Sejarah Bayi Tabung
Sejarah Bayi Tabung
usaha manusia dalam ilmu biologi dengan cara memanipulasi (rekayasa) sel atau gen yang terdapat
pada suatu organisme tertentudengan tujuan menghasilkan organisme jenis baru yang identik
secaragenetika.
Tonggak sejarah bayi tabung diukir Profesor Robert Edwards di Inggris pada 25 Juli 1978. Beliau
seorang dokter yang pada hari itu berhasil melahirkan Louise Brown, bayi tabung pertama di dunia
hasil eksperimen Edwards dan rekannya, Patrick Steptoe. Atas prestasi tersebut, Senin 4 Oktober, di
Stockholm, Swedia, Edwards dinyatakan sebagai peraih Nobel pada kategori kesehatan. “Prestasi
Edwards telah membuka mata dunia bahwa ketidaksuburan atau kemandulan bisa diatasi. Sekitar 4
juta bayi telah dilahirkan dengan program bayi tabung itu. Hari ini, visi seorang Robert Edwards
menjadi nyata dan membawa kebahagiaan kepada seluruh pasangan tidak subur di dunia." Begitulah
bunyi pernyataan resmi komite penyeleksi hadiah Nobel. Edwards sekarang berumur 85 tahun. Dia
adalah profesor emeritus di University of Cambridge. Sejak dekade 1950-an, dia sudah meneliti
berbagai hal soal reproduksi manusia. Buah penelitian tersebut melahirkan in-vitro fertilization,
nama resmi teknik bayi tabung. Lewat teknik itu, sel telur diambil, lalu dibuahi di luar tubuh
perempuan. Setelah pembuahan, sel tersebut ditanamkan kembali ke rahim.Dibantu Patrick
Steptoe, kolega Edwards yang meninggal pada 1988, lahirlah Louise Brown melalui operasi caesar di
Oldham General Hospital, Oldham. Bayi seberat 2,6 kilogram itu adalah sejarah. Dia menjadi "anak
sulung program bayi tabung".
Teknik tersebut lantas mendunia. Empat tahun kemudian, pada 1982, lahirlah Natalie Brown, adik
Louise. Ketika itu, Natalie sudah jadi bayi tabung ke-40 di seluruh dunia. Pada 1999, Natalie menjadi
"alumnus" program bayi tabung pertama yang melahirkan anak secara normal. Edwards yang sudah
sepuh itu bakal menerima hadiah 10 juta kronor atau sekitar Rp 13,5 miliar. Karena usia, dia tak bisa
melayani wawancara wartawan atau menghadiri pemberian penghargaan. "Saya dan ibu bahagia
sekali. Prof Edwards layak mendapatkan hadiah itu," kata Louise Brown yang kini bekerja sebagai
pegawai kantor pos di Bristol, Inggris.
Program bayi tabung di Indonesia sebenarnya telah ada sejak tahun 1988, tetapi karena kurangnya
informasi terhadap masyarakat, berakibat timbulnya anggapan bahwa di Indonesia belum mampu
untuk menjalani program bayi tabung tersebut.[2]
Bayi tabung pada satu pihak merupakan hikmah. Ia dapat membantu pasangan suami istri yang
subur tetapi karena suatu gangguan pada organ reproduksi, mereka tidak dapat mempunyai anak.
Dalam kasus ini, sel telur istri dan sperma suami dipertemukan di luar tubuh dan zigot yang terjadi
ditanam dalam kandungan istri. Dalam hal ini kiranya tidak ada pendapat pro dan kontra terhadap
bayi yang lahir karena merupakan keturunan genetik suami dan istri.[3]
Akan tetapi seiring perkembangannya, mulai timbul persoalan dimana semula program ini dapat
diterima oleh semua pihak karena tujuannya yang “mulia” menjadi pertentangan. Banyak pihak yang
kontra dan pihak yang pro. Pihak yang pro dengan program ini sebagian besar berasal dari dunia
kedokteran dan mereka yang kontra berasal dari kalangan alim ulama. Berikut akan dibahas
mengenai aspekhukum perdata yang menekankan pada status hukum dari si anak dan segala akibat
yang mengikutinya.
