komplikasi dengan tepat. Jika diduga terdapat
infeksi streptokokus sisa, penisilin dapat diresepkan. Tirah baring dianjurkan
selama fase akut sampai urine berwarna jernih dan kadar BUN, kreatinin, dan
tekanan darah kembali ke normal. Lama tirah baring dapat ditentukan dengan
mengkaji urine pasien, aktivitas yang berlebihan dapat meningkatkan
proteinuria dan hematuria.

Diet protein dibatasi jika terjadi insufisiensi renal dan retensi nitrogen
(peningkatan BUN). Natrium dibatasi jika hipertensi, edema, dan gagal jantung
kongestif terjadi. Agen diuretik dan antihipertensi diresepkan untuk
mengendalikan hipertensi. Karbohidrat diberikan secara bebas untuk
menyediakan energi dan mengurangi katabolisme protein.

Jika pasien dirawat dirumah sakit, maka masukan dan haluran diukur
dengan cermat dan dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan
dan BB harian. Cairan yang hilang melalui pernafasan dan saluran
gastrointestinal (500-1000 ml) turut dilibatkan dalam menghitung cairan yang
hilang. Diuretik diberikan dalam 1-2 minggu setelah awitan gejala. Edema
berkurang dan hipertensi menurun. Namun demikian, proteinuria dan hematuria
mikroskopik mungkin menetap untuk beberapa bulan. Pada banyak pasien,
penyakit ini dapat berkembang menjadi glomerulonefritis kronik.

Komplikasi mencakup hipertensi ensefalopati, gagal jantung kongesif,


dan edema pulmonar. Hipertensi enselopati dianggap sebagai kondisi darurat

19
medis, dan terapi diarahkan untuk mengurangi tekanan darah tanpa mengganggu
fungsi renal.

Pada glomerulonefritis progresif cepat, perubahan plasma


(plasmaferesis) dan penanganan dengan menggunakan steroid dan agens
sitoktosik telah digunakan untuk mengurangi respons inflamasi. Pada bentuk
glumerulonefritis ini. Resiko untuk berkembang ke penyakit renal tahap akhir
sangat tinggi jika tidak ditangani dengan agresif. Dialisis dilakukan pada
glomerulonefritis akut ika maanifestasi uremia sangat berat.

20
Asuhan keperawatan pada pasien glomerulonefritis

1. PENGKAJIAN
a. Identitas pasien ( nama, alamat, tempat tanggal lahir,agama,umur, jenis
kelamin)
b. Keluhan utama
Adanya gejala dan tanda urine tanpak kemerah-merahan atau seperti kopi
dan sakit pada saat kencing.
c. Riwayat penyakit
Adanya nyeri mendadak pada abdomen ,nyeri pinggang, edema.
d. Pemeriksaan TTV (TD, ND, NS ,Suhu) pemeriksaan TD dan nadi pasien
sangat penting dilakukan.
e. Riwayat kesehatan pasien, apakah pasien pernah mengalamai penyakit
tongsilitis atau penyakit yang di sebabkan oleh bakteri streptococus A
lainya.
f. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan jantung
Salah satu tanda khas glomerulonefritis adalah peningkatan tekanan darah
sekunder dari retensi natriium dan air yang memberikan dampak pada
peningkatan volume cairan intravaskuler. Selain itu peningkatan volume
cairan intravaskuler akan berdampak pada fungsi sistem kardiovaskuler
dimana akan terjadi penurunan perfusi jaringan akibat tingginya beban
sirkulasi pada kondisi azotemia berat, pada auskultasi perawat akan
menimbulkan adanya frictionrub yang merupakan tanda khas efusi pleura
perikardual sekunder dari sindrome uremik. Pada kondisi kronik akan terjadi
penurunan perfusi jaringan akibat tingginya beban sirkulasi. Pangkal vena
mengalami distensi akibat distensi cairan yang berlebihan. Irama gallop
tanda gagal jantung kongestif dapat terjadi.
1. Inspeksi
Terdapat edema pada ekstremitas dan wajah, perubahan warna urine
berwarna kola dari proteinuri, silinderuri dan hematuri.
2. Palpasi
Pasien akan mengeluh adanya nyeri tekan ringan pada area
costovertebra.

