Anda di halaman 1dari 18

Sindroma X Merupakan Penyebab

Kesulitan Menurunkan Berat Badan


Gerrit Yefta Fanuel
10-2013-447
Fakultas Kedokteran UKRIDA

Alamat Korespondensi:
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail : gerrityfm@gmail.com

Pendahuluan

Berdasarkan pengamatan di banyak negara, baik di negara maju maupun yang


sedang berkembang, jumlah orang dengan kelainan sindrom metabolic semakin banyak.Oleh
karena itu telah banyak peringatan dan anjuran untuk segera melakukan upaya untuk
mencegah timbulnya sindrom metabolik. Upaya pertama adalah dengan mengenal terlebih
dahulu kelainan, faktor-faktor yang berperan, patofisiologinya kemudian diikuti dengan
upaya pencegahan dan penatalaksanaannyaDalam upaya tersebut telah dikemukakan
beberapa definisi mengenai kelainan apa saja yang perlu diperhatikan dan kriteria batasan
nilainya. Antara beberapa rekomendasi tersebut banyak persamaannya tetapi ada pula
perbedaannya, bahkan timbul perdebatan kontroversial antara para ahlisehingga
membingungkan para pengguna, yaitu para dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Diinginkan
adanya suatu pedoman yang bersifat universal yang dapat dipakai bersama di semua negara.

Sindrom Metabolik yang juga disebut sindrom resistensi insulin atau sindrom X
merupakan suatu kumpulan faktor-faktor risiko yang bertanggung jawab terhadap
peningkatan morbiditas penyakit kardiovaskular pada obesitas dan DM tipe 2. The National
Cholesterol Education Program-Adult Treatment Panel (NCEP-ATP III) melaporkan bahwa
sindrom metabolik merupakan faktor risiko independen terhadap penyakit kardiovaskular,
sehingga memerlukan intervensi modifikasi gaya hidup yang ketat (intensif).1

Skenario

1
Seorang laki-laki berusia 55 tahun datang ke poliklinik untuk konsultasi karena
meras terlalu gemuk dan sulit menurunkan berat badannya sejak usia 38 tahun. Pekerjaan
pasien adalah sebagai karyawan suatu kantor swasta. Sebelumnya pasien sangat jarang
memeriksakan dirinya ke fasilitas kesehatan karena dirasakan dirinya tidak memiliki kelihan
seputar kesehatannya. Pasien mengatakan bahwa dirinya agak sering lelah dan mudah haus
pada 1 tahun belakangan ini. Ayahnya menderita hipertensi dan ibunya sudah 10 tahun
mengidap penyakit kencing manis.

Anamnesis

Pada pemeriksaan pasien,dapat dilakukan dengan menanyakan kepada pasien


mengenai identitas, keluhan utama, riwayat perjalanan keluhan, sejak kapan timbul gejala,
riwayat penyakit pasien dan keluarga.Perlu juga ditanyakan bagaimana aktivitas pasien
sehari-hari dan bagaimana asupan makanan sehari-harinya. Pada kasus ini dapat ditemui
bahwa pasien merasa dirinya terlalu gemuk dan sulit menurunkan berat badannya sejak usia
30 tahunan. Dan bahwa pasien juga merasakan agak sering lelah dan mudah haus 1 tahun
belakangan ini.Riwayat ayahnya menderita hipertensi dan ibunya sudah 10 tahun mengidap
penyakit diabetes.Setelah dilakukan anamnesis kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan
fisik.2
Sebelum menuju ke pemeriksaan fisik, rincian dari pertanyaannya adalah sebagai
berikut :
 Identitas: nama, umur, jenis kelamin dan pekerjaannya.
 Keluhan utama: pernyataan dalam bahasa pasien tentang permasalahan yang
sedang dihadapinya.Menurut kasus,pria yang berusia 55 tahun datang untuk
membuat pemeriksaan kesihatan karena merasakan diri terlalu gemuk disertai
keluhan sering lelah dan mudah haus sejak 1 tahun yang lalu.
 Riwayat penyakit sekarang dan riwayat penyakit terdahulu.Dokter akan
menanyakan gejala yang dihadapi dan cara hidup, misalnya :
1. Kekerapan makan sehari
2. Jenis makanan yang dikonsumsi
3. Kekerapan beraktivitas fisik
4. Merokok
Umumnya pasien dengan Sindrom Metabolik datang dalam keadaan gemuk.

