Anda di halaman 1dari 41

MAKALAH

REFLEKSI KRITIS DALAM

MENGANGKAT DERAJAD PETANI INDONESIA

Makalah ini disusun untuk memenuhi

Tugas Mata Kuliah Character Building Kewarganegaraan

Dosen Pengajar Hermawan Winditya

Disusun oleh :

Nama : Nurul Siti Khotijah


Nim : 1901533085
Kelas : LE53

AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

JAKARTA

2016
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pemurah, Kami panjatkan puja dan
puji syukur atas nikmat, karunia, dan kemurahan-Nya, sehingga Kami dapat menyelesaikan
makalah ini sesuai yang diharapkan. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
Baginda Muhammad SAW yang telah menjadi suri tauladan bagi umat seluruh alam.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Character Building
Kewarganegaraan. Dalam makalah ini Kami membahas tentang “Mengangkat Derajad Petani
Indonesia”, suatu landasan tentang hak-hak dan kewajiban petani yang harus diketahui oleh
masyarakat tani, khususnya masyarakat tani Indonesia.

Dalam penyusunan makalah ini, Kami banyak mendapatkan tantangan dan hambatan
akan tetapi dengan adanya bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak tantangan itu bisa
teratasi. Oleh karena itu, Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Akhir kata, Kami sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca guna menyempurnakan makalah selanjutnya. Kami berharap
semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Jakarta, November 2016

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................. Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii

PENDAHULUAN .................................................................................................................... 3

1. Latar Belakang ............................................................................................................... 3


2. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 4
3. Tujuan ............................................................................................................................ 4
4. Manfaat .......................................................................................................................... 4

BAB I PETANI INDONESIA.................................................................................................. 6

1. Pengertian Petani ............................................................................................................ 6


2. Hak, Kewajiban, dan Sanksi Petani ............................................................................... 6
3. Mekanisasi Pemecahan Masalah Efisiensi Kerja Petani ............................................. 19

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM SEKTOR PERTANIAN ...................... 23

1. Kebijakan Pertanian ..................................................................................................... 23


2. Permasalahan Pertanian ............................................................................................... 28
3. Stategi dan Kebijakan Pokok Pembangunan, Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian ...................................................................................................................... 29

BAB III TOKOH PERTANIAN INDONESIA .................................................................... 33

1. Prof. Dr. Sjarifuddin Baharsjah, M.Sc ........................................................................ 33


2. Ir. Dimyatin, MT, M. Hum .......................................................................................... 34
3. Prof. Dr. Otto Sumarwoto ........................................................................................... 35

BAB IV REFLEKSI KRITIS .............................................................................................. 38

BAB V PENUTUP ................................................................................................................ 39

1. Kesimpulan .................................................................................................................. 39
2. Saran ............................................................................................................................ 39

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 40

ii
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang pertanian, utamanya dengan cara
melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman
(seperti padi, bunga, buah dan lain lain), dengan harapan untuk memperoleh hasil dari
tanaman tersebut untuk digunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain.
Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan
dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan umum
kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi
lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat penghidupan dan
kesejahteraan petani meningkat. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, pemerintah baik di pusat
maupun di daerah mengeluarkan peraturan-peraturan tertentu, ada yang berbentuk Undang-
undang, Peraturan-peraturan Pemerintah, Kepres, Kepmen, keputusan Gubernur dan lain-lain.
Program pembangunan pertanian terutama bidang kecukupan dan ketahanan pangan
yang telah lama dilaksanakan di Indonesia sampai sekarang masih sangat memprihatinkan.
Kondisi pertanian pangan di Indonesia baik secara kuantitas maupun kualitas ternyata belum
mampu mencukupi kebutuhan pangan sendiri bahkan akhir-akhir ini kita cenderung semakin
tergantung pada impor produk pangan dari luar negeri. Hasil yang diperoleh dari kinerja
ekspor produk-produk pertanian juga dinilai belum menggembirakan. Laju peningkatan impor
produk-produk pertanian cenderung lebih besar daripada laju peningkatan ekspor sehingga
semakin menyulitkan posisi Indonesia dalam era pasar global yang penuh dengan persaingan.
Sektor pertanian berperan penting terhadap perekonomian nasional, sumbangannya
terhadap pendapatan devisa negara di luar minyak dan gas bumi serta dalam perekonomian
rakyat tidak bisa di abaikan. Sejalan dengan hal ini, kondisi pertanian yang mempunyai nilai
ekonomi yang tinggi dan memiliki pasar yang luas akan mendapat prioritas utama dalam
pengembangannya. Dengan demikian, penemuan terhadap kebutuhan pangan, bahan baku
industri, peningkatan lapangan kerja, peningkatan kesempatan berusaha dan peningkatan
ekspor komoditi pertanian diharapkan dapat terjamin dan berkesinambungan.
Pertanian akan menjadi kekuatan besar jika dikelola dapat secara terpadu dalam satu
kesatuan sistem agribisnis. Membangun sistem dan usaha agribisnis yang kokoh berarti pula
membangun pertumbuhan sekaligus pemerataan sehingga terjadi keseimbangan antar sektor.
Ini juga berarti menciptakan meaningful employment yaitu di luar sektor pertanian, sehingga
beban pertanian yang terlalu berat menampung tenaga kerja dapat teratasi.

3
Dalam makalah ini, penulis menjelaskan refleksi kritis dengan menjadikan profil tokoh
pertanian di Indonesia serta menjadikan hak dan kewajiban sebagai warga Negara Indonesia
menjadi acuan untuk mengangkat derajad petani di Indonesia.
2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah adalah deskriptif tentang ruang lingkup masalah, pembatasan dimensi
dan analisis variabel yang tercakup di dalamnya. Dengan demikian, rumusan masalah tersebut
sekaligus menunjukkan fokus pengamatan di dalam proses penelitian nantinya. Rumusan
masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari petani ?
2. Apa hak, kewajiban, dan sanksi petani Indonesia?
3. Apa permasalahan yang dihadapi petani Indonesia?
4. Apa kebijakan Pemerintah dalam sector Pertanian?
5. Siapa tokoh-tokoh yang berperan dalam bidang pertanian?
3. Tujuan
Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya hasil, sesuatu
yang diperoleh setelah penelitian selesai, sesuatu yang akan dicapai atau dituju dalam sebuah
penelitian. Tujuan penelitian dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimanakah kebijakan pemerintah Negara Indonesia untuk
mendukung masyarakat tani dalam menggarap pertanian yang lebih unggul.
2. Untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi petani Indonesia.
3. Untuk mengetahui hak, kewajiban, dan sanksi petani Indonesia
4. Untuk mengetahui bagaimana situasi masyarakat tani di Indonesia.
5. Untuk mengetahui siapa sajakah tokoh-tokoh yang berperan dalam bidang
pertanian.
4. Manfaat
Manfaat penelitian adalah dampak dari tercapainya suatu tujuan dan rumusan masalah
dapat dipecahkan secara tepat dan akurat. Manfaat penelitian dari makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Fungsional :
1. Memberikan informasi tentang hak-hak dan kewajiban masyarakat tani
Indonesia.
2. Menjadi landasan mengambil kebijakan atau keputusan jika akan membangun
Indonesia yang lebih maju di bidang pertanian.
2. Individual :

4
1. Penulis dapat memenuhi tugas mata kuliah Character Building
Kewarganegaraan.
2. Mendapatkan ilmu pengetahuan, pengenalan, serta pengalaman baru terhadap
kajian yang belum dipelajari sebelumnya.
3. Menambah kaidah wawasan penulis.

5
BAB I

PETANI INDONESIA

1. Pengertian Petani

Petani adalah seseorang yang bergerak di bidang pertanian, utamanya dengan cara
melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara tanaman
(seperti padi, bunga, buah dan lain lain), dengan harapan untuk memperoleh hasil dari
tanaman tersebut untuk digunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain. Mereka
juga dapat menyediakan bahan mentah bagi industri, seperti serealia untuk minuman
beralkohol, buah untuk jus, dan wol atau kapas untuk penenunan dan pembuatan pakaian.

Setiap orang bisa menjadi petani (asalkan punya sebidang tanah atau lebih), walau ia
sudah punya pekerjaan bukan sebagai petani. Maksud dari kalimat tersebut bukan berarti
pemilik tanah harus mencangkul atau mengolah sendiri tanah miliknya, tetapi bisa
bekerjasama dengan petani tulen untuk bercocok tanam di tanah pertanian miliknya. Apabila
ini diterapkan, berarti pemilik tanah itu telah memberi pekerjaan kepada orang lain walau
hasilnya tidak banyak. Apabila bermaksud mengolah sendiri, tentu harus benar-benar bisa
membagi waktu, tetapi kemungkinan akan kesulitan kalau tanahnya lebih dari satu petak.

2. Hak, Kewajiban, dan Sanksi Petani


1. Hak, Kewajiban, dan Sanksi Petani atau Pengusaha di Bidang Pertanian
Berdasarkan Undang-undang No 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
 Hak
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian berhak untuk memperoleh dan
memakai atau mengusahakan air untuk berbagai keperluan.
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian berhak untuk memperoleh sarana
dan prasarana sumber daya air, yaitu dapat berupa bangunan air beserta
bangunan lain yang dapat menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air,
baik langsung maupun tidak langsung.
 Berhak memperoleh kemakmuran sebesar-besarnya dari sumber daya yang
dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup.
 Berhak mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna
memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif.

6
 Berhak memakai air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi
perseorangan dan bagi pertanian rakyat yang berada di dalam sistem irigasi
tanpa membutuhkan izin.
 Berhak untuk mengalirkan air dari atau ke tanahnya melalui tanah orang lain
yang berbatasan dengan tanahnya.
 Perkumpulan petani pemakai air berhak atas pengembangan sistem irigasi
tersier.
 Berhak menyatakan keberatan terhadap rancangan rencana pengelolaan
sumber daya air yang sudah diumumkan dalam jangka waktu tertentu sesuai
dengan kondisi setempat.
 Berhak memperoleh informasi yang berkaitan dengan pengelolaan sumber
daya air dan memperoleh manfaat atas pengelolaan sumber daya air.
 Kewajiban
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian wajib memelihara keberadaan
serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar selalu
tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan
datang.
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian wajib untuk mencegah,
menanggulangi, dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang
disebabkan oleh daya rusak air.
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian wajib untuk merawat sumber air
dan prasarana sumber daya air yang ditujukan untuk menjamin kelestarian
fungsi sumber air dan prasarana sumber daya air.
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian wajib izin terlebih dahulu jika
cara penggunaan air dilakukan dengan mengubah kondisi alami sumber air,
ditujukan untuk keperluan kelompok yang memerlukan air dalam jumlah
besar, atau digunakan untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang
sudah ada.
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian wajib menyimpan air yang
berlebihan di saat hujan, menghemat air dengan pemakaian yang efisien dan
efektif, dan mengendalikan penggunaan air tanah.
 Perkumpulan petani pemakai air wajib memelihara pengembangan sistem
irigasi tersier.

