Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI

RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RSUP SANGLAH DENPASAR

oleh

Auliya Hidayati, S.Kep


NIM 132311101001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNVERSITAS JEMBER
2018
A. Anatomi dan Fisiologi Kardiovaskuler
1. Komponen Sistem Kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulsi darah yang terdiri dari
jantung, komponen darah, dan pembuluh darah yang berfungsi memberikan dan
mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi ke seluruh jaringan tubuh yang diperlukan
dalam proses metabolisme tubuh. Sistem kardiovaskuler memerlukan banyak
mekanisme yang bervariasi agar fungsi regulasinya dapat merespons aktivitas
tubuh, salah satunya adalah meningkatkan aktivitas suplai darah agar aktivitas
jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan berat, aliran darah tersebut lebih banyak
diarahkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak yang berfungsi
memlihara dan mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri (Muttaqin, 2009).
Menurut Muttaqin (2009) dan Sloane (2003), sistem kardiovaskuler
merupakan suatu sistem transpor tertutup yang terdiri atas:
a) Jantung sebagai organ pemompa untuk menggerakkan darah
b) Komponen darah sebagai pembawa materi oksigen dan nutisi. Jarak semua sel
tubuh dari sumber nutrisi ini tidak pernah lebih dari satu milimeter.
c) Pembuluh darah sebagai media yang mengalirkan komponen darah terbagi atas
arteri, kapilar, dan vena.
Ketiga komponen tersebut harus berfungsi dengan baik agar seluruh
jaringan dan organ tubuh menerima suplai oksigen dan nutrisi yang adekuat. Otot
jantung, pembuluh darah, sistem konduksi, suplai darah, dan mekanisme saraf
jantung harus bekerja bersama-sama dan mempengaruhi denyutan dan volume
pompa darah untuk menyuplai aliran darah ke seluruh jaringan sesuai kebutuhan
yang diperlukan oleh tubuh.

2. Anatomi dan Fisiologi Jantung


a) Anatomi Jantung
Jantung terletak di rongga dada, di ruang antara paru-paru, terletak
lebih ke arah kiri daripada kanan dengan bagian apex di bagian bawah dan
base di bagian atas (Sloane, 2003). Jantung berbentuk seperti pir/kerucut
seperti piramida terbalik dengan apeks (superior-posterior:C-II) berada di
bawah dan basis (anterior-inferior ICS V) berada di atas. Pada basis jantung
terdapat aorta, batang nadi paru, pembuluh balik atas dan bawah dan
pembuluh balik. Jantung sebagai pusat sistem kardiovaskuler terletak di
sebelah rongga dada (cavum thoraks) sebelah kiri yang terlindung oleh
costae tepatnya pada mediastinum (Muttaqin, 2009).
Jantung merupakan organ muskuler yang dapat berkontraksi secara
ritmis, dan berfungsi memompa darah dalam sistem sirkulasi.
1) Lapisan Jantung
Secara struktural menurrut Sloane (2003), dinding jantung terdiri atas 3
lapisan (tunika) yaitu:
a. Endokardium terletak pada lapisan subendotel. Sebelah dalam dibatasi
oleh endotel. Endokardium tersusun atas jaringan penyambung jarang
dan banyak mengandung vena, syaraf (nervus), dan cabang-cabang
sistem penghantar impuls.
b. Miokardium terdiri atas sel-sel otot jantung. Sel-sel otot jantung
dibagi dalam 2 kelompok; sel-sel kontraktil dan sel-sel yang
menimbulkan dan menghantarkan impuls sehingga mengakibatkan
denyut jantung.
c. Epikardium merupakan membran serosa jantung, membentuk batas
viseral perikardium. Sebelah luar diliputi oleh epitel selapis gepeng
(mesotel). Jaringan adiposa yang umumnya meliputi jantung
terkumpul dalam lapisan ini.

