Dosen pengampu:
Meta Kartika Untari, M.Sc, Apt
Teori 1
Kelompok 3
Anggota:
Devi Lukvianasari (21154396A)
Eviana Kurniawati (21154398A)
Dessy Putri Dewayanti (21154399A)
Eka Wardanandri (21154400A)
Rizky Rozahana (21154401A)
1. Definisi penyakit
Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan
cairan tubuh dan elektrolit dan asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui
ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non-elektrolit, serta mengekskresi
kelebihannya sebagai kemih.
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstra
sel dalam batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh
filtrasi glomerulus, reabsorbsi dan sekresi tubulus. Ginjal dilalui oleh sekitar 1.200 ml
darah per menit, suatu volume yang sama dengan 20 sampai 25 persen curah jantung
(5.000 ml per menit). Lebih 90% darah yang masuk ke ginjal berada pada korteks,
sedangkan sisanya dialirkan ke medulla.
Gagal ginjal kronik (GGK) : ketidak mampuan ginjal untuk mempertahankan
keseimbangan dan itergritas tubuh yang mncul secara bertahap sebelum terjun ke fase
penurunan faal ginjal tahap akhir. Gagal ginjal kronik : penurunan semua faal ginjal
secara bertahap, diikuti penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal
atau penurunan faal ginjal lebih atau sama dengan 3 bulan sebelum diagnosis ditegakkan.
Ada beberapa pengertian gagal ginjal kronik yang dikemukakan oleh beberapa ahli yaitu :
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang
berlangsung perlahan-lahan karena penyebab berlangsung lama dan menetap yang
mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (toksin uremik) sehingga ginjal tidak dapat
memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit .Gagal ginjal kronik
merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat, biasanya berlangsung
dalam beberapa tahun.
2. Epidimiologi
Prevalensi PGK meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan
kejadian penyakit diabetes melitus serta hipertensi. Sekitar 1 dari 10 populasi global
mengalami PGK pada stadium tertentu . Hasil systematic review dan metaanalysis yang
dilakukan oleh Hill et al, 2016, mendapatkan prevalensi global PGK sebesar 13,4%.
Menurut hasil Global Burden of Disease tahun 2010, PGK merupakan penyebab kematian
peringkat ke-27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi urutan ke-18 pada tahun
2010. Sedangkan di Indonesia, perawatan penyakit ginjal merupakan ranking kedua
pembiayaan terbesar dari BPJS kesehatan setelah penyakit jantung. Penyakit ginjal kronis
awalnya tidak menunjukkan tanda dan gejala namun dapat berjalan progresif menjadi
gagal ginjal. Penyakit ginjal bisa dicegah dan ditanggulangi dan kemungkinan untuk
mendapatkan terapi yang efektif akan lebih besar jika diketahui lebih awal. Untuk
meningkatkan kesadaran akan pentingnya ginjal untuk kesehatan secara menyeluruh dan
menurunkan frekuensi dan dampak penyakit ginjal dan problem kesehatan terkait,
diperingati World Kidney Day (WKD) atau Hari Ginjal Sedunia setiap hari Kamis pada
minggu kedua di bulan Maret. Peringatan ini dimulai sejak tahun 2006 dan tahun ini Hari
Ginjal Sedunia jatuh pada tanggal 9 Maret 2017 dengan tema “Penyakit Ginjal dan
Obesitas, Gaya Hidup Sehat untuk Ginjal yang Sehat (Kidney disease and obesity, healthy
lifestyle for healthy kidneys)”
3. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang
mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih
sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional
nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini
mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan
aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh
proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti
dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak
aktif lagi. Adanya peningkatan aktifitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut
memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas
tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian
diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β(TFG-β). Beberapa
hal yan juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas Penyakit ginjal kronik
adalah albuminuria, hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabiltas interindividual
untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang
ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron
yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.
Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik),
tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar
30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemah, mual, nafsu
makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan
darah gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain
sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, saluran
pernafasan, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air
seperti hipo atau hipervolemia. Gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan
kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius dan
pasien sudah lebih memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara
lain dialisis atau tranplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada
stadium gagal ginjal.