7
 Berkewajiban untuk melalukan upaya pencegahan, penanggulangan, dan
pemulihan dalam upaya pengendalian daya rusak air.
 Sanksi
 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda
paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah):
o Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang
mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu
upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
o Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kegiatan yang dapat
mengakibatkan terjadinya adaya rusak air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52.
 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 18 (delapan belas) bulan dan
denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah):
o Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan kerusakan
sumber daya air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air,
dan mengakibatkan pencermaran air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 24.
o Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan yang
dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52.
 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling
banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah):
o Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan
penggunaan air yang mengakibatkan kerugian terhadap orang atau
pihak lain dan kerusakan fungsi sumber air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (3).
o Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan kegiatan yang
mengakibatkan kerusakan prasarana sumber daya air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 64 ayat (7).
 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan dan denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah):
o Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan pengusahaan
sumber daya air tanpa izin dari pihak yang berwenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3).
8
2. Hak, Kewajiban, dan Sanksi Petani atau Pengusaha di Bidang Pertanian
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sumber Daya Air.
 Hak
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian berhak memperoleh air dengan
kualitas yang baik (bersih dan jernih).
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian berhak memperoleh air untuk
pemenuhan kebutuhan irigasi pada sistem irigasi yang sudah ada.
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian untuk menggunakan air berhak
menggunakan air, sumber air, dan daya air sesuai dengan ketentuan yang
tercantum dalam izin.
 Kewajiban
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian berkewajiban untuk ikut serta
dalam melaksanakan perlindungan dan pelestarian sumber air.
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian berkewajiban melaksanakan
pelestarian fungsi resapan air dan daerah tangkapan air.
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian wajib berperan serta dalam
pengawetan air yang ditujukan untuk memelihara keberadaan dan
ketersediaan air atau kuantitas air, sesuai dengan fungsi dan manfaatnya.
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian berkewajiban dalam upaya
penghematan air salah satunya dengan menggunakan air secara efektif dan
efisien untuk segala macam kebutuhan.
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian wajib membayar biaya jasa
pengelolaan sumber daya air dari pemegang izin penggunaan sumber daya
air.
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian berkewajiaban untuk ikut serta
dalam pengendalian daya rusak air.
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian wajib meminta izin kepada
pemerintah daerah atau yang berwenag dalam penggunaan sumber daya air.
 Sanksi
 Sanksi bagi petani atau pengusaha di bidang pertanian jika melanggar pasal-
pasal yang ada dalam Peraturan Pemerintah No.42 Tahun 2008 yaitu berupa
sanksi administrasi, diantaranya adalah:
o Peringatan tertulis

9
o Penghentian sementara pelaksanaan seluruh kegiatan
o Pencabutan izin
3. Hak, Kewajiban, dan Sanksi Petani atau Pengusaha di Bidang Pertanian
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991, Tentang : Sungai.
 Hak
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian berhak memanfaatkan air sungai
sebagai sumber untuk kegiatan irigasi.
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian berhak untuk melakukan
eksploitasi dan pembuatan bangunan sungai dengan izin dari pemerintah
atau pihak yang berwenang.
 Kewajiban
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian wajib ikut serta menjaga
kelestarian rambu-rambu dan tanda-tanda pekerjaan dalam rangka
pembinaan sungai.
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian wajib mengelola bangunan
sungai yang telah dibuatnya sesuai dengan pedoman pengoperasian waduk
yang ditetapkan oleh Menteri dan ketentuan peraturan perundang-undangan
lain yang berlaku.
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian wajib mengamankan bangunan
sungai untuk mencegah terjadinya hal-hal yang membahayakan waduk dan
lingkungannya.
 Sanksi
 Dipidana berdasarkan ketentuan Pasal 15 Undang-undang Nomor 11 Tahun
1974 dan peraturan perundang-undangan lainnya:
o Barangsiapa untuk keperluan usahanya hanya melakukan
pembangunan bangunan sungai tanpa ijin sebagaimana diatur dalam
Pasal 12 ayat (2) dan Pasal 15 ayat (3),
o Barangsiapa melakukan pengusahaan sungai dan bangunan sungai
tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3),
o Barangsiapa mengubah aliran sungai, mendirikan,mengubah atau
membongkar bangunan-bangunan di dalam atau melintas sungai,
mengambil dan menggunakan air sungai untuk keperluan usahanya
yang bersifat komersil tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25, Pasal 26 dan Pasal 27,

10
o Barangsiapa membuang benda-benda/bahan-bahan padat dan/atau cair
ataupun berupa limbah ke dalam maupun di sekitar sungai
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.
4. Hak, Kewajiban, dan Sanksi Petani atau Pengusaha di Bidang Pertanian
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2010, Tentang : Bendungan.
 Hak
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian berhak membangun bendungan
sebagai sarana irigasi atas izin dari pihak yang berwenang.
 Pembangun bendungan berhak memperoleh izin melakukan pengisian awal
waduk dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari.
 Pemilik bendungan berhak meminta bantuan kepada Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya untuk mengoordinasikan
penyelenggaraan program pelestarian fungsi daerah tangkapan air dan
pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian fungsi daerah tangkapan air.
 Pemilik bendungan berhak meminta bantuan kepada Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya untuk mengoordinasikan
penyelenggaraan pelaksanaan pembangunan pengendali erosi dan
sedimentasi serta pemberdayaan masyarakat.
 Berhak mendapatkan kemanfaatan sumber daya air.
 Berhak untuk mendapat pemenuhan kebutuhan air dan daya air sesuai tujuan
pengelolaan bendungan beserta waduknya.
 Pelaksanaan perubahan atau rehabilitasi bendungan dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan dalam
proses pembangunan dan pengelolaan bendungan beserta waduknya.
 Kewajiban
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian wajib meminta izin kepada pihak
yang berwenang dengan memenuhi persyaratan administrasi dan teknis
dalam rangka pembangunan bendungan untuk penggunaan sumberdaya air.
 Pihak yang membangun bendungan wajib melakukan studi kelayakan
pembangunan bendungan yang meliputi analisis kondisi topografi, analisis
geologi, analisis hidrologi, analisis kependudukan, analisis sosial ekonomi
dan budaya, analisis kelayakan teknis, rencana dan pra-desain bendungan
yang paling layak dipilih, dan rencana penggunaan sumberdaya air.

11
 Pembangun bendungan wajib melakukan pemeriksaan dan evaluasi dalam
pelaksanaan konstruksi secara bertahap pada setiap tahapnya yang
selanjutnya disampaikan kepada instansi teknis keamanan bendungan untuk
mendapatkan rekomendasi.
 Pembangun bendungan wajib melakukan pembersihan lahan genangan,
pemindahan penduduk dan/atau pemukiman kembali penduduk,
penyelamatan benda bersejarah dan/atau pemindahan satwa liar yang
dilindungi dari daerah genangan.
 Pembangun bendungan wajib melaksanakan konstruksi bendungan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Pembangun bendungan harus menyiapkan dokumen rencana pengisian awal
waduk, pengelolaan bendungan, pembentukan unit pengelola bendungan,
dan tindak darurat selama pelaksanaan konstruksi.
 Pembuat bendungan harus membuat laporan akhir pelaksanaan konstruksi
bendungan pada akhir pelaksanaan konstruksi.
 Pembuat bendungan wajib merencanakan pengendalian daya rusak air yang
diselaraskan dengan sistem peringatan dini di wilayah sungai yang
bersangkutan.
 Pembangun bendungan wajib meninjau kembali dan mgevaluasi pola
operasi waduk paling sedikit 1 (satu) kali dalam waktu 5 tahun.
 Pembangun bendungan wajib melakukan pertemuan konsultasi publik
dalam menyusun rencana pengelolaan bendungan.
 Pembangun bendungan wajib melakukan tindakan pengamanan bendungan.
 Pembangun bendungan wajib mensosialisasikan rencana tindak darurat yang
telah ditetapkan kepada masyarakat serta pemerintah provinsi dan
kabupaten/kota yang terpengaruh potensi kegagalan bendungan.
 Pembangun bendungan wajib memberitahukan tanggal pelaksanaan
pengisian awal waduk kepada gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari sebelum
dilakukan pengisian awal waduk.
 Pembangun bendungan wajib memberi tahu masyarakat sekitar daerah
genangan waduk dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum
melakukan pengisian awal waduk.

12
 Pembangun bendungan wajib melakukan pemantauan, pengawasan, dan
pengendalian sesuai dengan rencana pengisian awal waduk.
 Pemilik bendungan wajib bertanggung jawab terhadap pengelolaan
bendungan.
 Pemilik bendungan wajib menyerahkan pengelolaan bendungan beserta
waduknya kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya ketika akan menghentikan pengelolaan bendungan.
 Pemilik bendungan harus menyediakan biaya pengelolaan bendungan
sampai dengan berakhirnya umur layanan bendungan.
 Pembangun bendungan wajib melaksanakan rencana pengelolaan
bendungan dengan memperhatikan kondisi sumber daya air dan lingkungan
hidup.
 Pengelola bendungan harus memperbaiki persyaratan teknis pengoperasian
dan menyampaikan kembali perbaikan persyaratan teknis kepada Menteri
dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan izin
dikembalikan kepada Pengelola bendungan.
 Pembangun bendungan wajib melakukan perlindungan dan pelestarian
waduk.
 Pembangun bendungan wajib menyelenggarakan program pelestarian fungsi
daerah tangkapan air dan pemberdayaan masyarakat dalam pelestarian
fungsi daerah tangkapan air.
 Pemilik bendungan wajib melakukan pemantauan penggunaan lahan pada
daerah tangkapan air.
 Pemilik bendungan wajib melaporkan kepada menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang terkait dengan bidang sumber
daya air, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
apabila terjadi perubahan penggunaan lahan pada daerah tangkapan air.
 Pemilik bendungan wajib melakukan pengendalian pengolahan tanah yang
dilakukan dengan memperhatikan kaidah konservasi dan fungsi lindung
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Pemilik bendungan wajib penyelenggaraan pengawasan dan pemantauan
pengaturan daerah sempadan waduk.

13
 Pemilik bendungan wajib melakukan upaya peningkatan kesadaran,
partisipasi, dan pemberdayaan pemilik kepentingan dalam pelestarian
waduk dan lingkungannya.
 Pemilik bendungan wajib melakukan Pengawetan air pada waduk untuk
memelihara keberadaan dan ketersediaan air atau kuantitas air sesuai dengan
fungsi dan manfaatnya.
 Pengelola waduk wajib mengelola kualitas air untuk mempertahankan atau
memulihkan kualitas air yang masuk dan yang berada di dalam waduk.
 Pengelola waduk wajib mengendalikan pencemaran air dilakukan untuk
mempertahankan kualitas air yang masuk dan yang berada di dalam waduk.
 Penggunaan air pada waduk oleh selain Pemilik atau Pengelola bendungan
harus mendapat izin dari pihak berwenang.
 Pelepasan air sebagaimana dimaksud pada ayat harus tetap memperhatikan
keperluan pencegahan kegagalan bendungan.
 Dalam perubahan bendungan untuk tindakan pengamanan bendungan,
pengelola bendungan wajib melakukan perubahan struktur bendungan.
 Dalam tindakan pengamanan bendungan, pengelola bendungan wajib
melakukan rehabilitasi bendungan dengan terlebih dahulu memperoleh
persetujuan desain rehabilitasi dari Menteri dan permohonan harus
memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis.
 Dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya izin perubahan atau
izin rehabilitasi bendungan, pengelola bendungan wajib melaksanakan
perubahan atau rehabilitasi bendungan sesuai dengan jadwal pelaksanaan
perubahan atau rehabilitasi bendungan.
 Pemilik bendungan wajib melakukan penghapusan fungsi bendungan jika
tidak mempunyai manfaat lagi atau terjadi kegagalan bendungan yang
mengancam keselamatan masyarakat.
 Dalam pembongkaran bendungan pemilik bendungan wajib
mempertahankan fisik bendungan dengan cara menjaga, memelihara, dan
mempertahankan keamanan bendungan serta lingkungannya.
 Pemilik bendungan wajib menyelenggaraan pengelolaan pasca penghapusan
fungsi bendungan.
 Pemilik dan pengelola bendungan harus menyimpan dan memelihara
dokumen pembangunan bendungan dan pengelolaan bendungan beserta

14
waduknya. Dokumen harus disimpan selama 10 tahun sejak penghapusan
fungsi bendungan.
 Sanksi
 Pembangun bendungan tanpa izin dikenai sanksi berupa penghentian
pelaksanaan konstruksi oleh Menteri.
 Pembangun bendungan yang tidak melakukan pelaksanaan konstruksi
dikenai sanksi berupa pencabutan izin pelaksanaan konstruksi oleh Menteri.
 Pembangun bendungan yang melakukan pengisian awal waduk tanpa izin
dikenai sanksi berupa penghentian pengisian awal waduk oleh Menteri.
 Pembangun bendungan yang tidak melakukan pengisian awal waduk sampai
dengan jangka waktu yang telah ditentukan dikenai sanksi berupa
pencabutan izin pengisian awal waduk oleh Menteri.
 Pengelola bendungan yang tidak melakukan perubah struktur bendungan
atau tidak melakukan rehabilitasi bendungan dikenai sanksi berupa
pencabutan izin operasi bendungan.
 Pengelola bendungan yang melakukan perubahan atau rehabilitasi
bendungan tanpa izin dikenai sanksi berupa penghentian kegiatan
pelaksanaan perubahan bendungan atau rehabilitasi bendungan.
5. Hak, Kewajiban, dan Sanksi Petani atau Pengusaha di Bidang Pertanian
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 43 tahun 2008 tentang Air Tanah.
 Hak
 Mendapatkan kemanfaatan air yang berkelanjutan.
 Berhak melakukan pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan
pengelolaan air tanah.
 Melakukan konservasi air tanah.
 Memanfaatkan air tanah untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
 Pemakaian air tanah untuk pertanian hanya dapat dilakukan apabila air
permukaan tidak mencukupi.
 Mendapatkan izin pemakaian air tanah dari bupati/walikota.
 Berhak memanfaatkan air tanah tanpa izin apabila untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan pertanian rakyat.
 Setiap pemegang izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah
berhak untuk memperoleh dan menggunakan air tanah sesuai dengan
ketentuan yang tercantum dalam izin.

15
 Kewajiban
 Melakukan pengawetan air tanah untuk menjaga keberadaan dan
kesinambungan ketersediaan air tanah.
 Menggunakan air tanah secara efektif dan efisien untuk berbagai macam
kebutuhan.
 Mengurangi penggunaan, menggunakan kembali, dan mendaur ulang air
tanah.
 Mengambil air tanah sesuai dengan kebutuhan.
 Menggunakan air tanah sebagai alternatif terakhir.
 Memberikan insentif bagi pelaku penghematan air tanah.
 Memberikan desinsentif bagi pelaku pemborosan air tanah.
 Mengembangkan dan menerapkan teknologi hemat air.
 Pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air tanah.
 Pengusahaan air tanah wajib memperhatikan rencana pengelolaan air tanah,
kelayakan teknis dan ekonomi, fungsi sosial air tanah, kelestarian kondisi
dan lingkungan air tanah, dan ketentuan lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
 Pemegang izin pengusahaan air tanah wajib menyampaikan laporan hasil
kegiatan pengeboran atau penggalian air tanah kepada bupati/walikota,
menyampaikan laporan debit pemakaian atau pengusahaan air tanah setiap
bulan kepada bupati/walikota dengan tembusan kepada Menteri atau
gubernur, memasang meteran air pada setiap sumur produksi untuk
pemakaian atau pengusahaan air tanah, membangun sumur resapan di lokasi
yang ditentukan oleh bupati/walikota, berperan serta dalam penyediaan
sumur pantau air tanah, membayar biaya jasa pengelolaan air tanah, dan
melaporkan kepada bupati/walikota apabila dalam pelaksanaan pengeboran
atau penggalian air tanah, serta pemakaian dan pengusahaan air tanah
ditemukan hal-hal yang dapat membahayakan lingkungan.
 Setiap pengguna air tanah wajib memperbaiki kondisi dan lingkungan air
tanah yang rusak akibat penggunaan air tanah yang dilakukannya dengan
tindakan penanggulangan intrusi air asin dan pemulihan akibat intrusi air
asin dan/atau melakukan tindakan penghentian dan pengurangan terjadinya
amblesan tanah.

16
 Untuk memperoleh izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah
pemohon wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada
bupati/walikota dengan tembusan kepada Menteri dan gubernur.
 Setiap pemohon izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah
yang mengambil air tanah dalam jumlah besar wajib melakukan eksplorasi
air tanah.
 Pihak pengusahaan air menjamin keakuratan, kebenaran, dan ketepatan
waktu atas informasi yang disampaikan tentang penggunaan air tanah.
 Sanksi
 Bupati/walikota mengenakan sanksi administratif kepada setiap pemegang
izin yang melanggar ketentuan berupa peringatan tertulis, penghentian
sementara seluruh kegiatan, dan pencabutan izin.
6. Hak, Kewajiban, dan Sanksi Petani atau Pengusaha di Bidang Pertanian
Berdasarkan Perturan Pemerintah No 77 Tahun 2001 dan Peraturan
Pemerintah No 20 Tahun 2006 tentang Irigasi
 Hak
 Petani atau pengusaha di bidang pertanian berhak atas hak guna air irigasi
diberikan terutama untuk kepentingan pertanian dengan tetap
memperhatikan kepentingan usaha lainnya.
 Perkumpulan petani pemakai air berhak memperoleh pemberdayaan
perkumpulan petani pemakai air secara berkesinambungan dan
berkelanjutan melalui penguatan dan peningkatan kemampuan perkumpulan
petani pemakai air.
 Perkumpulan petani pemakai air berhak sebagai pengambil keputusan dan
pelaku utama dalam pengelolaan irigasi yang menjadi tanggung jawabnya.
 Perkumpulan petani pemakai air berhak menyusun Perencanaan Tahunan
penyediaan air irigasi.
 Perkumpulan petani pemakai air tingkat daerah irigasi berhak mengatur
pembagian air irigasi.
 Perkumpulan petani pemakai air berhak memperoleh bantuan dan fasilitas
rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi dengan memperhatikan prinsip
kemandirian.
 Perkumpulan petani pemakai air tingkat daerah irigasi berhak mendampingi
pemerintah dalam pelaksanaan audit pengelolaan irigasi.

17
 Perkumpulan petani pemakai air berhak mengajukan usulan pemanfaatan
dana pengelolaan irigasi kepada komisi irigasi.
 Kewajiban
 Perkumpulan petani pengguna atau pengusaha di bidang pertanian
berkewajiban untuk meminta izin kepada pejabat yang berwenang untuk
pengambilan air irigasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
 Perkumpulan petani pemakai air dan masyarakat wajib ikut serta menjaga
kelangsungan fungsi jaringan drainase .
 Perkumpulan petani pemakai air berkewajian untuk melakukan upaya
pengendalian atau pencegahan pencemaran jaringan irigasi.
 Perkumpulan petani pemakai air berkewajian untuk bertanggung jawab atas
pembangunan jaringan irigasi tersier.
 Perkumpulan petani pemakai air berkewajian untuk bertanggung jawab atas
pembangunan jaringan irigasi untuk perluasan area irigas diwilayah
kerjanya.
 Perkumpulan petani pemakai air memiliki wewenang, tugas, dan tanggung
jawab dalam operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi di wilayah kerjanya.
 Perkumpulan petani pemakai air wajib menjaga keamanan jaringan irigasi
demi kelangsungan fungsinya.
 Perkumpulan petani pemakai air wajib dalam melakukan rehabilitasi dan
peningkatan jaringan irigasi di wilayah kerjanya.
 Perkumpulan petani pemakai air wajib meminta izin kepada
Bupati/Walikota atau Gubernur yang bersangkutan ketika akan melakukan
perubahan dan atau pembongkaran jaringan irigasi yang mengubah bentuk
dan fungsi jaringan irigasi.
 Perkumpulan petani pemakai air wajib melakukan inventarisasi daerah
irigasi yang berada di wilayahnya.
 Perkumpulan petani pemakai air bersama masyarakat wajib menjaga dan
mengawasi keberadaan jaringan irigasi agar dapat memberikan pelayanan
yang optimal bagi seluruh pengguna air irigasi, dengan memperhatikan
keberlanjutan jaringan irigasi dan kelestarian lingkungan.