2
Penting bagi para dokter untuk menanyakan riwayat penyakit terdahulu pasien
tersebut bagi menegakkan diagnosis.Antara soal yang ditanyakan:
 Apakah ada riwayat penyakit Diabetes Mellitus?
 Pernahkah ada hipertensi?
 Apakah ada riwayat penyakit jantung?
Riwayat Keluarga: Ditanyakan pada pasien tentang riwayat keluarga pasien supaya
penyebab kepada keluhan pasien diketahui.Antara soalnya adalah:
 Apakah ahli keluarga juga pernah mengalami keluhan yang sama atau seakan-
akan sama dengan pasien?
 Apakah ahli keluarga ada menderita hipertensi/kencing manis/sakit jantung?

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan tanda vital:
Menilai tanda vital untuk mengetahui perubahan hemodinamik. Tanda vital penting
untuk menegakkan diagnosis sesuatu penyakit dan biasanya pemeriksaan tanda vital adalah
pemeriksaan umum yang akan dilakukan kepada semua pasien yang datang berobat ke rumah
sakit.

Pemeriksaan vital yang umumnya dilakukan adalah:


 Pemeriksaan tekanan darah:
- Didapatkan pemeriksaan tekanan darahnya adalah 160/90 mmHg, yaitu
menunjukkan peningkatan tekanan darah (hipertensi class I)
 Pemeriksaan nadi:
- disertai frekuensi denyut jantung (pulsus defisit)
- perhatikan tekanan nadi pada pasien.Adakah dia mengalami takikardia
atau tidak.
 Pemeriksaan suhu tubuh dan diambil dari :
- Suhu aksila (1°C lebih rendah dari rectal; N: 36 - 37°C)
- Suhu rektum
- Suhu oral (0,5°C lebih rendah dari rectal)

 Pemeriksaan kadar nafas yang diperhatikan :


- Frekuensi/ laju pernapasan
- Tipe/ pola
- Kedalaman
- Irama/ keteraturan

3
Antropometri
Antropometri berperan sebagai indikator status gizi dan dapat dilakukan dengan
pemeriksaan beberapa parameter

1. Umur
Data ini dapat diperoleh ketika melakukan anamnesis, misalnya dalam kasus pasien
berusia 55 tahun

2. Berat Badan (BB)


Merupakan parameter yang paling baik, dan mudah terlihat perubahan dalam waktu
yang singkat karena perubahan konsumsi makanan dan kesihatan. Ianya juga dapat
memberikan gambaran status sekarang dan jika dilakukan periodik dapat
memberikan gambaran pertumbuhan.2,3 Berat badan pasien adalah 88kg.

3. Tinggi Badan(TB)
Merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal dan
relative kurang sensitif pada masalah kekurangan gizi. Alat yang dapat digunakan
adalah Microtoise Staturmeter.2Setelah memperoleh TB dan BB pasien, langsung
dapat dihitung Body Mass Index(BMI) dengan rumus kg/m 2 untuk mempermudah
diagnosis. BMI pasien adalah 88kg/(1.69m)2 = 30.81

4. Lingkar Lengan Atas


Memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak bawah
kulit. Alat yang digunakan adalah pita pengukur.2

5. Lingkar Perut(LPe)
Berhubungan lebih erat dengan lemak abdominal dan kelainan metabolic
aterogenik.Nilai normalnya untuk laki-laki adalah <94cm dan wanita <80cm. 3 Pada
kasus ini, LPe pasien diatas nilai normal yaitu 118cm.

6. Ratio Lingkar Pinggang-Panggul


Banyaknya lemak dalam perut menunjukkan ada beberapa perubahan metabolisme,
termasuk terhadap insulin dan meningkatnya produksi asam lemak bebas, dibanding
dengan banyaknya lemak bawah kulit pada kaki dan tangan, oleh itu pengukuran ini

4
umum dilakukan untuk membantu diagnosis suatu penyakit.Rasio lingkar pinggang-
pinggul untuk perempuan 0.77 manakala lelaki 0.90.

7. Pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) , menggunakan rumus :

Berat badan (kg)


——————————
Tinggi badan (m)2

Diagnosis Banding

Diferensial diagnosis yang mungkin ialah diabetes mellitus.DM tipe 2 ini terjadi
karena resistensi insulin. Namun yang membedakannya dengan toleransi glukosa biasa
adalah kadar glukosa darah. Untuk diagnose DM tipe 2 jika kadar glukosa darah sewaktu
diatas 200 mg/dl maka orang tersebut masuk ke kategori DM tipe 2. Namun jika hasilnya
sudah diatas 110 dan masih dibawah 200 maka orang tersebut dimasukan ke kategori tes
toleransi glukosa terganggu.

