Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Landasan Teoritis Medis


2.1.1 Pengertian efusi pleura
Efusi pleura adalah penimbunan cairan dalam rongga pleura. Efusi pleura adalah suatu
keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura
parietalis dan pleura viseralis dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman
Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru). Efusi pleura adalah pengumpulan cairan
dalam ruangan pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parietal, proses penyakit
primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit
lain.Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml)
berfungsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya
friksi.

Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan berlebuhan dari
dalam kavum pleura di antara pleura parietalis dan pleura visceralis (Price C Sylvia,
1995).Cairan dalam jumlah berlebihan tersebut dapat mengganggu pernapasaan dan membatasi
peregangan paru selama inhalasi. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses
penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovakuler, dan infeksi. Efusi pleural adalah
penumpukan cairan di dalam ruang pleural, proses penyakit primer jarang terjadi namun
biasanya terjadi sekunder akibat penyakit lain. Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin
merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus (Baughman C Diane,
2000)Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, (2002).
2.1.2 Anatomi Fisiologi
Pleura adalah membrane tipis yang membungkus paru. Lapisan terluar membrane paru
menempel pada dinding rongga toraks. Lapisan dalam pleura menempel ke paru. Pada saat
ekspansi rongga toraks terjadi selama inspirasi, lapisan terluar mengembang; daya ini
disalurkan ke pleura lapisan dalam, yang akan mengembangkan paru. Di antara lapisan dalam
dan luar terdapat ruang/rongga pleura. Ruang ini terisi beberapa milliliter cairan yang
mengelilingi dan membasahi paru. Cairan pleura memiliki tekanan negative dan melawan gaya
kolaps elastic paru. Mekanisme ini membantu paru tetap dapat mengembang (Cowrin, 2009).
Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong diantara kedua pleura,
karena biasanya hanya terdapat 10-20 cc cairan yang merupakan lapisan tipis serosa yang
selalu bergerak secara teratur. Setiap saat jumlah cairan dalam rongga pleura bisa menjadi lebih
dari cukup untuk memisahkkan kedua pleura. Jika terjadi, maka kelebihan tersebut akan
dipompa keluar melalui pembulu limfatik dari rongga pleura ke mediastinum. Permukaan
superior diafragma dan permukaan lateral pleura parietalis, memerlukan adanya keseimbangan
antara produksi cairan pleura oleh pleura parietalis dan absorpsi oleh pleura viceralis. Oleh
karena itu rongga pleura disebut sebagai ruang potensial, karena ruang ini normalnya begitu
sempit, sehingga bukan merupakan ruang fisik yang jelas (Guyton dan Hall, 2009).

2.1.3 Etiologi
Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat
dan hemoragis
1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri),
sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis), syndroma vena cava superior,
tumor, sindroma meig.
2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia dan sebagainya, tumor, infark paru,
radiasi, penyakit kolagen.
3. Efusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, tuberkulosis.

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dalam pleura
berupa transudat atau eksudat yang diakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara produksi
dan absorpsi di kapiler dan pleura viceralis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral.
Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya
akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini :Kegagalan
jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor
dan tuberkolosis (Arif Muttaqin, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Dgn Gangguan Sistem
Pernapasan).

2.1.4 Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah
cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm
H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya
pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses
keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan
tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru (Alsagaf H, Mukti A).
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum
pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan drainase limfatik dari
rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer
menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam
rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan
transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada
permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan
pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat (Guyton dan Hall , Egc,
2008)

2.1.5 Manifestasi Klinik


a Batuk
b Dispnea bervariasi
c Adanya keluhan nyeri dada (nyeri pleuritik)
d Pada efusi yang berat terjadi penonjolan ruang interkosta.
e Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang mengalami efusi.
f Perkusi meredup diatas efusi pleura.
g Suara nafas berkurang diatas efusi pleura.
h Fremitus fokal dan raba berkurang.
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen Toraks
Dalam foto thoraks terlihat hilangnya sudut kostofrenikus dan akan terlihat permukaan yang
melengkung jika jumlah cairan > 300 cc. Pergeseran mediastinum kadang ditemukan.
2. CT Scan Thoraks
Berperan penting dalam mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang utama
bronkus, menentukan lesi pada pleura dan secara umum mengungkapkan sifat serta derajat
kelainan bayangan yang terdapat pada paru dan jaringan toraks lainnya.
3. Ultrasound
Ultrasound dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang timbul dan sering digunakan
dalam menuntun penusukan jarum untuk mengambil cairan pleura pada torakosentesis.

2.1.7 Penatalaksaan
a Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
b Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
c Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis), menghilangkan
dispnea.
d Drainase cairan (Water Seal Drainage) jika efusi menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri,
dispnea, dll. Cairan efusi sebanyak 1 – 1,2 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencegah
meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan
berikutya baru dapat dilakukan 1 jam kemudian.
e Antibiotika jika terdapat empyema
f Operatif

2.1.8 Komplikasi
1. Fibrotoraks
Pleural effusion yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan
terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut
dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang
berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan
pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura
tersebut.

2. Atalektasis
Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh
penekanan akibat efusi pleura.
3. Fibrosis paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah
yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu
proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang
berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan
jaringan fibrosis.
4. Kolaps Paru
Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian
/ semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.

2.2 Tinjauan Teoritis Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
A. Identitas pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan
pekerjaan pasien.

B. Keluhan utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan
atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan
berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat
tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas.