4. Manifestasi Klinik
Gagal ginjal kronik disertai sekelompok tanda dan gejala dengan atau tanpa
penurunan curah urin, tetapi selalu disertai dengan konsentrasi nitrogen urea dan kreatinin
serum yang meningkat. Riwayat penyakit sering sangat membantu, terutama jika terdapat
fungsi ginjal yang normal sebelum timbulnya kerugian yang terjadi secara mendadak.
Adapun manifestasi klinik yang dapat dijumpai pada penyakit ginjal kronik :
a. Gangguan cairan dan elektrolit
Sementara massa nefron dan fungsi ginjal berkurang, ginjal menjadi tidak mampu
mengatur cairan, elektrolit dan sekresi hormon, sehingga dapat terjadi
hipernatremia dan hiponatremia, hiperkalemia dan hipokalemia, asidosis
metabolik, hiperfosfatemia dan hipokalsemia.
b. Hipertensi
Hipertensi merupakan keadaan yang amat memberatkan pada seseorang yang
mengalami penyakit ginjal kronik. Hipertensi mengakibatkan peningkatan
morbiditas dan mortalitas kardiovaskular, selain juga progresivitas penurunan
fungsi ginjal yang terus berlangsung.
Sering ditemukan dan dapat diakibatkan oleh meningkatnya produksi renin dan
angiotensin, atau akibat kelebihan volume yang disebabkan oleh retensi garam
dan air. Keadaan ini dapat mencetuskan gagal jantung dan mempercepat
kemerosotan GFR bila tidak dikendalikan dengan baik.
c. Kelainan Kardiopulmoner
Gagal jantung kongestif dan edema paru-paru terjadi akibat kelebihan
volume. Aritmia janung dapat terjadi akibat hiperkalemia. Perikarditis uremia
mungkin terjadi pada penderita uremia dan juga dapat muncul pada pasien yang
sudah mendapat dialisis.
d. Anemia
Anemia terutama terjadi akibat menurunnya sintesis eritropoietin pada ginjal.
Sediaan apus darah tepi mengungkapan anemia normokromik, normositik. Selain
itu waktu hidup eritrosit memendek pada penderita gagal ginjal.
e. Kelainan Hematologi
Selain anemia, pasien pada gagal ginjal memiliki waktu perdarahan yang lebih
lama dan kecenderungan untuk berdarah, meskipun waktu protrombin, waktu
tromboplastin parsial, dan hitung trombosit normal. Mukosa gastrointestinal
adalah tempat yang paling lazim untuk perdarahan uremia.
f. Efek gastrointestinal
Anoreksia, mual, dan muntah terjadi pada uremia. Perdarahan gastrointestinal
sering ditemukan dan dapat diakibatkan oleh gastritis erosif dan angiodisplasia.
Kadar amilase serum dapat meningkat sampai tiga kali kadar normal karena
menurunnya bersihan ginjal.
g. Osteodistrofi ginjal
Hiperparatiroidisme menyebabkan osteitis fibrosa kistika dengan pola radiologik
yang klasik berupa resorpsi tulang subperiosteal (yang paling mudah dilihat pada
falangs distal dan falangs pertengahan jari kedua dan ketiga), osteomalasia dan
kadang-kadang osteoporosis.
h. Efek neuromuskular
Neuropati uremia terutama melibatkan tungkai bawah dan dapat menyebabkan
gejala “restless leg”, mati rasa, kejang dan foot drop bila berat. Penurunan status
jiwa, hiperefleksia, klonus, asteriksis, koma, dan kejang mungkin terjadi pada
uremia yang telah parah.
i. Efek imunologis
Pasien dengan gagal ginjal dapat sering mengalami infeksi bakterial yang berat
karena menurunnya fungsi limfosit dan granulosit akibat beredarnya toksin uremia
yang tidak dikenal.
j. Efek Dermatologis
Pruritus sering ditemukan pada pasien dengan gagal ginjal kronis, selain itu juga
dijumpai adanya pucat, hiperpigmentasi dan ekimosis.
k. Obat
Banyak obat nefrotoksik dapat memperburuk fungsi ginjal dan harus dihindari
(NSAID, aminoglikosida). Dosis obat-obat mungkin terpaksa diatur pada pasien
dengan gagal ginjal.
5. Faktor resiko
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko gagal ginjal kronis antara lain:
a. Utama :
Diabetes
Usia 65 tahun atau lebih
b. Tambahan
Tekanan darah tinggi
Obesitas
Pasca Stroke
HIV
Kanker
Kadar bilirubin darah meningkat
Dari faktor-faktor di atas, pasien dapat digolongkan menjadi :
a. 1 faktor risiko akut + 1 faktor risiko kronik utama
b. 1 faktor risiko akut + 2 faktor risiko kronik tambahan
c. 2 faktor risiko akut
Kelompok risiko rendah bila :
a. faktor risiko akut atau 1 faktor risiko kronik utama
b. Beberapa factor risiko kronik utama tanpa factor risiko akut.
c. Beberapa factor risiko kronik utama dan tambahan tanpa factor risiko akut.
1) Diagnosis Gagal Ginjal Kronik
Sasarannya yaitu :
a. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)
b. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat di koreksi
c. Mengidentifikasi semua factor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
d. Menentukan strategi terapi rasional
e. Meramalkan prognosis
Pemeriksaan fisik diagnosis
Gambaran klinik mempunyai spectrum klinik luas dan melibatkan banyak dan
tergantung dari derajat penurunan faal ginjal dan lebih makin nyata bila pasien sudah
terjun ke fase terminal dari gagal ginjal terminal (GGT) dengan melibatkan banyak
organ seperti system hemopoiesis, saluran cerna yang lebih berat, saluran nafas, mata,
kulit, selaput serosa (pluritis dan perikarditis), system kardiovaskuler, dan
neuropsikatri.
Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik harus dapat mengungkapkan etiologi
GGK yang dapat dikoreksi maupun yang tidak dapat dikoreksi. Semua factor etiologi
yang mungkin dapat dikoreksi biasanya sulit terungkap pada anamnesis dan
pemeriksaan fisik diagnosis tetapi informasi ini sangat penting sebagai panduan
pengejaran diagnosis dengan memakai sarana penunjang laboratorium dan
pemeriksaan yang lebih spesifik.
Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK,
menentukan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etiologi. Blood ureum
nitrogen (BUN)/kreatinin meningkat, kalium meningkat, magnesium meningkat,
kalsium menurun, protein menurun. Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu (1)
memastikan dan menentukan derajat penurunan faal ginjal LFG, (2) identifikasi
etiologi, (3) menentukan perjalanan penyakit termasuk semua factor pemburuk faal
ginjal yang sifatnya terbalikan (reversible).
Pemeriksaan penunjang diagnosis :
Foto polos perut, USG, Nefrotomogram, Pielografi retrograde, Pielografi
antegrade dan Micturatingcysto urography (MCU)
BAB II
PEMBAHASAN
A. KASUS
Pasien G.A. 23 tahun masuk RS dengan keluhan sesak nafas sejak tadi malam,batuk
(+), lemah dan didiagnosa menderita CKD+anemia+hipertensi. Pasien sudah
menderita CKD sejak 2009. Pasien sering mengkonsumsi minuman suplemen.
Tanda vital
B.
DATA Tanggal (Bulan Mei)
KLINIK
(Yang penting) 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Tekanandarah 190/ 160/ 180/ 160/ 140/ 160/ 170/ 190/ 190/ 200/ 180/ 160/
(120/80 120 90 120 110 90 100 120 120 120 120 120 120
mmHg)
Nadi 84 84 84 80 84 80 96 86 84 88 88 84
(80-100x/mnt)
RR 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
(20-24x/mnt)
Suhu 37 36 36 36 36 36 36 36 36 38 37 36
(36,5-37,5o C)
Sesak + + +
Batuk + + + +
Lemah + + + + + + + + + + + +
ANALISIS KASUS
SOAP
Subyektif :
Nama pasien : pasien G A
Umur pasien : 23 tahun
Keluhan : sesak nafas sejak tadi malam, batuk (+), lemah dan didiagnosa menderita
CKD+anemia+hipertensi. Pasien sudah menderita CKD sejak 2009. Pasien juga
sering mengkonsumsi minuman suplemen.
