Anda di halaman 1dari 11

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Mutiara merupakan salah satu komoditas dari sektor kelautan yang bernilai

ekonomi tinggi dan memiliki prospek pengembangan usaha di masa datang. Hal

ini dapat dilihat dari semakin banyaknya peminat perhiasan mutiara dan harganya

yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Potensi mutiara dari

Indonesia yang diperdagangkan di pasar dunia sangat berpotensi untuk

ditingkatkan. Saat ini Indonesia baru memberikan porsi 26 persen dari kebutuhan

di pasar dunia, dan angka ini masih dapat untuk ditingkatkan sampai 50 persen.

Sumber daya kelautan Indonesia masih memungkinkan untuk dikembangkan, baik

dilihat dari ketersediaan areal budidaya, tenaga kerja yang dibutuhkan, maupun

kebutuhan akan peralatan pendukung budidaya mutiara.

Usaha untuk memperoleh mutiara saat ini mengalami perkembangan, semula

diperoleh dari hasil penyelaman di laut, sekarang sudah dilakukan dalam bentuk

budidaya. Hal ini dikarenakan penyediaan kerang mutiara dari hasil tangkapan di

laut bebas terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun sehingga tidak dapat

memenuhi permintaan yang terus meningkat. Selain itu harganya pun dari waktu

ke waktu semakin meningkat karena besarnya permintaan mutiara, baik dari

domestik maupun dari manca negara. Mutiara menjadi barang mewah dan lebih

disukai daripada emas, terutama di Jepang. Untuk mengatasi hal itu, usaha

menghasilkan mutiara pada saat ini sudah dilakukan secara terintegrasi oleh

perusahaan dengan modal besar, dari mulai benih (spat) dari pembenihan atau

hatchery hingga pasca panen.


2

Pembenihan secara buatan ini dilakukan oleh beberapa pihak, diantaranya

perusahaan besar dengan menggunakan tenaga asing ataupun Balai Budidaya Laut

sejak tahun 1991. Spat yang dihasilkan dari hatchery lebih disukai oleh pengusaha

budidaya mutiara karena ukurannya relatif sama sehingga waktu pembudidayaan

dapat dilakukan bersamaan dalam jumlah yang besar

1.2. Tujuan Magang

Praktek magang ini bertujuan untuk memperlajari teknik pembesaran

terhadap Kerang Mutiara (Pinctada Maxima) di Balai Perikanan Budidaya Laut

(BPBL) Lombok Barat

1.3. Manfaat Magang

Manfaat khusus dari praktek magang ini adalah mahasiswa memperoleh

pengalaman tentang bagaimana cara pembesaran Kerang Mutiara (Pinctada

Maxima) untuk menanbah pengalaman di bidang pengetahuan tentang Kerang

Mutiara (Pinctada Maxima) di Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok

Barat.
3

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerang Mutiara (Pinctada Maxima)

2.2.1. Klasifikasi Kerang Mutiara (Pinctada Maxima)

Tiram mutiara termasuk dalam phylum mollusca, phylum ini terdiri atas 6

kelas yaitu : Monoplancohora, Amphineura, Gastropoda,

Lamellibrachiata, atau Pellecypoda,seaphopoda, dan Cephalopoda (Mulyan

to, 1987). Tiram merupakan hewan yang mempunyai cangkang yang sangat

keras dan tidak simetris. Hewan ini tidak bertulang belakang dan bertubuh

lunak (Philum mollusca).

Klasifikasi tiram mutiara menurut mulyanto (1987) dan Sutaman(1993)

adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Sub kingdom : Invertebrata

Philum : Mollusca

Klas : Pellecypoda

Ordo : Anysomyaria

Famili : Pteridae

Genus : Pinctada

\Spesies : Pinctada maxima (Jameson 1901)

Menurut Dwiponggo (1976), jenis-jenis tiram mutiara yang terdapat di Indonesia

adalah: Pintada maxima, Pinctada margaritefera, Pinctada fucata, Pinctada

chimnitzii, dan Pteria penguin. Di beberapa daerah Pinctada fucata dikenal juga

sebagai Pinctada martensii. Sebagai penghasil mutiara terpenting adalah tiga


4

spesies, yaitu, Pinctada maxima, Pinctada margaritifera dan Pinctada

martensii. Sebagai jenis yang ukuran terbesar adalah Pinctada maxima. Untuk

membedakan jenis tiram mutiara tersebut, perlu dilakukan pengamatan

morfologi, seperti warna cangkang dan cangkang bagian dalam (Nacre), ukuran

serta bentuk:

2.1.2 Morfologi Kerang Mutiara(Pinctada Maxima)

Kulit mutiara (Pinctada maxima) ditutupi oleh sepasang kulit tiram

(Shell, cangkan), yang tidak sama bentuknya, kulit sebelah kanan agak pipih,

sedangkan kulit sebelah kiri agak cembung. Specie ini mempunyai diameter

dorsal-ventral dan anterior-posterior hampir sama sehingga bentuknya agak

bundar. Bagian dorsal bentuk datar dan panjang semacam engsel berwarna hitam.

Yang berfungsi untuk membuka dan menutup cangkang. (Winarto, 2004).

Cangkang tersusun dari zat kapur yang dikeluarkan oleh epithel luar. Sel

epitel luar ini juga menghasilkan kristal kalsium karbonat (Ca CO3) dalam bentuk

kristal argonit yang lebih dikenal sebagai nacre dan kristal heksagonal kalsit yang

merupakan pembentuk lapisan seperti prisma pada cangkang.

2.1.3 habitat Kerang Mutiara

Tiram mutiara jenis Pinctada sp. yang banyak dijumpai di berbagai Negara

seperti Pilipina, Thailand, Birma, Australia dan perairan Indonesia, sebenarnya

lebih menyukai hidup di daerah batuan karang atau dasar perairan yang berpasir.

Disamping itu juga banyak dijumpai pada kedalaman antara 20 m – 60 m. Untuk

perairan Indonesia sendiri jenid tiram Pinctada maxima banyak terdapat di

wilayah Indonesia bagian timur, seperti Irian Jaya, Sulawesi dan gugusan laut

Arafuru. (Sutaman 1993)


5

Menurut Sutaman (1993) kondisi dan kualitas air yang berpengaruh

terhadap pertumbuhan, ukuran dan kualitas mutiara adalah sebagai berikut :

a. Dasar Perairan

Dasar perairan secara fisik maupun kimia berpengaruh besar terhadap

susunan dan kelimpahan organisme di dalam air termasuk bagi kehidupan tiram

mutiara. Adanya perubahan tanah dasar (sedimen) akibat banjir yang

menyebabkan dasar perairan tertutup lumpur sering menimbulkan kematian pada

tiram terutama yang masih muda. Oleh karena itu dasar perairan yang berpasir

atau berlumpur tidak layak untuk lokasi budidaya tiram mutiara. Dasar perairan

yang cocok untuk budidaya untuk budidaya tiram mutiara ialah dasar perairan

yang berkarang atau mengandung pecahan-pecahan karang. Bisa juga dipilih

dasar perairan yang terbentuk akibat gugusan karang yang sudah mati atau

gunungan-gunungan karang.

b. Kedalam

Kedalaman air dilokasi budidaya mempunyai pengaruh yang cukup besar

terhadap kualitas mutiara. Berdasarkan penelitian semakin dalam letak tiram yang

dipelihara,maka kualitas mutiara yang dihasilkan akan semakin baik. Kedalaman

perairan yang cocok untuk budidaya tiram mutiara ialah berkisar antara 15 m s/d

20 m. Pada kedalaman ini pertumbuhan tiram mutiara akan lebih baik.

c. Arus Air

Banyak sedikitnya kelimpahan plankton sebagai makanan alami tiram

sangat tergantung pada kuat tidaknya arus yang mengalir dilokasi tersebut. Tiram

mutiara memiliki sifat filter feeder. Oleh karena itu tiram mutiara akan mudah

kelaparan pada kondisi arus yang terlalu kuat yang terjadi selama berjam-jam
6

dalam sehari. Lokasi yang cocok untuk budidaya tiram mutiara ialah yang

terlindung dari arus yang kuat. Disamping itu pasang surut yang terjadi mampu

menggantikan massa air secara total dan teratur,sehingga ketersediaan oksigen

terlarut maupun plankton segar dapat terjamin.

d. Salinitas

Kualitas mutiara yang terbentuk dalam tubuh tiram dapat dipengaruhi oleh

kadar salinitas yang terlalu tinggi, warna mutiara menjadi keemasan. Sedangkan

pada kadar salinitas di bawah 14% atau di atas 55% dapat mengakibatkan

kematian tiram yang dipelihara secara massal. Sebenarnya tiram mutiara ini

mampu bertahan hidup pada kisaran salinitas yang luas,yaitu antara 20% – 50%.

Tetapi salinitas yang terbaik untuk pertumbuhan tiram mutiara adalah 32% – 35%.

e. Suhu

Suhu memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan lapisan

mutiara dan pertumbuhan tiram itu sendiri. Di beberapa Negara, pertumbuhan

tiram mutiara yang ideal menunjukan kisaran suhu yang berbeda-beda. Di jepang,

misalnya, pertumbuhan yang terbaik berkisar antara 200 C – 250 C, sebab pada

suhu di atas 280 C menunjukan tanda-tanda yang melemah. Hal ini bisa

dimengerti, karena rata-rata suhu harian di jepang masih relative rendah, walupun

musim panas. Sedangkan di teluk Klutch India, pertumbuhan yang pesat dicapai

pada suhu anatara 230 C – 270 C.

Untuk Negara kita sendiri yang beriklim tropis, pertumbuhan yang terbaik dicapai

pada suhu antara 280 C – 300 C. Pada iklim ini ternyata sangat menguntungkan

untuk budidaya tiram mutiara, sebab pertumbuhan lapisan mutiara dapat terjadi

sepanjang tahun. Sedangkan Negara yang memiliki empat musim (iklim sub-
7

tropis) biasanya pertumbuhan tiram mutiara tidak terjadi sepanjang tahun, karena

pada suhu air di bawah 130 C (musim dingin) pelapisan mutiara atau penimbunan

zat kapur akan terhenti.

f. Kecerahan

Banyak sedikitnya sinar matahari yang menembus ke dalam perairan sangat

tergantung dari kecerahan air. Semakin cerah perairan tersebut, maka semakin

dalam sinar yang menembus ke dalam perairan. Demekian pula sebaliknya.

Untuk keperluaan budidaya tiram mutiara selayaknya dipilih lokasi yang

mempunyai kecerahan antara 4,5 m – 6,5 m, sehingga kedalaman pemeliharaan

bisa diusahakan antara 6 m – 7 m. sebab biasanya tiram yang dibudidayakan

diletakkan di bawah kedalaman atau kecerahan rata-rata.

g. Kesuburan Perairan

Tiram sebagai binatang yang tergolong filter feeder hanya mengandalakan

makanan dengan menyerap plankton dari perairan sekitar, sehingga keberadaan

pakan alami memegang peranan yang sangat penting. Sedangkan keberadaan

pakan alami itu sendiri sangat berkaitan erat dengan kesuburan suatu perairan.

Pada kondisi perairan yang kurang subur (tercemar), komposisi pakan alami

jumlahnya akan sangat sedikit, sehingga kurang mendukung untuk

penyediaan pakan yang diperlukan tiram. Padahal tiram yang dipelihara dalam

laut, jelas tidak mungkin diberi pakan tambahan sebagaimana ikan atau udang

yang dipelihara dalam tambak. Oleh karena itu lokasi budidaya pada kondisi

perairan yang subur mutlak diperlukan.


8

2.1.3 Anatomi

Tubuh tiram mutiara terbagi atas tiga bagian yaitu : Bagian kaki, mantel,

dan organ dalam. Kaki merupakan salah satu bagian tubuh yang bersifat elastis

terdiri dari susunan jaringan otot yang dapat merenggang/memanjang sampai tiga

kali dari keadaan normal. Kaki ini berfungsi sebagai alat bergerak hanya pada

masa mudanya sebelum hidup menetap pada substrat (Mulyanto,1987) dan juga

sebagai alat pembersih. Pada bagian kaki terdapat bysus, yaitu suatu bagian tubuh

yang bentuknya seperti rambut atau serat, berwarna hitam dan berfungsi sebagai

alat untuk menempel pada suatu substrat yang di sukai.

2.1.4. Kualitas Air

12 parameter kualitas air yang berpengaruh yaitu pH antara 7-

8, salinitas 31-32 ppt,H2S dan NH3kurang dari 1 ppm (Tahang et al ., 2006).

Sedangkan menurutSudradjat (2008) Nilai parameter kualitas air untuk budidaya

abalon untuk suhu27-30°C, salinitas 29-33 , pH antara 7,6-8,1 dan DO 3,27-6,28

ppm.Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan penggantian wadah atau

waringsetiap sebulan sekali. Organisme penempel diwaring perlu dibersihkan agar

tidak mengganggu kondisi perairan pemeliharaan abalone. Waring yang lama di

angkatdiganti dengan waring yang baru, pengontrolan pakan yang busuk

karenamengandung NH3yang menempel (Khoironi, 2012)


9

III. METODE PRAKTEK MAGANG

3.1. Waktu dan Tempat

Praktek magang ini akan dilaksanakan pada tanggal 23 Januari 2017– 23

Februari 2018 yang bertempat di Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Lombok

Barat, Nusa Tengara Barat.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktek magang ini adalah Kerang Mutiara

.Sedangkan untuk pengukuran kualitas air menggunakan pH meter

untuk mengukur derajat keasaman air (pH), thermometer untuk mengukur suhu,

DOmeter untuk menghitung oksigen terlarut, spektrofotometer untuk

mengukur amoniak, titrasi untuk mengukur hardness, aquarium, aerator dan alat-

alat tulisseperti buku tulis, pena, pensil,kamera sebagai dokumentasi dari kegiatan

magang ini.

3.3. Metode Magang

Metode yang digunakan dalam praktek magang ini adalah praktek langsung

yaitu melakukan pengamatan langsung di lapangan pada objek-objek Pembesaran

Kerang Mutiara (Pinctada Maxima) serta wawancara secara langsung

dengan pegawai di Balai Budidaya Laut Lombok Barat.

3.4. Analisis Data

Data yang diperoleh dari Balai Budidaya Laut Lombok Barat dikumpulkan

dan ditabulasikan dalam bentuk tabel serta dianalisis secara deskriptif

untuk memberikan gambaran tentang keadaan Balai Perikanan Budidaya Laut

Lombok Barat. dan masalah yang dihadapi dicari alternatif pemecahanny.


10

DAFTAR PUSTAKA

Mulyanto. 1997. Pabean Imigrasi dan Karantina. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Sutaman. 1993. Tiram Mutiara, Teknik Budidaya dan Proses Pembuatan Mutiara.

Kanisius. Yogyakarta. 78 hal

Sutaman. 1993. Tiram Mutiara, Teknik Budidaya dan Proses Pembuatan Mutiara.

Kanisius. Yogyakarta. 78 hal

http://imambahruddin.blogspot.co.id/2013/11/makalah-pinctada-maxima.html

http://id.scribd.com/doc/87551146/BUDIDAYA-TIRAM-MUTIARA

Dwiponggo, A., 1976. Mutiara Umum. Lembaga penelitian perikanan laut. Jakarta.
11

Anda mungkin juga menyukai