Inseminasi buatan tidak menjadi permasalahan hukum dan etis moral bila sperma/sel telur datang
dari pasangan keluarga yang sah dalam hubungan pernikahan. Hal ini pun dapat menjadi masalah
bila yang menjadi bahan pembuahan tersebut diambil dari orang yang telah meninggal dunia.
Permasalahan yang timbul antara lain pertama, status keperdataan dari bayi yang dilahirkan melalui
proses inseminasi buatan. Kedua, hubungan perdata bayi tersebut dengan orang tua biologisnya
serta mengenai hak mewaris. Ketiga, hubungan perdata bayi tersebut dengan surogate mother-nya
(dalam kasus terjadi penyewaan rahim) dan orang tua biologisnya serta mengenai hak mewarisnya.
Jika ketika embrio diimplantasikan ke dalam rahim ibunya di saat ibunya telah bercerai dari
suaminya maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian mempunyai status sebagai anak sah
dari pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan setelah masa 300 hari, maka anak itu bukan anak sah
bekas suami ibunya dan tidak memiliki hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami
ibunya.[4]
Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara yuridis status
anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang mempunyai
benih. [5] Dalam hal ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak
sahnya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA. (Biasanya dilakukan perjanjian antara
kedua pasangan tersebut dan perjanjian semacam itu dinilai sah secara perdata barat[6]
Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka dapat dilakukan fertilisasi-in-vitro transfer embrio
dengan persetujuan pasangan tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi dengan Sperma dari donor di
dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang
dilahirkan memiliki status anak sah dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan
lainnya sepanjang si Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes
DNA.[7]Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami maka anak yang
dilahirkan merupakan anak sah dari pasangan penghamil tersebut.[8]
Jika sel sperma maupun sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada perkawinan, tapi
embrio diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat dalam perkawinan maka anak
yang lahir mempunyai status anak sah dari pasangan Suami Istri tersebut karena dilahirkan oleh
seorang perempuan yang terikat dalam perkawinan yang sah.
Jika diimplantasikan ke dalam rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki status sebagai anak
luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan pada hakekatnya anak
tersebut bukan pula anaknya secara biologis kecuali sel telur berasal darinya. Jika sel telur berasal
darinya maka anak tersebut sah secara yuridis dan biologis sebagai anaknya.
Dari tinjauan yuridis menurut hukum perdata barat di Indonesia terhadap kemungkinan yang terjadi
dalam program fertilisasi-in-vitro transfer embrio ditemukan beberapa kaidah hukum yang sudah
tidak relevan dan tidak dapat mengcover kebutuhan yang ada serta sudah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan yang ada khususnya mengenai status sahnya anak yang lahir dan pemusnahan
kelebihan embrio yang diimplantasikan ke dalam rahim ibunya. Secara khusus, permasalahan
mengenai inseminasi buatan dengan bahan inseminasi berasal dari orang yang sudah meninggal
dunia, hingga saat ini belum ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu segera dibentuk peraturan
perundang-undangan yang secara khusus mengatur penerapan teknologi fertilisasi-in-vitro transfer
embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah yang dapat dibenarkan dan hal-hal apakah yang
dilarang.
1. Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang sah hukumnya mubah
(boleh), sebab hak ini termasuk ikhtiar berdasarkan kaidah-kaidah agama.
2. Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang lain (misalnya dari
isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah,
sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan
(khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang mempunyai ovum dan ibu yang
mengandung kemudian melahirkannya, dan sebaliknya).
3. Bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya
haram berdasarkan kaidah Sadd a z-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik
dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam kaitannya dengan hal kewarisan.
4. Bayi tabung yang sperma dan ovumnya diambil dari selain pasangan suami isteri yang sah
hukumnya haram, karena itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antar lawan jenis di luar
pernikahan yang sah (zina), dan berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, yaitu untuk menghindarkan
terjadinya perbuatan zina sesungguhnya.
