Waktu : 3 jam
I. Tujuan :
1. Mengetahui tentang toleransi hewan air tawar berupa ikan kepala timah
(Aplocheilus panchax) (Vertebrata) dan Planaria (Planaria sp.)
(Invertebrata) terhadap salinitas air.
2. Mengidentifikasi gejala-gejala fisiologi dan perilaku hewan yang
berhubungan dengan efek perubahan salinitas.
B. Bahan:
1. Aquades,
2. Larutan NaCl (konsentrasi 0,1%;0,5%; 1%;1,5% dan 2%),
3. 18 ikan kepala timah (Aplocheilus panchax), dan
4. 18 Planaria (Planaria sp.).
V. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Toleransi Ikan Kepala Timah (Aplocheilus
panchax) Terhadap Salinitas
Pergerakan Persentasi Gejala-Gejala Tingkat
Kode
No Pergerakan Overculum Individu Pengeluaran Kekeruhan
Perlakuan
/Menit Hidup Sekret Air
A. Aquades
1 2 - 100% 0
(control)
B. NaCl 0,1
2 1 - 100% 0
%
C. NaCl 0,5
3 1 - 100% 0
%
D. NaCl 1 %
4 2 - 100% 0
E. NaCl 1,5
5 1 - 100% 0
%
F. NaCl 2 %
6 3 - 100% 1
Keterangan :
√ : ada lendir
E. NaCl 1,5
5 1 - 75% 1
%
F. NaCl 2 %
6 2 - 0% 1
Keterangan :
√ : ada lendir
2.5
2
Skor Ikan Kepala Timah
1.5 Planaria
0.5
0
A B C D E F
Perlakuan
VI. Pembahasan
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam
air. Perbedaan tingkat salinitas tentunya akan mempengaruhi ciri-ciri
fisiologi yang dialami oleh mahkluk hidup khususnya hewan yang berada
pada suatu habitat yang memiliki tingkat salinitas yang berbeda-beda.
Ikan kepala timah (Aplochaeilus panchax) dan Planaria (Planaria
sp.) adalah hewan yang hidup dengan kadar salinitas yang rendah,
sehingga ketika diberi perlakuan dengan kadar salinitas lebih tinggi maka
akan terlihat reaksi yang berbeda dari bentuk normalnya. Pada ikan,
perbedaan tersebut terlihat pada pergerakan, pergerakan operculum,
persentase ikan yang hidup, gejala pengeluaran sekret, dan tingkat
kekeruhan air. Perbedaan reaksi juga terlihat pada Planaria hampir sama
hanya saja tidak terdapat pengukuran terhadap pergerakan operculum.
Pada praktikum ini akan menguji tentang toleransi hewan air tawar
berupa ikan kepala timah (Aplocheilus panchax) yang mewakili hewan
vertebrata dan Planaria (Planaria sp.) yang mewakili hewan invertebrata
terhadap salinitas air. Selain hal tersebut, pada praktikum ini juga
sekaligus mengidentifikasi gejala-gejala fisiologi dan perilaku hewan yang
berhubungan dengan efek perubahan salinitas. Perlakuan yang dilakukan
pada praktikum ini yaitu pemberian 5 konsentrasi larutan NaCl yang
berbeda yaitu 0,1%, 0,5%, 1%, 1,5%, dan 2%. Larutan kontrol yang
digunakan yaitu aquades.
Setelah melakukan praktikum sesuai dengan prosedur kerja yang
telah ditentukan, maka hasil yang didapatkan yaitu pada ikan kepala timah
yang mewakili hewan vertebrata saat diberikan 5 konsentrasi NaCl yang
berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan. Perubahan pertama
terjadi pada pergerakan ikan kepala timah (Aplocheilus panchax). Hasil
pengamatan pada pergerakan didapatkan bahwa pada perlakuan B,
perlakuan C, dan perlakuan E pergerakan ikannya kurang aktif, pada
perlakuan A dan perlakuan D pergerakannya Normal, pada perlakuan F
pergerakannya sangat aktif. Pada Planaria (Planaria sp.) yang diberikan
perlakuan A, dan perlakuan E pergerakannya kurang aktif, sedangkan
pada perlakuan B, perlakuan D, dan perlakuan F pergerakannya normal,
pada perlakuan C pergerakannya sangat aktif. Menurut teori, kecepatan
bergerak begitu cepat menurun, ini disebabkan daya tahan tubuh yang
tidak sanggup beradaptasi dengan kadar salinitas tinggi. Namun, kondisi
ikan yang berbeda juga mempengaruhi ketahanan ikan tersebut terhadap
salinitas lingkungannya, hal ini terlihat pada ikan yang diberi perlakuan A
dan D yang pergerakannya masih normal.
Pada pengamatan pergerakan operkulumnya kami belum dapat
untuk mengetahuinya. Namun, secara teoritis pada pergerakan operculum
semakin tinggi konsentrasi salinitas maka semakin rendah pergerakan
operculum ikan dikarenakan ikan tidak biasa melakukan terlalu banyak
pernafasan, guna untuk mempertahankan kadar garam pada tubuh ikan
tersebut.
Pada semua ikan yang diberikan perlakuan yang berbeda
persentase ikan yang hidup sebanyak 100% (tidak ada yang mati). Hal ini
dapat dikarenakan ditinjau dari fisiologi ikan kepala timah tersebut, ikan
kepala timah merupakan hewan yang dapat toleran terhadap perubahan
yang terjadi di lingkungannya dengan cara sangat cepat beradaptasi
dengan lingkungannya. Pada Planaria yang diberikan perlakuan A, dan
perlakuan F tidak ada Planaria yang hidup (0%), pada perlakuan B,
perlakuan C, dan perlakuan D semua masih hidup (100%), sedangkan pada
perlakuan E persentase Planaria yang hidup sebanyak (75%). Pada
sulvival individu (%) semakin tinggi kadar salinitas maka semakin banyak
dan semakin cepat spesies mati, ini dikarenakan spesies tersebut tidak
sanggup beradaptasi dengan lingkungannya. Teori tersebut sudah cocok
dengan hasil praktikum terlihat dari perlakuan A dan perlakuan F pada
Planaria.
Gejala pengeluaran sekret terjadi pada semua ikan kepala timah
disetiap perlakuan, sedangkan pada Planaria gejala pengeluaran sekret
terjadi pada perlakuan B, C, D, E, dan F. Pengeluaran secret atau lendir
pada Planaria, semakin tinggi konsentrasi semakin banyak sekret yang
dikeluarkan, dikarenakan Planaria mempertahankan hidupnya dengan
mengeluarkan lendir dari lapisan kulitnya. Semakin banyak lendir yang
dikeluarkan, semakin tinggi tingkat kekeruhan air tersebut. Kekeruhan air
pada ikan terjadi hanya pada perlakuan F dengan skor kekeruhan air
sebesar 1 poin yang berarti airnya agak keruh. Pada Planaria perlakuan A,
B, C airnya masih dalam keadaan jernih. Pada saat praktikum, pengeluaran
sekret tidak terlalu banyak, sehingga tidak terlalu memengaruhi kekeruhan
air. Secara keseluruhan, ikan lebih tahan terhadap salinitas lingkungan
daripada Planaria. Hal tersebut sudah sesuai dengan teori bahwa hewan
vertebrata seperti ikan cenderung memiliki toleransi yang lebih baik
VII. Simpulan
1. Rentang toleransi salinitas antara hewan vertebrata dan invertebrata
berbeda. Hewan vertebrata memiliki rentang toleransi salinitas yang lebih
tinggi daripada hewan invertebrata.
2. Gejala-gejala perubahan perilaku hewan akibat perubahan salinitas antara
lain: pergerakan tubuh dan pergerakan operculum. Gejala perubahan
fisiologisnya ditandai dengan pengeluaran sekret.
VIII. Daftar Pustaka
IX. Pertanyaan
1. Dari praktikum tersebut apakah saudara dapat menentukan kelompok
hewanosmoregulator atau osmokonformer yang lebih adaptif terhadap
perubahansalinitas? Apakah kompleksitas mineral mempengaruhi
kemampuan osmoregulasi organisme?
Jawab:
Pada praktikum ini ikan kepala timah dan planaria termasuk
kelompok hewan osmokonformer. Jika dispesifikan lagi, ikan kepala
timah merupakan osmokonformer euryhalin sedangkan planaria
merupakan osmokonformer stenohalin. Berdasarkan hal ini, maka ikan
kepala timah yang memiliki kemampuan yang lebih adaptif dalam
mengatasi perubahan salinitas di lingkungannya. Hal ini juga telah
dibuktikan dalam praktikum ini bahwa beberapa ikan kepala timah
pilihan yang diberikan 5 konsentrasi NaCl yang berbeda memiliki
kemampuan bertahan hidup 100%, sedangkan pada planaria tidak
menujukkan hasil seperti ikan kepala timah, dengan dibuktikan
beberapa planaria mati dan bahkan semua planaria mati pada konsentasi
NaCl yang tinggi.
Osmoregulasi adalah proses pengaturan konsentrasi cairan dan
menyeimbangankan pemasukan serta pengeluaran cairan tubuh oleh sel
tubuhnya. Kompleksitas mineral mempengaruhi proses osmoregulasi
pada suatu organisme. Hal ini disebabkan jika mineral yang diserap
susah untuk di filtrasi maka tubuh akan mengalami hipertonik dan
begitu juga sebaliknya, jika mineral mudah di filtrasi, maka jika organ
osmoregulasi pada suatu organisme tidak dapat menangani hal tersebut,
maka akan mengalami keadaan hipotonik. Hal ini tentunya akan
menganggu keadaan homeostatis tubuh suatu organisme.