Konsep Ketuhanan
Konsep Ketuhanan
NIM : 4116110023
Kelas : 1-JT
Konsep ketuhanan agama yahudi secara ketat didasarkan pada Unitarian monoteisme.
Doktrin ini mengekspresikan kepercayaan kepada satu Tuhan. Konsep tuhan yang mengambil
beberapa bentuk (misalnya Trinitas) dianggap bida’ah dalam Judaisme. Dalam doa secara utuh
dalam hal mendefinisikan Tuhan adalah Shema Yisrael, awalnya muncul di dalam Alkitab Ibrani:
"Dengarkan O Israel, Tuhan adalah Allah kita, Tuhan adalah satu", juga diterjemahkan sebagai
"Dengarkan O Israel, Tuhan kami adalah Allah, Tuhan adalah yang tunggal "
Namun dalam perkembangannya, agama Yahudi juga meyakini bahwa Alloh memiliki
anak, yaitu Uzair ( Ezra ). Uzair adalah seorang sholih yang hafal kitab Taurat, kemudian Alloh
mematikannya selama 100 ta-hun. Ketika dihidupkan kembali setelah kematiannya itu, kitab
Taurat te-lah musnah karena serbuan dari Bukhtunshir. Maka Uzair membawa bukti akan
keberadaan dirinya dengan memaparkan hafalan Tauratnya. Ketika itulahorang-orang Yahudi
mengkultuskannya dengan anggapan, kalau Nabi Musa datang kepada mereka membawa Taurat
dalam bentuk kitab maka ia diyakini sebagai Rosul utusan Alloh, sedangkan Uzair datang
membawa Taurat dengan tanpa kitab, yaitu hanya dengan hafalannya, ma ka Uzair lebih , lalu
mereka me-yakini Uzair lebih tinggi kedudukannya daripada Musa sebagai anak Alloh, dan
mereka pun menyembahnya. Ada pun Uzair berlepas diri dari perbuatan syirik kaum Yahudi (
Bani Isroil)
D.Konsep Ketuhanan Dalam Agama Buddha.
Agama Buddha menekankan Pragmatis, yaitu : Mengutamakan tindakan-tindakan cepat
dan tepat yang lebih diperlukan di dalam menyelamatkan hidup seseorang yang tengah gawat
dan bukan hal-hal lainnya yang kurang praktis, berbelit-belit, bertele-tele dan kurang penting.
Buddha tidak pernah menghabiskan waktu untuk perkara-perkara spekulatif tentang alam
semesta karena hal ini kecil nilainya bagi pengembangan spiritual menuju Kebahagiaan Sejati.
Hal ini dapat kita lihat pada kisah, orang yang tertembak anak panah beracun, yang menolak
untuk mencabutnya sebelum dia tahu siapa yang memanahnya, kenapa panah itu ditembakkan,
dari mana anak panah itu ditembakkan. Pada saat semua pertanyaannya terjawab, dia sudah akan
mati lebih dahulu. (Cula-Malunkyovada Sutta, Majjhima Nikaya 63)
Sutra tersebut mengajarkan kita memiliki pemahaman yang rasional, efektif, efisien, cerdas dan
bijaksana dalam kehidupan spiritual umat manusia agar tindakan cepat dan tepat segera
diutamakan, tanpa membuang-buang waktu lagi.
Dalam mengulas konsep tersebut kita tidak dapat melepaskan 4 (empat) rumusan Kebenaran,
yaitu :
1. Ada awal - Ada akhir
Kebenaran ini menjelaskan ada awal dalam proses pembentukan, pembuatan dan kejadian.
Seperti Pembuatan meja. Ada proses pengerjaan kayu-kayu dibentuk, dihubungkan dan
difinishing sehingga terbentuk meja kayu dengan empat pondasinya atau bentuk desain lainnya.
Ada Akhir dalam hal ini ada kehancuran, kelapukan. Jadi, dengan berjalannya proses waktu,
meja tersebut dapat rusak, hancur atau diolah lagi dalam bentuk lainnya. Seperti meja tersebut
dimakan rayap, dijadikan kayu bakar atau dijadikan pondasi. Maka pada saat bentuk berubah kita
mengatakan akhir keberadaan dari apa yang kita namakan meja tersebut.