Diagnosis banding yang lain ialah obesitas. Sebenarnya dapat terjadi tumpang tindih
antara diagnose banding dengan gejala klinis. Dalam hal ini mungkin yang terlihat adalah
hanya obesitas yang biasanhya menjadi keluhan utama dan hasil yang kita dapatkan. Padahal
obesitas ini tidak berdiri sendiri dan tergabung dalam sindrom metabolic ini sendiri

Pemeriksaan Penunjang

 Trigliserida, HDL Kolesterol, Glukosa Puasa

Manfaat: Mendeteksi adanya sindrom metabolik berdasarkan kriteria IDF 2005.

 Apo B dan LDL Kolesterol Direk

Manfaat:Melihat adanya small dense LDL. Small dense LDL merupakan faktor risiko
penting untuk Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan lebih aterogenik bila dibandingkan
dengan LDL biasa. Dengan menentukan konsentrasi apo B plasma, kita dapat
menentukan jumlah partikel small denseLDL, di mana dengan menggunakan rasio
kolesterol LDL/ApoB (konsentrasi kolesterol LDL diukur dengan metode direk) dapat

5
ditentukan adanya small dense LDL. Pada rasio kolesterol LDL direk/ApoB < 1,2,
terdapat small dense LDL dalam sirkulasi tubuh .

 Glukosa Puasa, Glukosa 2 jam pp dan HbA1c

Manfaat :Mendiagnosis dan memantau pengendalian hiperglikemia (glukosa darah puasa


terganggu, toleransi glukosa terganggu dan T2DM.

Working Diagnosis

Sindrom metabolik didiagnosa berdasarkan hasil tes fisik dan pemeriksaan darah.
Pasien harus memiliki setidaknya tiga dari lima faktor risiko metabolik untuk dapat
didiagnosis dengan sindrom metabolik.World Health Organization (WHO) merupakan
organisasi pertama yang mengusulkan kriteria sindrom metabolik pada tahun 1998.Menurut
WHO pula, istilah sindrom metabolik dapat dipakai pada penyandang DM mengingat
penyandang DM juga dapat memenuhi kriteria tersebut dan menunjukkan besarnya risiko
terhadap kejadian kardiovaskular.Setahun kemudian pada tahun 1999, the European Group
for Study of Insulin Resistance (EGIR) melakukan modifikasi pada kriteria WHO.

EGIR cenderung menggunakan istilah sindrom resistensi insulin. Berbeda dengan


WHO, EGIR lebih memlih obesitas sentral dibandingkan IMT dan istilah sindrom resistensi
insulin tidak dapat dipakai pada penyandang DM karena resistensi insulin merupakan faktor
risiko timbulnya DM. Pada tahun 2001, National Cholesterol Education Program (NCEP)
Adult Treatment Panel III (ATP III) mengajukan kriteria baru yang tidak mengharuskan
adanya komponen resistensi insulin.

Meski tidak pula mewajibkan adanya komponen obesitas sentral, kriteria ini
menganggap bahwa obesitas sentral merupakan faktor utama yang mendasari sindrom
metabolik. Nilai cut off lingkar perut diambil dari National Institute of Health Obesity
ClinicaI Guidelines; > 102 cm untuk pria dan > 88 cm untuk wanita. Untuk etnik tertentu
seperti Asia, dengan cut-off lingkar perut lebih rendah dari ATP III, sudah berisiko terkena
sindrom metabolik.Pada tahun 2003, American Association of ClinicaI Endocrinologists
(AACE) memodifikasi definisi dari ATP III.

Sama seperti EGIR, bila sudah ada DM, maka istilah sindrom resistensi insulin tidak
digunakan lagi.Dua tahun kemudian, pada tahun 2005, International Diabetes Federation

6
(IDF) kembali memodifikasi kriteria ATP III.IDF menganggap obesitas sentral sangat
berkorelasi dengan resistensi insulin, sehingga memakai obesitas sentral sebagai kriteria
utama.Nilai cut-off yang digunakan juga dipengaruhi oleh etnik.Untuk Asia dipakai cut-off\
lingkar perut > 90 cm untuk pria dan > 80 cm untuk wanita. Beberapa kriteria sindrom
metabolik dapat dilihat pada table 2.

