Mari Tim
Mari Tim
Pidato Pengukuhan
Oleh:
SUHAIDI
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut
dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia
Yang terhormat,
Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena pada hari yang
berbahagia ini kita diberi-Nya rahmat dan karunia berupa kesehatan
sehingga dapat hadir di tempat ini. Berkat rahmat dan karunia-Nya pulalah,
saya pada hari ini berkesempatan untuk menyampaikan pidato pengukuhan
sebagai Guru Besar Tetap pada Fakultas Hukum USU dalam rapat terbuka
Universitas Sumatera Utara, di hadapan majelis yang mulia ini.
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Pada lingkungan laut terdapat sumber kekayaan alam, baik kekayaan alam
hayati maupun non-hayati, sebagai sarana penghubung, media rekreasi,
dan lain sebagainya. Oleh karena itu sangat penting untuk melindungi
lingkungan laut dari ancaman pencemaran, seperti ancaman pencemaran
yang bersumber dari kapal. Hal ini dilakukan agar lingkungan laut dapat
dinikmati secara berkelanjutan,5 baik bagi generasi sekarang maupun
generasi yang akan datang. Dengan demikian, terdapat ketergantungan
pada sumber kekayaan alam di laut dalam jumlah dan kualitas yang
memenuhi syarat dan tersedia secara berkelanjutan.
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut
dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia
(1) pada satu segi kedaulatan timbul karena adanya kekhawatiran dari
negara-negara nasional yang baru merdeka untuk menegaskan
kemerdekaan total, termasuk pengembangan perekonomiannya,
dan menghilangkan intervensi bangsa-bangsa feodal atau
intervensi negara-negara besar,
(2) pada segi lain merupakan akumulasi dari negara-negara baru
merdeka untuk membentuk hukum baru bagi pengaturan
wilayahnya.
Dengan berkembangnya konsepsi the new economic use for the sea yang
pada waktu itu didasarkan pada anggapan bahwa "all state possessed their
shores in those parts of the sea that touches their shores", hingga sekarang
mengalami perkembangan yang pesat.10 Oleh sebab itu, dari sudut sejarah
latar belakang penguasaan kekayaan alam di laut dapat diidentifikasi
sekurang-kurangnya tiga hal pokok:11
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut
dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
Bagi Indonesia dengan kondisi lingkungan laut yang unik, sebenarnya dapat
mengatur sebagian wilayah lautnya sebagai "special area". Diatur secara
khusus dengan tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan internasional,
seperti Konvensi Hukum Laut 1982, OILPOL 1954 berikut amandemennya,
dan MARPOL 1973/78 berikut amandemennya.
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut
dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia
Konsep hak lintas alur laut kepulauan (Indonesia menyebut lintas alur laut
kepulauannya dengan "Alur Laut Kepulauan Indonesia"-ALKI), merupakan
hal yang baru di dalam ketentuan tentang kelautan.
Penetapan ALKI harus sesuai dengan konsep yang terdapat pada Konvensi
Hukum Laut 1982,32 di mana "all ships and aircrafts" memperoleh "right of
archipelagic sea lanes passage".33 Indonesia dalam memberikan hak lintas
alur kepulauan atas perairan kepulauannya harus mencakup semua tempat
lewat yang biasa dipakai untuk pelayaran dan penerbangan internasional
(all normal passage routes used as routes for international navigation or
overflights), dengan catatan bahwa jika di satu tempat ada beberapa
tempat lewat yang kira-kira sama kemudahannya, maka cukuplah satu saja
ditetapkan sebagai alur (duplication of routes of similar convenience
between the same entry and exit points shall not be necessary).34
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
Usul Indonesia dalam penetapan ALKI ini telah dibahas dalam Sidang
Komite Keselamatan Pelayaran ke-67 (Maritime Safety Committee/MSC-67)
pada bulan Desember 1996 dan Sidang Sub-Komite Keselamatan Navigasi
IMO ke-43 (NAV-43) di London pada bulan Juli 1997. Sidang Majelis IMO
ke-20 pada bulan Desember 1997 telah menyetujui prosedur dan
ketentuan-ketentuan mengenai penetapan ALKI sekaligus mengesahkan
MSC-67 untuk membahas usul Indonesia. Jika memenuhi syarat, MSC-67
dapat diterima tanpa perlu lagi dibawa kepada sidang majelis IMO ke-21
tahun 1999.39 Pada tanggal 19 Mei 1998, Sidang Pleno Maritime Safety
Committee (MSC-69) IMO secara resmi telah menerima (adopt) tiga ALKI
yang diusulkan Indonesia.40
Jika keadaan menghendaki, Indonesia dapat merubah alur laut atau skema
pemisah lalu lintas yang telah ditentukan atau ditetapkan sebelumnya
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut
dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia
dengan alur laut atau skema pemisah lalu lintas lainnya, "an archipelagic
state may, when circumstances require, after giving due publicity thereto,
substitute other sea lanes or traffic separation scheme for any sea lanes or
traffic separation schemes previously designated or prescribed by it".43 Alur
laut dan skema pemisah tersebut harus sesuai dengan ketentuan
internasional yang diterima secara umum. Jika Indonesia berniat mengganti
alur laut/skema pemisah lalu lintas, maka Indonesia harus mengajukan
usulan tersebut kepada IMO.44
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
10
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut
dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia
under the terms of Article 19. While, the environmental risk of such a
voyage may be high, the LOS only recognises that a voyage is not innocent
if an "act of wilful or serious pollution contrary to this convention" accurs.