Program bayi tabung sebagai solusi terakhir dalam usaha memperoleh keturunan yang tidak bisa
diatasi dengan cara biasa, kini mengalami kemajuan sangat pesat dengan angka keberhasilan yang
tinggi.
Di Indonesia program bayi tabung belum terlalu semarak. Hal ini selain masalah teknis seperti
kelengkapan dan fasilitas juga terkait masalah biaya sekitar 50 juta rupiah, membuat program bayi
tabung di Indonesia kurang begitu populer. Oleh karena itu dicari teknik bayi tabung dengan biaya
lebih murah. Teknik bayi tabung berbiaya murah itu antara lain adalah siklus natural, stimulasi
minimal dan pemanfaatan embrio beku. Cara ini merupakan cara yang sederhana, aman, dan
berbiaya murah, Tingkat keberhasilan program bayi tabung di Indonesia ini tidak terlalu rendah,
yaitu mencapai 35 persen.Namun dengan program berbiaya murah tersebut tingkat keberhasilannya
lebih rendah lagi.Tingkat keberhasilan di Indonesia mencapai 35 persen, dengan angka kelahiran
hidup mencapai 25 persen.
Bapak bayi tabung Indonesia bernama Sudraji Sumapraja.Eksistensi bayi tabung di Indonesia
tak terlepas dari kegigihannya untuk mengaplikasi teknologi reproduksi berbantu atau ART (assisted
reproductive technology), suatu teknologi yang membantu pasangan suami-istri yang sulit
mendapatkan keturunan.Saat ini dengan terobosan tersebut, di Indonesia diperkirakan telah hadir
1.000 manusia berkat teknologi bayi tabung. Perjalanan keberhasilan teknologi bayi tabung tersebut
dicatat dalam biografi Sudraji yang ditulis oleh Ari Satriyo Wibowo.
Dampak Positif
Salah satu tujuan dari sebuah pernikahan adalah memiliki keturunan. Namun, pada
kenyataannya tidak semua pasangan bisa memiliki keturunan dengan mudah. Ada yang dengan
mudahnya memiliki anak, dan ada pula pasangan yang dengan susah payah berusaha
melakukan berbagai cara untuk mendapatkan keturunan, salah satunya dengan metode bayi
tabung.
Nah, sebuah data menunjukan bahwa 11-15 persen pasangan suami istri pada usia subur
mengalami kesulitan dalam memiliki keturunan, baik karena kurang subur ataupun karena tidak
subur.
Dampak Negatif
Walaupun teknologi dan ilmu kedokteran sudah sangat canggih, namun dampak negatif dari bayi
tabung masih tetap ada. Pasalnya, metode pembuahan ini bukan tidak mungkin akan
menimbulkan risiko, misalnya saja seperti cacat bawaan dan beberapa faktor risiko lainnya. Nah,
berikut beberapa dampak negatif dari bayi tabung:
• Tindakan pembunuhan
Jika dikaitkan dengan moral dan etika bangsa Indonesia, banyak masyarakat yang menolak
karena proses pembuahan ini dilakukan dengan cawan petri, di mana embrio yang dibutuhkan
akan dimasukkan ke dalam rahim dan sisanya akan “dibuang”. Nah, hak hidup embrio
tersebutlah yang menjadi permasalahannya, dan banyak yang menganggap bahwa hal ini
merupakan tindakan pembunuhan.
Namun, terlepas dari kedua dampak positif dan negatif di atas, jika Anda akan melakukan proses
bayi tabung ada baiknya untuk mengkonsultasikan hal tersebut pada dokter Anda. Selain itu,
mencari referensi dari orang-orang yang pernah melakukan bayi tabung pun penting Anda
lakukan, selain bisa menambah motivasi , Anda pun bisa mencari tahu dengan lebih detail
tentang bayi tabung.
http://maupunyaanak.com/berita/41/dampak-positif-dan-negatif-dari-bayi-tabung