21
Palpasi tungkai pasien, terdapat edema pitting pada pasien yang
menunjukkan penumpukan cairan yang berlebih.

3. Perkusi
Pemeriksaan ketuk pada sudut kortovertebra memberikan
stimulus nyeri ringan lokal di sertai suatu penjalaran nyeri ke pinggang
dan perut.
4. Auskultasi
Mengauskultasi bagian atas sudut kotovertebral dan kuadran atas
abdomen, jika terdengar bunyi bruit atau bising pada aorta abdomen dan
arteri renalis, maka indikasi adanya gangguan aliran darah ke ginjal(
stenosis arteri ginjal).

2. Diagnosa keperawatan
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan perubahan mekanisme
regulasi, peningkatan permeabilitas dinding glomerulus.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema dan menurunnya
tingkat aktivitas.
3) Ketidak seimbangan nutrisi kurang dri kebutuhan tubuh berhubungan
dengan pembatasan cairan,diit, dan hilangnya protein.

3. Perencanaan

DX Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional


hasil (NIC)
(NOC)
1 Tujuan : cairan dan Manajemen elektrolit/Cairan 1. Mengetahui keadaan umum
elektrolit seimbang. 1) Monitor TTV pasien.
Kriteria hasil: 2) Monitor kehilangan cairan. 2. Untuk mencegah kehilangan
1. Terbebas dari 3) Monitor perubahan status paru atau cairan.
edema, efusi, jantung. 3. Untuk mengetahui hal yang
anastara. 4) Monitor adanya tanda dan gejala menunjukkan kelebihan
2. Bunyi nafas bersih retensi cairan. cairan.
tidak ada dypsnue. 5) Timbang berat badan harian dan 4. Untuk melihat seberapa
3. Tekanan darah pantau gejala. banyak cairan yang hilang.
normal. 6) Pertahankan intake dan output 5. Untuk mempertahankan ke
4. Intake dan output yang akurat. adekuatan intake dan output

22
cairan seimbang. 7) Berikan makanan yang berserat. cairan tubuh pasien.
5. Memelihara 8) Minimalkan asupan minuman 6. Untuk membantu
tekanan vena dengan deuretik atau pancahar ( penyerapan cairan melalui
sentral teh,kopi,suplemen) makanan yang berserat.
6. Terbatas dari 9) Pasang urine kateter jika di 7. Mengurangi penahanan
kelelahan perlukan. penyerapan cairan dalam
7. Integritas kulit dan 10) Monitor hasil laboratorium yang tubuh.
membrane mukosa sesuai dengan retensi cairan 8. Membantu pengeluaran
dalam keadaan (BUNHMT, HOSPOLALITAS urine
normal. URINE). 9. Untuk melihat kandungan
11) Monitor status hemodinamik urine pasien melalui hasil
termasuk CVP, AMP, PAP, lab.
PCWP. 10. Kolaborasi pemberian
12) Kalaborai pemberian diuretik dieuretik dan pemenuhan
sesuai indikasi. kebutuhan cairan lainnya.
13) Kalaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul memburuk.

2 Tujuan : integritas Manajemen Tekanan 1. Untuk mengurangi


kulit dan membran 1) Anjurkan pasien untuk kerusakan kulit akibat
mukosa kembali menggunakan pakaian yang pakaian yang di gunakan.
normal longgar. 2. Membersihkan kulit
Kriteria hasil : 2) Hindari kerutan pada tempat tidur. berguna untuk mengurangi
1) integritas kulit 3) Jaga kebersihan kulit agar tetap kuman yang menempel
yang baik bisa bersih dan kering. pada tubuh.
dipertahankan 4) Mobilisasi pasien ( Ubah posisi 3. Mobilisasi untuk mencegah
(elastis) pasien ) setiap 2 jam sekali. dekubitus pada pasien.
2) tidak ada luka / 5) Monitor kulit akan adanya 4. Memonitor keadaan umum
lesi pada kulit kemerahan. kulit pasien.
3) perfusi 6) Oleskan lation atau minyak atau 5. Membuat kulit lembab
jaringan baik baby oil pada daerah yang tertekan. dengan lation .
4) Mampu 7) Monitor aktivitas dan mobilisasi 6. Untuk melihat fungsi gerak
melindungi pasien. pasien yang untuk