Kriteria yang diajukan oleh NCEP-ATP III lebih banyak digunakan, karena lebih
memudahkan seorang klinisi untuk mengidentifikasi seseorang dengan sindrom metabolik.
Sindrom metabolik ditegakkan apabila seseorang memiliki sedikitnya 3 (tiga) kriteria.2,3

Berdasarkan kasus, pasien berumur 55 tahun datang ke rumah sakit untuk membuat
medical check-up. Keluhan utama Tuan A adalah merasakan dirinya terlalu gemuk dan sulit
menurunkan berat badan sejak usia 30 tahunan.Pasien juga merasakan sering lelah dan
mudah haus sejak 1 tahun kebelakangan. Tuan A mempunyai riwayat ahli keluarga yang

7
menghidap DM dan hipertensi.Berat badannya 88 kg, tinggi badannya 1.69 m dan
mempunyai BMI 30.81. Lingkar perot Tuan A adalah 118 cm lebih dari nilai normal.Tuan A
berada dalam kategori Obes tingkat 2. Kadar gula darah puasa dan post prandial pasien juga
dalam batas normal. Namun profil lipid untuk Tuan A meningkat dengan banyak dari nilai
normal.Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan darah dan fisik serta gejala klinis dan faktor
risiko working diagnosis bagi kasus ini mengarah ke sindrom metabolic.

Kondisi medis, genetika dan lingkungan yang baik memainkan peran penting dalam
perkembangan sindrom metabolick. Faktor genetik masing-masing komponen dari sindroma,
dan Sindrom itu sendiri. Sebuah sejarah keluarga yang termasuk hipertensi, Diabetes Mellitus
Tipe 2, penyakit jantung dan usia dini sangat meningkatkan kesempatan seorang individu
mendapat penyakit ini.Isu-isu lingkungan seperti kegiatan tingkat rendah, gaya hidup tak
berpindah-pindah, dan progresif berat juga mendapatkan kontribusi signifikan untuk risiko
pengembangan sindroma metabolisme.4-6

Etiologi

Dari beberapa pendapat ahli menyebutkan bahwa faktor genetik dan lingkunganlah
yang memegang peranan penting terjadinya sindroma metabolik.Riwayat keluarga
dengandiabetes tipe 2, hipertensi dan penyakit jantung akan meningkatkan kemungkinan
seseorang menderita sindroma metabolik. Fator lingkungan yang berperan antara lain
kurangnya berolah raga, gaya hidup yang buruk, dan peningkatan berat badan yang terlampau
cepat.

Sindroma metabolik terjadi pada 5% orang dengan berat badan normal, 22% pada
orang dengan kelebihan berat badan dan 60% pada orang yang gemuk. Orang dewasa yang
berat badannya meningkat lebih dari 5 kg per tahun akan meningkatkan pula resiko terjadinya
sindroma metabolik sekitar 45%.Jadi, melihat gambaran diatas, kegemukan merupakan faktor
resiko yang sangat penting terjadinya sindroma metabolik disamping hal hal berikut :

 Obesitas
Adipositas adalah fitur utama dari sindrom, yang mencerminkan fakta bahwa
prevalensi sindrom adalah didorong oleh hubungan yang kuat antara lingkar
pinggang dan adipositas yang meningkat. Namun begitu, pasien yang berat
badan normal juga mungkin resisten insulin.
 Gaya hidup

8
Banyak komponen dari sindrom metabolik yang dikaitkan dengan gaya hidup,
termasuk jaringan adiposa meningkat (terutama pusat), mengurangi kolesterol
HDL, dan trigliserida kecenderungan meningkat, tekanan darah, dan glukosa
dalam genetik rentan. Dibandingkan dengan individu yang menonton televisi
atau video atau menggunakan computer <1jam setiap hari, dengan mereka
yang melakukan perilaku ini selama >4jam setiap hari memiliki risiko 2 kali
lipat untuk terkena sindrom metabolic.
 Umur
Sindrom metabolik mempengaruhi 44% dari populasi AS lebih tua dari usia
50. Sebagian besar wanita yang lebih tua dari usia 50 memiliki sindrom
daripada pria

 Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan definisi dari sindrom metabolik berdasarkan
International Diabetes Foundation (IDF).Diperkirakan bahwa sebagian besar
dari pasien DM tipe 2 memiliki sindrom metabolic.Kehadiran sindrom
metabolik pada populasi ini berhubungan dengan prevalensi lebih tinggi CVD
dibandingkan dengan pasien dengan diabetes tipe 2 atau IGT tanpa sindrom.