Gambar 1. Lapisan Jantung


2) Bagian- bagian dari jantung
a. Basis kordis: bagian jantung sebelah atas yang berhubungan dengan
pembuluh darah besar dan dibnetuk oleh atrium sinistra dan sebagian
olehatrium dekstra.
b. Apeks kordis: bagian bawah jantung berbentuk puncak kerucut tumpul
(Sloane, 2003).
3) Permukaan jantung (fascies kordis)
a. Fascies sternokostalis: permukaan menghadap ke depan berbatasan
dengan dinding depan toraks, dibentuk oleh atrium dekstra, ventrikel
dekstra dan sedikit ventrikel sinistra.
b. Fascies dorsalis: permukaan jantung menghadap ke belakang
berbentuk segiempat berbatas dengan mediastinum posterior, dibentuk
oleh dinding atrium sinistra, sebgain atrium sinistra dan sebgain kecil
dinding ventrikel sinistra.
c. Fascies diafragmatika: permukaan bagian bawah jantung yang bebatas
dengan stentrum tindinium diafragma dibentuk oleh dinding ventrikel
sinistra dan sebagian kecil ventrikel dekstra (Sloane, 2003).
4) Tepi jantung (margo kordis)
a. Margo dekstra: bagian jantung tepi kanan membentang mulai dari
vena kavasuperior sampai ke apeks kordis
b. Margo sinistra: bagian ujung jantung sebelah tepi membentang dari
bawahmuara vena pulmonalis sinistra inferior sampai ke apeks kordis
(Sloane, 2003).
5) Alur permukaan jantung
a. Sulkus atrioventrikularis: Mengelilingi batas bawah basis kordis
b. Sulkus langitudinalis anterior: dari celah arteri pulmonalis dengan
aurikulasinistra berjalan kebawah menuju apeks kordis.
c. Sulkus langitudinals posterior: dari sulkus koronaria sebelah kanan
muara vena cava inferior menuju apeks kordis (Sloane, 2003).
6) Ruang-ruang jantung
Jantung terdiri dari empat ruang menurut Muttaqin (2009) dan Guyton
(2007) yaitu:
a. Atrium dekstra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar, bagian
dalamnya membentuk suatu rigi atau krista terminalis.
1. Muara atrium kanan terdiri dari:
a) Vena cava superior
b) Vena cava inferior
c) Sinus koronarius
d) Osteum atrioventrikuler dekstra
2. Sisa fetal atrium kanan: fossa ovalis dan annulus ovalis
b. Ventrikel dekstra: berhubungan dengan atrium kanan melalui
osteumatrioventrikel dekstrum dan dengan traktus pulmonalis melalui
osteumpulmonalis. Dinding ventrikel kanan jauh lebih tebal dari
atrium kanan yang terdiri dari:
1. Valvula triskuspidal
2. Valvula pulmonalis
c. Atrium sinistra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula
d. Ventrikel sinistra: Berhubungan dengan atrium sinistra melalui
osteumatrioventrikuler sinistra dan dengan aorta melalui osteum aorta.
7) Katup Jantung
Katup-katup jantung terdiri atas bagian sentral yang terdiri atas jaringan
fibrosa padat menyerupai aponeurosis yang pada kedua permukaannya
dibatasi oleh lapisan endotel. Katup-katup jantung terdiri dari:
a. Katup Arterioventrikular yang terdapat diantara atrium dan ventrikel,
katup tersebut dibagi lagi menjadi:
1. Katup Trikuspidalis (kanan)
2. Katup Mitral (kiri)
b. Katup Semilunaris yang memisahkan aliran darah dari jantung ke
seluruh tubuh dan paru-paru, katup tersebut dibagi lagi menjadi:
1) Katup pulmonari
2) Katup aorta
8) Peredaran darah jantung
Vena kava superior dan vena kava inferior mengalirkan darah ke atrium
dekstra yang datang dari seluruh tubuh. Arteri pulmonalis membawa
darah dari ventrikel dekstra masuk ke paru-paru (pulmo). Antara
ventrikel sinistra dan arteri pulmonalis terdapat katup vlavula semilunaris
arteri pulmonalis. Vena pulmonalis membawa darah dari paru-paru
masuk ke atrium sinitra. Aorta (pembuluh darah terbesar) membawa
darah dari ventrikel sinistra dan aorta terdapat sebuah katup valvula
semilunaris aorta. Peredaran darah jantung, yaitu:
a. Arteri koronaria kanan: berasal dari sinus anterior aorta berjalan
kedepan antara trunkus pulmonalis dan aurikula memberikan cabang-
cabang ke atrium dekstra dan ventrikel kanan.
b. Arteri koronaria kiri: lebih besar dari arteri koronaria dekstra
c. Aliran vena jantung: sebagian darah dari dinding jantung mengalir ke
atrium kanan melalui sinus koronarius yang terletak dibagian belakang
sulkusatrio ventrikularis merupakan lanjutan dari vena (Muttaqin,
2009).
b) Fisiologi Jantung
Jantung sebagai pompa karena fungsi jantung adalah untuk memompa
darah, yaitu pompa kiri dan pompa kanan. Pompa jantung kiri meliputi
peredaran darah yang mengalirkan darah ke seluruh tubuh dimulai dari
ventrikel kiri-aorta-arteri-arteriola-kapiler-venula-vena cava superior dan
inferior-atrium kanan. Pompa jantung kanan meliputi peredaran darah kecil
yang mengalirkan darah ke pulmonal, dimulai dari ventrikel kanan - arteri
pulmonalis - vena pulmonalis - atrium kiri. Gerakan jantung terhadap dua
jenis, yaitu konstriksi (sistol) dan relaksasi (diastole) dari kedua atrium,
terjadi serentak yang disebut sistol atrial dan diastole atrial. Konstriksi
ventrikel kira-kira 0,3 detik dan tahap dilatasi selama 0,5 detik. Konstriksi
kedua atrium pendek, sedang konstriksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat.
Daya dorong dari vantrikel kiri harus lebih kuat karena harus mendorong
darah ke seluruh tubuh untuk mempertahankan tekanan darah sistemik.
sedangkan ventrikel kanan memompakan darah darah ke sekitar paru-paru
dimana tekanannya lebih rendah.

