SKRIPSI
i
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip
maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
iii
ABSTRAK
vi
ABSTRACT
vii
KATA PENGANTAR
1. Ibu Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt dan Ibu Nelly Suryani M.Si, Ph.D, Apt
selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan, saran,
dukungan, dan semangat kepada penulis.
2. Dr.Arif Sumantri S.K.M, M. Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif hidayatullah Jakarta
3. Bapak Yardi, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak
memberikan bantuan kepada penulis.
4. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan hingga penulis
dapat menyelesaikan studi di jurusan Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
5. Kedua orang tua tercinta, Ibunda Momoh Hayati dan ayahanda Syaehudin
yang senantiasa memberikan kasih sayang, dukungan baik moril maupun
materil, serta doa tiada henti yang menyertai setiap langkah penulis. Semoga
Allah selalu memberikan kesehatan, perlindungan, dan keberkahan hidup
kepada mereka.
viii
6. Kedua adikku tercinta Muhammad Nuruddin Arief dan Muhammad Razan
Elfikri yang dengan sabar senantiasa memberikan semangat dan kasih sayang
kepada penulis .
7. Romi Ferdiansyah atas segala perhatian, pengertian, semangat, bantuan, kasih
sayang, dan kesetiannya menemani di saat suka maupun duka kepada penulis.
8. Teman-teman seperjuangan Evi, Vina, Puspita, Qadrina, Ageng, Hesti,
Ichsana, Rizka, Subhan, atas kebersamaan, bantuan serta motivasinya sejak
awal penelitian hingga akhir penyelesaian skripsi ini.
9. Teman-teman “K-POPers” Nova, Sheila, Meryza atas kebersamaan dan
keceriaan selama berkuliah di Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
10. Teman-teman Farmasi 2011 “Beng-Beng” atas persaudaraan dan
kebersamaan yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis baik
selama pengerjaan skripsi ini maupun selama masa perkuliahan.
11. Laboran Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Kak Eris, Kak Rahmadi,
Kak Lisna, Kak Tiwi, Kak Rani, yang telah membantu penulis
mempersiapkan bahan dan mempersiapkan serta mengajari cara
menggunakan alat laboratorium.
12. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan penyelesaian
naskah skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang namanya
tidak bisa disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna dan
banyak kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang membangun sangat
diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan
bagi pembaca pada umumnya. Akhir kata, semoga Allah SWT memberikan
balasan yang berlipat ganda atas semua bantuan, dan dukungan yang diberikan.
Amin Ya Robbal’alamin.
Jakarta, Juli 2015
Penulis
ix
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library
Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta
Pada Tanggal : Juli 2015
Yang menyatakan,
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ORISINILITAS ...................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................. vi
ABSTRACT ................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............ x
DAFTAR ISI................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv
xi
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 28
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 28
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................... 28
3.2.1 Alat ................................................................................... 28
3.2.2 Bahan ................................................................................ 28
3.3 Prosedur Penelitian..................................................................... 28
3.3.1 Optimasi Pembuatan Mikropartikel Kitosan-TPP ........... 28
3.3.2 Pembuatan Mikropartikel Mengandung Diltiazem HCl... 29
3.3.3 Penentuan Ukuran Partikel sebelum dikeringkan ............ 30
3.3.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi .............................................. 30
3.3.5 Pengeringan Mikropartikel .............................................. 30
3.3.6 Karakterisasi Mikropartikel .............................................. 31
3.3.6.1 Uji Perolehan Kembali ......................................... 31
3.3.6.2 Distribusi Ukuran Partikel ................................... 31
3.3.6.3 Penetapan Kadar Obat dalam Mikropartikel dan
Efisiensi Penjerapan ............................................. 31
3.3.6.4 Pelepasan Obat dari Mikropartikel secara In Vitro 32
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................ 49
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Lapisan epitel paru-paru ........................................................... 8
Gambar 2.2 Variasi Bentuk Mikropartikel .................................................... 14
Gambar 2.3 Skema Gelasi Ionik .................................................................... 17
Gambar 2.4 Reaksi pembentukan ikatan silang ionik (ionic crosslinking)
antara chitosan dengan TPP ....................................................... 18
Gambar 2.5 Mekanisme pelepasan obat dari mikropartikel .......................... 19
Gambar 2.6 Struktur Diltiazem Hidroklorida ............................................... 23
Gambar 2.7 Struktur Kitosan ........................................................................ 25
Gambar 2.8 Struktur NaTPP........................................................................... 27
Gambar 4.1 Larutan Kitosan sebelum dan Setelah Ditambah Laturan TPP . 35
Gambar 4.2 Kurva Kalibrasi Diltiazem Hidroklorida ................................... 36
Gambar 4.3 (a) Serbuk Mikropartikel setelah freeze dry, (b) Bentuk partikel
dilihat menggunakan mikroskop optik ...................................... 37
Gambar 4.4 Distribusi Ukuran Partikel Mikropartiekl F1 ............................. 39
Gambar 4.5 Profil pelepasan Diltiazem HCl dari mikropartikel dalam
medium dapar fosfat pH 7,4 ...................................................... 43
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Rangkuman Karakteristik Instrumen Penentuan Ukuran Partikel 21