 Penyakit Jantung Koroner


Prevalensi perkiraan sindrom metabolik pada pasien dengan penyakit jantung
koroner (PJK) adalah 50%, dengan prevalensi 37% pada pasien dengan
penyakit arteri koroner prematur (umur 45), terutama pada wanita.Dengan
rehabilitasi jantung yang tepat dan perubahan gaya hidup, prevalensi sindrom
dapat dikurangi.
Faktor-faktor tersebut merupakan ciri-ciri dari pola hidup yang “Westernized”
(kebarat-baratan) yang dapat memicu timbulnya penyakit yang erat hubungannya dengan
pola hidup (“ Life Style Related Disease”) yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1980an dan
sebagai salah satu contoh yang jelas adalah Sindroma Metabolik.2,7,8

Epidemiologi

Prevalensi sindrom metabolik bervariasi di seluruh dunia, namun secara umum,


prevalensi sindrom metabolik meningkat dengan usia. Prevalensi tertinggi tercatat diseluruh

9
dunia adalah penduduk asli Amerika, dengan hampir 60% perempuan berusia 45-49 tahun
dan 45% pria berusia 45-49 tahun. Selain itu peningkatnya prevalensi dan tingkat keparahan
obesitas pada anak-anak adalah memulai fitur dari sindrom metabolik pada populasi yang
lebih muda.9
Patofisiologi

Pengetahuan mengenai patofisiologi masing-masing komponen sindrom metabolik


sebaiknya diketahui untuk dapat memprediksi pengaruh perubahan gaya hidup dan
medikamentosa dalam penatalaksanaan sindrom metabolik.

Obesitas sentral

Obesitas yang digambarkan dengan indeks massatubuh tidak begitu sensitif dalam
menggambarkan risiko kardiovaskular dan gangguan metabolik yang terjadi. Studi
menunjukkan bahwa obesitas sentral yang
digambarkan oleh lingkar perut (dengan cut-off
yang berbeda antara jenis kelamin) lebih sensitif
dalam memprediksi gangguan metabolik dan
risiko kardiovaskular.Lingkar perut
menggambarkan baik jaringan adiposa subkutan
dan visceral.Meski dikatakan bahwa lemak
viseral lebih berhubungan dengan komplikasi
metabolik dan kardiovaskular, hal ini masih
kontroversial.Peningkatan obesitas berisiko pada
peningkatan kejadian kardiovaskular.Variasi faktor genetik membuat perbedaan dampak
metabolik maupun kardiovaskular dari suatu obesitas.Seorang dengan obesitas dapat tidak
berkembang menjadi resistensi insulin, dan sebaliknya resistensi insulin dapat ditemukan
pada individu tanpa obes (lean subjects). Interaksi faktor genetik dan lingkungan akan
memodifikasi tampilan metabolik dari suatu resistensi insulin maupun obesitas.

Jaringan adiposa merupaka sebuah organ endokrin yang aktif mensekresi berbagai
faktor pro dan anti inflamasi seperti leptin, adiponektin, Tumor nekrosis factor α (TNF-α),
Interleukin-6 (IL-6) dan resistin. Konsentrasi adiponektin plasma menurun pada kondisi DM
tipe 2 dan obesitas.Senyawa ini dipreaya memiliki efek antiaterogenik pada hewan coba dan
manusia. Sebaliknya, konsentrasi leptin meningkat pada kondisi resistensi insulin dan
obesitas dan berhubungan dengan risiko kejadian kardiovaskular tidak tergantung dari faktor

10
risiko tradisional kardiovaskular, IMT dan konsentrasi CRP Sejauh ini belum diketahui
apakah pengukuran pengukuran marker hormonal dari jaringan adiposa lebih baik daripada
pengukuran secara anatomi dala memprediksi risiko kejadian kardiovaskular dan kelainan
metabolik yang terkait.

Resistensi Insulin

Resistensi insulin mendasari kelompok kelainan pada sindrom metabolik.Sejauh ini


belum disepakati pengukuran yang ideal dan praktis untuk resistensi insulin. Teknik clamp
merupakan teknik yang ideal namun tidak praktis untuk klinis sehari-hari. Pemeriksaan
glukosa plaama puasa juga tidak ideal mengingat gangguan toleransi glukosa puasa hanya
dijumpai pada 10% sindrom metabolik.Pengukuran Homeostasis Model Asessment (HOMA)
dan Quantitative Insulin Sensitivity Check Index (QUICKI) dibuktikan berkorelasi erat
dengan pemeriksaan standar, sehingga dapat disarankan untuk mengukur resistensi
insulin.Bila melihat dari patofisiologi resistensi insulin yang melibatkan jaringan adiposa dan
sistem kekebalan tubuh, maka pengukuran resistensi insulin hanya dari pengukuran glukosa
dan insulin (seperti rumus HOMA dan QUICKI) perlu ditinjau ulang.Oleh karenanya,
penggunaan rumus ini secara rutin di klinis belum disarankan maupun disepakati.