B. Konsep Teori Congestive Heart Failure (CHF)


1. Definisi
Gagal jantung kongestif atau congestive heart failure (CHF) merupakan
kondisi dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk mengantarkan darah yang
kaya oksigen ke tubuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan-keperluan tubuh.
Congestive Heart Failure disebut juga gagal jantung merupakan keadaan
fisiologik dimana jantung tidak dapat memompa darah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (konsumsi oksigen) (Black dan Hawks,
2005). Pengertian lain menyebutkan bahwa gagal jantung kongestif adalah
gangguan multisistem yang terjadi apabila jantung tidak lagi mampu
memompakan darah yang mengalir ke dalamnya melalui sistem vena (Robbins,
2004). Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi
(Brunner dan Suddarth, 2002).
Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa
tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk matabolisme jaringan (Price dan
Wilson, 2005). Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk
mempertahankan sirkulasi yang adekuat, ditandai dengan dispneu, dilatasi vena
dan edema (Kamus Kedokteran Dorland, 1998). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa gagal jantung menyebabkan perubahan pada sistolik dan diastolik yang
merupakan fungsi dari ventrikel kiri. Kegagalan terjadi terjadi karena penyakit
intristik atau cacat struktural.

2. Etiologi
a) Kelainan otot jantung
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis, hipertensi arterial, dan
penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
b) Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah keotot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat) dan
infark miokardium (kematian sel jantung) yang biasanya mendahului terjadinya
gagal jantung.
c) Hipertensi Sistemik atau Pulmonal (Peningkatan after load)
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat
dianggap sebagai kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas jantung.
d) Peningkatan kebutuhan metabolisme
Peningkatan kebutuhan yang berlebihan (demand overload) seperti anemia,
tirotoksikosis, demam dan hipoksia .
e) Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
f) Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya
tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme yang biasanya
terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (mis, stenosis katup
semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (mis, tamponade
pericardium, perikarditas konstriktif, atau stenosis katup AV). Peningkatan
mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (Hipertensi
“Maligna”) dapat menyebabkan gagal jantung meskipun tidak ada hipertrofi
miokardial.
g) Faktor Sistemik.
Terdapat sejumlah fakor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya
gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (mis demam, tirotoksikosis),
hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia juga dapat menurunkan
suplai oksigen ke jantung. Asidosis (respiratorik atau metabolik) dan
abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritmia
jantung yang dapat terjadi dengan sendirinya atau secara sekunder akibat gagal
jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.

