Abstrak
Kasus gigitan ular adalah salah satu permasalahan kesehatan masyarakat global terutama negara tropis seperti di
Indonesia. Gigitan ular dapat menimbulkan gejala lokal dan sistemik seperti kemerahan, bengkak, nyeri, hipotensi, kesulitan
bernafas hingga kematian. Pada laporan kasus ini, pasien perempuan usia 20 tahun datang dengan keluhan nyeri pada jari
tengah tangan kiri karena digigit ular sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluhan disertai dengan bengkak kebiruan,
panas, dan terasa kebasdi tangan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien sadar, tidak sesak. Tekanan darah 110/80
o
mmHg, laju nadi 88 kali permenit, laju pernafasan 20 kali permenit, suhu aksila 36,9 C. Status geralis normal. Status lokalis
tampak tangan kiri membengkak, kemerahan pada punggung dan jari tengah tangan kiri, biru pada bekas gigitan luka,
terdapat tanda gigitan taring ular dan nyeri pada penekanan. Pasien mendapat pengobatan suntikan ATS, serum anti bisa
ular (SABU) 3 vial dalam Dextrose 5% 250 ml, deksametason 3 x 5 mg (iv) dan ceftriaxon 2 x 1 gram (iv). Suntikan
deksametason pertama diberikan 6 jam setelah gigitan.
Korespondensi: Gilang Yoghi Pratama, S.Ked., alamat Perumahan Kota Sepang Indah Sepang Jaya Bandar Lampung, HP
085279000053, e-mail gighogawaren@yahoo.co.id
memastikan ciri-ciri ular berbisa seperti warna, ekstremitas), nyeri tidak teratasi
bentuk kepala, dan taring. Lebih baik lagi jika dengan analgesik, tiada ada
ular yang mengigit dapat dibawa ke tenaga tanda sistemik, terdapat tanda
kesehatan. koagulopati
4 Terapat tanda bekas gigitan,
Dari anamnesis diketahui bahwa ular
(Major) edem yang luas terdapat tanda
berwarna kehitaman, belang putih, bertaring sistemik (muntah, sakit kepala,
(gigi) 2, dan kepala bentuk segitiga. Bila dilihat nyeri pada perut dan dada,
dari ciri-ciri tersebut ular yang mengigit adalah syok), trombosis sistemik
famili Viperidae. Walaupun begitu, informasi
tersebut masih belum dapat memastikan Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda
bahwa pasien terpapar bisa ular. Sebagian ular gigitan di jari tengah tangan kiri. Didapatkan
tidak berbisa dapat memiliki ciri yang sama, reaksi lokal seperti edema dan nyeri tekan.
selain itu, ular berbisa juga dapat menggigit Saat pasien datang ke RS, pemeriksaan fisik
tanpa mengeluarkan bisa (dry bite).10,11 generalis dalam batas normal.
