Pada umumnya, masalah etika selama ini hanya dipahami sebatas perilaku
manusia terhadap manusia lain. Baik teori teontologi (teori kewajiban), teori
pertimbangan moral, yang menurut istilah Frankena disebut sebagai moral patient
Secara deontologis, perilaku etis hanya dari sudut pandang manusia, yaitu
manusia. Secara teleologis, perilaku etis juga hanya menyorot kepentingan umat
manusia dilihat dari konsekuensi atau akibat dari setiap keputusan dan tindakan
manusia terhadap manusia lainnya. Teori teleologi melihat sejauh mana keputusan
teonomis, pemaknaan ajaran agama juga dilihat semata-mata dari sudut pandang
tuhan atau kekuatan tak terbatas, dan sejauh mana umat manusia telah beriman
pengetahuan dan teknologi. Kesadaran ini mulai muncul setelah ada indikasi
lingkungan hidup, yaitu: akumulasi bahan beracun, efek rumah kaca, perusakan
lapisan ozon, hujan asam, deforestasi dan penggurunan, serta kematian bentuk-
bentuk kehidupan. Keenam isu lingkungan hidup ini dibahas secara lebih rinci
Sudah bukan rahasia lagi bahwa pabrik-pabrik yang berdiri selama ini umumnya
sungai-sungai dan laut. Berbagai kasus pencemaran air akibat limbah beracun
sudah sering kali muncul di media massa sehingga sudah menjadi berita biasa
saja. Tentu masih belum hilang dari ingatan kita berita tentang kematian ikan-ikan
di sekitar teluk Jakarta, yang diduga kuat disebabkan oleh limbah beracun dari
sungai-sungai yang bermuara ke laut teluk Jakarta. Ditambah lagi dengan kasus
di sekitar pantai Buyat yang menderita penyakit kulit akibat limbah bahan merkuri
dari salah satu perusahaan pertambangan emas yang dibuang ke laut. Masalah
lainnya adalah hampir semua air sungai yang melewati kota-kota besar tidak lagi
syarat untuk air minum. Air dari perusahaan air minum (PAM) di kota-kota besar
yang bahan bakunya bersumber dari air sungai, banyak yang tidak memenuhi
syarat untuk keperluan air minum. Jangankan untuk air minum, ikan dan jenis
kehidupan lain yang biasa hidupdi sungai pun terancam punah. Berkali kali juga
Bukan saja air sungai dan laut yang mulai tercemar. Udara di sekitar kita
beracun yang keluar dari knalpot berbagai merek dan jenis kendaraan bermotor,
penggunaan jenis pupuk kimia non-organik dengan takaran tak terkendali untuk
buahan, kacang-kacangan. Belum lagi, saat ini makin banyak dijumpai kasus di
mana produk hasil pertanian dan hasil olahan industry rakyat tahu, tempe, bakso
diawetkan dengan formalin. Minuman dan makanan pun ada yang di campur
dengan zat pewarna yang berbahaya untuk kesehatan. Penemuan teknologi niklir
untuk pembuatan berbagai jenis senjata jelas merupakan ancaman besar bagi
keberadaan bumi beserta seluruh isinya. Penggunan nuklir untuk tujuan damai-
antara lain sebagai sumber energi alternatif untuk mengganti minyak bumi-
teknologi yang digunakan untuk mencegah kebocoran nuklir dan dalam mengatasi
limbah nuklir yang mengandung bahan radioaktif yang sangat berbahaya, tetap
umat manusia hingga kini karena akibat yang ditimbulkannya sangat dahsyat baik
bagi penduduk di sekitar Hiroshima dan Nagasaki maupun bagi penduduk jepang
kebocoran reaktor nuklir tersebut tetap saja terjadi. Sebagaiman diketahui, bahaya
radioaktif dari limbah nuklir ini bias bertahan selama ribuan tahun serta
mengancam keberadaan bumi beserta seluruh isinya. Bagi umat manusia, bahaya
radioaktif ini bukan saja menyebabkan kematian, tetapi juga bias menimbulkan
penyakit kanker, keguguran bagi ibu-ibu hamil, mutasi gen, cacat lahir, dan
sebagainya.