Objektif
Tekanandarah 190/ 160/ 180/ 160/ 140/ 160/ 170/ 190/ 190/ 200/ 180/1 160/ Tinggi
(120/80 120 90 120 110 90 100 120 120 120 120 20 120
mmHg)
Nadi 84 84 84 80 84 80 96 86 84 88 88 84 Normal
(80-
100x/mnt)
RR 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 Normal
(20-24x/mnt)
Suhu 37 36 36 36 36 36 36 36 36 38 37 36 Normal
(36,5-37,5o
C)
Sesak + + +
Batuk + + + +
Lemah + + + + + + + + + + + +
Parameter Kadar 3/5 4/5 4/5 7/5 7/5 11/5 11/5 11/5 12/5
normal (post pre post
op)
5/5
BUN 8-20 66,1 33,4 109,9 59,4 120,9 115,3 57,0 Tinggi
mg/dl
Kreatinin 0,6-1,2 18,07 10,82 19,6 11,1 19,63 9,38 10,58 Tinggi
mg/dl
Cl 97-103 93 95 Normal
mmol/L
pH 7,35 – 7,505 7,508 Terlalu
7,45
basa
Assessment
Indikasi tepat
Planning
Terapi farmakologi
- Aminepron untuk mengatasi gagal ginjal kronik dimana tujuan terapi yang diharapkan
untuk memperlambat CKD dan meminimalisasi perkembangan komplikasi. Dengan
penambahan infus D5 cairan pengganti.
- Aturan pakai valsartan diubah menjadi 2x sehari yaitu pagi dan malam. Obat valsartan
golongan ARB yang efektif untuk pasien gagal ginjal kronik. Bila TD masih belum
mencapai tujuan maka dapat dipertimbangkan untuk penambahan obat golongan
CCB.
- Dosis nifedipin diturunkan, diminum 1x sehari. Menggunakan obat nifedipin karena
golongan obat CCB dimana cocok untuk pasien yang menderita hipertensi dengan
tekanan darah ˃130/80 mmHg.
- Dosis neurodex diturunkan menjadi 1x sehari untuk mengatasi anemia. Bila
menggunakan neurobion 5000 dosis terlalu besar dimana pasien menderita CKD.
- O2 nasal untuk mengurangi sesak nafas.
- Diet rendah protein (0,6 sampai 0,75 g/kg/hari) dapat embantu memperlambat
perkembangan CKD pada pasien dengan atau tanpa diabetes.
- Modifikasi gaya hidup
KESIMPULAN
Pada kasus ini pengatasannya adalah dengan pemberian aminepron dan infus D5
untuk menghambat CKD dan mengurangi komplikasi. Hipertensi diatasi dengan pemberian
valsartan bila TD tidak tercapai tujuan ditambah dengan pemberian CCB (nifedipin).
Pemberian neurodex ditujukan untuk mengurangi gejala dan mencegah kambuhnya anemia.
Sesak nafas dapat diringankan dengan pemberian O2 nasal. Dilakukan monitoring
pemeriksaan klinis.
DAFTAR PUSTAKA
Surachtono, 2010, Gagal Ginjal Akut pada Sepsis, Anestesia & Critical Care, 28(3), 1-2.
1. Djarwoto B, Sja’bani M. Nutrisi pada Gagal Ginjal dalam Buku Naskah Lengkap Pertemuan
Ilmiah Tahunan 2000 Ilmu Penyakit Dalam FK UGM. Editor: Ahmad Husein Asdie. Medika FK
2. Mansjoer A. Gagal Ginjal Kronik dalam Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1 Edisi 3. Media
3. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik dalam Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam.Editor: Ani W Sudoyo.
4. Wilson LM. Gagal Ginjal Kronik. Dalam buku Patofisiologi Konsep klinis Proses-proses penyakit.
Editor: Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. Edisi VI. EGC. Jakarta. 2006. Hal 912-945.
5. Brenner BM, Lazarus JM. Gagal Ginjal Kronik dalam Buku Ilmu Penyakit
Dalam Harrison. Volume 3. Edisi 13. EGC. Jakarta. 2000. Hal 1435-1442
6. Suhardjono. Penatalaksanaan Hipertensi pada Gagal Ginjal Kronik dalam Buku Naskah
Lengkap Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Penyakit Dalam 2001 FK UGM. Editor: Idrus Alwi, Siti
Setiati, dkk. Pusat Informasi dan Penerbitan Bag.Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta. September
7. Stein JH.MD. Gagal Ginjal Kronis dalam buku Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam. Editor:
8. Rani AA.Prof.Dr.SpPD.Kgeh. Penyakit Ginjal Kronik dalam buku Panduan Pelayanan Medik Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi 2004. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RS Dr.Cipto