Untuk memastikan adanya paparan bisa Pemeriksaan penunjang yang dilakukan
dan menentukan derajat penyakit harus pada pasien darah rutin, GDS, LED (tidak ada
diperhatikan adanya gejala lokal dan sistemik. kelainan). Pada kasus gigitan ular berbisa,
Derajat berat kasus gigitan ular berbisa walaupun pada awalnya gejala yang timbul
umumnya dibagi menjadi 4 skala, yaitu derajat ringan harus tetap dilakukan skrining untuk
1 = tidak ada gejala (minor), derajat 2 = gejala menyingkirkan komplikasi pada sistem lain.14
lokal (moderate), derjat 3 = gejala berkembang Pemeriksaan laboratorium biasanya
ke daerah regional (severe), derajat 4 = gejala menunjukkan peningkatan jumlah neutrofil,
sistemik (major).4,12 Skor dari beratnya gigitan limfopenia, koagulopati dengan PT dan PTT
ular dapat dilihat pada Tabel 1. memanjang, serta penurunan jumlah
Gejala lokal pada tempat gigitan dapat fibrinogen. Kadar kreatinin kinase serum
berupa kemerahan, bengkak, perdarahan, normal pada hari pertama dan kedua setelah
ekimosis, rasa terbakar, kesemutan atau perawatan. Mioglobin plasma dan kadar
nyeri.13 Pada pasien, ditemukan bekas gigitan kreatinin mempunyai korelasi yang kuat.13
di jari tengah tangan kiri, namun tidak Pada pemeriksaan urinalisis dapat terjadi
ditemukan reaksi lokal selain rasa nyeri di proteinuria (83%), serta hematuria mikroskopik
tangan kiri. (50,9%). Hemoglobinuria dan mioglobinuria
Gejala sistemik yang perlu diwaspadai umumnya dapat dideteksi dan dapat terjadi
diantaranyaadalah gangguan penglihatan, leukosituria (56,4%).13 Penelitian
gejala neurologis (pusing, sakit kepala), gejala 15
Ramachandram S et al. (1995) , pada tahun
kardiovaskular (berdebar-debar, hipotensi), 1995 mendapatkan kadar Hb dan leukosit
gejala sistem pencernaan (mual, muntah), normal pada semua pasien, 3% terjadi
gejala pada sistem pernapasan (sulit bernapas), trombositopenia (< 75.000/mL). Kadar ureum
dan gejala lain seperti demam, kelemahan darah meningkat pada pasien dengan gejala
otot, serta hipersallivasi. Gejala akibat gigitan gagal ginjal. Natrium, kalium, klorida, calsium,
ular dapat terjadi 2-6 jam.13 Pada saat datang serta glukosa darah masih dalam batas normal
ke RS tidak ada gejala sistemik yang dialami pada semua pasien.15
oleh pasien. Berdasarkan data anamnesis yang
5
didapatkan mengenai jenis ular dan bekas
Tabel 1. Klasifikasi Gigitan Ular Berbisa gigitas yang terlihat pada pasien, dicurigai
Derajat Gejala dan Tanda bahwa pasien mengalami gigitan ular
1 Terdapat tanda bekas gigitan/
berbisa.Bila dilihat dari bentuk ular yang
(Minor) taring, tidak ada edem, tidak
menggigitdan manifestasi klinis yang timbul,
nyeri, tidak ada gejala sistemik,
tidak ada koagulopati yaitu bisa ular yang bersifat sitotoksik, ular
2 Terdapat tanda bekas yangmengigit adalah famili Viperidae. Selain itu
(Moderate) gigita/taring, edem lokal, tidak gejala lokal yang terjadi seperti tangan yang
ada gejala sistemik, tidak ada nyeri dan bengkak mendukung bahwa pasien
koagulopati telah terpapar bisa ular. Walaupun reaksi lokal
3 Terapat tanda bekas gigitan, dan sistemik yang terjadi ringan, namun karena
(Severe) edem regional (2 segmen dari telah terdapat bukti keterlibatan sistemik,
gigitan ular berbisa pada pasien masuk dalam serum sicknessseperti demam, ruam yang
derajat II (sedang) dimana pasien difus, urtikaria, artralgia, hematuria dan dapat
membutuhkan terapi Serum Anti Bisa Ular bertahan dalam beberapa hari.8 Reaksi yang
(SABU) untuk mencegah kerusakan jaringan paling sering terjadi adalah urtikaria, namun
lebih lanjut akibat dari toksin bisa ular yang efek samping yang serius jarang terjadi.14
menyebar dengan cepat, apalagi pada pasien Pemberian anti bisa ular harus dilakukan di
ini tidak dilakukan kontrol lokal (Imobilisasi rumah sakit yang tersedia alat-alat resusitasi.11
ekstremitas). Selain itu pasien juga Penggunaan adrenalin, steroid dan
memerlukan pemantauan ketat terhadap antihistamin dapat mengurangi reaksi yang
terjadinya komplikasi sistemik lainnya. terjadi akibat anti bisa antara 12,5-30%.14
Pada pasien diperlukan pemantauan Profilaksis yang hanya menggunakan
ketat terhadap tanda vital, perburukan gejala promethazine tidak dapat mencegah reaksi
lokal dan sistemik. Untuk memastikan adanya yang cepat.
komplikasi pada sistem lain perlu dilakukan Pada pasien, imobilisasi ekstremitas
pemeriksaan fungsi ginjal (ureum/kreatinin), tidak dilakukan. Saat di IGD dilakukan wound
fungsi hati, serta pemeriksaan urin lengkap. toilet pada luka gigitan. Jalur intravena
Pemeriksaan ini tidak dilakukan kepada pasien. terpasang dengan IVFD D5% 500 cc ditambah
Hal ini seharusnya dilakukan kepada pasien SABU 3 vial. Selain itu, pasien juga diberikan
karena dapat terjadi perburukan derajat ceftriaxone 2x1 vial dan dexamethaxone 3x5
penyakit seiring dengan kerusakan jaringan mg.
yang meluas akibat toksin yang tidak Pada proses penanganan kasus gigitan
ternetralisir, sehingga gejala seperti gagal ginjal ular di pasien ini belum sesuai pada kaidah
yang ditandai dengan peningkatan kadar dasar bioetik yaitu prinsip justice dan
ureum darah dapat dihindari. beneficence. Pada prinsip justice atau keadilan
Sejak pasien datang, penatalaksanaan pada dasarnya semua pasien seharusnya
awal yang harus dilakukan adalah wound toilet mendapatkan perlakuan ataupun terapi yang
dan imobilisasi ekstremitas yang terkena untuk sama tanpa membedakan status ekonomi,
mencegah penyebaran toksin. Tindakan apalagi terapi yang seharusnya diberikan
mengeluarkan bisa tidak dianjurkan karena berkaitan dengan life saving atau
dapat memperburuk nekrosis jaringan dan kegawatdaruratan seperti pada kasus ini.
mempercepat penyebaran toksin. Jalan napas Memberikan pelayanan terbaik yang bisa
harus dipastikan bebas. Jalur intravena harus diberikan (beneficence) pada pasien untuk
segera diaplikasikan pada ekstremitas yang mencegah perburukan.
tidak terkena gigitan. Pada kasus derajat 2
(Moderate) seharusnya diberikan 3-4 vial SABU Simpulan
(Serum anti bisa ular) dimana setiap 2 vial Gigitan ular berbisa berpotensi
SABU dilarutkan dalam 500 cc Dextrose 5% dan menyebabkan keadaan yang berat hingga
diberikan dengan kecepatan 40-80 kematian, sehingga perlu penanganan yang
tetes/menit. Jumlah SABU dapat ditambahkan tepat untuk mengurangi gejala. Penegakkan
hingga 20 vial tergantung pada perburukan diagnosa dan penatalaksanaan yang diterapkan
gejala. Sebelum pemberian SABU seharusnya pada kasus berdasarkan anamnesis
dilakukan skin test terlebih dahulu. pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Semua anti bisa ular adalah derivat belum sesuai dengan referensi yang ada.
serum binatang, tersering berasal dari serum
kuda, berupa imunoglobulin yang mengikat Daftar Pustaka
secara langsung dan menetralkan protein dari 1. Sutantoyo FF, Gunawan EJ.
bisa. Produk hewan ini bila terpapar pada Antikolinesterase untuk gigitan ular
pasien dalam jumlah besar dapatmenyebabkan dengan bisa neurotoksik. Cermin Dunia
reaksi hipersensitifitas tipe cepat dan tipe III. Kedokteran [internet].2016 [diakses
Reaksi akut berupa reaksi anafilaktik dapat tanggal 30 Agustus 2016]; 43(1):14-8.
terjadi pada 20-25% pasien, bahkan dapat Tersedia dari:
terjadi kematian karena hipotensi dan http://www.kalbemed.com/Portals/6/06
bronkospasme. Reaksi tipe lambat dapat _236CPD%E2%80%93Antikolinesterase%
terjadi pada 50-75% pasien dengan gejala
20untuk%20Gigitan%20Ular%20dengan prevention-and-clinical-management-of-
%20Bisa%20Neurotoksik.pdf. snakebite-in-africa.html.
2. Adiwinata R, Nelwan EJ. Snakebite in 10. Biofarma. Serum anti bisa ular (kuda)
Indonesia. Acta Medica Indonesiana. [internet]. Bandung: Biofarma; 2015
2015; 47(4). hlm. 358-65. [diakses tanggal 30 Agustus 2016].
3. Simpson ID, Norris RL. Snakes of medical Tersedia dari:
importance in India: is the concept of the http://www.biofarma.co.id/?dt_portfoli
“Big 4” still relevant and useful? o=polyvalent-anti-snake-venom-sera.
Wilderness Environ Med. 2007; 18(1):2- 11. Snyder CC, Mayer TA. Animal, snake, and
9. insect bite.Dalam: Matlak ME, Nixon
4. Holve S. Envenomation. Dalam: Behrman GW, Walker ML, editors.Emergency
RE, Kliegman RM, Jenson HB, editors. management of pediatric trauma. Edisi
Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke- ke-1.Philadelphia: WB Saunders
16. Philadelphia: WB Saunders Company; Company; 1985. hlm. 466-83.
2000. hlm. 2174-8. 12. Thomas L, Tyburn B, Bucher B, Pecout F,
5. Niasari N, Latief A. Gigitan ular berbisa. Ketterle J, RieuxD, et al. Prevention of
Sari Pediatri. 2003; 5(3):92-8. thromboses in human patients with
6. Roberts JR, Otten EJ. Snakes. Dalam: Bothrops Ianceolatus envenoming in
Goldfrank LR,Flomenbaum NE, Lewin NA, Martinique: failureof anticoagulants and
Weisman RS, Howland MA, editors. efficacy of a monospecifantivenom.
Toxicologic emergencies. Edisi ke- Research Group on Snake Bites in
4.Connecticut: Prentice – Hall Martinique. Am J Trop Med Hyg. 1995;
International Inc; 1990.hlm. 789-99. 52(5):419-26.
7. Gold BS, Dart RC, Barish RA. Bites of 13. Djunaedi D. Penatalaksanaan gigitan ular
venomous snakes. N Engl J Med. 2002; berbisa. Dalam: Setiati S, Alwi I, Sudoyo
347(5):347-56. AW, Simadibrata M, Setiyohadi B, Syam
8. Sentra Informasi Keracunan Nasional AF, editors. Buku ajar ilmu penyakit
BPOM. Penatalaksanaan keracunan dalam. Edisi ke-6. Jakarta: Interna
akibat gigitan ular berbisa Publishing; 2014. hlm. 1085-93.
[internet].Jakarta: Badan POM; 2012 14. World Health Organization. WHO
[diakses tanggal 30 Agustus 2016]. guidelines for the production control and
Tersedia dari: regulation of snake antivenom
http://www2.pom.go.id/public/siker/des immunoglobulins [internet]. Jenewa:
c/produk/racunularberbisa.pdf. World Health Organization; 2005[diakses
9. World Health Organization. Guidelines tanggal 30 Agustus 2016]. Tersedia dari:
for the prevention and clinical http://www.who.int/bloodproducts/sna
management of snakebite in Africa ke_antivenoms/SnakeAntivenomGuideli
[internet]. Jenewa: World Health ne.pdf.
Organization; 2005[diakses tanggal 30 15. Ramachandran S, Ganaikabahu B,
Agustus 2016].Tersedia dari: Pushparajan K, Wijesekera J.
http://www.afro.who.int/en/clusters-a- Electroencephalographic abnormalities
programmes/hss/essential-medicines/ in patients with snake bites. Am J Trop
highlights/2731-guidelines-for-the- Med Hyg. 1995; 52(1):25-8.