23
kulit dan 8) Monitor status nutrisi pasien. mengurnagi terjadinya
mempertahank 9) Memandikan pasien dengan sabun imobilisasi pasien.
an kelembaban dan air hangat 7. Membantu peredaran darah
kulit 10) Monitor sumber tekanan dan pasien agar tetap lancar.
gesekan 8. Mengurangi resiko
kerusakan akibat dari
tekanan.
3 Tujuan : nutrisi yang 1. kaji status nutrisi : 1. menyediakan data dasar untuk
di butuhkan pasien a. perubahan BB memantau perubahan dan
terpenuhi. b. pengukuran antropometri mengevaluasi intervensi
Kriteria hasil : c. nilai laboratorium ( elektrolit 2. pola diet dan sekarang dapat di
a. asupan nutrisi serum, bun, kreatinin, protein, ertimbangkan da;am menyusun
pasien terpenuhi transferin dan kadar besi) menu.
b. menunjukkan tidak 2. kaji pola diet nutrisi pasien. 3. Menyediakan informasi
adanya a. Kaji riwayat diet mengenai faktor lain yang dapat
perlambatan/ b. Makanan kesukaan di ubah atau di hilangkan untuk
penurunan BB c. Hitung kalori meningkatkan masukkan diet.
yang cepat. 3. kaji faktor yang berperan dalam 4. Mendorong peningkatan
c. kadar albumin merubah masukan nutrisi. masukkan diet
plasma dapat di a. anoreksia , mual muntah 5. Protein lengkap di berikan untuk
terima. b. diet yang tidak menyenangkan mencapai keseimbangan
bagi pasien. nitrogen yang di perlukan untuk
c. depresi pertumbuhan dan penyembuhan.
d. kurang memahami pembatasan 6. Pantau tanda-tanda kekurangan
diet. nutrisi.
4. menyediakan makanan kesukaan 7. Berikan makanan yang di suka
pasien dalam batas diet. klien untuk pemenuhan nutrisi
5. tingkatkan masukkan protein yang yang adekuat.
mengandung nilai biologis tinggi : 8. Kerja sama dengan ahli gizi
teur, produk susu, daging. untuk pemenuhan kebutuhan
6. berikan makanan pasien yang nutrisi.
mengandung tinggi kalori tinggi
protein

24
7. monitor turgor kulit.
8. tentukan pola makan yang di suka i
klien,
9.monitor kekringan mukosa pasien.
10. kolaborasikan dengan ahli gizi
untuk pemenuhan kebuuthan nutrisi
yang sangat di butuhkan pasien.

BAB III
KESIMPULAN

Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan


berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus
yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Etilogi dari GNA sendiri dapat
dikelompokkan menjadi 2 bagian besar, yaitu kelompok infeksi (yang paling sering
adalah infeksi streptokokus), dan kelompok non-infeksi.

Gejala-gejala umum yang berkaitan dengan permulaan penyakit adalah


hematuria, oliguria,edema,hipertensi dan beberapa gejala non-spesifik seperti rasa lelah,
anoreksia dan kadang demam,sakit kepala, mual, muntah.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisis,


bakteriologis, serologis, imunologis, dan histopatologis. Pengobatan hanya bersifat
suportif dan simtomatik.

Tujuan utama dalam penatalaksanaan glomerulonefritis adalah untuk


meminimalkan kerusakan pada glomerulus, meminimalkan metabolisme pada ginjal,
dan meningkatkan fungsi ginjal.

Tidak ada pengobatan khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan


glomerulus. Pemberian pinisilin untuk memberantas semua sisa infeksi, tirah baring
selama stadium akut, diet bebas bila terjadi edema atau gejala gagal jantung dan
antihipertensi kalau perlu, sementara kortikosteroid tidak mempunyai efek pada
glomerulofritis akut pasca infeksi strepkokus.

25
Prognosis umumnya baik, namun ditentukan pula oleh faktor penyebab
terjadinya GNA itu sendiri, dapat sembuh sempurna pada lebih dari 90% kasus.
Observasi jangka panjang diperlukan untuk membuktikan kemungkinan penyakit
menjadi kronik.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi II. Penerbit EGC. Jakarta.2007

2. Husein, A, dkk. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi kedua. Penerbit Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta. 2002. h 345-353

3. Hay, William W, MD. Pediatric Diagnosis and Treatment Edisi keenambelas. Penerbit
McGraw-Hill (Asia). Singapura. 2003. H 698 – 699
4. Lyttle, John D. The Treatment of Acute Glomerulonephritis in Children. The Bulletin.
Hlm : 212 – 221.
5. Anonim. Glomerulonephritis [online]. 2011[dikutip tanggal 4 Desember 2012].
Tersedia pada
http://www.mayoclinic.com/health/glomerulonephritis/DS00503/DSECTION=causes
6. Rammelkamp, Jr., Charles H. Dan Robert S. Weaver. Acute Glomerulonephritis. The
Significance of the Variations in the Incidence of the Disease. 1952. Hlm : 345 – 358.

27

Anda mungkin juga menyukai