18
 Perkumpulan petani pemakai air wajib menyediakan informasi pengelolaan
irigasi dan memberikan dukungan dalam pelaksanaan pengendalian dan
pengawasan.
 Sanksi
 Tidak ada sanksi yang berlaku pada undang-undang ini.
3. Mekanisasi Pemecahan Masalah Efisiensi Kerja Petani
Dewasa ini strategi pembangunan nasional khususnya pembangunan sektor pertanian
dipusatkan pada upaya mendorong percepatan perubahan struktural, meliputi proses
perubahan dari sistem pertanian tradisional ke sistem pertanian yang maju dan modern, dari
sistem pertanian subsistem ke sistem pertanian yang berorientasi pasar dan dari kedudukan
ketergantungan kepada kedudukan kemandirian.
Perubahan struktural tersebut merupakan langkah dasar yang meliputi pengalokasian
sumber daya (baik alam, manusia maupun mekanik), penguatan kelembagaan dan
pemberdayaan manusia. Dalam pelaksanaannya harus meliputi langkah-langkah nyata untuk
meningkatkan akses kepada aset produktif berupa teknologi harus dapat dimanfaatkan dan
dikembangkan untuk tujuan-tujuan yang lebih maju dan lebih bermanfaat termasuk antara lain
pengolahan tanah, pemberian air pemilihan bibit unggul, pemupukan, pengendlaian hama dan
penyakit, dan pemanenan secara bijaksana.
Pembangunan pertanian harus diarahkan pada terciptanya tenaga petani yang terampil
dalam mengelola usaha taninya. Juga terbentuknya masyarakat petani yang maju,
bersemangat profesional sehingga mampu menghadapi tantangan dan permasalahan dalam
melaksanakan usaha taninya.
Di Indonesia dapat dicatat adanya berbagai tantangan dan permasalahan dalam
pengelolaan usaha tani yang masing-masing mempunyai kekhususan yang berbeda-beda
seperti kenaikan produksi, peningkatan di bidang pemasaran dan sistem kredit, serta efisiensi.
Dari berbagai ragam tantangan dan permasalahan tersebut yang sering kali terlupakan oleh
pengamat adalah efisiensi dalam pengelolaan usaha tani terutama yang berhubungan dengan
kerja petani.

Perlunya Efisiensi

Menurut Clifford Geertz dalam Involusi Pertanian, pemakaian tenaga kerja di sektor
pertanian di Indonesia tergolong sangat besar dibanding negara lain. Di Amerika Serikat
kurang lebih 0,002 Kw/ha, Jepang 0,014 Kw/ha, sedang Indonesia 0,127 Kw/ha. Tetapi
tenaga kerja manusia di Jepang dan Amerika Serikat lebih intensif dibanding di Indonesia.
Terlihat adanya perbedaan nyata antara petani Indonesia dengan petani Jepang.
19
Langkah yang menyebabkan pertanian di Jepang jauh meninggalkan Indonesia dalam
jangka waktu yang sama adalah produktivitas pekerja. Yang utama dalam produktivitas
pekerja (petani) Jepang adalah terjadinya perbaikan yang esensial dalam praktik pertanian
Jepang sesuai dengan produksi kecil yang efisien. Selain itu di Jepang produktivitas pekerja
(petani) bukan hanya diperhitungkan per ha sawah, tetapi penggunaan tenaga kerja
dimanfaatkan se-efisien mungkin dengan menggunakan perhitungan yang baik.

Di Indonesia, efisiensi yang diartikan sebagai kedayagunaan suatu sumber tenaga dapat
menangani suatu bahan, masih belum mendapat perhatian secara serius. Padahal fungsi
perbaikan pertanian adalah menaikkan pendapatan, kesejahteraan, taraf hidup dan daya beli
petani. Sangat kecilnya efisiensi petani merupakan hambatan bagi faktor-faktor lain yang
merupakan penetrasi pembangunan pertanian.

Perbaikan taraf hidup petani memang tidak dilakukan dengan hanya memberi
landreform (Redistribusi Tanah Pertanian) atau credit reform (Pemberian Kredit Usaha Tani),
tetapi perlu juga diperhatikan situasi kerja petani. Situasi kerja yang monoton dengan hasil
yang rendah menyebabkan petani mengalami kejenuhan. Ditilik lebih jauh, perlu diakui
bahwa kejenuhan petani ini terus berlangsung. Hal ini disebabkan oleh miskinnya inovasi dan
tiadanya gebrakan-gebrakan baru yang menggairahkan petani.

Hambatan pembangunan dalam sektor pertanian di Indonesia adalah lambatnya


kemajuan teknologi. Kontras teknologi selalu dipersoalkan. Tingkat teknologi yang rendah
menyebabkan petani sulit memperoleh hasil dalam proses produksi yang maksimal.
Kehilangan hasil dalam proses produksi sangat besar, sementara biaya yang diperlukan sangat
tinggi. Contoh paling sederhana adalah dalam memanen padi. Untuk 9 kg gabah harus dibayar
1 kg gabah. Jika total hasil panen padi (dalam satu musim tanam) dalam 1 ha adalah 9 ton
gabah, maka biaya pemanenan yang dikeluarkan sebesar 1 ton gabah.

Efisiensi teknologi yang memperkecil tingkat kejerihan kerja dengan produktivitas


tinggi masih dicemburui. Harapan memperkenalkan teknologi yang efisien selalu dihantui
oleh pembengkakan pengangguran terutama di wilayah perdesaan. Akibatnya jumlah tenaga
pengangguran semu dalam sektor pertanian di Indonesia sangat besar. Tidak jelas lahirnya
tenaga kerja semu ini karena efektivitas kerja rendah yang menyerap banyak tenaga manusia
atau memang karena distribusi kerja yang tidak merata.

Tuntutan Inovasi

20
Dalam arah kebijakan pembangunan nasional, pembangunan sektor pertanian diarahkan
untuk meningkatkan pendapatan kesejahteraan, daya beli, taraf hidup, kapasitas dan
kemandirian serta akses masyarakat pertanian dalam proses pembangunan melalui
peningkatan kualitas dan kuantitas produksi serta distribusi dan keanekaragaman hasil
pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan pada pengembangan sistem pertanian yang
berkelanjutan yang berbudaya industri, maju dan efisien ditingkatkan dengan memanfaatkan
ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pembangunan pertanian memang sudah saatnya menganut pendekatan industri bukan


lagi agraris, artinya menangani pertanian secara industri bukan lagi tergantung sepenuhnya
kepada faktor alam. Pengertian industri dalam hal ini bukan semata-mata mendirikan pabrik,
tetapi yang lebih mendasar adalah mentransformasikan budaya (pola pikir, sikap mental dan
perilaku) masyarakat industri di kalangan para petani.

Kebudayaan industri tersebut antara lain mempunyai ciri-ciri sebagai berikut, pertama
pengetahuan merupakan landasan utama dalam menentukan langkah atau tindakan dalam
pengambilan keputusan (bukan berdasarkan kebiasaan semata). Kedua, perekayasan harus
menggantikan ketergantungan pada faktor alam. Ketiga, kemajuan teknologi merupakan
sarana utama dalam pemanfaatan sumber daya. Keempat, efisiensi dan produktivitas sebagai
dasar utama dalam alokasi sumber daya agar penggunaan sumber daya tersebut hemat.
Kelima, mekanisme pasar merupakan media utama transaksi barang dan jasa. Keenam,
profesionalisme merupakan karakter yang menonjol.

Untuk memenuhi tuntutan di atas, alternatif inovasi yang sampai sekarang tampaknya
relevan walaupun tidak terlalu baru adalah penerapan mekanisasi pertanian (penggunaan alat
dan mesin pertanian). Sudah saatnya dimulai penerapan mekanisasi pertanian dalam sistem
pertanian nasional meskipun tetap dilakukan secara selektif.

Upaya menuju pertanian industri antara lain dapat dikembangkan dengan peningkatan
penggunaan alat dan mesin pertanian dalam pengolahan tanah dan penanganan pasca panen.
Salah satu keuntungan yang diperoleh adalah terjadinya peningkatan efisiensi dan
produktivitas pemanfaatan sumber daya alam.

Mekanisasi dan Distribusi Kerja

Penggunaan alat dan mesin pertanian saat ini memang sudah merupakan suatu
kebutuhan. Efisiensi tinggi saat ini harus mulai diperkenalkan kepada petani. Hal ini tentu
beralasan karena tenaga kerja yang digunakan saat ini tidak mempunyai kesinambungan
21
(kontinuitas). Seorang buruh tani hanya akan dibutuhkan pada saat pengolahan tanah dan
panen. Pada proses lain mereka kurang dibutuhkan, akhirnya terjadi pengangguran yang tidak
kentara (disguised unemployment). Pembuangan waktu yang lama dan sia-sia ini
menyebabkan efisiensi menjadi lebih rendah.

Berdasarkan data dalam Involusi Pertanian, pada saat pengolahan tanah, traktorisasi di
Indonesia sangat rendah dibanding negara lain. Pada hakikatnya Indonesia masih sangat
ketinggalan pada pengembangan traktor. Pemakaian traktor di Indonesia hanya 0,005 Kw/ha.
Amerika Serikat 1,7 Kw/ha, Belanda 3,6 Kw/ha dan Jepang 5,6 Kw/ha. Rendahnya
pemakaian traktor ini disebabkan oleh rendahnya perkembangan mekanisasi di Indonesia.

Akibatnya, untuk menggarap tanah seluas 1 ha diperlukan waktu berhari-hari dan


melibatkan banyak tenaga manusia. Tenaga manusia akhirnya tidak mendapat harga yang
layak sehingga produktivitas juga semakin rendah. Tenaga manusia adalah tenaga riskan,
hanya digunakan paling cepat 4 bulan sekali menjadi buruh tani.

22
BAB II

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM SEKTOR PERTANIAN

1. Kebijakan Pertanian

Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan
dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan umum
kebijakan pertanian kita adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi
lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat penghidupan dan
kesejahteraan petani meningkat. Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, pemerintah baik di pusat
maupun di daerah mengeluarkan peraturan-peraturan tertentu; ada yang berbentuk Undang-
undang, Peraturan-peraturan Pemerintah, Kepres, Kepmen, keputusan Gubernur dan lain-lain.
Peraturan ini dapat dibagi menjadi dua kebijakan-kebijakan yang bersifat pengatur (regulating
policies) dan pembagian pendapatan yang lebih adil merata (distributive policies). Kebijakan
yang bersifat pengaturan misalnya peraturan rayoneering dalam perdagangan/distribusi pupuk
sedangkan contoh peraturan yang sifatnya mengatur pembagian pendapatan adalah penentuan
harga kopra minimum yang berlaku sejak tahun 1969 di daerah-daerah kopra di Sulawesi.

Persoalan yang selalu tidak mudah diatasi adalah persoalan keadilan. Hampir setiap
kebijakan jarang akan disambut dengan baik oleh semua pihak. Selalu ada saja pihak yang
memperoleh manfaat lebih besar dari pihak lainnya dan bahkan ada yang dirugikan. Itulah
sebabnya masalah kebijakan pertanian bukanlah terletak pada banyak sedikitnya campur
tangan pemerintah, tetapi pada berhasil tidaknya kebijakan itu mencapai sasarannya dengan
sekaligus mencari keadilan bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu kebijakan
pertanian yang lebih baik adalah yang dapat mencapai tujuan nasional untuk menaikkan
produksi secara optimal dengan perlakuan yang adil pada pihak-pihak yang bersangkutan itu.