Tabel 3.1 Formula Mikropartikel mengandung Diltiazem HCl .................. 29
Tabel 4.1 Hasil Optimasi Konsentrasi Larutan Kitosan .............................. 34
Tabel 4.2 Hasil Optimasi Konsentrasi Larutan Tripolifosfat ....................... 34
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Partikel dengan PSA ...................................... 38
Tabel 4.4 Distribusi Ukuran Mikropartikel Formula F1 ............................. 39
Tabel 4.5 Hasil Evaluasi Kadar Obat Dalam Mikropartikel dan Efisiensi
Penjerapan pada Formula F1 ....................................................... 41
Tabel 4.6 Rata-rata Bobot Terdisolusi dan Persen Pelepasan Mikropartikel
Kitosan.......................................................................................... 42
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Alur Penelitian ....................................................................... 49
Lampiran 2. Pembuatan Dapar Fosfat pH 7,4 ............................................ 50
Lampiran 3. Scanning Panjang Gelombang Maksimum Diltiazem HCl
medium Larutan HCl 0,1 N ................................................... 50
Lampiran 4. Data Absorbansi Kurva Kalibrasi Diltiazem HCl dalam
Larutan Hcl 0,1 N ................................................................. 50
Lampiran 5. Panjang Gelombang Diltiazem dalam Medium Dapar
Fosfat pH 7,4 ........................................................................ 51
Lampiran 6. Data Absorbansi Kurva Standar Diltiazem dalam Dapar
pH 7,4 ................................................................................... 51
Lampiran 7. Hasil PSA suspensi mikropartikel formula F1 ...................... 52
Lampiran 8. Hasil PSA suspensi mikropartikel formula F2 ....................... 53
Lampiran 9. Hasil PSA suspensi mikropartikel formula F3 ....................... 54
Lampiran 10. Hasil Perhitungan Perolehan Kembali ................................. 55
Lampiran 11. Data Distribusi Ukuran Mikropartikel Menggunakan
Mikroskop ............................................................................. 55
Lampiran 12. Diagram Frekuensi Ukuran Mikropartikel F1 ..................... 56
Lampiran 13. Perhitungan Evaluasi Kadar Obat dan Efisiensi Penjerapan 56
Lampiran 14. Bobot dan Persentase Terdisolusi Mikropartikel F2 ............ 57
Lampiran 15. Kurva Profil Pelepasan Diltiazem HCl ................................ 58
Lampiran 16. Foto Partikel Optimasi Larutan Kitosan 1% dengan
Tripolifosfat 2%, 3%, dan 4% Menggunakan Mikroskop
Optik Perbesaran 100x ....................................................... 61
Lampiran 17. Sertifikat Analisa Kitosan .................................................... 62
Lampiran 18. Sertifikat Analisa Diltiazem Hidroklorida ........................... 63
xv
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
Sistem penghantaran melalui paru-paru (pulmonary drug delivery system)
merupakan salah satu alternatif penghantaran obat yang bermasalah jike melalui
rute lain. Sistem penghantaran ini dinilai dapat menghantarkan obat dengan baik
sehingga bioavailabilitasnya dapat mencapai 100% karena obat tidak mengalami
metabolisme lintas pertama di hati. Salah satu obat yang menjanjikan untuk
diberikan melalui rute paru-paru ini adalah diltiazem hidroklorida karena sifatnya
yang mudah dimetabolisme di dalam hati sehingga bioavailabilitasnya terbatas
berkisar 40%. Selain penghantarannya yang baik, barrier yang relatif lebih tipis
dan vaskularisasi yang tinggi yang menyelubungi bagian paru-paru membuat obat
akan mudah diserap dan masuk ke sirkulasi sistemik (Mukta Paranjpe dan Christel
C. Muller-Goymann, 2014).
Sistem penghantaran melalui paru-paru membutuhkan bentuk sediaan
yang mikrometer sehingga dikembangkanlah desain obat melalui teknologi
mikropartikel. Sediaan mikropartikel sendiri adalah sediaan yang memiliki ukuran
partikel sebesar 1-1000 µm. Menurut Glyn Taylor & lan Kellaway (2001) dalam
buku Drug Delivery and Targerting dijelaskan bahwa untuk penghantaran obat
melalui paru-paru ukuran partikel yang diharapkan adalah < 10 µm agar obat
dapat terdeposit di dalam daerah trakheobronkial sampai daerah alveolus.
Mikropartikel yang diharapkan dalam penelitian ini berada pada rentang 3-5 µm
dengan harapan obat akan terdeposit di daerah trakheobronkial.
Ada berbagai macam teknik pembuatan mikropartikel yang sudah banyak
dikembangkan, salah satu teknik tersebut adalah teknik gelasi ionik. Teknik gelasi
ionik menjadi salah satu teknik pembuatan mikropartikel yang dinilai paling
sederhana dan paling mudah dilakukan. Sambung silang (cross link) yang terjadi
secara fisika yang bersifat reversibel antara bahan polimer dan agen sambung
silang melalui energi elektrostatik ini lebih dipilih dari pada sambung silang kimia
1. 2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang diangkat pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana formula dan kondisi pembuatan mikropartikel yang dapat
menghasilkan mikropartikel berukuran 3-5 µm dengan tingkat dispersitas
yang baik?
2. Bagaimana karakteristik mikropartikel yang terbentuk?
1. 3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui formula dan kondisi pembuatan mikropartikel yang dapat
menghasilkan mikropartikel berukuran 3-5 µm dengan tingkat dispersitas
yang baik untuk penghantaran obat melalui paru-paru
1. 4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini di antaranya dapat
memberikan informasi tentang formula, kondisi pembuatan serta karakteristik
mikropartikel yang baik yang dapat menghasilkan mikropartikel berukuran 3-5
µm untuk penghantaran obat melalui paru-paru yang berguna untuk pengobatan
hipertensi, angina pektoris, dan aritmia.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Saluran pernapasan dilapisi dengan sel epitel bersilia. Partikel tidak larut
akan diendapkan pada dinding saluran pernapasan, pada wilayah ini partikel
tersebut terjebak oleh lendir dan tersapu ke atas dari paru-paru oleh pendorongan
silia dan tertelan (Graham Buckton dalam Aulton, M. E. 2001).