Dislipidemia

Dislipidemia yang khas pada sindrom metabolik ditandai dengan peningkatan


trigliserida dan penurunan kolesterol HDL.Kolesterol LDL biasanya normal, namun
mengalami perubahan struktur berupa peningkatan small dense LDL.Peningkatan konsentrasi
trigliserida plasma dipikirkan akibat peningkatan masukan asam lemak bebas ke hatisehingga
terjadi peningkatan produksi trigliserida.Namun studi pada manusia dan hewan menunjukkan
bahwa peningkatan trigliserida tersebut bersifat multifaktorial dan tidak hanya diakibatkan
oleh peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati.

Penurunan kolesterol HDL disebabkan peningkatan trigliserida sehingga terjadi


transfer trigliserida ke HDL. Namun, pada subyek dengan resistensi insulin dan konsentrasi
trigliserida normal dapat ditemukan penurunan kolesterol HDL. Sehingga dipikirkan terdapat
mekanisme lain yang menyebabkan penurunan kolesterol HDL disamping peningkatan
trigliserida. Mekanisme yang dipikirkan berkaitan dengan gangguan masukan lipid post
prandial pada kondisi resistensi insulin sehingga terjadi gangguan produksi Apolipoprotein A-
I (Apo A-l) oleh hati yang selanjutnya mengakibatkan penurunan kolesterol HDL.Peran

11
sistem imunitas pada resistensi insulin juga berpengaruh pada perubahan profil leipid pada
subyek dengan resistensi insulin. Studi pada hewan menunjukkan bahwa aktivasi sistem imun
akan menyebabkan gangguan pada lipoprotein, protein transport, reseptor dan enzim yang
berkaitan sehingga terjadi perubahan profil lipid.

Peran sistem imunitas pada resistensi insulin

Inflamasi subklinis kronik juga merupakan bagian dari sindrom metabolik.Marker


inflamasi berperan pada progresifitas DM dan komplikasi kardiovaskular.C reactive protein
(CRP) dilaporkan menjadi data prognosis tambahan tentang keparahan inflamasi pada subyek
wanita sehat dengan sindrom metabolik.Namun, belum didapatkan kesepakatan alur
diagnosis yang mampu menggabungkan peningkatan CRP, koagulasi, dan gangguan
fibrinolisis dalam memprediksi risiko kardiovaskular.

Hipertensi

Resistensi insulin juga berperan pada pathogenesis hipertensi.Insulin merangsang


sistem saraf simpatis meningkatkan reabsorpsi natrium ginjal, mempengaruhi transport kation
dan mengakibatkan hipertrofi sel otot polos pembuluh darah.Pemberian infus insulin akut
dapat menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi.Sehingga disimpulkan bahwa hipertensi
akibat resistensi insulin terjadi akibat ketidakseimbangan antara efek pressor dan depressor.
The Insulin Resistance Atherosclerosis Stucfy melaporkan hubungan antara resistensi insulin
dengan hipertensi pada subyek normal namun tidak pada subyek dengan DM tipe 2

Manifestasi Klinis

Manifestasi Klinis yang terjadi pada orang atau penderita sindrom metabolik adalah
sebagai berikut :

 Kesulitan menurunkan berat badan


 Resistensin Insulin
 Kenaikan Glukosa darah
 Kolesterol
 Berat badan yang susah diturunkan
 Obesitas sentral
 Neuropati perifer
 Penglihatan kabur
 Depresi

12
 Jantung berdebar-debar
 Mudah lelah
 Masalah memori
 Pembekuan darah yang abnormal
Jika dari beberapa kriteria diatas memenuhi tiga diantaranya, maka orang tersebut
dapat kita katakan menderita yang namanya sindroma metabolik. Sesuai dengan manifestasi
diatas untuk data tuan A pada kasus sendiri adalah sebagai berikut :