1. Kebijakan Harga
Kebijakan ini merupakan salah satu kebijakan yang terpenting di banyak
negara dan biasanya digabung dengan kebijakan pendapatan sehingga disebut
kebijakan harga dan pendapatan (price and economic policy). Segi harga dari
kebijakan itu bertujuan untuk mengadakan stabilitas harga, sedangkan segi
pendapatannya bertujuan agar pendapatan petani tidak terlalu berfluktuasi dari
musim ke musim dan dari tahun ke tahun. Kebijakan harga dapat mengandung
pemberian penyangga (support) atas harga-harga hasil pertanian supaya tidak terlalu
merugikan petani atau langsung mengandung sejumlah subsidi tertentu bagi petani.

23
Di banyak negara seperti; Amerika Serikat, Jepang, dan Australia banyak sekali hasil
pertanian seperti gandum, kapas, padi, dan gula yang mendapat perlindungan
pemerintah berupa harga penyangga dan atau subsidi. Indonesia baru mulai
mempraktekkan kebijakan harga untuk beberapa hasil pertanian sejak tahun 1969.
Secara teoritis kebijakan harga yang dapat dipakai untuk mencapai tiga tujuan yaitu:
 Stabilitas harga hasil-hasil pertanian terutama pada tingkat petani.
 Meningkatkan pendapatan petani melalui perbaikan dasar tukar (term of trade).
 Memberikan arah dan petunjuk pada jumlah produksi.

Kebijakan harga di Indonesia terutama ditekankan pada tujuan pertama yaitu


Stabilitas harga hasil-hasil pertanian dalam keadaan harga-harga umum yang stabil
berarti pula terjadi kestabilan pendapatan. Tujuan yang kedua banyak sekali
dilaksanakan pada hasil-hasil pertanian di negara-negara yang sudah maju dengan
alasan pokok pendapatan rata-rata sektor pertanian terlau rendah dibandingkan
dengan penghasilan di luar sektor pertanian.

Tujuan yang kedua ini sulit untuk dilaksanakan di negara-negara yang jumlah
petaninya berjuta-juta dan terlalu kecil-kecil seperti di Indonesia karena persoalan
administrasinya sangat kompleks. Pada prinsipnya kebijakan harga yang demikian
ini merupakan usaha memindahkan pendapatan dari golongan bukan pertanian ke
golongan pertanian, sehingga hal ini bisa dilaksanakan dengan mudah di negara-
negara yang sudah maju dan kaya, dimana golongan penduduk di luar pertanian
jumlahnya jauh lebih besar dengan pendapatan lebih tinggi dibanding golongan
penduduk pertanian. Di negara-negara ini penduduk sektor pertanian rata-rata di
bawah 10 persen dari seluruh penduduk, sedangkan di negara kita masih antara 60
persen-70 persen.

Tujuan kebijakan yang ketiga dalam praktek sering dilaksanakan oleh negara-
negara yang sudah maju bersamaan dengan tujuan kedua yaitu dalam bentuk
pembatasan jumlah produksi dengan pembayaran kompensasi. Berdasarkan ramalan
harga, pemerintah membuat perencanaan produksi dan petani mendapat pembayaran
kompensasi untuk setiap kegiatan produksi yang diistirahatkan. Di negara kita,
dimana hasil-hasil pertanian pada umumnya belum mencukupi kebutuhan, maka
kebijakan yang demikian tidak relevan. Selain kebijakan harga yang menyangkut
hasil-hasil pertanian, peningkatan pendapatan petani dapat dicapai dengan pemberian
subsidi pada harga sarana-sarana produksi seperti pupuk/insektisida. Subsidi ini

24
mempunyai pengaruh untuk menurunkan biaya produksi yang dalam teori ekonomi
berarti menggeser kurva penawaran ke atas.

2. Kebijakan Pemasaran
Di samping kebijakan harga untuk melindungi petani produsen, pemerintah
dapat mengeluarkan kebijakan-kebijakan khusus dalam kelembagaan perdagangan
dengan tujuan yang sama, tetapi dengan tekanan pada perubahan mata rantai
pemasaran dari produsen ke konsumen, dengan tujuan utama untuk memperkuat
daya saing petani. Di negara-negara Afrika seperti Nigeria dan Kenya apa yang
dikenal dengan nama Badan Pemasaran Pusat (Central Marketing Board) berusaha
untuk mengurangi pengaruh fluktuasi harga pasar dunia atas penghasilan petani.
Badan pemasaran ini sangat berhasil di Inggris yang dimulai sesudah depresi besar
tahun 1930 untuk industri bulu domba, susu, telor dan kentang. Di Indonesia Badan
Pengurusan Kopra, Badan Pemasaran Lada pada prinsipnya mempunyai tujuan yang
sama dengan Badan pemasaran Pusat di Afrika dan Inggris.
Masalah yang dihadapi di Indoensia adalah kurangnya kegairahan berproduksi
pada tingkat petani, tidak ada keinginan untuk mengadakan penanaman baru dan
usaha-usaha lain untuk menaikkan produksi karena persentase harga yang diterima
oleh petani relatif kecil dibandingkan dengan bagian yang diterima golongan-
golongan lain.
Selain kebijakan pemasaran hasil-hasil tanaman perdagangan untuk ekspor,
kebijakan ini meliputi pula pengaturan distribusi sarana-sarana produksi bagi petani.
Pemerintah berusaha menciptakan persaingan yang sehat di antara para pedagang
dengan melayani kebutuhan petani seperti pupuk, insektisida, pestisida dan lain-lain
sehingga petani akan dapat membeli sarana-sarana produksi tersebut dengan harga
yang relatif tidak terlalu tinggi. Jadi disini jelas bahwa kebijakan pemasaran
merupakan usaha campur tangan pemerintah dalam bekerjanya kekuatan-kekuatan
pasar. Di satu pihak pemerintah dapat mengurangi pengaruh kekuatan-kekuatan
pasar supaya tidak terlalu merugikan pedagang dan petani, tetapi di pihak lain
persaingan dapat didorong untuk mencapai efisiensi ekonomi yang tinggi. Dalam
praktek kebijakan pemasaran dilaksanakan secara bersamaan dengan kebijakan harga.
3. Kebijakan Struktural
Kebijakan struktural dalam pertanian dimaksudkan untuk memperbaiki
strukutur produksi misalnya luas pemilikan tanah, pengenalan dan pengusahaan alat-

25
alat pertanian yang baru dan perbaikan prasarana pertanian pada umumnya baik
prasarana fisik maupun sosial ekonomi.
Kebijakan struktural ini hanya dapat terlaksana dengan kerjasama yang erat
dari beberapa lembaga pemerintah. Perubahan struktur yang dimaksud disini tidak
mudah untuk mencapainya dan biasanya memakan waktu lama. Hal ini disebabkan
sifat usahatani yang tidak saja merupakan unit usaha ekonomi tetapi juga merupakan
bagian dari kehidupan petani dengan segala aspeknya. Oleh karena itu tindakan
ekonomi saja tidak akan mampu mendorong perubahan struktural dalam sektor
pertanian sebagaimana dapat dilaksanakan dengan lebih mudah pada sektor industri.
Pengenalan baru dengan penyuluhan-penyuluhan yang intensif merupakan satu
contoh dari kebijakan ini. Kebijakan pemasaran yang telah disebutkan di atas
sebenarnya dimaksudkan pula untuk mempercepat proses perubahan struktural di
sektor pertanian dalam komoditi-komoditi pertanian. Pada bidang produksi dan
tataniaga kopra, lada, karet, cengkeh dan lain-lain. Dalam kenyataannya pelaksanaan
kebijakan harga, pemasaran dan struktural tidak dapat dipisahkan, dan ketiganya
saling melengkapi.
4. Kebijakan Pertanian dan Industri
Ciri-ciri pokok perbedaan antara pertanian dan industri adalah :
 Produksi pertanian kurang pasti dan risikonya besar karena tergantung pada alam
yang kebanyakannya di luar kekuasaan manusia untuk mengontrolnya, sedangkan
industri tidak demikian.
 Pertanian memproduksi bahan-bahan makanan pokok dan bahan-bahan mentah
yang dengan kemajuan ekonomi dan kenaikan tingkat hidup manusia
permintaannya tidak akan naik seperti pada permintaan atas barang-barang
industry.
 Pertanian adalah bidang usaha dimana tidak hanya faktor-faktor ekonomi saja
yang menentukan tetapi juga faktor-faktor sosiologi, kebiasaan dan lain-lain
memegang peranan penting. Industri lebih bersifat lugas (zakelijk).

Ketiga ciri khusus pertanian ini nampak dalam teori ekonomi sebagai
perbedaan dalam respons permintaan dan penawaran atas perubahan-perubahan
harga.

Elatisitas harga atas permintaan dan penawaran hasil-hasil pertanian jauh lebih
kecil daripada hasil-hasil industri. Misalnya elastisitas harga atas permintaan radio,
buku-buku, mobil dan lain-lain, jauh lebih tinggi daripada elatisitas harga atas
26
permintaan beras dan bahan pakaian. Hal ini disebabkan pendapatan sektor industri
pada umumnya lebih tinggi daripada pendapatan sektor pertanian maka elastisitas
pendapatan atas permintaan barang-barang hasil industri lebih besar daripada atas
bahan makanan pokok.

5. Pendapatan Penduduk Desa dan Kota


Perbedaan kebijakan antar sektor pertanian dan industri dapat dilihat pula
dalam keperluan akan kebijakan yang berbeda antara penduduk kota dan penduduk
desa. Perbedaan pendapatan antara penduduk kota dan penduduk pedesaan adalah
sedemikian rupa sehingga mempunyai akibat dalam pola pengeluaran konsumsi dan
perilaku ekonomi lain-lainnya.
Ada tiga hal yang meyebabkan rata-rata pendapatan penduduk kota lebih tinggi
dibanding penduduk desa yaitu:
 Kestabilan dan kemantapan pendapatan penduduk kota lebih besar dibanding
pendapatan penduduk desa.
 Lembaga-lembaga ekonomi dan keuangan yang dapat mendorong kegiatan
ekonomi di kota lebih banyak dibandingkan di desa.
 Lebih banyaknya fasilitas pendidikan dan kesehatan di kota yang memungkinkan
rata-rata produktivitas tenaga kerja di kota lebih tinggi.
Salah satu upaya untuk mengurangi perbedaan pendapatan ini adalah dengan
menambah persediaan modal di desa serta mengurangi jumlah tenaga kerja di
pedesaan dan diserap bagi lapangan industri di kota-kota. Dengan lebih banyaknya
investasi di desa misalnya dalam alat-alat pertanian yang lebih modern, huller ,
traktor dan juga dalam pembangunan-pembangunan prasarana fisik seperti jembatan-
jembatan baru, bendungan irigasi dan lain-lain maka timbul adanya keperluan akan
peningkatan keterampilan tenaga kerja. Seorang petani yang mengerjakan sawah
dengan bajak atau traktor dalam waktu yang sama akan mampu menyelesaikan luas
sawah yang lebih besar daripada petani lain yang hanya menggunakan cangkul.
Beberapa faktor yang menjadi penyebabnya adalah:
 Adanya tambahan modal yang berupa pajak dan ternak serta mesin traktor pada
petani pertama.
 Adanya keahlian dan keterampilan khusus yang diperlukan oleh petani yang
menjalankan bajak atau traktor itu.
Kedua unsur inilah yang menimbulkan perbedaan produktivitas tenaga kerja.

27
2. Permasalahan Pertanian
1. Jarak Waktu yang Lebar Antara Pengeluaran dan Penerimaan Pendapatan dalam
Pertanian
Banyak persoalan yang dihadapi oleh petani baik yang berhubungan langsung
dengan produksi dan pemasaran hasil-hasil pertaniannya maupun yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari. Selain merupakan usaha, bagi si petani pertanian juga merupakan
bagian dari hidupnya, bahkan suatu cara hidup (way of live), sehingga tidak hanya
aspek ekonomi saja tetapi aspek-aspek sosial dan kebudayaan, aspek kepercayaan dan
keagamaan serta aspek-aspek tradisi semuanya memegang peranan penting dalam
tindakan-tindakan petani. Namun demikian dari segi ekonomi pertanian, berhasil
tidaknya produksi petani dan tingkat harga yang diterima oleh petani untuk hasil
produksinya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku dan kehidupan
petani.
Perbedaan yang jelas antara persoalan-persoalan ekonomi pertanian dan persoalan
ekonomi di luar bidang ekonomi pertanian adalah jarak waktu (gap) antara pengeluaran
yang harus dilakukan para pengusaha pertanian dengan penerimaan hasil penjualan.
Jarak waktu ini sering pula disebut gestation period, yang dalam bidang pertanian jauh
lebih besar daripada dalam bidang industri. Di dalam bidang industri, sekali produksi
telah berjalan maka penerimaan dari penjualan akan mengalir setiap hari sebagaimana
mengalirnya hasil produksi. Dalam bidang pertanian tidak demikian kecuali bagi para
nelayan penangkap ikan yang dapat menerima hasil setiap hari sehabis ia menjual
ikannya. Jadi ciri khas kehidupan petani adalah perbedaan pola penerimaan pendapatan
dan pengeluarannya. Pendapatan petani hanya diterima setiap musim panen, sedangkan
pengeluaran harus diadakan setiap hari, setiap minggu atau kadang-kadang dalam waktu
yang sangat mendesak sebelum panen tiba.
2. Tekanan Penduduk dan Pertanian
Persoalan lain yang sifatnya lebih jelas lagi dalam ekonomi pertanian adalah
persoalan yang menyangkut hubungan antara pembangunan pertanian dan jumlah
penduduk. Malthus dalam tahun 1888 menerbitkan buku yang terkenal mengenai
persoalan-persoalan penduduk dan masalah pemenuhan kebutuhan manusia akan bahan
makanan. Penduduk bertambah lebih cepat daripada pertambahan produksi bahan
makanan. Penduduk bertambah menurut deret ukur, sedangkan produksi bahan
makanan hanya bertambah menurut deret hitung. Persoalan penduduk di Indonesia tidak
hanya dalam kepadatannya tetapi juga pembagian antardaerah tidak seimbang.
Komposisinya menunjukkan suatu penduduk yang muda dengan pemusatan penduduk
28
di kota-kota besar. Tingkat pertambahan penduduk tinggi, karena angka kelahiran tinggi,
sedangkan angka kematian menurun. Menurunnya angka kematian disebabkan oleh
kemajuan kesehatan dan sanitasi. Ditinjau dari sudut ekonomi pertanian maka adanya
persoalan penduduk dapat dilihat dari tanda-tanda berikut:
 Persediaan tanah pertanian yang makin kecil.
 Produksi bahan makanan per jiwa yang terus menurun.
 Bertambahnya pengangguran.
 Memburuknya hubungan-hubungan pemilik tanah dan bertambahnya hutang-hutang
pertanian.
3. Pertanian Subsisten
Perkataan subsisten ini banyak sekali dipakai dalam berbagai karangan mengenai
ekonomi pertanian sebagai terjemahan dari perkataan subsistence dari kata subsist yang
berarti hidup. Pertanian yang subsisten diartikan sebagai suatu sistem bertani dimana
tujuan utama dari si petani adalah untuk memenuhi keperluan hidupnya beserta
keluarganya. Namun dalam menggunakan definisi yang demikian sejak semula harus
diingat bahwa tidak ada petani susbsisten yang begitu homogen, yang begitu sama sifat-
sifatnya satu dari yang lain. Dalam kenyataannya petani subsisten ini sangat berbeda-
beda dalam hal luas dan kesuburan tanah yang dimilikinya dan dalam kondisi-kondisi
sosial ekonomi lingkungan hidupnya.
Apa yang sama di antara mereka adalah bahwa mereka memandang pertanian
sebagai sarana pokok untuk memenuhi kebutuhan keluarga yaitu melalui hasil produksi
pertanian itu. Dengan definisi tersebut sama sekali tidak berarti bahwa petani susbsisten
tidak berfikir dalam pengertian biaya dan penerimaan. Mereka juga berpikir dalam
pengertian itu, tetapi tidak dalam bentuk pengeluaran biaya tunai, melainkan dalam
kerja, kesempatan beristirahat dan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan upacara adat dan
lain-lain.
3. Strategi dan Kebijakan Pokok Pembangunan, Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian
Dalam rangka mewujudkan tujuan dan sasaran pembangunan pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian, maka strategi kebijakan yang ditempuh harus mencerminkan
visinya, yaitu: tangguh, berdaya saing, dan berkelanjutan. Dalam hubungan tersebut maka
strategi pokok pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian adalah :
1. Meningkatkan Kapasitas dan Memberdayakan SDM serta Kelembagaan Usaha di
Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.

29
Salah satu permasalahan yang mendasar dalam memajukan usaha pertanian di
tanah air adalah masih lemahnya kemampuan sumber daya manusia dan kelembagaan
usaha dalam hal penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran hasil. Hal tersebut
disebabkan oleh karena pembinaan SDM pertanian selama ini lebih difokuskan kepada
upaya peningkatan produksi (budidaya) pertanian, sedangkan produktivitas dan daya
saing usaha agribisnis sangat ditentukan oleh kemampuan pelaku usaha yang
bersangkutan dalam mengelola produk yang dihasilkan (pasca panen dan pengolahan
hasil) serta pemasarannya. Adapun beberapa kebijakan operasional terkait dengan
strategi tersebut adalah :
 Meningkatkan penyuluhan, pendampingan, pendidikan dan pelatihan di bidang pasca
panen, pengolahan serta pemasaran hasil pertanian;
 Mengembangkan kelembagaan usaha pelayanan pascapanen, pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian yang langsung dikelola oleh petani/kelompok tani.
2. Meningkatkan Inovasi Dan Diseminasi Teknologi Pasca Panen Dan Pengolahan.
Salah satu dampak yang signifikan dari kebijakan yang menitik beratkan kepada
usaha produksi (budidaya) selama ini adalah kurang memadainya upaya-upaya inovasi
teknologi pasca panen dan pengolahan serta diseminasinya. Hal tersebut mengakibatkan
lemahnya daya saing dan kecilnya nilai tambah yang dapat dinikmati oleh petani,
sehingga kesejahteraan tidak meningkat dari tahun ke tahun. Untuk meningkatkan daya
saing dan nilai tambah produk pertanian maka perlu ditingkatkan upaya-upaya inovasi
teknologi pasca panen dan pengolahan hasil pertanian serta diseminasinya. Dalam
hubungan tersebut, beberapa kebijakan yang akan dilaksanakan adalah:
 Melakukan kerjasama dan koordinasi dengan sumber-sumber inovasi teknologi
seperti lembaga riset, Perguruan Tinggi dan bengkel-bengkel swasta dalam rangka
pengembangan dan diseminasi teknologi tepat guna.
 Mengembangkan bengkel alsin pascapanen dan pengolahan hasil
 Mengembangkan sistem sertifikasi dan apresiasi (penghargaan) terhadap inovasi
teknologi yang dilakukan oleh masyarakat.
 Mengembangkan pilot proyek dan percontohan penerapan teknologi pasca panen dan
pengolahan hasil pertanian.
 Memberikan penghargaan dengan kriteria mutu, rasa, skala usaha, tampilan terhadap
produk olahan yang dihasilkan oleh para pelaku usaha.
3. Meningkatkan Efisiensi Usaha Pasca Panen, Pengolahan Dan Pemasaran Hasil

30
Kunci terpenting dalam rangka meningkatkan daya saing produk pertanian baik
produk segar maupun olahan hasil pertanian adalah mutu produk yang baik dan efisiensi
dalam proses produksi maupun pada tahap pemasarannya. Mutu produk dan efisiensi
akan berpengaruh langsung terhadap harga dari setiap produk bersangkutan. Kebijakan
dalam rangka meningkatkan mutu dan efisiensi produksi dan pemasaran hasil pertanian
di antaranya adalah :
 Revitalisasi teknologi dan sarana/ prasarana usaha pasca panen pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian.
 Mengembangkan produksi sesuai potensi pasar.
 Menerapkan sistem jaminan mutu, termasuk penerapan GAP, GHP dan GMP.
 Mengembangkan kelembagaan pemasaran yang dikelola oleh kelompok tani di
sentra produksi.
 Mengupayakan sistem dan proses distribusi yang efisien.
 Memfasilitasi pengembangan kewirausahaan dan kemitraan usaha pada bidang
pemasaran hasil pertanian.
4. Meningkatkan Pangsa Pasar Baik di Pasar Domestik Maupun Internasional.
Pasar merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha agribisnis; oleh
karena itu maka pengembangan pemasaran harus selalu dilakukan sejalan dengan
pengembangan usaha produksi. Seperti usaha industri pada umumnya, sistem usaha
produksi pertanian atau agribisnis dimulai dengan salah satu kegiatan pemasaran yaitu
Riset Pasar. Dari kegiatan riset pasar dihasilkan informasi pasar yaitu antara lain berupa
potensi pasar dan harga. Sub sistem selanjutnya adalah perencanaan produksi, termasuk
penentuan desain produk, volume dan waktu. Dalam sistem budidaya pertanian,
perencanaan tersebut lazim disebut sebagai penentuan pola tanam atau penentuan luas
tanam untuk tanaman semusim. Hal tersebut perlu dilakukan dalam rangka menjaga
stabilitas harga produk yang bersangkutan tetap berada pada tingkat harga yang wajar
berdasarkan keseimbangan kebutuhan dan pasokan atas produk yang bersangkutan. Sub
sistem selanjutnya adalah kegiatan pemasaran yang meliputi: promosi, penjualan dan
diakhiri dengan distribusi (delivery). Dalam hubungan tersebut maka beberapa
kebijakan dalam pengembangan pasar ialah :
 Mengembangkan kegiatan riset pasar
 Meningkatkan pelayanan informasi pasar;
 Meningkatkan promosi dan diplomasi pertanian;
 Mengembangkan infrastruktur dan sistem pemasaran yang efektif dan adil.

31
 Rasionalisasi impor produk pertanian.
 Memfasilitasi pengembangan investasi dalam pengembangan infrastruktur
pemasaran.
5. Pendekatan Pengembangan Industri Melalui Konsep Cluster Dalam Konteks
Membangun Daya Saing Industri yang Berkelanjutan
Pokok-pokok rencana aksi, dalam jangka menengah ditujukan untuk memperkuat
rantai nilai (value chain) melalui penguatan struktur, diversifikasi, peningkatan nilai
tambah, peningkatan mutu, serta perluasan penguasaan pasar. Sedangkan untuk jangka
panjang difokuskan pada upaya pembangunan industri pertanian yang mandiri dan
berdaya saing tinggi. Adapun prioritas cluster industri pertanian yang akan
dikembangkan dalam jangka menengah meliputi :
 Pengembangan Industri yang memiliki daya saing(Competitive Industry)
o Industri Pengolahan kakao dan cokelat
o Industri Pengolahan Buah
o Industri Pengolahan Kelapa
o Industri Pengolahan Kopi
o Industri Pengolahan Tembakau
o Industri Kelapa Sawit
o Industri Karet dan Barang Karet
o Industri Pasca Panen Produk Segar
 Pengembangan Industri Strategis
o Industri Perberasan
o Industri Kedele
o Industri Jagung
o Industri Gula
o Industri Daging dan Susu
 Pengembangan Industri Rumah Tangga
o Industri pangan local
o Camilan
o Pengolahan produk samping

32
BAB III

TOKOH PERTANIAN INDONESIA

1. Prof. Dr. Sjarifuddin Baharsjah, M.Sc

Prof. Dr. Sjarifuddin Baharsjah, M.Sc adalah seorang tokoh pertanian Indonesia serta
akademisi dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Ia pernah menjabat sebagai Menteri Pertanian
Indonesia dan Ketua Independen Food and Agriculture Organisation (FAO).

Kehidupan Pribadi

Sjarifuddin merupakan anak kedua dari Sutan Pangeran Baharsyah (ayah) dengan Siti
Fatimatul Zahra (ibu). Kakak kandung dari psikolog Leila Chairani Budiman ini masih
keturunan Sultan Bagagarsyah dari Pagaruyung, Sumatera Barat, karena ayah mereka adalah
anak dari cucu raja Minangkabau tersebut.

Beliau menikah pada tahun 1962 dengan seorang perempuan berdarah Sunda, Justika
Baharsjah, yang kemudian juga jadi Menteri Pertanian Indonesia pada Kabinet Pembangunan
VII dan Menteri Sosial Indonesia pada Kabinet Reformasi Pembangunan. Pernikahan mereka
telah dikaruniai dua orang anak, yaitu Gita Indah Sari dan Antin, serta beberapa orang cucu,
yaitu Wina dan Riyan (anak Gita Indah Sari) serta Diandra (anak Antin).

Karier

Di samping sebagai Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian di Institut Pertanian Bogor
(IPB), Sjarifuddin juga pernah dipercaya sebagai Menteri Pertanian Indonesia, yaitu pada
1993-1998 dalam Kabinet Pembangunan VI dimasa pemerintahan Orde Baru. Sebelumnya, ia
menjabat Menteri Muda Pertanian dari tahun 1988-1993 pada Kabinet Pembangunan V.

Di tingkat dunia, Prof. Sjarifuddin juga dipercaya oleh lembaga internasional sehingga
sampai dua periode (1997-1999 dan 1999-2001) menjabat sebagai Ketua Independen Food
and Agriculture Organisation (FAO), suatu lembaga di bawah naungan Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) yang berkedudukan di Roma, Italia.

Penghargaan

Karena dedikasi dan kontribusinya pada bidang pembangunan pertanian dan pedesaan
di Indonesia, Prof. Sjarifuddin Baharsjah menerima penghargaan bergengsi Dioscoro L.
Umali Achievement Award atau disebut juga Umali Award dalam bidang pertanian dari

33
SEARCA (Southeast Asian Regional Center for Graduate Study and Research in
Agriculture), dalam acara yang dilangsungkan di New World Makati Hotel, Makati City,
Manila, Filipina. Ia terpilih di antara sekian banyak kandidat, tokoh dan ilmuwan pertanian di
Asia Tenggara, dan merupakan orang Indonesia pertama yang menerima penghargaan
tersebut.

SEARCA adalah suatu lembaga yang didirikan pada tanggal 27 November 1966 oleh
Dioscoro Luna Umali, seorang tokoh Filipina yang terkemuka dalam bidang pertanian, yang
juga dijuluki sebagai Bapak Pengembangan Pertanian Filipina. Lembaga ini juga diberi
mandat untuk memperkuat kapasitas kelembagaan dalam pembangunan pertanian dan
pedesaan di Asia Tenggara.

2. Ir. Dimyatin, MT, M. Hum


Berjuang Mengangkat Kehidupan Masyarakat Tani
Sebagai pejuang pembangunan ekonomi bangsa di garis depan, sejatinya kaum petani
mendapatkan apresiasi berbeda dengan komponen-komponen bangsa yang lain. Namun
kenyataannya, keberadaan nasib mereka hingga saat ini kurang mendapat perhatian serius dari
pemerintah. Keprihatinan inilah yang mengetuk hati seorang anak petani kelahiran Bima, 11
November 1969 yang bernama, Ir. Dimyatin, MT, M. Hum untuk memperjuangkan nasib para
petani dengan membentuk lembaga Peduli Rakyat Tani Indonesia (PRTI) yang telah terbentuk
di 28 provinsi di Indonesia.
Lembaga Swadaya Masyarakat ini merupakan fasilisator antara pemerintah dengan
masyarakat tani yang berada di seluruh Indonesia. Tujuan akhirnya adalah untuk mengangkat
harkat dan martabat rakyat petani hingga mereka bisa hidup lebih baik dan sejahtera.
Ir. Dimyatin, MT, M. Hum tak surut langkah dalam memperjuangkan nasib masyarakat
tani. Menurutnya, keberpihakan akan nasib petani dari beberapa kepemimpinan lalu hanya
wacana belaka. “Semua hanya demi kepentingan politik”. Namun demikian, kini beliau
bersyukur, pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
kepeduliannya pada nasib petani mulai mendapat perhatian yang cukup serius.
Jika dibandingkan dengan pimpinan-pimpinan Negara sebelumnya, Ir. Dimyatin, MT,
M. Hum melihat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki program kerakyatan yang
jelas dan menyentuh. Beliau betul-betul memperhatikan masyarakat tani. Ir. Dimyatin, MT, M.
Hum mencontohkan di era yang lalu belum ada seorang presiden pun datang memenuhi
undangan dan turun langsung ke sawah untuk melakukan potong padi dalam sebuah panen.
Hal ini menjadi sebuah indicator yang jelas betapa presiden sekarang merasa peduli dengan
masyarakat tani.
34
Belajar dari Kegagalan
Meskipun mengakui keberpihakan pemerintah sekarang tentang kepeduliannya kepada
masyarakat petani, Ir. Dimyatin, MT, M.Hum. tidak menutup mata perihal kegagalan-
kegagalan pada sector pertanian era kepemimpinan SBY kemarin. Ia menontohkan dengan
adanya subsidi pupuk, bukan menguntungkan rakyat petani, tetapi justru sebaliknya. Kenapa?
Pertma diakibatkan oleh tidak beraturannya sistim penyebaran pupuk itu sendiri.
“Kedua, subsidi itu, hanya rekayasa semata, karena masih sebagian besar rakyat tani
yang tidak bias menikmati subsidi tersebut. Bahkan, harga pupuk subsidi jauh lebih tinggi dua
kali lipat dari pupuk non subsidi. Termasuk banyaknya bibit palsu yang beredar
dimasayarakat” tegas Ir. Dimyatin, MT, M.Hum.
Menteri pertaniannya pun tidak melaksanakan perannya demi kepentingan rakyat, ettapi
justru hanya kepentingan partainya. “Oleh karena itu, bila Presiden SBY-Budiono, benar
membentuk kabinetnya dengan persentase lebih banyak menggunakan kalangan professional
lebih banyak, dibandingkan dari kalangan partai saya sangat setuju” tandasnya. “Karena
pengalaman kemarin, telah membuktikan.”

Tentang PRTI (Pimpinan Peduli Rakyat Tani Indonesia)

Kedepan PRTI tetap maju terus melaksanakan kepeduliannya terhadap masyarakat tani,
agar kehidupan mereka menjadi lebih semesta. Saat ini, pengurus PRTI berjumlah sekitar tiga
puluh orang dengan berbagai. PRTI, juga telah memiliki unit-unit sesuai bidang tugasnya,
termasuk unit Lembaga Bantuan Hukum (LBH) sendiri, yang selalu siap membantu para
petani di seluruh Indonesia, dalam persoalan-persoalan hukum, khususnya yang merugikan
petani.

“Lembaga kami, berisikan tenaga-tenaga sukarela. Lembaga kami tidak pernah


mengajukan proposal mendapatkan sebuah proyek. Bahkan teman-teman disini saya larang
keras, apabila berkeinginan mengajukan proposal ke lembaga pemerintah. Masih banyak cara
dalam melanjutkan perjuangan kita” terang Ir. Dimyatin, MT, M.Hum, tentang berbagai
program-program yang saat ini sedang dijalankan.

3. Prof. Dr. Otto Sumarwoto

Prof. Dr. Otto Sumarwoto, seorang tokoh lingkungan, putra terbaik bangsa yang tidak
ternilai lagi karya-karyanya dan peranannya dalam memberikan solusi dalam penanganan
lingkungan hidup. Pria kelahiran Purwokerto pada 19 Februari 1926 sepanjang hidupnya
diabdikan untuk kelestarian lingkungan hidup.

35
Otto Sumarwoto menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di Temanggung tahun 1941
dan MULO di Yogyakarta tahun 1944. Otto merupakan Anak keenam dari 13 bersaudara dari
ayah seorang pegawai DPU zaman Belanda. Pada waktu muda Otto bercita-cita jadi ahli
pertanian, namun ia sempat nyasar menjadi pelaut, hanya karena senang melihat kapal. Dia
memasuki Sekolah Tinggi Pelayaran di Cilacap (1944), kemudian sempat menjadi Mualim
Kapal Kayu (1944-1945).

Namun cita-citanya menjadi ahli pertanian tak pernah padam. Maka selepas
menamatkan Sekolah Menengan Atas di Yogyakarta tahun 1947, dia mendaftar di Fakultas
Pertanian Klaten. Namun tiba-tiba Belanda datang menyerbu Indonesia, kemudian Otto
bergabung ke TRIP 1948 - 1949. Setelah situasi tenang, pada tahun 1949 dia kembali kuliah
di Fakultas Pertanian UGM, dan lulus dengan cum laude pada tahun 1954. Kemudian dia pun
semangat mengajar di almamaternya. Sebelumnya dari tahun 1952, dia sudah menjadi Asisten
Botani Fakultas Pertanian UGM.

Setelah lulus sebagai insinyur pertanian dari UGM, dia menjabat Asisten Ahli Fakultas
Pertanian UGM pada 1955. Kemudian meraih gelar Doktor filosofi tanaman (Plant
Physiology) dari Universitas California, Berkeley, AS dengan disertasi berjudul "The Relation
of High Energy Phospate to Ion Absorption by Excised Barley Roots" pada tahun 1960. Saat
pulang ke Indonesia, Otto kembali ke UGM dan menjadi Guru Besar Ilmu bercocok tanam di
Fakultas Pertanian dan Kehutanan UGM. Setelah beberapa tahun mengajar di UGM,
kemudian Otto dipercaya menjadi Direktur Lembaga Biologi Nasional (LBN) di Bogor
(1964-1972). Disini dia mendalami biologi molekuler, bidang yang memerlukan peralatan
rumit dan mahal. Otto makin tertarik pada ekologi lingkungan, kendati masih terbatas pada
ekologi tumbuh-tumbuhan.

Pada saat yang bersamaan, dia juga menjabat Direktur SEAMEO (South East Asia
Ministers of Education Organization) dan Biotrop Bogor 1968 - 1972. Lalu sejak tahun 1972
dia aktif sebagai guru besar Tata Guna Biologi UNPAD. Selain itu, dia juga menjabat
Direktur Lembaga Ekologi UNPAD 1972 yang kemudian mengubah namanya menjadi Pusat
Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL). Sejak di lembaga tersebut, Otto
dikenal sebagai seorang ahli yang sering melontarkan pernyataan kontroversial.

Pada tahun 1993 Otto bergabung dengan Business Council for Sustainable
Development yang diketuai Bob Hasan, tokoh bisnis yang dikenal kontroversial dan sangat
dekat dengan penguasa Orde Baru. Otto sadar bisa dituduh jual diri dengan menerima jabatan
Direktur Eksekutif di lembaga yang melibatkan Bob Hasan tersebut. Tapi Otto punya alasan
36
sendiri yang bukan soal ekonomi. Saat itu, ia melihat ada usaha dari penguasa kearah yang
baik. Masalah lingkungan juga bisnis baru, seperti tekhnologi pengolahan limbah, serta
tekhnologi pengurangan asap dan bau.

Saat pensiun, Otto menerima "hadiah mewah" dari rekan - rekannya berupa seminar
besar yang dihadiri 400 orang. Ini membuktikan bahwa ia memiliki dedikasi yang tinggi
dalam lingkungan. Kepakaran tentang lingkungan hidup tidak hanya diakui di dalam negeri,
tetapi juga di luar negeri. Terbukti pada tahun 1993, Otto memperoleh gelar Doctor Honoris
Causa dari Wageningen Agriculture University di Belanda, karena dinilai berjasa
mengembangkan konsep pekarangan dan pemikiran tentang kaitan hutan dan lingkungan.

Setelah memasuki masa pensiun, Otto bukan berhenti begitu saja dari aktifitas
keilmuannya, ia terus mengajar di UNPAD, UI dan UGM, pembicara diberbagai seminar dan
diskusi. Bahkan setelah pensiun, Otto masih rajin membaca dan menulis. Karya tulisannya
yang terakhir adalah Atur Diri Sendiri : Paradigma Baru Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Yogyakarta , UGM Press (2001).

Karya - karya dari Prof. Dr. Otto Sumarwoto antara lain :

 The Alang - Alang Problem in Indonesia, paper, wasthe Tent Pasific of High School
Biology Teaching in Indonesia, Kadarsan & O. Sumarwoto, IUCN Publications, 1968.
 Ecological Aspects of Development, Elsevier Publishing Co, Amsterdam, Prinsip Sistem
Penafsiran Pengaruh Lingkungan, Bandung, Lembaga Ekologi Unpad (1974).
 Environmental Education and Research in Indonesian Universities, Singapore, Maruzen
Asia : Jaring-jaring Kehidupan Mengenai Amdal, Indrapress, 1981.
 Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Jakarta, Djambatan (1983).
 Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama (1991).

Atas pengabdiannya pada lingkungan, Otto banyak menerima berbagai penghargaan,


diantaranya yaitu Bintang Mahaputra Utama (1981), dan Satyalencana Kelas I (1982), dan
Order of the Golden Ark dari Negeri Belanda. Pejuang lingkungan Otto Sumarwoto (82) tutup
usia di Bandung pada selasa, 1 April 2008, sekitar pukul 00.05 wib akibat sakit yang
dideritanya. Kemudian dimakamkan di TPU Sirnaraga sekitar pukul 10.00. "Pendekar
Lingkungan Hidup" dari UNPAD itu meninggalkan seorang istri Ny Ijah (78), tiga putri dua
putra serta tiga orang cucu. Kepergian Otto Sumarwoto merupakan kehilangan yang sangat
besar bagi dunia lingkungan hidup. Namun semangat dan karya-karyanya akan terus berjuang
untuk melestarikan lingkungan.

37
BAB IV

REFLEKSI KRITIS

Dari profil tokoh yang berperan penting terhadap sector pertanian di Indonesia, penulis
mendapatkan pembahasan-pembahasan tentang cara pemerintah memberikan kebijakan-
kebijakan yang berguna untuk kehidupan masyarakat petani di Indonesia. Selain itu, dalam
pembahasan di atas terdapat hak, kewajiban, dan sanksi petani yang diatur dalam Undang-
Undang.

Ir. Dimyatin, MT, M.Hum. sebagai pejuang pembangunan ekonomi bangsa di garis
depan, sejatinya kaum petani mendapatkan apresiasi berbeda dengan komponen-komponen
bangsa yang lain. Namun kenyataannya, keberadaan nasib mereka hingga saat ini kurang
mendapat perhatian serius dari pemerintah. Oleh karena itu, Ir. Dimyatin, MT, M.Hum.
mendirikan sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat Peduli Rakyat Tani Indonesia yang
merupakan sebuah fasilisator antara masyarakat tani di seluruh Indosesia dengan pemerintah
Indonesia dan bertujuan untuk mengangkat harkat dan martabat petani hingga mereka bisa
hidup lebih baik dan sejahtera.

Secara umum, hak-hak asasi yang dimiliki oleh manusia karena martabatnya, atau
karena hak-hak yang melekat pada kodrat kita sebagai manusia terdiri dari dua jenis, yaitu :
hak-hak sipil-politik dan hak-hak ekonomi-sosial dan budaya. Jenis hak yang pertama,
manusia terima sebagai suatu kenyataan ketika setiap kita dilahirkan. Sedangkan hak jenis
kedua, manusia peroleh dari masyarakat di mana ia hidup dan berada. Dari penjelasan tersebut
dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa masyarakat tani di Indonesia layak untuk
mendapatkan hak yang sama sebagai upah atas jerih payah yang telah dilakukannya dalam
sector pertanian.

Selain hak ada juga kewajiban yang muncul sebagai konsekuensi adanya hak itu.
Kewajiban umumnya dipahami sebagai sesuatu yang harus dilakukan setiap individu atau
personal manusia. Dalam konteks ini, kewajiba adalah sesuatu yang harus dilakukan oleh
seorang msyarakat tani atas hak-hak yang telah diberikan dan masyarakat tani harus
menaatinya sebagai warga Negara yang baik. Di Indonesia, setiap penduduk memiliki hak
yang didapatkan dari Negara dan juga kewajiban yang harus dilakukan terhadap Negara.

38
BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

Persoalan yang sulit diatasi adalah persoalan keadilan. Hampir setiap kebijakan jarang
akan disambut dengan baik oleh semua pihak. Selalu ada saja pihak yang memperoleh
manfaat lebih besar dari pihak lainnya dan bahkan ada yang dirugikan. Itulah sebabnya
masalah kebijakan pertanian bukanlah terletak pada banyak sedikitnya campur tangan
pemerintah, tetapi pada berhasil tidaknya kebijakan itu mencapai sasarannya dengan sekaligus
mencari keadilan bagi pihak-pihak yang bersangkutan. Oleh karena itu kebijakan pertanian
yang lebih baik adalah yang dapat mencapai tujuan nasional untuk menaikkan produksi secara
optimal dengan perlakuan yang adil pada pihak-pihak yang bersangkutan itu.

2. Saran

Dengan kita mengetahui kerja keras petani di Indonesia dalam menyediakan bahan
makanan pokok untuk masyarakat Indonesia, seharusnya kita bisa menghargai jerih payah
petani Indonesia, dengan cara mengangkat derajad petani Indonesia. Cara tersebut dapat
dilakukan dengan memberikan training untuk perbaikan cara bercocoktanam yang baik dan
dengan memberikan sebuah penghargaan kepada petani yang yang dapat menghasilkan hasil
panen yang sangat memuaskan. Apabila hal tersebut sudah terlaksana dengan baik, maka
pendapatan ekonomi di Indonesia jugan akan bertambah sebagai efek dari pertanian yang
unggul.

39
DAFTAR PUSTAKA

 https://dekikunanjar.wordpress.com/2013/04/28/hak-kewajiban-dan-sangsi-petani-atau-
pengusaha-di-bidang-pertanian-berdasarkan-undang-undang-tentang-sumber-daya-air/
 http://agrindoforlife.blogspot.co.id/2014/10/kebijakan-pemerintah-di-sektor-
pertanian.html
 http://www.hpli.org/aldo.php
 https://biografi-tokoh-ternama.blogspot.co.id/2015/09/biografi-sjarifuddin-baharsjah-
tokoh-pertanian-indonesia.html
 https://id.wikipedia.org/wiki/Petani
 Thalib Farida. 1979. Tokoh Profil dan Srikandi Indonesia : Ide & Gagasan Demi
Kemajuan Bangsa. Jakarta : Lembaga Pusat Kajian Strategis Indonesia.

40

Anda mungkin juga menyukai