Kedua sel ini dapat menghasilkan metabolit aktif dan berperan dalam
pembentukan sel epitel baru dan sintesis surfaktan serta fosfolipid yang dapat
mengurangi tegangan permukaan di paru-paru (Bisgaard, Hans et al, 2002).
2. Sel-sel bersilia
Di bagian daerah trakheobronkial, sebagian besar sel-sel epitelnya bersilia
dan hampir menyelimuti seluruh permukaan saluran pernapasan bagian tengah
dan terus berkurang ketika masuk ke daerah alveolus. Setiap sel bersilia
menngandung kurang lebih 200 silia dengan panjang sekitar 5 µm dan diameter
0,25 µm. Mekanisme pembersihan silia ini melalui mukus yang disekresikan oleh
sel serous pada kelenjar submukosa (Glyn Taylor and lan Kellaway, 2001.).
3. Alveolar Macrophage
Sel makrofag pada alveolus ditemukan pada permukaan alveolus. Sel-sel
fagosit ini memainkan peran penting dalam mekanisme pertahanan melawan
bakteri dan perikel yang terhirup dan mencapai alveoli (Haley et al.,1991, dalam
Tronde, A., 2002). Makrofag dibersihkan dari alveolus menuju bronkiolus oleh
dari polipeptida ditirelix dan siklosporin A dengan fosfolipid telah dibuktikan dan
telah disarankan untuk membatasi penyerapan dari paru-paru, sehingga
menyebabkan retensi berkepanjangan obat di paru-paru (McAllister et al., 1996
dalam Tronde, A., 2002). Penggunaan surfaktan eksogen sebagai pembawa untuk
pemberian obat paru-paru telah diusulkan sebagai sarana untuk meningkatkan
penyebaran obat dalam paru-paru (Van 't Veen et al., 1999 dalam Tronde, A.,
2002). Namun, interaksi yang kompleks antara obat dan surfaktan paru-paru,
harus dipertimbangkan dalam pengembangan obat.
6. Mucociliary Clearance
Mucociliary clearance merupakan mekanisme pertahanan paru-paru yang
paling penting. Berkoordinasi dengan pergerakan silia, mucus disapu bersihkan
dari nasal dan paru-paru menuju faring dan kemudian ditelan. Kecepatan
clearance pada hidung rata-rata 3-25 mm/min (Mygind et al.,1998, dalam Tronde,
A., 2002). Mucus terutama disekresikan dari sel serosa darikelenjar submukosa
dan dari sel goblet , dan terdiri dari air (95 %), glikoprotein (mucins) (2%) ,
protein (1%), garam anorganik (1%), dan lipid (1%) (Samet et al., 1994 dalam
Tronde, A., 2002) . Peraturan kadar air sangat penting yang signifikan untuk
mempertahankan sifat viskoelastik optimal.
Implikasinya untuk penghantaran obat, yaitu waktu tinggal obat inhalasi di
paru-paru tergantung pada lokasi pengendapan. Sebuah proporsi yang signifikan
dari obat dalam mencapai paru-paru dari sediaan inhalasi adalah terperangkap
dalam lendir di saluran pernapasan. Kemampuan obat untuk menembus
penghalang lendir tergantung pada muatan partikel, kelarutan, lipofilisitas, dan
ukuran (Bhat et al., 1995; Rubin , 1996 dalam Tronde, A., 2002). Misalnya,
mengurangi transportasi di lapisan lendir pernapasan telah dibuktikan secara in
vitro untuk kortikosteroid (Hashmi et al., 1999 dalam Tronde, A., 2002) dan
antibiotik (Lethem, 1993 dalam Tronde, A., 2002)
dan mudah dikeluarkan oleh kejadian batuk, menelan, dan proses bersihan oleh
mukosiliari. Partikel dengan ukuran 0,5 – 5 µm dapat menghindari tubrukan yang
terjadi di saluran pernapasan atas dan akan terdeposisi melalui tubrukan dan
sedimentasi di daerah trakheobronkial dan alveolar. Jika ukuran partikel berada
diantara 3-5 µm maka akan terdeposisi sepenuhnya di daerah trakheobronkial dan
jika ukurannya kurang dari 3 µm maka kemungkinan akan terdeposisi jauh lebih
dalam lagi di daerah alveolar. Sedangkan partikel dengan ukuran submikron
mungkin tidak dapat terdeposisi akan akan terbuang saat ekspirasi sebelum terjadi
sedimentasi. Partikel dengan ukuran diameter 20 µm dan kerapatan 0,4 g/cm-3
akan secara efektif terdeposit dalam paru-paru (Glyn Taylor and lan Kellaway,
2001.)
Ada tiga jenis sistem penghantaran obat secara inhalasi yaitu Nebulizer,
MDI (metered dose inhaler) dan DPI (dry powder inhaler).
1. Nebulizer
Nebulizer merupakan obat yang dilarutkan atau disuspensikan ke dalam
pelarut yang polar, umumnya air dan diubah menjadi bentuk gas atau aerosol.
Aerosol adalah dispersi suatu obat berupa cairan atau zat padat dalam suatu gas.
Nebulizer mengaerosolisasi larutan obat dalam air atau suspensi obat dalam air.
Alat yang digunakan dapat berupa jet nebulizer atau ultrasonic nebulizer.