Sedangkan alasan lain yang dapat dibenarkan adalah adanya persyaratan
bagi kapal asing bertenaga nuklir dan kapal yang mengangkut nuklir atau
bahan lain yang karena sifatnya berbahaya dan beracun, jika melaksanakan
hak lintas damai melalui laut teritorial, harus membawa dokumen dan
mematuhi tindakan pencegahan khusus yang ditetapkan oleh perjanjian
internasional.50
Precautionary Principle juga telah diadopsi oleh The 1990 Bergen Ministerial
Declaration on Sustainable Development yang menyatakan bahwa,
"environmental measures must anticipate, prevent and attack the causes of
environmental degradation. Where there are threats of serious or
irreversible damage, lack of full scientific certainly should not be used as a
reason for postponing measures to prevent environmental degradation".53
11
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
12
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut
dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia
Hal pokok kedua adalah bahwa kekuatan tugas yang dibebankan pada
negara bendera saja tidak cukup untuk melakukan penegakan hukum.
Untuk mempertinggi keefektifan penegakan hukum, maka upaya ini dapat
dilakukan oleh negara pelabuhan sebagai pelengkap utama pada kekuatan
yurisdiksi negara bendera. Yurisdiksi negara pelabuhan di samping tidak
membahayakan bagi navigasi, juga lebih memudahkan usaha pengadaan
fasilitas untuk melakukan investigasi dan mengumpulkan fakta-fakta.59
Dalam hal tanggung jawab negara bendera terhadap kapal yang berlayar
dengan memakai benderanya terdapat kasus yang menarik, yaitu Saint
Vincent and the Grenadines v. Guinea Case (1997).60
13
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
14
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut
dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia
Perkembangan positif lain setelah Erika Case adalah dengan segera Perancis
membuat ketentuan-ketentuan yang lebih keras tentang keselamatan dan
navigasi di laut, dan lebih disiplinnya pola inspeksi atas kapal-kapal tanker
yang sudah tua pada pelabuhan-pelabuhan laut Perancis. Pelabuhan laut
Perancis diinstruksikan untuk lebih bertanggung jawab dalam memonitor
struktur kapal yang singgah secara menyeluruh, dan untuk selanjutnya
menginformasikan temuan tersebut pada negara bendera dari kapal.64
15
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
16
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut
dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia
Adanya koordinasi terpadu dengan dasar hukum yang pasti, maka terhindar
adanya ego sektoral dari masing-masing instansi sehingga upaya
pencegahan pencemaran lingkungan laut dapat dilakukan. Jika pun terjadi
pencemaran lingkungan laut, tindakan aksi dapat segera dilakukan,
sehingga zat pencemar jangan sampai meluas pada wilayah laut lainnya.
Tindakan segera juga diperlukan agar dampak dari pencemaran dapat
diminimalkan.
17
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus saya sampaikan kepada
Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, DSA(K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara yang telah banyak membantu dan mendorong saya untuk
mengikuti perkuliahan S3 sampai ke jenjang Guru Besar yang acara
pengukuhannya diselenggarakan pada hari ini. Semoga Allah SWT tetap
memberikan petunjuk dan kemudahan kepada Bapak dalam memimpin
keluarga dan Universitas Sumatera Utara yang kita cintai.
Ucapan terima kasih juga saya tujukan kepada Bapak/Ibu anggota Senat
Akademik, Dewan Guru Besar Universitas Sumatera Utara, Tim Penilai
Kenaikan Pangkat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan
persetujuannya atas pengusulan saya sebagai Guru Besar.
18
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut
dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia
Selanjutnya terima kasih juga saya sampaikan kepada Dr. Januari Siregar,
S.H., M.Hum., Dr. Triono Eddy, S.H., M.Hum., Dr. Idham, S.H., M.Hum.,
Dr. Djaffar Albram, S.H., M.Hum., Dr. Dayat Limbong, S.H., M.Hum.,
Dr. Iman Jauhari, S.H., M.Hum., Dr. Laily Washliati, S.H., M.Hum.,
Dr. Oloan Sitorus, S.H., M.Hum., Dr. Soleman Mantaibordir, S.H., M.Hum.,
Dr. Supandi, S.H., M.Hum., Kamaruddin Aldian Pinem, S.H., M.Hum.,
Syahril Sofyan, S.H., M.Kn., Kunto Prasti Trenggono, S.H., atas doa dan
bantuannya.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Prof. Erman Rajagukguk,
S.H., LLM, Ph.D., Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LLM, Ph.D, dengan
kesabaran dan motivasi yang Bapak berikan, ditambah dengan bimbingan
dalam perkuliahan dan penelitian disertasi, saya dapat mencapai gelar
doktor dan selanjutnya mendapatkan gelar profesor. Sebagai pembimbing
dalam penyusunan disertasi, saya sangat simpatik dengan cara-cara Bapak
dalam memberikan bimbingan. Insya Allah, cara demikianlah yang saya
terapkan dalam membimbing para mahasiswa. Selanjutnya, rasa hormat
dan terima kasih saya haturkan kepada Bapak Prof. Dr. M. Solly Lubis, S.H.,
kematangan ilmu Bapak sangat berkesan pada diri saya, sehingga saya
banyak belajar dari Bapak.
Ucapan terima kasih tak lupa saya sampaikan kepada semua guru-guru
saya pada pendidikan formal maupun non-formal, mulai dari taman kanak-
kanak, sekolah dasar sampai perguruan tinggi, juga guru-guru
agama/mengaji saya di Madrasah Quba dan Madrasah Al-‘Ulum. Semoga
amal ibadah yang beliau-beliau kerjakan diterima Allah SWT dan diampuni
dosa-dosanya, amin.
Buat Bapak Mertua (Alm.) Matdjali, dan Ibunda Hj. Nurdiah dan semua ipar-
iparku, terima kasih atas dorongan dan doanya selama ini. Kepada Kakanda
H. Hidayat, banyak kenangan yang kakanda goreskan di hati saya dalam
menapak jenjang akademis, baik sebagai abang, sebagai sahabat, semoga
Allah SWT selalu menyertai kita semua, amin. Buat semua saudara-saudara
kandungku, dan saudara-saudaraku lainnya, terima kasih atas doa dan
dorongan semangatnya. Selanjutnya buat Bapanda (Alm.) H. Razali dan
19
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
Ibunda Hj. Rostina, dengan segala pengorbanan dan doa yang tulus dari
kedua orang tua, ananda sampai kapan pun tidak dapat membalas budi
baik yang Bapanda dan Ibunda berikan. Khusus buat Bapanda, walaupun
Bapanda saat ini sudah tidak berada ditengah-tengah kita, namun ananda
yakin bahwa tercapainya ananda seperti saat ini adalah berkat doa dari
Bapanda bersama dengan ketulusan doa Ibunda. Ya Allah ampunilah dosa
kedua orang tuaku, terimalah semua amal ibadahnya, amin.
Teristimewa buat istri tercinta Seri Rasmi, S.H., serta ananda Sabtia, Novi
Aisha, dan Riadhi Alhayyan, banyak sudah pengorbanan kalian dalam saya
menapak kehidupan ini. Pernah tidak menghiraukan kalian saat Papa
hanyut dalam perkuliahan dan penelitian, pernah tidak memperhatikan
kalian saat dalam kesibukan perkuliahan dan ujian, namun Papa yakin
kalian semua selalu mendoakan Papa agar berhasil, doa dan pengorbanan
kalian yang tulus untuk Papa telah membuahkan hasil. Semoga kita semua
selalu ditunjuki Allah SWT pada jalan yang benar, amin.
Buat semua yang telah membantu saya, yang tidak dapat disebutkan satu
persatu. Buat seluruh panitia dalam acara ini, saya ucapkan terima kasih.
Buat seluruh adik-adik mahasiswa, pacu terus semangatmu dalam menimba
ilmu. Semoga Allah SWT memberikan ganjaran berupa pahala dan kebaikan
pada kita semua. Ya Allah…berikan selalu petunjuk-Mu kepada kami,
ampuni seluruh dosa-dosa kami, amin.
20
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut
dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia
CATATAN KAKI
1
Posisi geografis wilayah negara Indonesia merupakan telaahan geostrategis yang
didasarkan pada kondisi riil wilayah Indonesia. Lihat M. Solly Lubis, Kesatuan
Hukum Nasional dan Wawasan Nusantara dalam Rangka Menghadapi Globalisasi
Dunia dan Pembangunan Jangka Panjang, (Padang: Pusat Kajian Kebudayaan
Universitas Bung Hatta, 1992), h. 55.
2
Letak seluruh kepulauan Indonesia menurut tata peta dunia berada di antara 6°
08' Lintang Utara dan 11° 15' Lintang Selatan. Lihat Atje Misbach Muhjiddin, Status
Hukum Perairan Kepulauan Indonesia dan Hak Lintas Kapal Asing, (Bandung:
Alumni, 1993), h. 18-19.
3
Konvensi Hukum Laut 1982 merupakan perwujudan dari usaha masyarakat
internasional untuk mengatur masalah kelautan secara menyeluruh, termasuk
mengatur masalah perlindungan lingkungan laut dari segala sumber pencemaran.
Perkembangan dari konvensi ini adalah telah didepositkannya ratifikasi yang ke 60
oleh negara Guyana pada tanggal 16 November 1993. Dengan demikian,
tercapailah persyaratan untuk memberlakukan Konvensi Hukum Laut 1982 seperti
yang telah diamanatkan Pasal 308 KHL 1982 yaitu 12 (dua belas) bulan setelah
pendepositan instrumen ratifikasi yang ke 60. Lihat United Nations Press Release,
"Un Convention on the Law of the Sea Receives Sixtieth Ratification to Enter Into
Force in One Year", New York, Department of Public Information, News Coverage
Service, (1993), h. 1.
4
Kasijan Romimohtarto, "Pengelolaan Pemanfaatan Kekayaan Hayati dan Nabati
di Perairan Indonesia", Seminar Hukum Nasional V, Jakarta (1990), h. 1.
5
Mochtar Kusumaatmadja, Perlindungan dan Pelestarian Lingkungan Laut Dilihat
dari Sudut Hukum Internasional, Regional, dan Nasional, (Jakarta: Sinar Grafika
dan Pusat Studi Wawasan Nusantara, 1992), h. 7-8.
6
Daud Silalahi, Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan
Indonesia, (Bandung: Alumni, 1992), h. 130-131.
7
Dari teori antara mare liberum dan mare clausum, memunculkan apa yang
dinamakan "battle of the books", yang berlangsung lebih dari 50 tahun. Lihat
Hasjim Djalal, Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum Laut, (Bandung: Percetakan
Ekonomi, 1979), h. 14-15.
8
Sebagai akibat paham kedaulatan dalam arti yang terbatas ini, dijumpai istilah
kemerdekaan (independence) dan paham persamaan derajat (equality). Del
Vecchio menyatakan bahwa perlunya negara-negara mengakui saling sederajat.
Lihat Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, (Bandung:
Binacipta, 1981), h. 17-19. Lihat pula W. Friedmann, Teori & Filsafat Hukum,
Hukum & Masalah-masalah Kontemporer (Susunan III), (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1994), h. 246-247.
9
Lord Lloyd Of Hampstead, M.D.A. Freeman, Introduction To Jurisprudence,
(London: Stevens & Sons Ltd, 1985), h. 246-247.
21
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
10
M. Daud Silalahi, Pengaturan Hukum Lingkungan Laut Indonesia dan
Implikasinya Secara Regional, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1992), h. 224-226.
11
Ibid.
12
Pasal 211 ayat (6) KHL 1982.
13
M. Daud Silalahi, Pengaturan..., op.cit, h. 135.
14
Committee on Shipborne Wastes Marine Board, Commission on Engineering and
Technical Systems National Research Council, "Clean Ships Clean Ports Clean
Ocean", National Academy Press, Washington, D.C, (1995), h. 50-51.
15
IMO, Manual on Oil Pollution, Section II Contingency Planning, (London: IMO,
1988), h. 2.
16
Ibid.
17
Marine Pollution Legislation, (06-06-2000), <http://www.amsa. gov.an/me/pn324.HTM.
18
Lihat Pasal 211 ayat (6) KHL 1982.
19
Konvensi Hukum Laut 1982 merupakan ketentuan-ketentuan dengan prinsip
keseimbangan antara kepentingan negara pantai dan kepentingan negara maritim.
Lihat Jeffrey S. Dehner, Vesse Dehner, Jeffrey S., "Vessel-Source Pollution and
Public Vessel: Sovereign Immunity V. Compliance, Implications for International
Environmental Law", Emory International Law Review, (1995), h. 12.
20
IMO harus pula menindaklanjutinya dengan meneliti pengajuan ketentuan
khusus dari negara pantai tersebut paling lambat 12 bulan setelah menerima
pemberitahuan secara resmi. Ketentuan khusus ini juga belum berlaku sampai 15
(lima belas) bulan setelah penyampaian pemberitahuan kepada IMO. Ketentuan ini
juga harus diberitahukan kepada negara-negara tetangga yang lautnya
berdampingan dengan laut yang akan diatur secara khusus tersebut. Lihat Pasal
211 ayat (7) KHL 1982.
21
IMO, Manual…, op.cit, h. 2.
22
Cross, Michael, Hamer, Mick, Cross, Michael, How to Seal a Supertanker,
Improving Ship Design to Prevent Oil Spills, New Scientist, (Vol. 133, No. 1812,
March, 1992), h. 40.
23
Martin R. Lee, Marine Pollution, (21-02-2001), <http://www.cnie.org/nle/mar-
20/r.htm1>.
24
Lihat juga ketentuan dalam OILPOL 1954 dan Marpol 1973/1978.
25
Penelitian yang dilakukan pada Laut Mediterania sampai dijadikan sebagai
"special area" dimulai dengan adanya "The Mediterranean Action Plan" antara tahun
1975-1980. UNEP (United Nations Environment Programme) dan negara-negara
regional laut mediterania bekerjasama dalam menunjang keberhasilan rencana
aksi ini yang didukung oleh para saintis kelautan. Lihat Haas, Peter M.,
"International Cooperation: Building Regimes for Natural Resources and the
Environment", Massachusetts Institute of Technology Alumni Associate Technology
Review, (Januari 1990), h. 5-6.
26
IMOs Web Site-Summary of Status of Convention, (24-06-2000), <http://www.
imo.org/imo/convent/summary.htm>.
22
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut
dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia
27
Marine Pollution Legislation, (06-06-2000), <http:/www.amsa.gov.an/me/
pn324.HTM.
28
Pada perairan Indonesia terdapat hak pelayaran internasional, hal ini
merupakan proses akomodasi antara kepentingan negara kepulauan Indonesia dan
negara pengguna laut. Akomodasi kepentingan ini terjadi pada waktu proses
perundingan dalam pembentukan Konvensi Hukum Laut 1982. Amerika Serikat
yang juga ikut dalam perundingan pembentukan Konvensi Hukum Laut 1982,
berpendapat bahwa walaupun Amerika Serikat belum meratifikasi konvensi, namun
tetap mengakui adanya hak-hak negara pantai atas perairannya, sepanjang
negara-negara tersebut menghormati hak-hak negara lain pada perairannya
dibawah kerangka hukum internasional, berupa hak kebebasan berlayar (freedom
of the sea). Lihat "Rights and Freedoms in International Waters", Superintendent of
Documents Department of State Bulletin, (Vol. 86, 1986), h. 1-2.
29
Pasal 52 dan Pasal 53 KHL 1982.
30
Hak-hak tersebut terdapat pada laut teritorial dan perairan kepulauan
Indonesia. Pada laut teritorial, Indonesia mempunyai kedaulatan untuk menetapkan
lebar laut teritorialnya sampai batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari
garis pangkal. Pada laut teritorial kapal-kapal asing mempunyai hak lintas damai.
Lihat Pasal 3 dan 19 KHL 1982. Selanjutnya, negara pantai juga mempunyai hak
berdaulat atas jalur laut sejauh 200 mil laut pada Zona Ekonomi Eksklusif, juga
kedaulatan atas dasar laut dan tanah di bawahnya hingga jarak 200 mil laut, atau
dapat melebihi ini berdasarkan "specified circumstance”. Lihat Ocean and Law of
The Sea--Convention Overview, (14-06-2000), <http:www.un.org/Depts/los/
losconv2.htm>.
31
Hak ini tercantum dalam Pasal 53 ayat (1) KHL 1982.
32
Jika Indonesia tidak menetapkan ALKI-nya, maka sesuai dengan Pasal 53 ayat
(12) KHL 1982, kapal-kapal asing boleh melaksanakan lintas alur laut kepulauan
"through the routes normally used for international navigation".
33
Indonesia mengakui keberadaan hak pelayaran internasional menyangkut "right
of innocent passage". Kasus terjadi pada tanggal 23 Desember 1985. Sebuah kapal
asing berbendera Taiwan berbobot 200 ton, tanpa memiliki dokumen imgrasi yang
sah, baik visa maupun security clearence telah memasuki dan berada di wilayah
teritorial negara Republik Indonesia, tepatnya di perairan Laut Arafuru sebelah
selatan Kepulauan Arafuru, Kabupaten Maluku Tenggara tanpa izin.
Pengadilan Negeri di Ambon dalam putusan No. 27/Pid/B/1986/PN.AB memberikan
keputusan antara lain terdakwa bersalah telah melakukan delik pelanggaran tanpa
hak berlayar memasuki wilayah perairan Indonesia. Selanjutnya dalam putusan
Pengadilan Tinggi No. 04/Pid/B/1987/PT.MAL di Ambon telah menguatkan putusan
Pengadilan Negeri. Pada Pengadilan Tinggi juga terungkap bahwa kapal nelayan
Taiwan ini sedang berlayar di perairan Indonesia dalam rangka perjalanan menuju
ke Australia guna memperpanjang foreign fishing boat lisence yang telah habis
masa berlakunya. Ternyata kemudian dalam putusan Mahkamah Agung, telah
membatalkan putusan judex facti Pengadilan Negeri Maluku yang dinilai telah salah
23
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
dalam menerapkan hukum atas kasus ini. Putusan Mahkamah Agung didasari atas
pertimbangan yang antara lain menyebutkan bahwa kapal asing tersebut tidak
terbukti melakukan penangkapan ikan atau mendarat atau berlabuh atau menetap
di dalam wilayah Republik Indonesia.
Kapal asing tersebut terbukti hanya berlayar menumpang lewat di teritorial
Indonesia, tanpa adanya bukti bahwa kapal tersebut sedang melakukan sesuatu di
wilayah negara Republik Indonesia. Dalam pengertian "menumpang lewat" yang
demikian itu telah diakui oleh hukum internasional sebagai suatu "right of innocent
passage". Hak tersebut diakui oleh hukum internasional dan dijalankan serta
dipatuhi oleh semua negara. Lihat Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
No. 1303 K/Pid/1987.
34
Hasjim Djalal, “Penentuan "Sea Lanes" (ALKI) Melalui Perairan Nusantara
Indonesia", paper pada Penataran Hukum Laut Internasional, Unpad, Bandung,
1996, h. 4-6.
35
Ibid.
36
Safety of, and Right to Navigate, (02-04-2002), http://www.un.org/Depts/los
iyo/safety-of-navigation. htm.
37
International Maritime Organization (IMO) is recognized as the only
international body responsible for establishing and adopting measures on an
international level concerning ships routeing systems for use by all ships. Lihat
Safety of, and Right to Navigate, (02-04-2002), http://www.un.org/Depts/losiyo/
safety-of-navigation. htm.
38
Indonesia's Archipelagic Sea Lanes, (12-05-2002), http://www.dfa-deplu.go.id/
english2/pt28-98.htm.
39
Siaran Pers Menteri Luar Negeri RI mengenai Penetapan 3 (Tiga) Alur Laut
Kepulauan Indonesia (ALKI), Jepang: KBRI-Ottawa, 2000, h. 2-3.
40
ALKI akan berlaku minimal setelah enam bulan sejak diundangkan oleh
Indonesia. Pengundang ALKI dapat dilakukan Indonesia melalui suatu peraturan
pemerintah. Lihat Pasal 18 ayat (3) UU No. 6 Tahun 1996.
41
Siaran Pers..., op.cit, h. 3.
42
Hasjim Djalal, Penentuan..., op.cit, h. 5.
43
Pasal 53 ayat (7) KHL 1982.
44
Pasal 53 ayat (9) KHL 1982.
45
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Perlindungan Lingkungan Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, (Yogyakarta: Gadjahmada University Press,
1995), h. 242-243.
46
Akatsuki Maru Case yang terjadi pada tahun 1992 memperlihatkan suatu
praktik kontroversial dari pengiriman "ultrahazardous radioactive cargo". Kapal
Akatsuki Maru, berbendera Jepang, sedang melakukan pelayaran dengan membawa
plutonium dari Jepang menuju Eropa. Adapun rute-rute yang dilalui kapal tersebut
meliputi perairan The Cape of Good Hoope, through The Indian Ocean to the south
of Australia, and then apparently north through the Tasman Sea between Australia
and New Zealand into the South and North Pacific Oceans to Japan. Beberapa
24
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut
dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia
negara pada kawasan yang akan dilalui kapal Akatsuki Maru khawatir dengan rute-
rute tersebut, dan tidak siap untuk membolehkan kapal Akatsuki Maru melalui laut
teritorial, perairan kepulauan, selat, dan ZEE suatu negara. Kekhawatiran ini
disebabkan jika terjadi kecelakaan terhadap kapal Akatsuki Maru, dapat
menimbulkan kerusakan bagi lingkungan laut. Tiga negara tepi Selat Malaka, yaitu
Indonesia, Malaysia, dan Singapura juga keberatan jika kapal Akatsuki Maru
melalui Selat Malaka. Lihat Martin Tsamenyi, Max Herriman, (ed), Rights and
Responsibilities in the Maritime Environment: National and International Dilemmas,
Australia: the University of Wollongong, 1996, h. 22-24.
47
Salah satu "the key issues" yang menjadi permasalahan adalah rekomendasi
yang dikeluarkan oleh The International Atomic Energy Agency (IAEA) yang disebut
dengan 'type B standard'. Tipe B standar merupakan standar yang
direkomendasikan untuk "the packing and transport" dengan sejumlah material
yang dianggap cukup untuk melindungi masyarakat dan lingkungan selama
pelayaran. Lihat Edwin S. Lyman, "The Sea Shipment of Radioactive Materials:
Safety and Environmental Concern". dalam Ed Lyman--MMI Sea Transport Paper
(18-07-2000), http://www.nci.org/el-malaysia.htm.
48
Ibid.
49
Van Deveer, Stacy D., "Protecting Europe's Seas", Heldref Publications
Environment, (No. 6; Vol 42, 2000), h. 3.
50
Pasal 23 KHL 1982.
51
Nuclear Sea Shipments: An Overview, (18-07-2000), <http://www.nci.org/
seatrans-overvi.ew.htm.
52
Deklarasi Rio 1992 mensyaratkan untuk pemakaian Precautionary Principle
hanya bagi 'threats of serious or irreversible environmental damage'. The
Precautionary Principle is a principle which states that in cases where there are
threats to human health or the environment the fact that there is scientific
uncertainty over those threats should not be used as the reason for not taking
action to prevent harm. The Precautionary Principle relevan dengan risk regulation,
dapat diartikan sebagai body of regulation concerned with protecting the
environment or human health from the risks arising from industrial activity. Prinsip
ini awalnya berasal dari Jerman pada dekade tahun 1970-an, dan dipopulerkan
dalam kerangka hukum lingkungan internasional pada dekade tahun 1990-an. Lihat
Elizabeth Fisher, "Is the Precautionary Principle Justiciable?”, Journal of
Environmental Law, Oxford University Press, (V. 13, N. 3, 2001), h. 316.
53
Melda Kamil A. Ariadno, "Prinsip-Prinsip dalam Hukum Lingkungan Internasional”,
Hukum dan Pembangunan, ( N. 2, Tahun XXIX), April 1999, h. 119-120.
54
Pasal 206 KHL 1982.
55
Pasal 39, 54 KHL 1982.
56
Amerika Serikat setelah peristiwa Exxon Valdez 1990, dengan dasar "Oil
Pollution Act 1990 (OPA 90), pernah melarang kapal-kapal tanker yang berlayar
di perairannya yang tidak memakai "double hull". Hal ini dilakukan agar tidak
terulang kembali bencana ekologis pada peristiwa Exxon Valdez. Lihat Dickey, Alan,
25
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
"Crisis Over Oil Tanker Design Moves Toward Resolution", Information Access
Company, a Thomson Corporation Company, (1991), h. 2.
57
Nuclear Sea Shipments: An Overview, (18-07-2000), <http://www.nci.org/
seatrans-overview. htm.
58
Alan E.Boyle, "Marine Pollution Under the Law of the Sea Convention", The
American Journal International Law, (April, 1985), h. 12-14.
59
Ibid, h. 14
60
Pada tanggal 27 Oktober 1997 The M/V Saiga, an oil tanker serving as a
bunkering vessel di wilayah pantai Afrika Barat sedang melakukan suplai minyak
pada tiga kapal penangkap ikan berlisensi Guinea untuk menangkap ikan pada
Zona Ekonomi Eksklusif-nya. Pengisian tersebut terjadi pada wilayah ZEE Guinea
sekitar 22 mil dari Pulau Alcatraz. Keesokan harinya, sebuah kapal patroli Guinea
menahan kapal The Saiga yang sudah berada di luar ZEE Guinea. Dalam
pengejaran sebelumnya dua awak kapal The Saiga mengalami luka tembak.
Selanjutnya kapal The Saiga dibawa ke Conakry, kapal dan awak kapal ditahan,
sedangkan kargonya dipindahkan dan nakhoda kapal (master) dituntut telah
melakukan pelanggaran bea cukai (customs violations). Pada waktu terjadi
penahanan, pemilik kapal The Saiga adalah a Cyprus company, managed by a
Scottish company, and chartered to a Swiss company, sedangkan pemilik kargo
adalah Swiss company. Kapal tanker The Saiga mempunyai registrasi sementara
(provisionally registrated) di St. Vincent pada tanggal 12 Maret 1997. Registrasi ini
akan berakhir 6 (enam) bulan kemudian, dan direncanakan The Saiga akan
mendapatkan registrasi permanen (permanent registration) pada tanggal 28
November 1997. Sebelumnya kapal ini mempunyai registrasi Malta. Pada tanggal
13 November 1997, St. Vincent mengajukan permohonan agar The Saiga berikut
awak kapalnya segera dibebaskan berdasarkan Pasal 292 KHL 1982. Pada tanggal 4
Desember 1997, The International Tribunal for The Sea (The Tribunal) meminta
agar kapal The Saiga berikut awaknya dibebaskan. Negara Guinea menolak
permintaan pengadilan tersebut untuk membebaskan kapal beserta awaknya. Pada
tanggal 10 Desember 1997 negara Guinea mengajukan tuntutan bahwa The Saiga
telah melakukan tindakan kriminal, juga menyebutkan bahwa St. Vincent
bertanggung jawab secara perdata (civilly liable). Pada tanggal 17 Desember 1997
pengadilan tingkat pertama Conakry memutuskan bahwa nakhoda kapal bersalah.
Selanjutnya pada tanggal 22 Desember 1997 St. Vincent menentang putusan
tersebut dengan mengajukan pendapat bahwa hal ini bertentangan dengan
Konvensi Hukum Laut 1982, demikian pula dalam hal legalitas penahanan dan
penuntutannya. Pada tanggal 13 Januari 1998, St. Vincent memohon pada The
Tribunal untuk menentukan provisional measures pending constitution of the
arbitral tribunal. Pada tanggal 3 Februari 1998, pengadilan tingkat banding (The
Court of Appeal of Conakry) juga berpendapat bahwa nakhoda kapal bersalah
secara tidak sah melakukan impor, membeli dan menjual minyak di Republik
Guinea dan menghukum sang nakhoda 6 (enam) tahun penjara, dan
memerintahkan untuk menyita kargo berikut kapalnya sebagai guarantee for
26
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut
dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia
payment of the fine. Pada tanggal 11 Maret 1998 Guinea dan St. Vincent setuju to
transfer the arbitral proceedings to The Tribunal (The 1998 Agreement). Pada
tanggal 28 Februari 1998 Guinea membebaskan The Saiga berikut nakhoda dan
awak kapalnya. Pada tanggal 11 Maret 1998 the Tribunal menentukan tindakan
sementara (provisional measures) dengan menetapkan bahwa Guinea dapat
menahan diri untuk membicarakan enforcing any judicial or administrative measure
against the M/V Saiga, its master and the other members of the crew, its owners or
operators.
Selama persidangan berlangsung, Guinea keberatan menerima klaim dari St.
Vincent dengan alasan bahwa kapal The Saiga tidak memiliki registrasi St. Vincent
pada waktu terjadi penangkapan, tidak adanya keterkaitan antara St. Vincent dan
kapal. Dengan demikian kerugian individual dan perusahaan yang diakibatkan kapal
The Saiga bukanlah didasarkan atas nasionalitas dari St. Vincent. Pada tanggal 1
Juli 1999, The Tribunal dengan suara 18 berbanding 2, memberikan suatu
keputusan: "...rejected those arguments and found that Guinea had violated the
rights of St. Vincent under the Convention: (1) in arresting, detaining, and seizing
The Saiga, detaining its crew, confiscating its cargo, and prosecuting and convicting
the master, (2) in arresting The Saiga in contravention of the Convention's
provisions on hot pursuit, and (3) in using excessive force contrary to international
law while stopping and arresting The Saiga. Lihat Bernard H. Oxman, "International
Decisions", dalam American Journal of International Law, (V. 94, N. 1, 2000), h.
140-143.
61
Ibid.
62
Pada tanggal 12 Desember 1999, kapal tanker Erika dengan bobot 37.238 dwt
mengalami kebocoran sehingga menumpahkan heavy fuel oil cargo sebanyak lebih
kurang 15.000 ton. Tumpahan minyak yang menyebabkan pencemaran lingkungan
laut mencapai radius 100 km pada the mouth of the river loire (Perancis). Pada
awalnya kebocoran tangki hanya kecil dan akan dapat diatasi melalui remote
operated underwater vehicle. Namun akibat cuaca buruk, ditambah angin kencang
sehingga bantuan tidak dapat dilaksanakan dalam waktu cepat. Pada tanggal 25
Desember 1999, tumpahan minyak sudah mencapai pantai Perancis yang
menyebabkan burung-burung laut terkena tumpahan minyak. Dalam suatu laporan
pada bulan Januari 2000 dari the French Tranport Ministry's Marine Accident
Investigation Bureau, menyimpulkan bahwa pecahnya kapal tanker Erika
kemungkinan terbesar adalah sebagai akibat struktur kapal sudah keropos
(corrosion). Kapal tanker Erika sudah berusia 24 tahun pada saat terjadi peristiwa
dan berbendera Malta. Sedangkan pemiliknya adalah The Savarese Family of
Sorrento (Itali) through Tevere Shipping Company of Valletta. Pada saat terjadinya
peristiwa kebocoran, operator kapal sebagai pihak yang mencarter adalah The
Italian Company Panship Management & Services dalam rangka mengangkut kargo
minyak dari Dunkrik in Northern France menuju Livorno Italy. Registro Italiano
Navale (RINA) dan telah melakukan survei tahunan terhadap kapal tanker Erika
dua minggu sebelum pelayaran terakhir. Erika adalah kapal yang dibuat pada
27
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
pertengahan tahun 1970-an oleh Kasada dockyard di Jepang. dalam suatu catatan
(record) yang dibuat oleh Direktorat Kelautan Norwegia, menunjukkan bahwa kapal
tanker Erika telah melakukan a port state control (PSC) inspection baik oleh negara
bendera maupun oleh negara pelabuhan.
Di pelabuhan Porto Torres pada bulan Mei 1999. The Erika was inspected and
approved, by nearly all kinds of controls, ranging from flag state and class control,
including various safety management audits to port state control inspections of
various profundity and private industry vetting mechanisms established to ensure
the suitability of the ships for the trade. Namun dalam inspeksi yang dilakukan
sebelumnya oleh PSC Authorities pada pelabuhan Novorossiysk di Rusia,
sebenarnya kapal Erika sudah menunjukkan adanya 'some deficiencies'. Lihat The
Erica Accident and Issues Raised, (15-05-2002), http://www.intertanko.com/
conferences/tankerevent 2000/erika. Lihat pula Charles B. Anderson, Colin de la
Rue, "Liability of Charterer and Cargo Owners for Pollution from Ships, Tulane
Maritime Law Journal. (Tulane University School of Law, V. 26, N. 1, 2001), h. 4.
63
The Australian Maritime Safety Authority (AMSA) manages the National Plan,
working with States/Northern Territory (NT) governments, the shipping, oil,
explorating and chemical industries, emergency services and fire brigades to
maximise Australia's marine pollution response capability. Funding, equipment and
training programs to support National Plan activities are coordinated by AMSA on
advice from the National Plan Advisory Committee (NPAC). Lihat Oil spill in the
Australia Marine Environment: Environmental Consequences and response
Technologies, (12-05-2002), http://www.amsa.gov.au/me/natpran/R&D/paper 33.
pdf.
64
"Erika Spill Prompts Maritme Safety", Penn Well Publishing Co. The Oil and Gas
Journal, (No. 4 Vol. 98, 2000), h. 1-4.
65
PSC merupakan badan yang berwenang untuk melakukan inspeksi dan
pengawasan terhadap kapal-kapal yang masuk pada salah satu pelabuhan negara
di Amerika Serikat. Hal ini dilakukan untuk melakukan penegakan hukum atas
standar-standar internasional tentang keselamatan kapal dan pencegahan terhadap
pencemaran. Lihat Talley, Wayne, "Vessel Damage Severity of Tanker Accidents",
The Logistics and Transportation Review, (Vol. 31;No. 3, 1995), h. 191.
66
VTS merupakan sistem yang didisain untuk mencegah kapal-kapal tidak
bertabrakan, misalnya dengan melakukan kontak radio di antara pusat-pusat VTS
dan sistem pengoperasian kapal-kapal. Ibid.
67
Tes alkohol terhadap kapten kapal juga dilakukan oleh sistem VTS. Konsentrasi
alkohol pada darah kapten kapal agar diperbolehkan untuk mengoperasikan kapal
adalah tidak melebihi kadar 0,04. Ibid.
68
Lihat pula Young, Oran R, "Hitting the Mark; International Environmental
Agreement" Heldref Publications Environment, (No. 8; Vol. 41, 1999), h. 12.
69
IMO, Manual on Oil Pollution, Section II..., op.cit, h. 1-2.
70
Pada satu negara saja terdapat wewenang yang berbeda terhadap penanganan
di laut dan di pantai. Ibid.
28
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut
dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia
71
Sunaryati Hartono, "Pengembangan dan Pembaharuan Hukum Lingkungan
Nasional", Makalah Pada Seminar Hukum Lingkungan, Jakarta: Kantor Menteri LH-
Bapedal, (1996), h. 9.
72
IMO, Manual on Oil Pollution, Section II…, op.cit, h. 4-6.
73
Ibid.
74
Ibid.
75
Lihat Mitchell, Ronald B.," Lesson from Intentional Oil Pollution", Helen Dwight
Reid Educational Foundation, (Vol. 37; No. 4, 1995), h. 4-5.
29
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
30
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut
dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia
B. ARTIKEL
Anderson, Charles B., Rue, Colin de la, "Liability of Charterer and Cargo
Owners for Pollution from Ships”, Tulane Maritime Law Journal,
Tulane University School of Law, V. 26, N. 1, 2001.
Boyle, Alan E, “ Marine Pollution Under the Law of the Sea Convention”,
The American Journal of International Law, April, 1985.
Dickey, Alan, “Crisis Over Oil Tanker Design Moves Toward Resolution”,
Information Access Company, a Thomson Corporation Company,
1991.
Erika Spill Prompts Maritme Safety, Penn Well Publishing Co. The Oil and
Gas Journal, No. 4 Vol. 98, 2000.
31
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
Mitchell, Ronald B.," Lesson from Intentional Oil Pollution", Helen Dwight
Reid Educational Foundation, Vol. 37; No. 4, 1995.
United Nations Press Release, "UN Convention on the Law of the Sea
Receives Sixtieth Ratification to Enter Into Force in One Year",
New York: Departement of Public Information, News Coverage
Service, 1993.
32
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut
dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia
C. INTERNET
33
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
1. Dokumen-Dokumen
International Convention for the Safety of Life at Sea (SOLAS), 1960 and
1974.
34
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut
dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia
2. Peraturan Perundang-undangan
UUD 1945
35
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
36
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut
dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia
A. DATA PRIBADI
B. PENDIDIKAN FORMAL
37
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
Program S1:
1. H. Internasional
2. H. Lingkungan Internasional
3. H. Ekonomi Internasional
4. H. Lingkungan
Program S2:
1. H. Transaksi Bisnis Internasional
2. H. Perdata Internasional
3. Metodologi Penelitian Hukum
4. Penemuan Hukum
Program S3:
1. Trend Globalisasi
2. H. Lingkungan Internasional
3. H. Internasional Lanjut
D. PENELITIAN
38
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut
dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia
E. KARYA ILMIAH
39
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap
Universitas Sumatera Utara
F. PEMAKALAH
40
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008
Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut
dengan Adanya Hak Pelayaran Internasional di Perairan Indonesia
G. PERTEMUAN ILMIAH
41
Suhaidi: Perlindungan Lingkungan Laut: Upaya Pencegahan Pencemaran Lingkungan Laut Dengan Adanya Hak Pelayaran
Internasional Di Perairan Indonesia, 2006.
USU e-Repository © 2008