Penatalaksana Sindrom an
Kategori metabolik (ATP Tuan A
III)
Non- Lingkar perut ≥ 94 cm 135 cm medikamentosa
Tekanan darah ≥ 130/85 mmHg 150/90 mmHg
Latihan Fisik :
Triglisid ≥ 150 mg/dL 300 mg/dL
Otot GDP ≥ 110 mg/dL 110 mg/dL rangka
merupakan jaringan yang paling sensitif terhadap insulin didalam tubuh, dan merupakan
target utama terjadinya resistensi insulin. Latihan fisik terbukti dapat menurunkan kadar
lipid dan resistensi insulin didalam otot rangka. Pengaruh latihan fisik terhadap
sensitivitas insulin terjadi dalam 24 – 48 jam dan hilang dalam 3 sampai 4 hari. Jadi
aktivitas fisik teratur hendaklah merupakan bagian dari usaha untuk memperbaiki
resistensi insulin. Pasien hendaklah diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan
derajat aktifitas fisiknya. Manfaat paling besar dapat diperoleh bila pasien menjalani
latihan fisik sedang secara teratur dalam jangka panjang. Kombinasi latihan fisik aerobik
dan latihan fisik menggunakan beban merupakan pilihan terbaik. Dengan menggunakan
dumbbell ringan dan elastic exercise band merupakan pilihan terbaik untuk latihan
dengan menggunakan beban. Jalan kaki dan jogging selama 1 jam perhari juga terbukti

13
dapat menurunkan lemak viseral secara bermakna pada laki2 tanpa mengurangi jumlah
kalori yang dibutuhkan. 10,11

Diet
Sasaran utama dari diet terhadap Sindrom Metabolik adalah menurunkan risiko
penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus. Review dari Cochrane Database
mendukung peranan intervensi diet dalam menurunkan risiko penyakit kardiovaskular.
Bukti-bukti dari suatu studi besar menunjukkan bahwa diet rendah sodium dapat
membantu mempertahankan penurunkan tekanan darah. Hasil-hasil dari studi klinis diet
rendah lemak selama lebih dari 2 tahun menunjukkan penurunan bermakna dari kejadian
komplikasi kardiovaskular dan menurunkan angka kematian total.10,11

The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,


Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) merekomendasikan tekanan
darah sistolik antara 120 – 139 mmHg atau diastolik 80 – 89 mmHg sebagai stadium pre
hipertensi, sehingga modifikasi gaya hidup sudah mulai ditekankan pada stadium ini
untuk mencegah penyakit kardiovaskular. Berdasarkan studi dari the Dietary Approaches
to Stop Hypertension (DASH), pasien yang mengkonsumsi diet rendah lemak jenuh dan
tinggi karbohidrat terbukti mengalami penurunan tekanan darah yang berarti walaupun
tanpa disertai penurunan berat badan.10,11

Penurunan asupan sodium dapat menurunkan tekanan darah lebih lanjut atau
mencegah kenaikan tekanan darah yang menyertai proses menua. Studi dari the Coronary
Artery Risk Development in Young Adults mendapatkan bahwa konsumsi produk2 rendah
lemak dan garam disertai dengan penurunan risiko sindrom metabolik yang bermakna.
Diet rendah lemak tinggi karbohidrat dapat meningkatkan kadar trigliserida dan
menurunkan kadar HDL kolesterol, sehingga memperberat dislipidemia. Untuk
menurunkan hipertrigliseridemia atau meningkatkan kadar HDL kolesterol pada pasien
dengan diet rendah lemak, asupan karbohidrat hendaklah dikurangi dan diganti dengan
makanan yang mengandung lemak tak jenuh (monounsaturated fatty acid = MUFA) atau
asupan karbohidrat yang mempunyai indeks glikemik rendah. Diet ini merupakan pola
diet Mediterrania yang terbukti dapat menurunkan mortalitas penyakit kardiovaskular.
Suatu studi menunjukkan adanya korelasi antara penyakit kardiovaskular dan asupan biji-
bijian dan kentang.Para peneliti merekomendasikan diet yang mengandung biji-bijian,
buah-buahan dan sayuran untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular. Efek jangka

14
panjang dari diet rendah karbohidrat belum diteliti secara adekuat, namun dalam jangka
pendek, terbukti dapat menurunkan kadar trigliserida, meningkatkan kadar HDL-
cholesterol dan menurunkan berat badan.10,11

Pilihan untuk menurunkan asupan karbohidrat adalah dengan mengganti


makanan yang mempunyai indeks glikemik tinggi dengan indeks glikemik rendah yang
banyak mengandung serat. Makanan dengan indeks glikemik rendah dapat menurunkan
kadar glukosa post prandial dan insulin. 11

Medika mentosa

Obat untuk obesitas: 12

 Derivat amfetamin (dexfenfluramin, fenfluramin) dapat menekan nafsu makan.

Es: valvulopati jantung

 Orlistat: menghambat lipase lambung dan pankreas, serta mengurangi absorpsi


lemak.

 SSRI (selective serotonin reuptake inhibitor) seperti fluoksetin

 Sibutramin: mempercepat rasa kenyang dan mengurangi asupan makanan.