Nebulizer bukanlah produk yang portable, tidak dapat dijinjing dan pemberian
obatnya membutuhkan waktu yang lama, minimal 15 menit. Nebulisasi terutama
ditujukan untuk anak-anak dan lansia penderita asma yang kesulitan
menggunakan MDI atau DPI. Biasanya digunakan di rumah sakit dan saat ini
penggunaannya semakin berkurang.
2. MDI (Metered Dose Inhaler)
MDI adalah alat terapi inhalasi dengan dosis yang terukur yang
disemprotkan dalam bentuk gas ke dalam mulut dan dihirup. Dalam
menyemprotkannya didorong menggunakan propelan. MDI mulai diperkenalkan
pada tahun 1956. Obat dalam MDI dapat berupa larutan atau suspensi dalam
propelan. Dapat ditambahkan eksipien khusus untuk meningkatkan stabilitas
fisika atau untuk meningkatkan kelarutan obat. Penggunaan MDI memerlukan
teknik tersendiri, dimana diperlukan koordinasi yang tepat antara tangan saat
menekan alat MDI (aktuasi) dan mulut dalam menghirup obat. Cara penggunaan
yang keliru dapat menyebabkan hasil klinis yang tidak optimal. Teknik ini masih
sering digunakan secara tidak tepat oleh penderita asma sehingga perlu dilatih.
3. DPI (Dry Powder Inhaler)
DPI atau inhalasi serbuk kering yang diperkenalkan pada awal tahun 1970-
an adalah alat dengan obat dalam bentuk serbuk dihantarkan secara lokal atau
sistemik melalui rute paru-paru. DPI sebagai alternatif pengganti MDI yang
terkenal tidak ramah lingkungan karena mengandung propelan CFC (Chloro
Flouro Carbon) dan dapat mengatasi kesulitan dalam menggunakan MDI. DPI
diperlukan energi untuk menggerakkan serbuk mengikuti aliran udara pernapasan
dan memecah formula serbuk menjadi partikel kecil. Pada penggunaan DPI
diperlukan hirupan yang cukup kuat agar obat masuk ke saluran pernapasan dan
hal ini tergantung dari teknik dan kemampuan pasien dalam menghirup udara dan
kecepatannya. Namun hal ini dapat diatasi dengan penggunaan alat DPI generasi
ketiga atau alat DPI aktif yang menggunakan gas bertekanan atau impeller yang
digerakan oleh mesin untuk mendispersikan obat. Mekanisme dispersi aktif
digunakan untuk obat yang ditujukan memberi efek sistemik yang harus
berpenetrasi lebih jauh ke dalam paru-paru (Milala, A. S.. 2013).
Dari ketiga bentuk sediaan paru-paru, DPI yang paling disukai dengan
keunggulan dalam penggunaannya yaitu tidak dibutuhkan koordinasi antara
penekanan alat DPI dengan pernapasan, formulasinya lebih stabil, kemasannya
kecil sehingga mudah dibawa, penggunaannya cepat dan ramah lingkungan.
Aplikasi terkini pulmonary drug delivery system adalah sebagai berikut: 1)
Penerapan sistem penghantaran obat ke dalam paru-paru untuk penyakit asma dan
PPOK 2) Penghantaran obat pada paru-paru untuk penyakit sistik fibrosis 3)
Penghantaran melalui paru-paru obat antidiabetes 4) Migrain 5) Angina pektoris
6) Penghantaran vaksin ke paru-paru 7) Emfisema 8) Penghantaran ke paru-paru
untuk pasien transplantasi 9) Penghantaran melalui paru-paru untuk hipertensi 10)
Luka paru-paru akut. 11) Penerapan penghantaran obat ke paru-paru sebagai
aerosol surfaktan 12) Terapi gen lewat rute paru-paru 13) Penggunaan sistem
penghantaran obat ke paru-paru dalam terapi kanker 14) Penghantaran pentamidin
lewat paru-paru 15) Penghantaran amfoterisin lewat rute paru-paru 16)
Penghantaran gentamisin lewat rute paru-paru 17) Diagnosis lewat paru-paru 18)
Aerosol nikotin untuk terapi berhenti merokok 19) Inhalasi obat dalam terapi
tuberkolosis 20) Penghantaran paru-paru untuk heparin berat molekul yang rendah
21) Penghantaran paru-paru untuk gangguan tulang 22) Penghantaran paru-paru
obat opioid untuk terapi nyeri (Milala, A. S., 2013).
2. 3. Mikropartikel
Mikropartikel merupakan partikel dengan ukuran 1-1000 µm. Secara
umum, dikenal dua tipe mikropartikel, yaitu mikrosfer dan mikrokapsul.
Mikrosfer merupakan mikropartikel berbentuk bola dimana obat terlarut atau
terdispersi homogen dalam matriks polimer dan mikrokapsul adalah mikropartikel
yang memiliki inti yang dikelilingi oleh bahan yang jelas berbeda dari inti. Inti
dapat berupa padatan, cairan, atau bahkan gas (Kumar et al., 2011).
pelarut yang digunakan, suhu, komposisi dan viskositas polimer, dan drug loading
(Benoit et al., 1996; Bodmeier and McGinity, 1988a, 1988b; Bodmeier et
al.,1994; Jalil and Nixon, 1990a, 1990b; Jaraswekin et al., 2007, dikutip dalam
Muhaimin, 2013).
Pembuatan mikropartikel dengan teknik penguapan pelarut ini dilakukan
di dalam suatu media larutan sebagai fase gerak. Suatu bahan pelapis
didispersikan ke dalam suatu larutan yang mudah menguap dan tidak bercampur
dengan fase geraknya. Sedangkan material inti yang akan dienkapsulasi
didispersikan ke dalam larutan polimer sebagai bahan pelapis. Campuran bahan
inti dan bahan pelapis kemudian diagitasi di dalam larutan fase gerak sehingga
menghasilkan mikropartikel (Sahil, Kataria et al.,2011)
Gambar 2.4. Reaksi pembentukan ikatan silang ionik (ionic crosslinking) antara
chitosan dengan TPP.