C. Riwayat penyakit sekarang


Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan
sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang
telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
D. Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan kepada pasien apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.

E. Riwayat penyakit keluarga


Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit
yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain
sebagainya.

F. Observasi TTV

G. Pengkajian Pola-Pola Fungsi Kesehatan


1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan
persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah
terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok,
minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya
penyakit.
2. Pola nutrisi dan metabolism
Mengukur tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain
juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien
dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas.
3. Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi
sebelum dan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan
lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan
pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.
4. Pola aktivitas dan latihan
Karena adanya sesak napas pasien akan cepat mengalami kelelahan pada saat aktivitas.
Pasien juga akan mengurangi aktivitasnya karena merasa nyeri di dada.
5. Pola tidur dan istirahat
Pasien menjadi sulit tidur karena sesak naps dan nyeri. Hospitalisasi juga dapat
membuat pasien merasa tidak tenang karena suasananya yang berbeda dengan
lingkungan di rumah.
6. Pola hubungan dan peran
Karena sakit, pasien akan mengalami perubahan peran. Baik peran dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat. Contohnya: karena sakit pasien tidak lagi bisa mengurus
anak dan suaminya.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba
mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan
beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal
ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.
8. Pola sensori dan kognitif
Fungsi panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan proses
berpikirnya.

9. Pola reproduksi seksual


Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks akan terganggu untuk sementara
waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah.
10. Pola koping
Pasien bisa mengalami stress karena belum mengetahui proses penyakitnya. Mungkin
pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang
yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Kehidupan beragama klien dapat terganggu karena proses penyakit.

H. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi :
 Tingkat kesadaran pasien, ekspresi wajah, perilaku, mood untuk mengetahui tingkat
kecemasan dan keteganagan pasien.
 Pergerakan dinding dada tertinggal pada dada yang sakit
 Inspeksi adanya sianosis
 Kedalaman pernapasan, RR, Penggunaan otot aksesoris pernapasan dan ekspansi dada.
Palpasi:
 Pergerakan dinding dada tertinggal pada dada yang sakit
 Vocal fremitus menurun di dada yang sakit
 Palpasi suhu tubuh. Jika dingin berarti berarti terjadi kegagalan transport oksigen.

Perkusi:
 Suara perkusi redup sampai pekak tergantung jumlah cairanya.

Auskultasi:
 Suara napas menurun sampai menghilang pada dada yang sakit

I. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas b.d penurunan ekspansi paru akibat adanya penumpukan
cairan dalam rongga pleura.
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan
akibat sesak napas.
3. Intoleran aktivitas b.d ketidak seimbangan suplai dengan kebutuhan oksigen.

J. Perencanaan
Dx1: Pola napas inefektif b.d penurunan ekspansi paru akibat adanya penumpukan
cairan dalam rongga pleura.
Tujuan: pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Criteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan,
bunyi nafas terdengar jelas.
Intervensi:
 Kaji kedalaman pernapasan.
Rasional: mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
 Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
 Berikan klien posisi semi fowler.
Rasional: memaksimalkan ekspansi paru.
 Periksa/awasi WSD, bila terpasang.
Rasional: menghindari kegagalan mengeluarkan cairan dari rongga pleura.
 Ajarkan teknik relaksasi.
Rasional: untuk memperbaiki pola napas
 Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya
sianosis akibat hipoksia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari
berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru.

Dx2: Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan
akibat sesak napas.
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
Criteria Hasil: berat badan, hasil laboratorium dalam batas normal
Intervensi:
 Catat status nutrisi pasien.
Rasional : Mengetahui derajat masalah dan pilihan intervensi yang tepat.
 Berikan makanan sedikit tapi sering.
Rasional : Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan.
 Anjurkan keluarga klien untuk membawa makanan dari rumah dan berikan pada klien
kecuali kontraindikasi.
Rasional: membantu memenuhi kebutuhan personal.
 Beri motivasi tentang pentingnya nutrisi.
Rasional : Kebiasaan makan seseorang dipengaruhi oleh kesukaannya, kebiasaannya, agama,
ekonomi dan pengetahuannya tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
 Kolaborasi dengan ahli gizi.
Rasional: pemberian nutrisi dapat dihitung dengan tepat.

Dx3: Intoleran aktivitas b.d ketidak seimbangan suplai dengan kebutuhan oksigen.
Tujuan : Pasien mampu melakukan aktifitas seoptimal mungkin
Criteria Hasil: Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat.
Intervensi:
 Kaji respon Individu terhadap aktivitas .
Rasional: agar dapat dinilai tingkat intoleran aktifitas
 Meningkatkan Aktivitas Secara bertahap.
Rasional: agar tidak terjadi kelelahan.
 Ajarkan Klien metode penghematan energi untuk aktivitas.
Rasional: Klien dapat beraktivitas secara bertahap sehingga tidak terjadi kelelahan.
 Kolaborasi dengan ahli terapi okupasi, jika perlu.
Rasional: untuk melatih ketahanan

K. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap pasien.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan
interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang
tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon
pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi
yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada pasien
(Budianna Keliat, 1994,4).

L. Evaluasi
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H, dkk,
1989).
Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien :
1. Mampu mempertahankan fungsi paru secara normal.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
3. Mampu melakukan aktifitas seoptimal mungkin
4. Tidak terjadi infeksi
5. mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak lagi cemas.

Anda mungkin juga menyukai