Obat untuk menurunkan kadar glukosa :12

METFORMIN
Metformin diperkenalkan sejak tahun 1995, mempunyai efek menurunkankadar
glukosa darah tanpa meningkatan sekresi insulin dan meningkatkanberatbadan. Mekanisme
utamanya adalah dnegan menurunkanglukoneogenesis pada tingkat mitokondriadi hepatosit
yang berakibatterjadinya penurunan produksi glukosa di hati, dengan demikian menurunkan
kadar gula darah puasa. Metformin juga berkhasiatmeningkatkan up take glukosa perifer.Efek
tersebut diduga multiple efekyang meliputi peningkatan afinitas ikatan insulin dengan
reseptor insulin,baik pada sel otot dan sel eritrosit (Hardiman, 2005). Terdapat 7
kelebihandari metformin pada sistem cardiovasculair :

1. Menurunkan resistensi insulin

15
2. Efek homeostasis dan fungsi pembuluh darah
3. Potensial terhadap terapi sindrom metabolik pada DM tipe II
4. Antiartherogenik
5. Menghambat proses glikasi
6. Proteksi pembuluh darah
7. Mencegah komplikasi cardiovasculair disease pada DM tipe II denganfaktor resiko
tinggi.

Obat untuk hiperlipidemia :12


Gemfribrozil
Gemfibrozil termasuk dalam obat golongan fibrat.Obat-obat yang tergolong
kelompok ini dapat dianggap sebagai hipolipidemik berspektrum luas. Selain menurunkan
kadar trigliserida Serum, kelompok fibrat juga cenderung menurunkan kadar kolesterol-LDL
dan menaikkan kolesterol-HDL. Fibrat bekerja sebagai ligan untuk reseptor transisi nukleus,
reseptor alfa peroksisom yang diaktivasi proliferator, dan menstimulasi aktivitas lipoprotein
lipase.Indikasi :

 Hiperlipidemia tipe IIa, IIb, III, IV dan V


 Jantung pada pria usia 40-55 tahun yang merespon dengan cukupterhadap
diet dan tindakan-tindakan lain yang sesuai
 Dislipidemiayang berhubungan dengan diabetes mellitus (DM)
 Xanthoma yangberhubungan dengan dislipidemia.

Komplikasi

 DM
 Stroke
 Penyakit jantung koroner
 Hipertensi

Prognosis

16
Jika ditangani dengan baik maka akan dapat hidup seperti orang normal. Jika tidak,
maka akan terjadi komplikasi yang lebih buruk.10

Kesimpulan

Sindrom metabolik merupakan kumpulan gejala yang keberadaannya menunjukkan


peningkatan risiko kejadian penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus. Obesitas sentral
memiliki korelasi paling erat dengan sindrom metabolik dibandingkan dengan komponen
yang lain. Penatalaksanaan sindrom metabolik masih mengacu pada tiap komponen, sejauh
ini belum ada penatalaksanaan yang berbeda bila dibandingkan dengan komponen secara
individual.

Daftar Pustaka

1. Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan Diabetes


Indonesia; 2004.h.1-4, 6, 13-5, 20, 98.
2. Sudoyo W. Aru, et al. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed 5. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI. 2009; h. 1865-1872.
3. Surabaya metabolic syndrome update 2006. 2006. Diunduh dari http://www.majalah-
farmacia.com pada 28 November 2010.
4. Behrman RE, Kliegman RM. Esensi pediatric nelson. Edisi 4. Jakarta. EGC; 2010.h.736-
41.
5. Sudoyo W. Aru, et al. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Ed 5. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI. 2009; h. 1865-1872.
6. Sylvia, A , Prince, Lorraine , et. al. Patofisiologi. 6th ed, vol. 1. Jakarta : EGC 2006;
h.1202-1213.
7. Sindrom metabolik. 2010. Diunduh dari http://www.abclab.co.id/?p=833 pada 28
November 2010.
8. Faktor risiko sindrom metabolik. 2009. Diunduh dari http://www.news-
medical.net/health/Metabolic-Syndrome-Risk-Factors-%28Indonesian%29.aspx pada 28
November 2010.
9. Setiati S, Sari DP, Rinaldi I, Ranitya R, Pitoyo CW. Lima puluh masalah kesehatan di
bidang ilmu penyakit dalam. Buku kesatu. Jakarta: Interna Publishing. 2008. h.102-18,
263-9

17
10. Sindrom metabolic. Febuari 2005. Diunduh dari www.akademik.unsri.ac.id 28 November
2010.
11. Widodo, Djoko. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta : fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2007.
12. Syarif, Aamir. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.2008.

18

Anda mungkin juga menyukai