[Sumber : Qurashi et al, 1992 dalam M Alauhdin, N Widiarti, 2014]
Proses pelepasan obat yang umum terjadi pada mikropartikel adalah proses
difusi. Cairan dari saluran pernapasan akan berdifusi melalui membran dari daerah
berkonsentrasi tinggi di dalam mikropartikel ke daerah berkonsentrasi rendah
pada cairan saluran pernapasan tersebut (Krowcynsk, 1987 dalam M. Karim,
2012)
2. 6. Karakterisasi Mikropartikel
Pembuatan suatu produk, termasuk pembuatan mikropartikel ini harus
disertai dengan evaluasi untuk mengontrol kualitas produk, untuk mengetahui
apakah sediaan sudah memenuhi syarat atau tidak, apakah sediaan layak atau
tidak untuk digunakan dan dipasarkan, serta untuk mengetahui apakah metode
yang digunakan efisien atau tidak. Adapun evaluasi yang dilakukan pada
mikropartikel tersebut meliputi :
Caha- Semi-
ya otomatis √ √ √ √ √ √ √
Otomatis √ √ √ √ √ √ √ √ √
Elektron √ √ √ √ √ √
Zona Aliran Listrik √ √ √ √ √ √ √ √
Pemotong Difraksi √ √ √ √ √ √ √ √ √
cahaya
laser Doppler √ √ √ √ √ √ √ √
Sedimen- Gravitasi √ √ √ √ √ √ √ √
tasi Sentrifu-
gasi √ √ √ √ √ √ √
= ( − ) (2,2)
Keterangan: dC/dt = Perubahan konsentrasi suatu fungsi obat terhadap perubahan waktu,
k = Konstanta kecepatan disolusi,
Cs = konsentrasi larutan jenuh, Ct = konsentrasi zat terlarut pada waktu t
Dalam banyak kondisi uji disolusi konsentrasi pada bulk medium selalu
jauh lebih kecil dibandingkan dengan larutan jenuh (Cs>>Ct). Kondisi ini disebut
dengan kondisi hilang atau sink condition (Mansoor & Beverly, 2003 dalam
Mufidah, U., 2015).
2. 7. Diltiazem Hidroklorida
Diltiazem dapat diberikan per oral maupun injeksi dengan dosis per oral
30 mg setiap 6 jam dan dosis ditingkatkan setiap satu atau dua hari namun tidak
melebihi 360 mg/ hari. Dosis injeksi 5 mg/ml. Diltiazem memiliki bioavalabilitas
sebesar 40% per oral dengan waktu paruh 3 – 4,5 jam. Diltiazem merupakan salah
satu obat yang mudah larut dalam air dan memiliki waktu paruh (t½ eliminasi)
yang singkat (3-4,5 jam) sehingga cocok untuk dibuat sedian tablet lepas lambat
(FDA, 2015).
Sediaan diltiazem dalam bentuk tablet lepas lambat yang sudah beredar
memiliki durasi kerja 11-18 jam atau dalam bentuk kapsul dengan durasi kerja 10-
14 jam. Terikat oleh protein sebanyak 70-80%; volume distribusi 3-13 L/kg; aktif
dimetabolisme di hati oleh sitokrom P450 isoenzim CYP3A4 (Martindale, 2009,
FDA, 2015)
Gowda D.V. et al., (2010) telah membuat mikropartikel mengandung
Diltiazem Hidroklorida menggunakan polimer HPMC dan Eudragit RS 100
dengan metode penguapan pelarut sebagai sediaan lepas kendali untuk pemberian
secara oral. Uji pelepasan obat secara in vitro mikropartikel yang dihasilkan
dibandingkan dengan sediaan lepas terkendali yang beredar di pasaran (Cardiazem
®
CD ). Dari hasil yang diperoleh terlihat ada kemiripan profil pelepasan obat
mengikuti model kinetika orde nol dengan mekanisme pelepasan secara difusi. Ini
membuktikan bahwa Diltiazem Hidroklorida dapat diformulasikan untuk sediaan
mikropartikel lepas lambat.
Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Mahale, A. M. dan S.A. Sreenivas
(2013) yang membuat mikropartikel diltiazem hidroklorida menggunakan polimer
HPMC, Xanthan Gum, dan campurannya, dengan metode gelasi ionik dan
kalsium klorida sebagai agen sambung silangnya. Hasilnya diperoleh informasi
bahwa kombinasi polimer HPMC dan Xanthan gum dapat dimanfaatkan dalam
mengembangkan sediaan Diltiazem Hidroklorida lepas diperpanjang sehingga
dapat mengurangi frekuensi pemberian obat.
2. 8. Kitosan
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.2.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain kitosan (food grade dengan
viskositas 31,75 cps, dan derajat deasetilasi 86,51%, Biotech Surindo, Cirebon),
diltiazem hidroklorida (Indofarma, Indonesia), natrium tripolifosfat (Wako,
Jepang), asam klorida, asam asetat glasial (Merck, Jerman), natrium hidroksida
(Merck), kalium dihidrogen fosfat (Merck), aquades (Brataco, Jakarta), air
deionisasi, lem akrital, dan membran sartorius pori-pori 0,45µm diameter 47 mm.
air destilasi dengan konsentrasi 2%, 3%, dan 4% b/v disiapkan dan diatur pH-nya
5,0 menggunakan HCl 1N. Larutan tripolifosfat ditambahkan ke dalam larutan
kitosan tetes demi tetes menggunakan buret sambil dilakukan pengadukan secara
kontinyu menggunakan pengaduk baling-baling dengan kecepatan 300 rpm pada
suhu ruang selama 30 menit. Setelah itu disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm
selama 15 menit dan endapan dicuci 2 kali dengan air bebas ion (Raditya I.,
Effionora, dan M. Jufri, 2013 dengan modifikasi)
Formula yang menghasilkan partikel dengan ukuran partikel antara 3-5 µm
kemudian dipilih untuk dibuat mikropartikel yang mengandung diltiazem
hidroklorida dan dikarakterisasi lebih lanjut.
3.3.3. Penentuan Ukuran Partikel dalam Suspensi Setelah Proses Gelasi Ionik
Penentuan ukuran partikel dalam suspensi menggunakan PSA (Particle
Size Analysis). Sebanyak 10 ml suspensi disiapkan untuk dilakukan pengukuran.
Dari ketiga formula yang diukur ukuran partikelnya kemudian dipilih yang
memiliki ukuran partikel berapa pada rentang 3-5 µm untuk dilakukan
karakterisasi selanjutnya (Kristmundsdottir, O.S. Gudmundsson, K. Ingvarsdottir,
1996 dengan modifikasi)
Keterangan : % PK = faktor perolehan kembali (g). Wm = bobot mikropartikel yang diperoleh (g).
Wt = bobot bahan pembentuk mikropartikel (%)
Keterangan : Ko = kadar obat dalam mikropartikel, Kt = kadar teoritis obat dalam formula
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Terbentuk partikel
1% berukuran kecil-
kecil
Terbentuk partikel
2% 3% benang-benang
halus
Terbentuk partikel
3% benang-benang
kasar
gel yang lebih stabil secara fisik. Akan tetapi diameter dan bobot mikropartikel
juga mengalami peningkatan (Ji-Woong C. et al., 2009).
(a)
(b)
Gambar 4. 2 (a) Kurva kalibrasi diltiazem HCl dalam larutan HCl 0,1 N,
(b) Kurva kalibrasi diltiazem HCl dalam dapar fosfat pH 7,4
4. 4. Pengeringan Mikropartikel
Setelah sebelumnya ditetapkan formula mana yang akan dikarakterisasi
lebih lanjut, ditetapkanlah formula F1 yang akan dikarakterisasi lebih lanjut. Hasil
serbuk mikropartikel F1 dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Gambar 4.3).
Serbuk yang dihasilkan berwarna putih agak kuning berbentuk flake dilihat
mrnggunakan mikroskop.
(a) (b)
Gambar 4.3 (a) Serbuk Mikropartikel setelah freeze dry, (b) Bentuk partikel
dilihat menggunakan mikroskop optik
4. 5. Karakterisasi Mikropartikel
4.5.1. Distribusi Ukuran partikel
Ukuran partikel menjadi karakteristik yang paling penting dalam suatu
sistem mikropartikel terutama untuk tujuan penghantaran obat melalui paru-paru.
Umumnya ukuran mikropartikel yang diharapkan dari sediaan pulmonal adalah <
10 µm (Glyn Taylor & lan Kellaway, 2001). Adapun target ukuran partikel yang
ingin dicapai peneliti berada pada rentang 3-5 µm.
Pada penelitian ini, untuk pengukuran ukuran partikel dilakukan dua kali,
Pengukuran pertama dalam bentuk suspensi koloid sebelum dikeringkan dengan
tujuan untuk menyeleksi satu formula dari tiga formula yang masuk kriteria
ukuran partikel yang diinginkan peneliti untuk dilakukan karakterisasi
selanjutnya. Pengukuran ini ditentukan menggunakan PSA (Particle Size
Analyzer) dan diperoleh data sebagaimana tertera pada tabel (Tabel 4.1.).
Pengukuran kedua dalam bentuk serbuk setelah dikeringkan dengan tujuan untuk
melihat distribusi ukuran partikel yang terbentuk setelah pengeringan dan melihat
apakah ada efek dari pengeringan terhadap ukuran mikropartikel dibandingkan
dengan hasil pengukuran pertama. Pengukuran kedua dilakukan dengan
menggunakan mikroskop optik. Dasar pemilihan minyak zaitun sebagai medium
pendispersi adalah karena sifatnya yang tidak melarutkan baik zat aktif maupun
polimer yang digunakan dalam formula.
250
200
Jumlah (u.a)
150
100
50
0
3 8 13 18 23 28 33 38 43 48 53 58 60
Diameter Rata-Rata (µm)
Tabel 4.5 Efisiensi Penjerapan Kadar Obat Dalam Mikropartikel dan pada
Formula F1
Faktor kelarutan obat dalam hal ini sangat berpengaruh (V.R. Sinha et al.,
2004). Mengingat bahwa diltiazem merupakan salah satu obat yang sangat mudah
larut dalam air dan pada proses pembuatan mikropartikel medium yang paling
banyak digunakan adalah air, sehingga kemungkinan besar kehilangan sejumlah
obat yang terjerap karena obat berdifusi keluar dari matriks menuju medium air
tersebut. Sedangkan untuk perbandingan jumlah obat yang ditambahkan akan
berdampak pada ukuran partikelnya (Sari, R., Puspita, Desy R.A., Rijal,
M.A.S.,2012). Dhawan dan Singla et al. (2003) dikutip dalam V.R. Sinha et al.,
(2004) juga melaporkan bahwa pemasukkan obat yang terlalu banyak akan
menurunkan efisiensi penjerapannya. Hal ini berpengaruh pada faktor pembagi
dari persamaan persen penjerapan. Untuk ukuran partikel yang sama, semakin
besar jumlah obat yang ditambahkan akan semakin besar faktor pembaginya
sehingga persen penjerapan semakin kecil.
Berdasarkan data hasil uji pelepasan obat, dapat diketahui bahwa rata-rata
obat sudah terlepas 80,81 ± 5,87 % dengan kadar terlepas 2,62 ± 0,19 mg, dan
50% obat sudah terlepas pada jam ke-4. Pelepasan obat dari suatu polimer
dipengaruhi beberapa faktor diantaranya bentuk dan ukuran mikropartikel,
konsentrasi larutan polimer, dan waktu lamanya taut silang. Menurunnya berat
molekul dan konsentrasi larutan kitosan, maka pelepasan obat akan meningkat
dan akan menurun dengan peningkatan waktu sambung silang (S. A. Agnihotri et
al., 2004). Bentuk partikel yang panjang akan lebih cepat pelepasannya
dibandingkan dengan bentuk partikel yang bulat, hal ini terkait dengan luas
permukaan kontak suatu partikel. Bentuk batang yang pipih tentu memiliki luas
bidang kontak dengan medium yang lebih besar daripada bentuk bulat. Sedangkan
ukuran partikel yang semakin kecil akan meningkatkan pelepasan obat karena luas
permukaan yang lebih besar dibandingkan partikel berukuran besar (Glyn Taylor
and lan Kellaway, 2001.).
Dengan demikian dapat dikatakan formula mikropartikel ini memberikan
profil pelepasan yang cukup baik.
Tabel 4.6 Persen Pelepasan Obat Diltiazem HCl dari Mikropartikel Kitosan-
Tripolifosfat
90
80
70
60
% terdisolusi
50
40
30
20
10
0
0 2 4 6 8 10
Waktu (jam)
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil karakterisasi maka dapat disimpulkan bahwa kondisi yang
baik untuk dapat menghasilkan mikropartikel yang berukuran 3-5 µm dengan
metode gelasi ionik diantaranya perbandingan konsentrasi kitosan: diltiazem ,
1% : 1% dalam pelarut asam asetat 1% sebanyak 100 ml, konsentrasi
tripolifosfat 3% dalam pelarut aquades sebanyak 40 ml, kecepatan
pengadukan 300 rpm, pada suhu ruang, pH larutan penyambung silang 5,0,
dan waktu sambung silang 30 menit.
2. Hasil karakterisasi mikropartikel dari formula F1 adalah sebagai berikut
ukuran partikel dalam bentuk suspensi adalah 4,4 µm dan setelah dikeringkan
partikel terdistribusi paling banyak pada ukuran 1-5 µm, nilai perolehan
kembali yaitu 39,25 %, ukuran partikel setelah dikeringkan didominasi oleh
partikel berukuran <10 µm. Nilai efisiensi penjerapan 2,68 ±0,05 %. Hasil
dari disolusi mikropartikel selama 9 jam, bobot terdisolusi sebanyak 2,62 ±
0,19 mg.
5.2. Saran.
Adapun saran dari penulis di antaranya :
1. Perlu dilakukan karakterisasi lebih lanjut yang mengarah kepada sistem
penghantaran paru-paru seperti uji mukoadhesif dan sifat aerodinamis serbuk.
2. Perlu dilakukan optimasi metode yang optimum sehingga mampu
menghasilkan mikropartikel dengan efisiensi penjerapan yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Utami Tri. 2012. Skripsi : Preparasi dan Karakterisasi Beads Zink
Pektinat Mengandung Pentoksifilin dengan Metode Gelasi Ionik. Depok :
Repository FMIPA UI.
Agnihotri, Sunil A., Nadagouda N. Mallikarjuna, Tejraj M. Aminabhavi. 2004.
Recent advanceson Chitosan-based micro- and nanoparticles in drug delivery.
Journal of Controlled Release 100 (2004) 5 –28. ELSEVIER
Amidi, M., Romeijn, S.G., Borchard, G., Junginger, H.E., Hennink, W.E., Jiskoot,
W., 2006. Preparation and characterisation of protein loaded N-trimethyl
chitosan nanoparticles as nasal delivery system. J. Control. Release 111, 107–
116.
Anonim. 2009. British Pharmacopoeia. London : Departement of Health.
Anonim. 2011. Dynamic Light Sacattering : Common Terms Defined. USA :
©
2011 Malvern Instrument Limited
Ana, Grenha et al., 2007. Chitosan Nanoparticles Are Compatible With
Respiratory Ephitalial Cells In Vitro. European Journal Of Pharmaceutical
Sciences.
Aulton, M.E., 2001. Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design. 2nd
Edition. Churchil- Livingstone.
Bisgaard, Hans et al. 2002. Drug Delivery to The Lung. New York : Marcel
Dekker, Inc.
Bivas-Benita, M., Romrijn, S., Junginger, H.E., Borchard, G., 2004. PLGA-PEI
Nanoparticles for Gene Delivery to Pulmonary Epithelium. Eur. J. Pharm.
Biopharm. 28, 1–6.
Boonsongrit, Y., Ampol M., dan Bernd W.M. 2006. Chitosan Drug Binding by
Ionic Interaction. European J. Of Pharmaceu And Biopharmaceu., 267-274.
Brunton, L., Parker, K., Blumenthal, D., Buxton, I. 2008. Goodman-Gilman:
Manual Farmakologi dan Terapi. Jakarta : EGC
Cahyaningrum, Liana P., 2014. Skripsi : Perbandingan Stabilitas Antioksidan
Antara Ekstrak Etanol 50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)
dengan Bentuk Mikropartikelnya Menggunakan Metode DPPH. Jakarta :
Repository UINJakarta.
Chemical book, 2015. http://www.chemicalbook.com/ProductChemicalProperties
CB6270667_EN.htm. Diakses pada tanggal 28 April 2015.
Departemen Kesehatan RI. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta :
Departemen Kesehatan RI.
L.S. Liu, S.Q. Liu, S.Y. Ng, M. Froix, T. Ohno, J. Heller, Controlled release of
interleukin-2 for tumor immunotherapy using alginate:chitosan porous
microspheres, J. Control. Release 43 (1997) 65–74.
M. Karim,. 2012. Pembuatan Karakterisasi Beads Kitosan-Tripolifosfat (TPP)
mengandung Pentoksifilin dengan Metode Gelasi Ionik. Depok : Repository
FMIPA UI.
M. Alauhudin, N. Widiarti. 2014. Sintetis dan Modifikasi Lapis Tipis Kitosan-
Tripolifosfat. Semarang: Jurnal MIPA 37 (1) : 46-52 (2014)
Milala, A. Sembiring. 2013 .Teknologi Inhalasi Serbuk Kering sebagai Sistem
Penghantaran Obat Pulmonar. Medicinus. Vol. 26 No. 2 Agustus 2013.
Moura, M.R., Aouada F.A., Avena Bustillos R.J., Mc HughT.H., Krochta J.M.
dan Mattoso L.H.C. 2009. Omproved Barrier and Mechanical Properties of
Novel Hydroxyprophylmethylcellulose Edible Films with Chitosan/
Tripolyphosphate Nanoparticles. J. Of Food Engineering92, 448-453.
Mufidah, U., 2015. Skripsi : Evaluasi Profil Disolusi Tableet Lepas Lambat
Metformin Hidroklorida yang Beredar Di Masyarakat. Jakarta : Repository
UINJakarta.
Muhaimin. 2013. Desertasi : Study Of Microparticle Preparation By The Solvent
Evaporation Method Using Focused Beam Reflectance Measurement (Fbrm).
Universitas Berlin. German.
Mukta Paranjpe and Christel C. Müller-Goymann. Nanoparticle-Mediated
Pulmonary Drug Delivery: A Review . Int. J. Mol. Sci. 2014, 15, 5852-5873;
doi:10.3390/ijms15045852
Nadia A., Hussein, and Hadi A. J., 2011. Preparation, Characterization, and
Diltiazem HCl Release Study of Chitosan / poly(vinyl alcohol) Microspheres.
National Journal of Chemistry, 2011, Volume 41, 113-126
Nussinovutch, Amos. 2010. Polymer macro- and micro-Gel Beads :
Fundamentals and Applications. London : Springer.
Paranjpe Mukta, Müller-Goymann Christel C 2014. Nanoparticle-mediated
pulmonary drug delivery: a review. International journal of molecular
sciences 2014; 15 (4) doi:10.3390/ijms15045852
Raditya I., Effionora, dan M. Jufri, 2013. Formulasi Nanopartikel Verapamil
Hidroklorida dari Kitosan dan Natrium tripolifosfat dengan Metode Gelasi
Ionik. Jurnal Farmasi Indonesia vol. 6 no. 4. Juli 2013.
Rani, Manjusha, Anuja Agarwal, Yuvraj Singh Negi. 2010. Review : Chitosan
Based Hydrogel Polymeric Beads-As drug Delivery System. BioResources
5(4). 2765-2807.
Pembuatan Mikropartikel
Diperoleh Mikropartikel
Berukuran 3-5µm
Penentuan Penetapan
Pelepasan
Panjang Kadar Obat dan
Obat Uji Perolehan
Gelombang Efisiensi
Secara In Kembali
Maksimal dan Penjerapan
Vitro
Kurva
Kalibrasi
Analisa Data
Pembahasan
Kesimpulan
50
Lampiran 4. Data Absorbansi Kurva Standar Diltiazem HCl dalam larutan HCl
0,1 N
Konsentrasi
Absorbansi
(ppm)
5 0,252
10 0,502
15 0,759
20 1,016
25 1,313
51
F1 6,2807 16 39,25
Perhitungan :
% = × 100%
Keterangan : % PK = faktor perolehan kembali (g). Wm = bobot mikropartikel yang diperoleh (g).
Wt = bobot bahan pembentuk mikropartikel (%)
,
% Perolehan Kembali = × 100%
= 39,25 %
250
150
100
50
0
3 8 13 18 23 28 33 38 43 48 53 58 60
Diameter Rata-Rata (µm)
Absorbansi = 0,437
mg
Kadar dalam 25 ml : Kadar = 8,717 L × 0,025 L
Kadar = 0,218 mg
,
% Kadar : ,
× 100% = 2,14 %
6280,7
× 0,218 = 134,23
10,2
0,24 7,26
2,41 ± 74,28 ±
7 0,381 0,329 0,333 2,66 2,27 2,29 82,01 70,10 70,71
0,22 6,70
2,52 ± 77,77 ±
8 0,389 0,342 0,348 2,75 2,39 2,42 84,78 73,74 74,78
0,20 6,09
2,62 ± 80,81 ±
9 0,397 0,358 0,353 2,84 2,53 2,49 87,57 78,05 76,83
0,19 5,87
57
58
,
% disolusi = × 100% = 10,08 %
,
,
% disolusi = × 100% = 33,13 %
,
,
% disolusi = × 100% = 51,42 %
,
61