Efek Rumah Kaca (Greenhouse Effect)
yang diadakan di bali yang dihadiri oleh utusan pemerintah, pejabat PBB, dan
pakar lingkungan dari hampir seluruh negara di dunia. Konferensi ini dapat
kurang serius dalam merespons usulan program bersama yang telah beberapa kali
dibahas dalam berbagai forum sejenis. Ini menunjukkan bahwa pemerintah, para
pakar, dan masyarakat dunia telah sangat menyadari bahaya dari proses
mengatasi permasalahan ini. Para ahli mengatakan bahwa salah satu penyebab
terjadinya pemanasan global adalah akibat efek rumah kaca (greenhouse effect).
Hawa panas yang diterima bumi dari sinar matahari terhalang dan terperangkap
tidak dapat keluar dari atmosfer bumi oleh partikel-partikel gas polutan atau yang
sering disebut gas rumah kaca. Gas-gas yang memenuhi atmosfer bumi tersebut,
di antaranya berupa: karbon dioksida (CO2), metana (CH4), ozon (O2), nitrogen
telah memantau dengan satelit sejak tahun 1979, seluruh es di Antariksa pada
tahun 2005 tidak lagi menutupi areal sebagaimana pada tahun 1979 (dalam Nasru
Alam Aziz: Kompas, 13 Desember 2006). Mencairnya di Antariksa ini tentu saja
berakibat pada kenaikan permukaan air laut di dunia. Bisa di bayangkan akibatnya
bagi Indonesia yang wilayahnya terdiri dari puluhan ribu pulau yang dikelilingi
oleh laut dan samudra. Bila pemanasan global tidak dapat dikendalikan, maka
sebagaimana diprediksi oleh Nasru Alam Aziz, pada abad ke-21 ini kenaikan
permukaan air laut akan mengggenangi daratan sejauh 50 meter dari garis pantai
dan akan menenggelamkan ribuan pulau kecil di Indonesia. Selain itu, pemanasan
global juga dapat menimbulan berbagai bencana, seperti kekeringan, banjir, badai
dan topan akibat iklim yang tidak menentu, mengganggu pola hidup flora dan
fauna, mengacaukan pola tanam petani dan pola penangkapan ikan nelayan di
pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batubara), yang saat ini menjadi
sumber energi terbesar di dunia untuk industri, transportasi, dan keperluan rumah
tangga. Gas metana berasal dari pembakaran sampah kota dan chloro-fluoro-
carbon (CFC) yang banyak digunakan untuk penyejuk ruangan (AC), Kulkas,
juga telah terjadi perobekan sehingga menimbulkan lubang pada bagian tertentu
dari lapisan ozon tersebut. Penyebab paling utama dari kerusakan lapisan ozon ini
kulkas, industry plastic dan busa, dan aerosol. Penggunaak barang-barang dari
plastic dan busa yang makin meluas, pemasangan peralatan AC diruangan maupun
sebagai alat pendingin/pengawet bahan makanan dan minuman yan makin meluas
daging dan ikan segar, rumah tangga, dan sebagainya makin meningkat produksi
gas CFC tersebut. Bila ini tidak dapat dikendalikan, maka gas polutan CFC ini
akan makin banyak memenuhi lapisan ozon sehingga dapat membahayakan apisan
ozon tersebut.
Asap tebal yang berwarna hitam pekat ini kemudian menyatu dengan udara dan
awan, yang pada gilirannya menurunkan hujan asam (acid rain) ke bumi di sekitar
awan tesebut. Sejak beberapa dekade terakhir ini, terutama di kawasan industri
padat Negara-negara maju seperti AS, Kanada, Jerman, Belanda dan lain
sebagainya, sudah sering di basahi oleh air hujan asam. Hujan asam ini ternyata
sangat berbahaya bagi kehidupan di bumi. Bila ini terus berlangsung, maka hujan
asam itu dapat merusak hutan, mencemari air danau, dan bahkan merusak gedung-
gedung.
bahwa akibat hujan asam yang menimpa Kanada telah menyebabkan sekitar
14.000 danau menjadi mati (dalam arti tidak lagi mengandung kehidupan) dan 14