3. Klasifikasi
Menurut New York Heart Association (NYHA), CHF diklasifikasikan
sebagai berikut:
a) Kelas I
Tidak ada limitasi pada aktivitas fisik. Ketika melakukan aktivitas biasa tidak
menimbulkan gejala lelah, palpitasi, sesak nafas atau angina.
b) Kelas II
Aktivitas fisik sedikit terbatas. Ketika melakukan aktivitas biasa dapat
menimbulkan gejala lelah, palpitasi, sesak nafas atau angina tetapi akan merasa
nyaman ketika istirahat.
c) Kelas III
Ditandai dengan keterbatasan-keterbatasan dalam melakukan aktivitas. Ketika
melakukan aktivitas yang sangat ringan dapat menimbulkan lelah, palpitasi,
sesak nafas.
d) Kelas IV
Tidak dapat melakukan aktivitas dikarenakan ketidaknyamanaan. Keluhan-
keluhan seperti gejala isufisiensi jantung atau sesak nafas sudah timbul pada
waktu pasien beristirahat. Keluhan akan semakin berat pada aktivitas ringan.

4. Patofisiologi
Gagal jantung kongestif terjadi sewaktu kontraktilitas jantung berkurang
dan ventrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama
diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolic akhir ventrikel secara progresif
bertambah. Gagal jantung adalah suatu lingkaran yang tidak berkesudahan.
Semakin terisi berlebihan ventrikel, semakin sedikit darah yang dapat dipompa
keluar sehingga akumulasi darah dan peregangan serat otot bertambah. Akhirnya,
volume sekuncup, curah jantung, dan tekanan darah turun.
Setiap hambatan pada arah aliran (forward flow) dalam sirkulasi akan
menimbulkan bendungan pada arah berlawanan dengan aliran (backward
congestion). Hambatan aliran (forward failure) akan menimbulkan adanya gejala
backward failure dalam system sirkulasi darah. Mekanisme kompensasi jantung
pada kegagalan jantung adalah suatu upaya tubuh untuk mempertahankan
peredaran darah dalam sirkulasi dalam memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan. Bila jantung bagian kanan dan kiri bersama-sama dalam keadaan gagal
akibat gangguan aliran darah dan adanya bendungan, maka akan tampak tanda
dan gejala pada sirkulasi paru yang disebut gagal jantung kongestif. Dasar
patofisiologi terjadinya gagal jantung, yaitu:
a) Hipotensi Backward Failure
Ventrikel gagal untuk memompa darah maka darah akan terbendung dan
tekanan diatrium sisa vena-vena dibelakangnya akan naik.
b) Hipotensi Forward Failure
Akibat berkurangnya aliran darah (Cardiac Output) di sistem arterial, sehingga
terjadi pengurangan perfusi pada organ-organ vital dengan segala akibatnya.
c) Kegagalan ventrikel kiri
Jika ventrikel kiri gagal, maka tidak mampu mengeluarkan isinya secara
adekuat sehingga mengakibatkan dilatasi, peningkatan volume diastolic akhir,
dan peningkatan tekanan intraventrikuler pada akhir diastole. Hal ini
mengakibatkan ketidakmampuan atrium kiri untuk mengosongkan isinya
kedalam ventrikel kiri secara adekuat, dan tekanan pada atrium kiri meningkat.
Peningkatan tekanan ini dipantulkan kedalam vena pulmonalis, yang membawa
darah dari paru-paru keatrium kiri. Peningkatan tekanan pada pembuluh
pulmonal mengakibatkan kongesti vaskuler pulmonal, yang merupakan
penyebab kebanyakan gagal ventrikel kiri.
d) Gagal ventrikel kanan selain akibat dari gagal ventrikel kiri dapat pula terjadi
karena gangguan atau hambatan pada daya pompa ventrikel kanan menurun,
tanpa didahului oleh adanya gagal ventrikel kiri. Dengan menurunnya isi
skuncup ventrikel kanan , tekanan dan volume akhir diastolic ventrikel kanan
akan meningkat dan keadaan ini menjadi beban bagi atrium kanan dalam
kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu diastolic, sehingga terjadi
kenaikan tekanan dalam atrium kanan. Tekanan dalam atrium kanan yang
meninggi menyebabkan hambatan pada aliran masuknya darah dari vena kava
superior dan inferior kedlm jantung sehingga menyebabkan kenaikan tekanan
darah dan adanya bendungan pada vena-vena sistemik tersebut.

