Bab I Pendahuluan
Bab I Pendahuluan
BAB I
PENDAHULUAN
Mata manusia sebenarnya dapat mendeteksi hampir semua warna, bila cahaya
monokromatik dari warna merah, hijau dan biru itu di persatukan dalam bermacam-
macam kombinasi atau dapat melihat dan membedakan segala macam warna tanpa
ada kesulitan untuk membedakan warna-warna tertentu (Guyton, 2012).
Faktor utama sebagai penyebab terjadinya buta warna adalah genetik, yang
artinya buta warna dapat di turunkan secara genetik, di akibatkan karena mutasi pada
kromosom X. Terdapat banyak mutasi dan paling sedikit ada 19 kromosom berbeda
yang dapat menyebabkan terjadinya buta warna. Terdapat beberapa penyakit yang di
turunkan yang bisa mengakibatkan buta warna seperti distrofi kerucut, distrofi
kerucut-batang, akromatism. ARMD, DM, dan amaurosis leber’s kongenital. Laki-
laki lebih beresiko tinggi menderita buta warna, terdapat 8% laki-laki dan 1% wanita
yang menderita buta warna (Ilyas,2015).
Prevalensi buta warna di Amerika Serikat pada tahun 2006 menurut Howard
Huges medical institute, terdapat 7% pria, atau sekitar 10,5 juta pria, dan 0,4%
wanita tidak dapat membedakan warna merah dari hijau, atau mereka melihat warna
merah dan hijau secara berbeda di bandingkan populasi umum. Sejumlah 95%
gangguan buta warna terjadi pada reseptor warna merah dan hijau pada mata pria
(Kartika,2014).
2
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan, maka peneliti tertarik
untuk meneliti angka kejadian buta warna pada siswa-siswi SMA Al-Manar dan
dengan penelitian ini, nantinya diharapkan kita akan mengetahui karakteristik buta
warna pada siswa-siswi SMA Al-Manar Medan.
Untuk mengetahui angka kejadian buta warna pada siswa-siswi SMA Al-Manar
Medan.
Di harapkan penelitian ini dapat memberika manfaat ilmu pada peneliti dan
menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Buta warna
juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan penglihatan yang disebabkan
ketidakmampuan sel-sel kerucut (cone cell) pada retina mata untuk menangkap suatu
spektrum warna tertentu sehingga objek yang terlihat bukan warna yang
sesungguhnya (Handayani,2010).
2.2 Etiologi
Buta warna karena herediter dibagi menjadi tiga: monokromasi (buta warna
total), dikromasi (hanya dua sel kerucut yang berfungsi), dan anomalus trikromasi
(tiga sel kerucut berfungsi, salah satunya kurang baik). Dari semua jenis buta warna,
kasus yang paling umum adalah anomalus trikromasi, khususnya deutranomali, yang
mencapai angka 5% dari pria. Sebenarnya, penyebab buta warna tidak hanya karena
ada kelainan pada kromosom X, namun dapat mempunyai kaitan dengan 19
kromosom dan gen-gen lain yang berbeda. Beberapa penyakit yang diturunkan
seperti distrofi sel kerucut dan akromatopsia juga dapat menyebabkan seseorang
menjadi buta warna (Handayani, 2010).
Gen buta warna terkait dengan dengan kromosom X (X-linked genes). Jadi
kemungkinan seorang pria yang memiliki genotif XY untuk terkena buta warna
secara turunan lebih besar dibandingkan wanita yang bergenotif XX untuk terkena
buta warna. Jika hanya terkait pada salah satu kromosom X nya saja, wanita disebut
carrier atau pembawa, yang bisa menurunkan gen buta warna pada anak-anaknya.
Menurut salah satu riset 5-8% pria dan 0,5% wanita dilahirkan buta warna. Dan 99%
penderita buta warna termasuk dikromasi, protanopia, dan deuteranopia (Handayani,
2010).
5
Dua gen yang berhubungan dengan munculnya buta warna adalah OPN1LW
(Opsin 1 Long Wave), yang menyandi pigmen merah dan OPN1MW (Opsin 1
Middle Wave), yang menyandi pigmen hijau (Handayani, 2010).
Buta warna dapat juga ditemukan pada penyakit makula, saraf optik, sedang
pada kelainan retina ditemukan cacat relative penglihatan warna biru dan kuning
sedang kelainan saraf optik memberikan kelainan melihat warna merah dan hijau
(Handayani, 2010).
2.3 Prevalensi
Prevalensi buta warna di Amerika Serikat pada tahun 2006 menurut Howard
Huges Medical Institute, terdapat 7% pria, atau sekitar 10.5 juta pria, dan 0.4%
wanita tidak dapat membedakan merah dan hijau, atau mereka melihat merah dan
hijau secara berbeda di bandingkan populasi umum. Sejumlah 95% gangguan buta
warna terjadi pada reseptor warna merah dan hijau pada pria (Kartika,2014).
2.4 Patofisiologi
Banyak tipe dari buta warna, tipe yang paling sering adalah buta warna merah-
hijau yang bersifat herediter/genetik karena kerusakan pada photoreseptor oleh
karena kehilangan gen pembentuk pigmen warna atau gen tersebut gagal bekerja.
Seseorang tidak mampu membedakan warna ketika kehilangan gen ini yang bisa saja
terjadi pada salah satu kelompok pigmen sel kerucut (warna hijau, kuning, oranye
dan merah), warna – warna ini memiliki panjang gelombang antara 525–675
nanometer bisa dibedakan apabila memiliki pigmen warna merah dan hijau, ketika
salah satunya hilang, orang ini tidak akan dapat membedakan keempat warna
6
tersebut. Pada laki-laki, gen yang membentuk protein opsin yang bergabung dengan
retinol dalam penentuan pigmen warna biru berada pada kromosom 3, sedangkan gen
penentu untuk pigmen merah hijau terletak pada lengan panjang kromosom X . Pada
penglihatan warna normal pada kromosom X banyak ditemukan gen yang terkait
dengan pigmen warna, oleh karena itu jarang ditemukan penderita perempuan,
karena paling tidak satu dari dua kromosom X nya merupakan gen normal untuk
masing-masing sel kerucut (Situmorang,2010).
Buta warna yang didapat bisa karena pengaruh dari kerusakan retina, saraf optik,
dan daerah otak bagian atas (cranial) karena daerah otak bagian atas memiliki peran
dalam identifikasi warna yang meliputi “parvocellular pathway”dari nuklei lateral
geniculate dari talamus, visual area V4 dari korteks penglihatan. Buta warna yang
didapat tidak sama dengan buta warna karena pengaruh genetik. Misalnya sangat
mungkin mengalami buta warna pada satu porsi dari daerah penglihatan warna
namun daerah lainnya berfungsi normal. Penurunan penglihatan warna merupakan
indikator sensitif untuk beberapa bentuk dari kelainan makula yang didapat atau
penyakit saraf , seperti pada optik neuritis atau tekanan saraf optik oleh karena
adanya massa, kelainan penglihatan warna lebih awal muncul dibanding penurunan
tajam penglihatan. Usia juga berpengaruh terhadap kejadian buta warna, kejadian
buta warna meningkat pada penderita alzheimer.Tidak ada pengaruh neuroendokrin
pada kelainan buta warna ini (Situmorang,2010).
Jenis yang berbeda dari buta warna yang diturunkan terjadi oleh karena
kehilangan fungsi sistem sel kerucut secara parsial atau komplit. Ketika satu sistem
sel kerucut yang terkena, akan terjadi buta warna dichromacy. Bentuk yang paling
sering dari buta warna terjadi oleh karena masalah pada sistem sel kerucut yang
sensitif terhadap gelombang cahaya sedang dan panjang sehingga nantinya sulit
untuk membedakan warna merah, kuning, hijau. Kelainan ini disebut buta warna
merah-hijau. Bentuk buta warna yang lainnya jarang ditemukan, dan bentuk yang
paling jarang terjadi adalah buta warna komplit atau buta warna monochromacy,
dimana seseorang tidak bisa membedakan warna dari warna abu-abu, serperti yang
terlihat dalam siaran televisi hitam putih (Situmorang,2010).
7
1. Buta warna kongenital terjadi pada kedua mata (bilateral) dan simetris
2. Buta warna kongenital mudah dideteksi karena memperlihatkan pola yang
pasti
3. Defisit penglihatan warna tadi bersifat stabil
4. Defisit penglihatan warna tidak disertai gejala atau keluhan mata yang lain
(Hartono,2009).
1. Mengenai semua spektrum warna karena penyakit dapatan ini akan mengenai
ketiga jenis konus, tidak bisa memilih salah satu atau kedua macam konus
saja
2. Defisit dapat ringan atau berat
8
(Hartono,2009).
2.6 Klasifikasi
Cacat penglihatan warna atau buta warna dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
1. Trikomat
Yaitu keadaan pasien yang mempunyai 3 pigmen kerucut yang mengatur fungsi
penglihatan. Pasien buta warna dapat melihat berbagai warna akan tetapi dengan
interpretasi berbeda daripada normal yang paling sering ditemukan adalah :
Dimana pasien mempunyai ketiga pigmen kerucut akan tetapi satu tidak normal,
pada anomali ini perbandingan merah-hijau yang dipilih pada anomaloskop berbeda
dibanding dengan normal.
Dengan cacat pada hijau sehingga diperlukan lebih banyak hijau, karena terjadi
gangguan lebih banyak daripada warna hijau
Dimana diperlukan lebih banyak merah untuk menggabung menjadi kuning baku
pada anomaloskop, yang pada pasien terdapat buta berat terhadapwarna hijau-merah
dimana merah lebih banyak terganggu
.
9
2. Dikromat
Keadaan yang paling sering ditemukan dengan cacat pada merah dan hijau.
3.Monokromat
Dimana hanya terdapat satu jenis kerucut, yang sering mengeluh fotofobia,
tajam penglihatan yang kurang.
Disebut juga suatu akromatopsia dimana terdapat kelainan pada kedua mata
bersama dengan keadaan lain seperti tajam penglihatan kurang dari 6/60, nistagmus,
fotofobia,skotoma sentral, dan mungkin terjadi akibat kelainan sentral hingga
terdapat gangguan penglihatan total.
Dimana terdapat hanya sedikit cacat, hal yang jarang, tajam penglihatan normal,
tidak terdapat nistagmus (Ilyas,2015).
Dimana seseorang hanya dapat membedakan warna dalam bentuk hitam putih
saja (Ilyas, 2015).
10
Uji Ishihara
Penderita buta warna atau dengan kelainan penglihatan warna dapat melihat
sebagian ataupun sama sekali tidak dapat melihat gambaran yang diperlihatkan. Pada
pemeriksaan pasien diminta melihat dan mengenali tanda gambar yang diperlihatkan
dalam waktu 10 detik (Ilyas, 2008). Penyakit tertentu dapat terjadi ganguan
penglihatan warna seperti buta warna merah dan hijau pada atrofi saraf optik, optik
neuropati toksi dengan pengecualian neuropati iskemik, glaukoma dengan atrofi
optik yang memberikan ganguan penglihatan biru kuning (Handayani, 2011).
2.8 Penatalaksanaan
Tidak terdapat pengobatan untuk buta warna yang diturunkan, sedangkang buta
warna didapat diterapi sesuai penyebab. Beberapa cara yang dapat digunakan sebagai
alat bantu penglihatan warna.
1. Lensa kontak dan kacamata specially tinted, yang dapat membantu uji warna
namun tidak memperbaiki penglihatan warna.
Buta Warna
Total Parsial
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.3.1 Populasi
3.3.2 Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi dijelaskan dalam buku Metode Penelitian oleh Sugiyono (2012:120).
Meskipun sampel hanya merupakan bagian dari populasi , kenyataan-kenyataan yang
diperoleh dari sampel itu harus dapat menggambarkan dalam populasi
(Habibullah,2013). Sampel dalam penelitian ini diambil dari populasi seluruh siswa
dan siswi SMA Al-Manar dengan jumlah 118orang.
13
Variabel adalah karakteristik subyek penelitian yang berubah dari satu subyek ke
subyek yang lain. Yang dimaksud dengan variabel adalah karateristik suatu subyek,
bukan subyek atau bendanya sendiri. Seperti misalnya, badan, klamin, darah, atau
hemoglobin bukan merupakan variabel, yang merupakan variabel adalah tinggi
badan, berat badan, jenis kelamin, tekanan darah, atau kadar hemoglobin
(Sastroasmoro,2014).
Dalam penelitian ini, variabel penelitianya adalah umur dan jenis kelamin dan
tingkat pendidikan.
Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tes
Ishihara atau Uji Ishihara. Uji Ishihara merupakan uji untuk mengetahui uji defek
penglihatan warna didasarkan pada menentukan angka atau pola yang ada pada kartu
dengan berbagai ragam warna (Ilyas, 2015)
Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan Uji ishihara pada siswa-siswi SMA
Al-Manar diminta melihat dan mengenali tanda gambar pada plate ishihara yang di
perlihatkan dalam waktu 10 detik.
Pengumpulan data menggunakan data primer. Data primer adalah data yang di
ambil langsung oleh peneliti melalui pemeriksaan Uji Ishihara kepada siswa-siswi
SMA Al-manar medan.
15
Setelah data didapat dari hasil uji ishara, yang meliputi umur jenis kelamin dan
tingkat pendidikan. Maka metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisa data univariat.
BAB IV
Dari hasil penelitian yang didapat, siswa yang mengalami buta warna
sebanyak 10 siswa/i (8,5%) dan siswa/i yang tidak mengalami buta warna
atau normal sebanyak 108 siswa/i (91,5%).
Gambar 4.1 Angka Kejadian Buta Warna Pada Siswa-Siswi SMA ALMANAR
8,5%
91,5%
17
4.2 Pembahasan
BAB V
5.1 Kesimpulan
2.2 Saran
Dari hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti
memiliki beberapa saran, yaitu:
4. Bagi Masyarakat
Kepada masyarakat yang akan menikah sebaiknya dihindari pasangan
yang mengalami buta warna, karna kemungkinan besar anak mengalami
buta warna.
21
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, M. (2014). Insidesni Buta Wana Siswa Kelas X SMA Santo Thomas I
Medan Tahun 2014. Medan
Sidarta ilyas, s. r. (2015). ilmu penyakit mata. jakarta: fakultas kedokteran sumatra
utara.