2. Ada Awal - Tanpa Akhir
Kebenaran jenis ini, seperti Bilangan asli yang selalu diawali dengan angka 1 dan angka
selanjutnya tanpa batas. Kita tidak dapat mengakhiri pada angka tertentu. Meskipun
penghitungannya angka tersebut sudah sedemikian besar.
3. Tanpa awal - Ada akhir
Kebenaran jenis ini, contohnya adalah keberadaan kehidupan manusia. Apabila kita telusuri awal
keberadaan manusia kita tidak akan menemukan suatu jawaban yang pasti. Pada saat kita
menarik kebelakang. Orang pasti memiliki ayah dan ibu. Ayah dan Ibu pun memiliki ayah dan
ibunya lagi. Terus kita tarik baik dari sisi ibu maupun dari sisi ayah kita tidak akan menemukan
titik yang tepat. Meskipun dalam agama tertentu. Ada keberadaan awal manusia.
4. Tanpa awal - Tanpa akhir
Kebenaran jenis ini dapat kita lihat dalam Udana Nikaya :
“Ketahuilah Para Bhikkhu, Ada sesuatu Yang Tidak Dilahirkan, Yang Tidak Menjelma, Yang
Tidak Tercipta, Yang Mutlak. Wahai para Bhikkhu, apabila Tidak ada Yang Tidak Dilahirkan,
Yang Tidak Menjelma, Yang Tidak Diciptakan, Yang Mutlak, maka tidak akan mungkin kita
dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.
Shinto adalah agama kuno yang merupakan campuran dari animisme dan dinamisme yaitu
suatu kepercayaan primitif yang percaya pada kekuatan benda, alam atau spirit. Tradisi Shinto juga
mengenal beberapa nama Dewa yang bagi Shinto bisa juga berarti Tuhan yang dalam bahasa
Jepang disebut dengan istilah Kami atau Kamisama.
Jadi inti dari konsep Tuhan dalam kepercayaan Shinto adalah sangat sederhana yaitu ”semua
benda di dunia, baik yang bernyawa ataupun tidak, pada hakikatnya memiliki roh, spirit atu
kekuatan jadi wajib dihormati” . konsep ini memiliki pengaruh langsung didalam kehidupan
masyarakat Jepang.Misalnya seperti, seni Ikebana atau merangkai bunga yang berkembang pesat
di Jepang karena salahsatunya dilandasi konsep Shinto tentang Spirit atau Tuhan yang
bersemayam pada bunga serta tumbuhan yang harus dihormati.
Agama Shinto terdiri dari empat kelompok yaitu :
1. Imperial Shinto (Kyūchū Shinto atau Koshitsu Shinto)
Shinto kelompok ini sangat eksklusif dan tidak umum ditemukan. Memiliki beberapa kuil saja
yang kalau tidak salah 5 buah di seluruh negeri. Nama kuil ini biasanya berakhir dengan nama
Jingu, misalnya Heinan Jingu, Meiji Jingu, Ise Jingu dll. Kuil Shinto kelompok ini selain berfungsi
sebagai tempat untuk memuja Kami juga berfungsi sebagai tempat memuja leluhur khususnya
keluarga kerajaan.
Lebih jauh daripada itu, keyakinan mereka terhadap Trinitas bila dihubungkan dengan
keyakinan adanya dosa warisan, yaitu dosa yang mesti ditanggung seluruh anak-anak Adam karena
Adam dan Hawa telah memakan buah terlarang di syurga, kemudian untuk menebus dosa warisan
ini maka Yesus Tuhan Anak diturunkan ke dunia untuk menebusnya dengan cara disalib. Tapi, ketika
Yesus hendak disalib, dia berkata, “Tuhan kenapa Engkau tinggalkan daku.”
Keanehan pertama, yaitu apabila Tuhan adalah penentu segalanya, dan pahala serta dosa pun
Tuhan pula yang menentukan, kenapa Tuhan tidak mampu menghapus dosa Adam dan
mema’afkannya tanpa mengorban-kan Anak-Nya. Keanehan lainnya adalah apabila Yesus memang
diturunkan ke dunia untuk menebus dosa manusia, kenapa ia mesti mengatakan: “Tuhan kenapa
Engkau tinggalkan daku.”
Keganjilan lainnya dapat dilihat dalam silsilah Yesus, masing-masing Injil mengemukakan
silsilah yang berbeda-beda. Di Injil Matius, bahwa Yesus adalah keturunan Salomo Putera Daud. Tapi
di Injil Lukas disebutkan bahwa Yesus adalah keturunan Natan Putera Daud. Bahkan dalam satu Injil
banyak dijumpai pertentangan yang mustahil untuk dikumpulkan. Seperti dalam Injil Matius disebutkan
bahwa Yesus memiliki setidak-tidaknya tiga predikat, yaitu: Anak Manusia, Hamba Allah dan Anak
Allah. Dalam Injil Markus disebutkan setidak-tidaknya empat predikat bagi Yesus, yaitu: Anak Allah,
Anak Manusia, Tuhan, dan Raja Yahudi. Dalam Injil Lukas disebutkan setidak-tidaknya tiga predikat:
Keturunan Manusia, Anak Allah dan Raja Yahudi. Dalam Injil Yohanes disebutkan setidak-tidaknya
dua predikat: Manusia biasa dan Anak Tunggal Allah (Anonim, 2013).
B. Konsep Tuhan dalam Agama Yahudi
Konsep ketuhanan agama Yahudi secara ketat didasarkan pada Unitarian monoteisme.
Doktrin ini mengekspresikan kepercayaan kepada satu Tuhan. Konsep Tuhan yang mengambil
beberapa bentuk misalnya Trinitas dianggap bida’ah dalam Judaisme. Dalam doa secara utuh
dalam hal mendefinisikan Tuhan adalah Shema Yisrael, awalnya muncul di dalam Alkitab Ibrani:
"Dengarkan O Israel, Tuhan adalah Allah kita, Tuhan adalah satu", juga diterjemahkan sebagai
"Dengarkan O Israel, Tuhan kami adalah Allah, Tuhan adalah yang tunggal "
Allah disini disusun sebagai zat yang kekal, pencipta alam semesta, dan sumber moralitas.
Allah mempunyai kuasa untuk campur tangan di dunia. Istilah Allah sehingga terkait dengan
kenyataan sebenarnya, dan bukan hanya proyeksi dari jiwa manusia. Allah dijelaskan dalam
pengertian seperti: "Ada satu Zat, sempurna dalam segala cara, yang merupakan penyebab utama
dari semua keberadaan. Semua tergantung pada keberadaan Allah dan semua berasal dari Allah."
Pada kenyataannya umat Yahudi termasuk kaum Musyabbihah, yaitu kaum yang
menyerupakan Allah dengan makhluk, sebagaimana tersebut dalam Kitab Taurat pada Kitab
Kejadian Pasal I Allah berkata : “Kami telah membuat manusia berdasarkan bentuk Kami, seperti
serupaan dari Kami.” Sehingga apa saja yang bisa terjadi pada manusia, bisa pula dialami oleh
Allah. Bahkan dalam keyakinan orang-orang Yahudi, Allah bisa mengalami keletihan dan
kecapaian sehingga perlu beristirahat, sebagaimana tersebut dalam Taurat pada Kitab Kejadian
Pasal II : "Allah menyelesaikan pekerjaan yang Dia kerjakan pada hari yang ke-7, kemudian Di
beristirahat di hari ke-7 dari seluruh pekerjaan yang Dia ker jakan.”
Demikian umat Yahudi meyakini tentang Allah SWT, yaitu dengan keyakinan model kaum
Musyabbihah. Maha Suci dan Maha Tinggi Allah dari apa yang me reka sifatkan. Bahkan tidak
hanya meyakini keserupaan Allah dengan makhluk, mereka pun mensifati Allah ta’ala dengan
sifat-sifat yang tidak layak bagi Allah, seperti : kikir, miskin, bisa diperdaya dan lain-lain.
Sebagaimana firman Allah SWT ( Qs. Al-Maidah : 64 )
َ ُ ت ْال َي ُهود ُ َيد
ّللاه َم ْغلُولَة َوقَالَ ه
“Orang-orang Yahudi berkata : “Tangan Allah terbelenggu ( yakni kikir )"
Dalam tafsir dari ‘Ikrimah, Qotadah, As-Sudi, Mujahid, Adh-Dhohhak, Ibnu ‘Abbas dan
lain-lainnya mengatakan : “Mereka tidak memaksudkan dengan perkataan mereka itu bahwa
tangan Allah terikat, tetapi mereka hendak mengatakan : “Kikir, menahan apa yang ada di sisi-
Nya. Maha tinggi Allah dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang besar.” Maka Allah
pun membantah ucapan mereka dalam firmannya QS. Al-Maidah : 64
“Tangan mereka itu sebenarnya yang terbelenggu, dan mereka dilaknat atas apa yang mereka
telah katakan. Bahkan kedua tangan-Nya terbentang, Dia menafkahkan sebagaimana yang Dia
kehendaki."
Orang-orang Yahudi yang tidak hanya menyamakan Allah dengan makhluk, tetapi juga
mensifati Allah dengan sifat-sifat yang tidak layak, bahkan menghina Allah SWT. Namun pada
saat yang sama, mereka mengaku sebagai kekasih Alloh.
ُُُوأ َ ِحبَّا ُؤ ُه
َ ِاءُللا
ّ َارىُنَحْ نُُُأ َ ْبن
َ صَ َُُّوالن ِ ََوقَال
َ تُُا ْليَ ُهو ُد
“Orang-orang Yahudi dan Nashrani berkata : “Kami adalah anak-anak Alloh dam
kekasih-kekasih-Nya.” ( Qs. Al-Maidah : 18 )
Bahkan mereka menyakini bahwa mereka tercipta dari unsur-unsur Allah sedangkan
manusia selain bangsa Yahudi mereka yakini berasal dari tanah setan atau tanah najis. Oleh karena
itu mereka menganggap dirinya sebagai bangsa pilihan yang layak memimpin dunia, sedangkan
bangsa-bangsa lainnya mereka yakini sebagai bangsa-bangsa budak yang harus mengabdi kepada
mereka. Bertolak dari pemikiran yang buruk ini lahir-lah doktrin Zionisme dengan protokolatnya
guna mewujudkan mimpi orang-orang Yahudi.
ارى
َ ص َ َوقَالُواُُْلَنُيَ ْد ُخ َلُُا ْل َجنَّةَُُإِلَُُّ َمنُك
َ ََانُُ ُهوداُُأ َ ْوُُن
“Mereka berkata : “Tidak akan pernah bisa masuk syurga kecuali orang-orang yang
beragama Yahudi atas Nashrani.” ( Qs. Al-Baqoroh : 111 )
Referensi
Anonim, 2008. Konsep Ketuhanan dalam Agama Budha. http://www.siddhi-
sby.com/index.php/artikel/artikel-dharma/9-konsep-ketuhanan-dalam-agama-
buddha diakses pada 11 Maret 2015.
Anonim, 2008. Konsep Ketuhanan dalam Agama
Hinduhttps://grelovejogja.wordpress.com/2008/10/17/konsep-ketuhanan-dalam-agama-
hindu/diakses pada 11 Maret 2015.
Anonim, 2013 Konsep Ketuhana Agama Yahudi. http://bulansabit-
kembar.blogspot.com/2013/08/konsep-ketuhanan-agama-yahudi.html diakses pada 11
Maret 2015.
Anonim, 2013, Konsep Ketuhanan dalam
Agama.http://dedyyulfris.blog.com/2013/03/10/konsep-ketuhanan-dalam-agama
diakses pada 11 Maret 2015.
Ali, H.A. Mukti, 1998. Agama-Agama Di Dunia. Yogyakarta: PT.Hanin Dita Offset.
Arifin, H.M, 1997. Menguak Misteri Agama-Agama Besar. Jakarta: Golden Terayon Press.
Bunce, William K. 1995. Religion in Japan (Buddhism, Shinto, Christianity). Charles E. Tuttle
Company: Rutland.S
Hadiwijono, Harun. 2007. Iman Kristen. Jakarta: Gunung Mulia.
Harshananda, Swami, 2000. Deva-Devi Hindu. Surabaya: Paramita
Jirhanuddin, 2010. Perbandingan Agama. Palang Karaya: Pustaka Pelajar.
Keene, Michael. 2006. Kristianitas. Jogyakarta: Kanisius.
Nyoman Purnami, 2012. Konsep Ketuhanan dalam Agama
Hindu.http://www.mangpur.blogspot.com/2012/02/konsep-ketuhanan-dalam-agama-
hindu.htmldiakses pada 11 Maret 2015
Pudja, I Gede, 1999. Theologi Hindu (Brahma Widya). Surabaya: Paramita.
Suta Pitaka, 2012. Konsep Tuhan dalam Agama
Budha.http://sutapitaka.blogspot.com/2012/06/konsep-tuhan-dalam-agama-
buddha.html diakses pada 11 Maret 2015
Vireśvarānanda, Swami, 2002. Brahma Sutra. Surabaya : Paramita.