5. Manifestasi Klinis
a) Gagal jantung kiri terjadi koongesti paru. Manifestasi yang terjadi meliputi:
1) Sesak napas dyspnea on effert, paroxymal nocturnal dyspnea
2) Pernapasan cheyne stokes
3) Batuk
4) Ronchi basah, halus, tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax
5) Sianosis
6) Suara serak
7) Mudah lelah
8) Takikardi dengan bunyi jantung S3
9) Kecemasan dan kegelisahan
b) Gagal jantung kanan terjadi kongesti visera dan jaringan perifer. Manifestasi
klinik yang tampak meliputi:
1) Edema ekstremitas bawah (edema dependen) yang biasanya merupakan
pitting edema
2) Pertambahan berat badan
3) Hepatomegali (pembesaran hepar)
4) Tekanan vena jugularis meningkat (hepato jugular refluks)
5) Asites (penimbunan cairan di rongga peritoneum)
6) Anoreksia, mual, muntah, dan rasa kembung di epigastrium
7) Gangguan ginjal, albuminuria, kadar ureum meninggi (60-100%), oligouria,
nokturia
8) Hiponatremia, hipokalemia, hipoklorimia
9) Kelemahan
6. Pemeriksaan Penunjang
a) EKG (Elektro Kardio Gram)
Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia, dan
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia, mis: takikardi, fibrilasi atrial,
mungkin sering terdapat KVP. Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu
atau lebih setelah infark miokard menunjukkan adanya aneurisma
ventrikullar (dapat menyebabkan gagal/disfungsi jantung)
b) Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram dopple)
Dapat menunjukkan dimensi perbesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas ventrikuler.
c) Scan Jantung (Multigated acquisition (MUGA))
Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
d) Kateterisasi Jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal
jantung sisi kanan versus sisi kiri, dan stenosis katup atau isufisiensi. Juga
mengkaji potensi arteri koroner. Zat kontras disuntikkan kedalam ventrikel
menunjukkan ukuran abnormal dan ejeksi fraksi/perubahan kontraktilitas.
e) Rontgent Dada
Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan
dilatasi/hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah
mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal. Kontur abnormal, mis:
bulging pada perbatasan jantung kiri, dapat menunjukkan aneurisma
ventrikel.
f) Enzim Hepar
Meningkat dalam gagal/kongesti hepar.
g) Elektrolit
Mungkin berubah karena perpindahan cairan/penurunan fungsi ginjal, terapi
diuretic.
h) Oksimetri Nadi
Saturasi oksigen mungkin rendah, terutama jika GJK akut memperburuk
PPOM atau GJK kronis.
i) Analisa Gas Darah
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan (dini) atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2 (akhir)
j) BUN, kreatinin
Peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal. Kenaikan baik
BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal ginjal.
k) Albumin/transferin serum
Mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein atau
penurunan sintesis protein dalam hepar yang mengalami kongesti.
l) HSD
Mungkin menunjukkan anemia, polisitemia, atau perubahan kepekatan
menandakan retensi air. SDP mungkin meningkat, mencerminkan MI
baru/akut, perikarditis, atau status inflamasi atau infeksius lain.
m) Kecepatan Sedimentasi (ESR)
Mungkin meningkat, menandakan reaksi inflamasi akut.
n) Pemeriksaan tiroid
Peningkatan aktivitas tiroid menandakan hiperaktivitas tiroid sebagai pre
pencetus GJK.

7. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi


a) Diit, makanan lunak, rendah garam
b) Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Hasil yang diharapkan peningkatan curah jantung,
penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresis akan
mengurangi edema. Pada saat pemberian ini pasien harus dipantau terhadap
hilangnya dispnea, ortopnea, berkurangnya krekel, dan edema perifer.
c) Pemberian Diuretik, yaitu untuk memacu eksresi natrium dan air melalui
ginjal. Bila sudah diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak
mengganggu istirahat pasien pada malam hari, intake dan output pasien
harus dicatat mungkin pasien dapat mengalami kehilangan cairan setelah
pemberian diuretik, pasien juga harus menimbang badannya setiap hari
turgor kulit untuk menghindari terjadinya tanda-tanda dehidrasi
d) Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, hati-
hati depresi pernapasan
e) Pemberian oksigen
f) Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif
merupakan pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal jantung untuk
mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh
ventrikel.
g) Tindakan Operatif
1) Revaskularisasi koroner (Coronary Artery Bypass Grafting (CABG)
dan Percutaneus Coronary Intervention (PCI)
2) Operasi Katup
3) Operasi Mitral
4) Regurgitasi Trikuspid
5) Aneurismektomi Ventrikel Kiri
6) Restorasi Ventrikel Eksternal
7) Alat Pacu Jantung
8) Implantable Cardioverter Defibrilator
9) Transplantasi Jantung
10) Ventricular Assist Device dan Jantung Buatan
11) Ultrafiltrasi
D. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Data demografi
Yang paling sering dijangkiti kanker dari alat perkemihan adalah buli-buli.
Kanker Buli-buli terjadi tiga kali lebih banyak pada pria dibandingkan pada
wanita, dan tumor-tumor multipel juga lebih sering, kira-kira 25% klien
mempunyai lebih dari satu lesi pada satu kali dibuat diagnosa.
b) Keluhan utama
Keluhan penderita yang utama adalah mengeluh kencing darah yang
intermitten, merasa panas waktu kencing.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Merasa ingin kencing, sering kencing terutama malam hari dan pada fase
selanjutnya sukar kencing, nyeri suprapubik yang konstan, panas badan dan
merasa lemah, nyeri pinggang karena tekanan saraf, dan nyeri pada satu sisi
karena hydronephrosis.
d) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat tumor baik yang ganas maupun jinak pada sistem perkemihan atau
pada organ lain
e) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat tumor atau kanker dalam keluarga
f) Pemeriksaan Fokus
Lakukan inspeksia bdomen bagian bawah, kandung kemih adalah organ
berongga yang mampu untuk mengumpulkan dan mengeluarkan urin yang
dibuat ginjal, selanjutnya perkusi dengan cara pasien dalam posisi
terlentang, perkusi dilakukan dari arah depan, lakukan pengetukan pada
daerah kandung kemih, daerah suprapubik. Kemudian lakukan palpasi
kandung kemih pada daerah suprapubis dimana normalnya kandung kemih
terletak di bawah simfibis pubis tetapi setelah membesar meregang ini dapat
terlihat distensi pada area suprapubis. Bila kandung kemih penuh akan
terdengar dullness atau redup. Pada kondisi yang berarti urin dapat
dikeluarkan secara lengkap pada kandung kemih. Kandung kemih tidak
teraba. Bila ada obstruksi urin normal maka urin tidak dapat dikeluarkan
dari kandung kemih maka akan terkumpul. Hal ini mengakibatkan distensi
kandung kemih yang bias di palpasi di daerah suprapubis.
Inspeksi: tampak warna kencing campur darah, pembesaran suprapubic bila
tumor sudah besar.
Palpasi: teraba tumor masa suprapubic, pemeriksaan bimanual teraba tumor
pada dasar buli-buli dengan bantuan general anestesi baik waktu VT atau
RT.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (dysuria, prosedur
bedah)
b) Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomik
c) Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan hematuria
d) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan makan
e) Mual berhubungan dengan tumor terlokalisasi (tumor buli)
f) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, kurang terpapar informasi
g) Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, gangguan integritas
kulit
h) Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (prosedur bedah)
i) Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan prosedur bedah
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi Keperawatan (NIC)
Keperawatan
1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 Manajemen Nyeri
berhubungan dengan jam diharapkan nyeri akut pada klien dapat teratasi 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
agens cedera fisik dengan kriteria hasil: termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
(dysuria) Kriteria kualitas dan faktor presipitasi
Awal 1 2 3 4 5
Hasil 2. Observasi reaksi non-verbal dari ketidaknyamanan
Nyeri yang 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
dilaporkan mengetahui pengalaman nyeri pasien
Panjangnya 4. Lakukan manajemen nyeri sesuai skala nyeri misalnya
episode nyeri pengaturan posisi fisiologis
Ekspresi nyeri 5. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
wajah seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan
Tidak bisa 6. Ajarkan teknik non-farmakologi untuk mengatasi nyeri
beristirahat seperti relaksasi nafas dalam, distraksi, dan kompres
Keterangan: 7. Kolaborasi pemberian analgetik
1 = Berat
2 = Cukup Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = Tidak ada
2. Gangguan eliminasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 Manajemen Cairan
urin berhubungan jam diharapkan gangguan eliminasi urin pada klien 1. Timbang berat badan setiap hari dan monitor status
dengan obstruksi dapat teratasi dengan kriteria hasil: pasien
anatomik Kriteria 2. Monitor input dan output cairan klien
Awal 1 2 3 4 5
Hasil 3. Monitor status hidrasi (misalnya membran mukosa
Nyeri saat lembab, denyut nadi adekuat, dan tekanan darah
kencing ortostatik)
Rasa terbakar 4. Monitor hasil laboratorium yang relevan dengan
saat berkemih retensi cairan (misalnya peningkatan berat jenis,
Darah terlihat peningkatan BUN, penurunan hematokrit, dan
dalam urin peningkatan kadar osmolalitas urin)
Keterangan: 5. Monitor tanda-tanda vital
1 = Sangat terganggu 6. Monitor indikasi kelebihan cairan/retensi
2 = Banyak terganggu 7. Berikan terapi IV, seperti yang ditentukan
3 = Cukup terganggu
4 = Sebagian terganggu
5 = Tidak terganggu
3. Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 Pengurangan Kecemasan
berhubungan dengan jam diharapkan ansietas pada klien dapat teratasi 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
krisis situasi, kurang dengan kriteria hasil: 2. Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan
terpapar informasi Kriteria 3. Jelaskan semua prosedur termasuk sensasi yang
Awal 1 2 3 4 5
Hasil dirasakan
Tidak dapat 4. Pahami situasi krisis yang terjadi dari persepsi klien
beristirahat 5. Berikan informasi faktual terkait diagnosis,
Wajah tegang perawatan, dan prognosis
Rasa takut 6. Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan
yang cara yang tepat
disampaikan 7. Ciptakan atmosfer rasa aman untuk meningkatkan
melalui lisan kepercayaan
Rasa cemas 8. Dukung penggunaan mekanisme koping yang sesuai
yang 9. Instruksikan klien untuk menggunakan teknik
disampaikan relaksasi
melalui lisan
Keterangan:
1 = Berat
2 = Cukup Berat
3 = Sedang
4 = Ringan
5 = Tidak Ada
4. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x24 Kontrol Infeksib
berhubungan dengan jam diharapkan risiko infeksi pada klien dapat teratasi 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan
luka insisi bedah dengan kriteria hasil: untuk setiap pasien.
Kriteria Hasil Awal 1 2 3 4 5 2. Ganti peralatan perawatan pasien sesuai protokol
Kemerahan institusi.
Cairan (luka) 3. Isolasi orang yang terkena penyakit menular.
yang berbau 4. Batasi jumlah pengunjung
busuk 5. Anjurkan kepada klien menganai teknik cuci tangan
Demam yang tepat.
Ketidakstabilan 6. Cuci tangan sebelum dan setelah perawatan pasien.
suhu 7. Pakai sarung tangan steril yang tepat.
Nyeri 8. Pastikan teknik perawatan luka yang tepat.
Keterangan: 9. Berikan terapi antibiotik yang sesuai
1 = Berat 10. Ajarkan pasien mengenai tanda dan gejala infeksi dan
2 = Cukup Berat kapan harus melaporkannya kepada pelayanan
3 = Sedang kesehatan.
4 = Ringan 11. Ajarkan pasien dan keluarga bagaimana menghindari
5 = Tidak Ada infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G.M., et al. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi


Keenam. Elsevier.

Herdman, T.H dan Kamitsuru, S.K. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi &
Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.

Lerner, P Shet, Schoenberg, P Mark, Sternber N Cora. 2006. Textbook of Bladder


Cancer. Taylor & Francis Group.
Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI.

Moorhead, S., et al. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi Kelima.
Elsevier.

Price, Sylvia A., dan Wilson L. M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
proses penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:
EGC.

Smeltzer, S.C dan B.G.Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta: EGC.

Sloane, Ethel. 2004.Anatomi Dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai